Anda di halaman 1dari 19

NASKAH PUBLIKASI

PUBLICATION MANUSCRIFT

RELATIONSHIP EDUCATION AND KNOWLEDGE OF MOTHERS HANDLING


INPECTION OF RESPIRATORY INFLUENCES WITH INVESTMENT INPECTION
OF RESPIRATORY INFLUENCES AT 3-5 YEARS AGE IN WORK AREA LOA
KULU PUBLIC HEALTH CENTER KUTAI KARTANEGARA REGENCY

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN IBU TENTANG


PENANGANAN ISPA DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA USIA 3-5
TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LOA KULU
KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

Muhammad Noor Ikhfan1, Rusni Masnina2, Faried Rahman Hidayat3

DISUSUN OLEH
MUHAMMAD NOOR IKHFAN
14.113082.3.0888

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR
SAMARINDA
2018
PERSETUJUAN PUBLIKASI

Kami dengan ini mengajukan surat persetujuan untuk publikasi penelitian dengan judul

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN IBU


TENTANG PENANGANAN ISPA DENGAN KEJADIAN ISPA
PADA BALITA USIA 3-5 TAHUN DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS LOA KULU KABUPATEN KUTAI
KARTANEGARA

Bersamaan dengan surat persetujuan ini kami lampirkan naskah publikasi

Pembimbing I Pembimbing II

Rusni Masnina, S.Kp., MPH Faried Rahman Hidayat, S.Kep., Ns., M.Kes
NIDN. 1114027401 NIDN. 1112068002

Mengetahui, Peneliti
Koordinator Mata Kuliah Skripsi

Faried Rahman Hidayat, S.Kep., Ns., M.Kes Muhammad Noor Ikhfan


NIDN. 1112068002 NIM. 14.113082.3.0888
HALAMAN PENGESAHAN

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN IBU


TENTANG PENANGANAN ISPA DENGAN KEJADIAN ISPA
PADA BALITA USIA 3-5 TAHUN DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS LOA KULU KABUPATEN KUTAI
KARTANEGARA

NASKAH PUBLIKASI

DI SUSUN OLEH :

MUHAMMAD NOOR IKHFAN


14.113082.3.0888

Diseminarkan untuk diujikan


Pada tanggal, 12 Februari 2018

Penguji I Penguji II Penguji III

Rini Ernawati, S.Pd., M.Kes Rusni Masnina, S.Kp., MPH Faried Rahman Hidayat, S.Kep., Ns., M.Kes
NIDN. NIDN. 1114027401 NIDN. 1112068002

Mengetahui,
Ketua Program Studi Sarjana Ilmu Keperawatan

Ns. Dwi Rahmah, M.Kep


NIDN. 1119097601
HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN IBU TENTANG
PENANGANAN ISPA DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA USIA 3-5
TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LOA KULU
KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

1 2, 3
Muhammad Noor Ikhfan , Rusni Masnina Faried Rahman Hidayat

INTISARI

Latar Belakang : Survei di Puskesmas Loa Kulu Kabupaten Kutai Kartanegara, angka
kejadian ISPA di dominasi pada golongan umur 3 sampai 5 tahun. Pengetahuan ibu dalam
menangani ISPA hanya 30% dengan lulusan SMA yang mengerti seperti menjaga
kebersihan, menghindarkan debu pada anak dan memberikan anak makanan bergizi,
sedangkan 70% terdiri dari lulusan SD (20%), SMP (30%) dan SMA (20%) masih kurang
memahami dalam menangani ISPA.

Tujuan : Penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan dan


pengetahuan ibu tentang penanganan ISPA dengan kejadian ISPA pada balita usia 3-5
tahun di wilayah kerja Puskesmas Loa Kulu Kabupaten Kutai Kartanegara.

Metode : Jenis penelitian yang di gunakan adalah deskriptif korelasional dengan


menggunakan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian ini adalah ibu yang memiliki
balita usia 3 sampai 5 tahun mengalami ISPA di Puskesmas Loa Kulu Kabupaten Kutai
Kartanegara yaitu berjumlah 86 responden. Teknik sampling yang digunakan dalam
penelitian ini adalah aksidental sampling. Teknik analisis data yang digunakan Chi-Square.

Hasil Penelitian : Tingkat pendidikan ibu balita yang memiliki balita usia 3-5 tahun di
Puskesmas Loa Kulu paling banyak pendidikan lanjut berjumlah 51 orang (59,3%),
pengetahuan ibu tentang penanganan inpeksi saluran pernapasan atas di Puskesmas Loa
Kulu paling banyak kurang berjumlah 43 orang (50%) dan kejadian inpeksi saluran
pernapasan atas pada balita usia 3-5 tahun di Puskesmas Loa Kulu paling banyak sering
berjumlah 52 orang (60,55).

Kesimpulan : Ada hubungan tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu tentang penanganan
ISPA dengan kejadian ISPA pada balita usia 3-5 tahun di wilayah kerja Puskesmas Loa Kulu
Kabupaten Kutai Kartanegara.
.

Kata Kunci : Pendidikan, Pengetahuan, Kejadian ISPA.

1
Mahasiswa Program Sarjana Keperawatan Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur
2
Dosen Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur
3
Dosen Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur
RELATIONSHIP EDUCATION AND KNOWLEDGE OF MOTHERS HANDLING INPECTION
OF RESPIRATORY INFLUENCES WITH INVESTMENT INPECTION OF RESPIRATORY
INFLUENCES AT 3-5 YEARS AGE IN WORK AREA LOA KULU PUBLIC HEALTH
CENTER KUTAI KARTANEGARA REGENCY

4 5 6
Muhammad Noor Ikhfan , Rusni Masnina , Faried Rahman Hidayat

ABSTRACT

Background: Survey at Loa Kulu Public Health Center Kutai Kartanegara Regency, the
incidence rate of upper respiratory tract infection is dominated in 3-5 years age. Mother's
knowledge in dealing with upper respiratory inpection is only 30% with high school graduates
who understand such as maintaining hygiene, avoiding dust on children and giving children
nutritious food, while 70% consists of elementary school graduates (20%), junior high (30%)
and high school ( 20%) is still poorly understood in dealing with upper respiratory tract
infections.

Objective: The objective of this research is to know the correlation between education and
knowledge of mothers handling inpection of respitory influence with investment inpection of
respitory influence at 3-5 years age in work area Loa Kulu Public Health Center Kutai
Kartanegara Regency.

Method: The type of research used is descriptive correlational by using cross sectional
approach. The sample of this research is mothers who have children aged 3-5 years
experienced inpection of respitory influence at Loa Kulu Public Health Center Kutai
Kartanegara Regency that is amounted to 86 respondents. The sampling technique used in
this study is accidental sampling. Data analysis techniques used Chi-Square.

Research result : Education mothers who have children aged 3-5 years experienced
inpection of respitory influence at Loa Kulu Public Health Center Kutai Kartanegara Regency
is the most up to 51 people (59,3%), mother knowledge about handling of upper respiratory
inpus at Loa Kulu Public Health Center is at most 43 people (50 %) and incidence of upper
respiratory tract infections at 3-5 years old children at Loa Kulu Public Health Center mostly
at 52 people (60,55).

Conclusion: There is a correlation between education land knowledge of mothers handling


inpection of respitory influence with investment inpection of respitory influence at 3-5 years
age in work area Loa Kulu Public Health Center Kutai Kartanegara Regency.

Keywords: Education, Knowledge, Upper Respiratory Infections Incidence.

4
Undergraduate Nursing Muhammadiyah Kalimantan Timur University
5
Lecture Muhammadiyah Kalimantan Timur University
6
Lecture Muhammadiyah Kalimantan Timur University
PENDAHULUAN kematian). Berdasarkan golongan umur
jenisnya yaitu, kelompok umur kurang dari 2
Usia balita sering disebut dengan bulan, dibagi atas : pneumonia berat dan
masa keemasan atau golden age periode. bukan pneumonia. Kelompok umur 2 bulan
Periode balita khususnya usia antara 3 – 5 sampai kurang dari 5 tahun dibagi atas :
tahun adalah masa keemasan untuk pnemonia berat, pnemonia dan bukan
pertumbahan dan perkembangan secara pnemonia (Depkes RI, 2012).
fisik, mental serta sosial. Pertumbuhan dan Survei mortalitas yang dilakukan
perkembangan yang normal tercermin dalam oleh Depkes Subdit ISPA tahun 2010
peningkatan berat badan sesuai umur dan menempatkan ISPA sebagai penyebab
tinggi badan sesuai umur dan berat badan kematian bayi dan balita terbesar di
sesuai tinggi badan serta ukuran lingkar Indonesia dengan persentase 22,30% dari
kepala sebesar enam kali lipat selama tahun seluruh kematian yaitu 6 juta bayi dan balita.
pertama. Pertumbuhan otak akan mencapai Hingga saat ini angka mortalitas ISPA yang
75% pada anak usia 3 tahun dilanjutkan berat masih sangat tinggi. Kematian
sampai 90% ketika berusia 5 tahun. Selain seringkali disebabkan karena penderita
itu pertumbuhan otak akan melambat sampai datang untuk berobat dalam keadaan berat
pada usia dewasa. Maturasi otak akan akan dan sering disertai komplikasi yaitu penyulit-
menjadi dasar untuk perkembangan bahasa, penyulit dan kurang gizi. Dimana data
belajar dan perilaku (Lestari, 2015). morbiditas penyakit ISPA di Indonesia per
Pertumbuhan dan perkembangan tahun berkisar antara 10 - 20 % dari populasi
balita dipengaruhi oleh status gizi balita, balita. Bila angka morbiditas 10 % pertahun,
kurangnya gizi yang diterima balita membuat ini berarti setiap tahun jumlah penderita ISPA
daya tahan tubuh anak sangat berbeda di Indonesia berkisar 2,3 juta (Depkes RI,
dengan orang dewasa karena sistem 2012).
pertahanan tubuhnya belum kuat. Dengan Produktifitas ISPA pada setiap anak
kondisi tubuh anak yang masih lemah, diperkirakan mengalami 3 – 6 kali setiap
proses penyebaran penyakit pun menjadi tahunnya, yang mana 40 - 60 % dari 33.173
lebih cepat, khususnya penyakit ISPA yang anak dari kunjungan di Puskesmas adalah
dapat dengan mudah menular melalui udara oleh penyakit ISPA. Menurut Depkes RI
(Karyadi, 2015). (2012) standar kejadian ISPA pada anak
Infeksi Saluran Pernapasan Akut maksimal 3 kali selama 1 tahun. Dari seluruh
(ISPA) merupakan salah satu penyebab kematian yang disebabkan oleh ISPA
kematian tersering pada anak di negara mencakup 20 - 30 %. Dengan long life yang
sedang berkembang. Kondisi tubuh anak diperkirakan 0,006% atau angka kematian
yang masih lemah, proses penyebaran pada balita yaitu 6 per 1000 balita
penyakit pun menjadi lebih cepat. ISPA (Machmud, 2006).
adalah radang akut saluran pernafasan atas Dampak dari penyakit ISPA yang
maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi lambat ditangani yaitu ISPA yang berlanjut
jasad renik, bakteri, virus maupun riketsia menjadi pneumonia, sering terjadi pada anak
tanpa atau disertai dengan radang perenkim kecil terutama apabila terdapat gizi kurang
paru (Amin dkk, 2009). dan dikombinasi dengan keadaan lingkungan
Kepentingan pencegahan dan yang tidak hygiene. Komplikasi atau risiko
pemberantasan, maka penyakit ISPA dapat terutama terjadi pada anak-anak karena
diketahui menurut jenisnya, yang mana meningkatnya kemungkinan infeksi silang,
menurut jenis lokasi anatomik maka penyakit beban immunologisnya terlalu besar karena
ISPA dapat dibagi dua yaitu ISPA atas dipakai untuk penyakit parasit dan cacing,
(Batuk pilek, Pharingitis, Tonsilitis, Otitis serta tidak tersedianya atau berlebihannya
media, Flu, Sinusitis) dan ISPA bawah pemakaian antibiotik (Depkes RI, 2012).
(Bronchiolitis dan pneumonia yang sangat Pada dasarnya kejadian ISPA tidak
berbahaya karena dapat menyebabkan lepas dari peran faktor-faktor yang
mempengaruhinya, dimana faktor yang tahun dan sebanyak 521 kasus pada tahun
mempengaruhi kejadian ISPA pada balita 2015 yang didominasi pada umur 3 sampai
dapat dilihat melalui model The Triangel 5 tahun serta sebanyak 586 kasus pada
Model Of Infection atau lebih dikenal dengan tahun 2016 masih didominasi pada umur 3
pendekatan epidemiologis. Faktor tersebut sampai 5 tahun. Dimana berdasarkan studi
antara lain host, agent dan environment pendahuluan pada 10 orang ibu yang
(Machmud, 2006). memiliki balita usia 3 sampai 5 tahun
Prasetyo (2007) mengemukakan mengalami ISPA di Puskesmas Loa Kulu
faktor yang mempengaruhi kejadian suatu terdapat 50% yang lulusan SMA, 30%
penyakit antara lain faktor predisposisi lulusan SMP dan 20% lulusan SD. Adapun
meliputi pengetahuan, pendidikan, sikap, pengetahuan dalam menangani ISPA hanya
tradisi dan kepercayaan, sistem nilai, tingkat 30% dengan lulusan SMA yang mengerti
pendidikan dan tingkat sosial ekonomi. seperti menjaga kebersihan, menghindarkan
Faktor enabling meliputi fasilitas atau sarana debu pada anak dan memberikan anak
dan prasarana kesehatan dan aksesibilitas. makanan bergizi, sedangkan 70% terdiri dari
Faktor reinforcing meliputi sikap dan perilaku lulusan SD (20%), SMP (30%) dan SMA
tokoh masyarakat, tokoh agama, petugas (20%) masih kurang memahami dalam
kesehatan dan dukungan sosial keluarga. menangani ISPA.
Faktor predisposisi merupakan faktor Berdasarkan data di atas dan
yang berasal dari inidividu itu sendiri seperti pengamatan sampai saat ini, maka penulis
pendidikan orangtua berpengaruh terhadap ingin membuktikan tentang “Hubungan
insidensi ISPA pada anak. Semakin rendah Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan Ibu
pendidikan orangtua derajat ISPA yang Tentang Penanganan ISPA Dengan Kejadian
diderita anak semakin berat. Demikian ISPA Pada Balita Usia 3-5 Tahun Di Wilayah
sebaliknya, semakin tinggi pendidikan Kerja Puskesmas Loa Kulu Kabupaten Kutai
orangtua, derajat ISPA yang diderita anak Kartanegara” sebagai judul penelitian ini.
semakin ringan (Huriah dan Lestari, 2005).
Adapun pengetahuan sangat erat kaitannya Tujuan Penelitian
dengan pendidikan dimana diharapkan 1. Tujuan Umum
seseorang dengan pendidikan tinggi, maka Mengetahui hubungan tingkat pendidikan
orang tersebut akan semakin luas pula dan pengetahuan ibu tentang
pengetahuannya. Namun perlu ditekankan penanganan ISPA dengan kejadian ISPA
bahwa seorang yang berpendidikan rendah pada balita usia 3-5 tahun di wilayah
tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah kerja Puskesmas Loa Kulu Kabupaten
pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak Kutai Kartanegara.
diperoleh dari pendidikan formal, akan tetapi 2. Tujuan Khusus
juga dapat diperoleh pada pendidikan non a. Mengidentifikasi karakteristik
formal. Pengetahuan seseorang tentang responden meliputi umur anak, jenis
sesuatu objek juga mengandung dua aspek kelamin anak, anak keberapa, umur
yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek ibu dan pekerjaan ibu di wilayah
inilah yang akhirnya akan menentukan sikap kerja Puskesmas Loa Kulu
seseorang terhadap objek tertentu. Semakin Kabupaten Kutai Kartanegara.
banyak aspek positif dari objek yang b. Mengidentifikasi tingkat pendidikan
diketahui, akan menumbuhkan sikap makin ibu di wilayah kerja Puskesmas Loa
positif terhadap objek tersebut (Syahrani, Kulu Kabupaten Kutai Kartanegara.
2012). c. Mengidentifikasi pengetahuan ibu
Berdasarkan hasil survei yang tentang penanganan ISPA di wilayah
dilakukan di Puskesmas Loa Kulu Kabupaten kerja Puskesmas Loa Kulu
Kutai Kartanegara, angka kejadian ISPA Kabupaten Kutai Kartanegara.
sebanyak 482 kasus pada tahun 2014 yang d. Mengidentifikasi kejadian ISPA pada
di dominasi pada golongan umur 3 sampai 5 balita usia 3-5 tahun di wilayah kerja
Puskesmas Loa Kulu Kabupaten kuesioner yang dilakukan peneliti. Penelitian
Kutai Kartanegara. ini dilaksanakan di Puskesmas Loa Kulu
e. Menganalisis hubungan tingkat Kabupaten Kutai Kartanegara. Instrumen
pendidikan dengan kejadian ISPA digunakan dalam penelitian adalah kuesioner
pada balita usia 3-5 tahun di wilayah dan lembar observasi. Instrumen variabel
kerja Puskesmas Loa Kulu pengetahuan telah dilakukan pengujian
Kabupaten Kutai Kartanegara. validitas dan reliabilitas. Tempat uji validitas
f. Menganalisis hubungan dan reliabilitas dilakukan pada ibu yang
pengetahuan ibu tentang memiliki balita mengalami ISPA di
penanganan ISPA dengan kejadian Puskesmas Rapak Mahang dengan jumlah
ISPA pada balita usia 3-5 tahun di responden yaitu 30 orang. Data yang telah
wilayah kerja Puskesmas Loa Kulu dikumpulkan melalui kuesioner akan
Kabupaten Kutai Kartanegara. dianalisis menjadi dua macam, yaitu analisa
univariat dan analisa bivariat adalah uji yang
METODE PENELITIAN dilakukan terhadap dua sampel yang
berpasangan. Uji yang digunakan dalam
Rancangan penelitian ini adalah penelitian ini adalah Chi-Square dengan
deskriptif korelasional yaitu penelitian yang menggunakan perangkat lunak pengolah
bertujuan untuk mengungkapkan hubungan statistik yaitu program komputer.
korelatif antara variabel independen dan
variabel dependen, dengan menggunakan HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
pendekatan cross sectional yaitu suatu
penelitian untuk mempelajari hubungan antar Gambaran Umum Puskesmas Loa Kulu
variabel dimana pengukuran pada setiap Puskesmas Loa Kulu merupakan
subjek dilakukan satu kali atau pengukuran salah satu Puskesmas yang ada di wilayah
pada setiap subjek yang dilakukan pada tengah Kabupaten Kutai Kartanegara.
waktu yang dianggap sama (Dahlan, 2014). Puskesmas Loa Kulu terletak di Kecamatan
Sehingga dapat diketahui hubungan tingkat Loa Kulu. Kecamatan Loa Kulu yang
pendidikan dan pengetahuan ibu tentang beribukota kecamatan di Loh Sumber dan
penanganan ISPA dengan kejadian ISPA berjarak ± 12 KM dari Ibukota Kabupaten
pada balita usia 3-6 tahun di wilayah kerja Kutai Kartanegara Tenggarong. Puskesmas
Puskesmas Loa Kulu Kabupaten Kutai Loa Kulu difungsikan sejak tahun 1973
Kartanegara. Populasi dalam penelitian ini merupakan Puskesmas Perawatan. Batas
adalah ibu yang memiliki balita usia 3 sampai wilayah kerja Puskesmas Loa Kulu adalah :
5 tahun mengalami ISPA di Puskesmas Loa 1. Sebelah utara berbatasan dengan
Kulu Kabupaten Kutai Kartanegara tahun Kecamatan Kota Bangun dan
2016 berjumlah 586 orang. Adapun sampel Kecamatan Tenggarong.
dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki 2. Sebelah timur berbatasan dengan
balita usia 3 sampai 5 tahun mengalami Kecamatan Loa Janan.
ISPA di Puskesmas Loa Kulu Kabupaten 3. Sebelah selatan berbatasan dengan
Kutai Kartanegara yaitu berjumlah 86 Kecamatan Muara Muntai dan
responden. Teknik sampling yang digunakan Kabupaten Kutai Barat.
dalam penelitian ini adalah nonprobability 4. Sebelah barat berbatasan dengan
sampling dengan teknik sampling yang Kabupaten Panajam Paser Utara.
digunakan aksidental sampling yaitu setiap
ibu yang memiliki anak usia 3-5 tahun yang
berkunjung ke Puskesmas Loa Kulu pada
saat pelaksanaan penelitian.
Penelitian ini dilaksanakan tanggal 9
– 21 Desember 2017, waktu tersebut
digunakan untuk mengumpulkan data melalui
Karakteristik Responden Jenis Kelamin Balita
Tabel 4.4.
Umur Ibu Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis
Tabel 4.1. Kelamin Balita Di Puskesmas Loa Kulu
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur Tahun 2017
Ibu Yang Memiliki Balita Usia 3-5 Tahun Di Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)
Puskesmas Loa Kulu Tahun 2017
Laki-laki 37 43
Umur Ibu
Jumlah Persentase (%)
(Tahun) Perempuan 49 57
21 – 30 57 66,3
Jumlah 86 100
31 – 40 29 33,7
Jumlah 86 100 Urutan Balita Dalam Keluarga
Tabel 4.5.
Pekerjaan Ibu Distribusi Frekuensi Berdasarkan Urutan
Tabel 4.2. Balita Dalam Keluarga Di Puskesmas Loa
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kulu
Pekerjaan Ibu Yang Memiliki Balita Usia 3- Tahun 2017
5 Tahun Di Puskesmas Loa Kulu Tahun Anak Ke- Jumlah Persentase (%)
2017 1
Persentase 24 27,9
Pekerjaan Ibu Jumlah
(%) 2 29 33,7
IRT 34 39,5 3 27 31,4
Petani/Nelayan 8 9,3 4 4 4,7
Karyawan Swasta 14 16,3 5 2 2,3
Wiraswasta 10 11,6
Jumlah 86 100
PNS 20 23,3
Jumlah 86 100
Analisis Univariat
Umur Anak
Tabel 4.3. Tingkat Pendidikan
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur Tabel 4.6.
Balita Distribusi Frekuensi Berdasarkan
Di Puskesmas Loa Kulu Tahun 2017 Pendidikan Ibu Yang Memiliki Balita Usia
Umur Balita (Tahun) Jumlah
Persentase 3-5 Tahun Di Puskesmas Loa Kulu Tahun
(%) 2017
3 24 27,9 Pendidikan Ibu Jumlah Persentase (%)
4 33 38,4 SD 10 11,6
5 29 33,7 SMP 25 29,1
Jumlah 86 100 SMA 30 34,9
D3 7 8,1
S1 14 16,3
Jumlah 86 100
Tabel 4.7. Analisis Bivariat
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat
Pendidikan Ibu Yang Memiliki Balita Usia Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan
3-5 Tahun Di Puskesmas Loa Kulu Tahun Kejadian ISPA Pada Balita Usia 3-5 Tahun
2017 Di Wilayah Kerja Puskesmas Loa Kulu
Persentase Kabupaten Kutai Kartanegara
Tingkat Pendidikan Jumlah
(%)
Pendidikan Lanjut 51 59,3 Tabel 4.10.
Pendidikan Dasar 35 40,7 Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan
Kejadian ISPA Pada Balita Usia 3-5 Tahun
Jumlah 86 100
Di Wilayah Kerja Puskesmas Loa Kulu
Kabupaten Kutai Kartanegara Tahun 2017
Pengetahuan Ibu Tentang Penanganan ISPA Kejadian ISPA
Tabel 4.8. Tingkat Tidak
Jumlah
P
Sering 95% CI
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pendidikan Sering value
Pengetahuan Ibu Tentang Penanganan n % n % n %
ISPA Yang Memiliki Balita Usia 3-5 Tahun
Lanjut 27 52,9 24 47,1 51 100 OR :
Di Puskesmas Loa Kulu Tahun 2017 4,500
Pengetahuan Ibu Dasar 7 20 28 80 35 100 0,004 (1,665
Persentase –
Tentang Penanganan Jumlah
(%) Jumlah 34 39,5 52 60,5 86 100 12,161)
ISPA
Baik 24 27,9
Cukup 19 22,1
Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang
Penanganan ISPA Dengan Kejadian ISPA
Kurang 43 50 Pada Balita Usia 3-5 Tahun Di Wilayah Kerja
Jumlah 86 100 Puskesmas Loa Kulu Kabupaten Kutai
Kartanegara
Kejadian ISPA
Tabel 4.9. Tabel 4.11.
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang
Kejadian ISPA Pada Balita Usia 3-5 Tahun Penanganan ISPA Dengan Kejadian ISPA
Di Puskesmas Loa Kulu Tahun 2017 Pada Balita Usia 3-5 Tahun Di Wilayah
Persentase Kerja Puskesmas Loa Kulu Kabupaten
Kejadian ISPA Jumlah
(%) Kutai Kartanegara Tahun 2017
Tidak Sering 34 39,5 Kejadian ISPA
Jumlah P value
Sering 52 60,5 Pengetahuan
Tidak
Sering
Sering

Jumlah 86 100 n % n % n %

Baik 14 58,3 10 41,7 24 100

Cukup 10 52,6 9 47,4 19 100


0,008
Kurang 10 23,3 33 76,7 43 100

Jumlah 34 39,5 52 60,5 86 100

Pembahasan
Umur Ibu
Berdasarkan hasil penelitian umur
ibu yang memiliki balita usia 3 sampai 5
tahun mengalami ISPA di Puskesmas Loa
Kulu Kabupaten Kutai Kartanegara tahun
2017 diketahui dari 86 responden sebagian
besar umur responden antara 21 – 30 tahun
yaitu berjumlah 56 orang (66,3%), mengurungkan diri dan lebih memilih menjadi
sedangkan umur antara 31 – 40 tahun ibu rumah tangga.
berjumlah 29 orang (33,7%). Responden Hal ini sesuai dengan penelitian
sebagian besar berumur 21 – 30 tahun Widiawati (2008) di Puskesmas Pegandan
karena merupakan usia ideal untuk produktif Kota Semarang yaitu sebagian besar
memiliki anak. responden adalah ibu rumah tangga
Menurut Suprajitno (2004), usia ideal dikarenakan agar lebih fokus dalam menjaga
untuk wanita hamil adalah 20-35 tahun. Usia dan mendidik anak.
tersebut cukup aman untuk melahirkan, Berdasarkan hal tersebut peneliti
dimana kesuburan wanita yang usianya berasumsi, lebih dari separuh pada ibu yang
melebihi 35 tahun mulai menurun. memiliki balita di Loa Kulu tidak bekerja atau
Hal ini sesuai dengan penelitian sebagai ibu rumah tangga, dikarenakan tidak
Widiawati (2008) di Puskesmas Pegandan ada tenaga pengasuh untuk merawat anak
Kota Semarang yaitu sebagian besar selama ibu bekerja atau tidak ingin
responden dengan umur antara 20-34 tahun meninggalkan anak untuk diasuh orang lain
dikarenakan usia ideal untuk memiliki anak. karena dapat menyebabkan kurang kasih
Berdasarkan hal tersebut peneliti sayang serta suami yang ingin ibu lebih
berasumsi, responden sebagian besar usia memperhatikan anak dirumah. Sehingga
antara 21-30 tahun dikarenakan usia ideal disarankan kepada ibu rumah tangga yang
untuk anak. Dimana kejadian ISPA dapat memiliki balita untuk lebih memperhatikan
dialami oleh semua balita dengan berbagai tumbuh kembang anak khususnya kesehatan
macam usia ibu. Sehingga disarankan anak, dikarenakan kegiatan ibu yang lebih
kepada wanita khususnya usia antara 21-30 sering berinteraksi dengan anak.
tahun lebih membekali ilmu pengetahuan Umur Anak
yang banyak terutama dalam penanganan Berdasarkan hasil penelitian umur
ISPA. balita di Puskesmas Loa Kulu Kabupaten
Pekerjaan Ibu Kutai Kartanegara tahun 2017 diketahui dari
Berdasarkan hasil penelitian 86 responden paling banyak umur 4 tahun
pekerjaan ibu yang memiliki balita usia 3 yaitu berjumlah 33 orang (38,4%),
sampai 5 tahun mengalami ISPA di sedangkan paling sedikit umur 3 tahun
Puskesmas Loa Kulu Kabupaten Kutai berjumlah 24 orang (27,9%). Hal ini
Kartanegara tahun 2017 diketahui dari 86 dikarenakan responden paling banyak
responden paling banyak sebagai IRT yaitu melahirkan tahun 2014, sehingga saat
berjumlah 34 orang (39,5%), sedangkan penelitian balita sudah berusia 4 tahun. Pada
paling sedikit bekerja sebagai petani/nelayan umur tersebut balita rentan sakit karena
berjumlah 8 orang (9,3%). Para ibu setelah mulai aktif bergerak bermain di luar rumah.
melahirkan lebih memilih untuk menjadi ibu Menurut Adriana (2012),
rumah tangga, dikarenakan tidak ada yang pertumbuhan dan perkembangan anak 3-5
menjaga anak mereka atau agar anak lebih tahun terdiri atas pencapaian fisik, motorik
mendapatkan perhatian dan kasih sayang. kasar, motorik halus, bahasa, sosialis asi,
Menurut Basri (2014), kembali kognitif, dan hubungan keluarga. Dimana
bekerja atau tidak setelah melahirkan perkembangan motorik kasar usia tiga tahun
merupakan dilema yang umum dihadapi para adalah mengendarai sepeda roda tiga,
ibu. Namun, di zaman sekarang, sebagian melompat dari langkah dasar, berdiri pada
besar para ibu memilih kembali bekerja satu kaki untuk beberapa detik, menaiki
setelah melahirkan, akan tetapi terbentur tangga dengan kaki bergan tian, dapat tetap
dengan faktor tidak ada tenaga pengasuh turun dengan menggunakan kedua kaki
untuk merawat anak selama ibu bekerja atau untuk melangkah, melompat panjang dan
tidak ingin meninggalkan anak untuk diasuh mencoba berdansa, tetapi keseimbangan
orang lain karena dapat menyebabkan mungkin tidak adekuat. Sehingga balita
kurang kasih sayang, membuat ibu
benar-benar memerlukan daya tahan tubuh pengalaman pada saat melahirkan anak
yang baik agar tidak mudah sakit. pertama.
Hal ini sesuai dengan penelitian Menurut Azwar (2011), pengalaman
Legowo (2004) di Puskesmas Trangkil pribadi merupakan salah satu faktor yang
Kabupaten Pati yaitu sebagian besar mempengaruhi pembentukan sikap. Apa
responden yang mengalami ISPA usia balita. yang telah dan sedang dialami akan ikut
Berdasarkan hal tersebut peneliti membentuk dan mempengaruhi
berasumsi, paling banyak responden yang penghayatan kita terhadap stimulus sosial.
memiliki anak umur 4 tahun dengan Sesuai dengan penelitian Widiawati
kelahiran tahun 2014, merupakan tergolong (2008) di Puskesmas Pegandan Kota
umur yang bergerak aktif sehingga Semarang yaitu sebagian besar responden
memerlukan daya tahan tubuh yang baik memiliki anak kedua dan merawatnya
agar tidak mudah sakit. Sehingga disarankan berdasarkan pengalaman anak sebelumnya.
kepada para ibu untuk menjaga daya tahan Berdasarkan hal tersebut peneliti
tubuh anak dengan memberikan asupan berasumsi, seringnya anak menderita ISPA
bergizi dan mencari informasi dalam dapat diakibatkan oleh tindakan responden
penanganan balita yang sakit. mengenai pengalaman pada anak yang
Jenis Kelamin Anak pertama yang kurang pengetahuan
Berdasarkan hasil penelitian, jenis penanganan ISPA. Hal ini membuat
kelamin balita di Puskesmas Loa Kulu responden juga kurang pengalaman dalam
Kabupaten Kutai Kartanegara tahun 2017 penanganan ISPA pada anak ke-2.
diketahui dari 86 responden paling banyak Sehingga disarankan kepada para ibu agar
perempuan yaitu berjumlah 49 orang (57%), mencari informasi dalam penanganan ISPA
sedangkan laki-laki berjumlah 37 orang pada anak, sehingga tidak mudah terserang
(43%). ISPA.
Menurut Azwar (2011), jenis kelamin Tingkat Pendidikan
merupakan pensifatan atau pembagian dua Berdasarkan hasil penelitian
jenis kelamin manusia yang ditentukan pendidikan ibu yang memiliki balita usia 3
secara biologis yang melekat pada jenis sampai 5 tahun mengalami ISPA di
kelamin tertentu. Puskesmas Loa Kulu Kabupaten Kutai
Sesuai dengan penelitian Legowo Kartanegara tahun 2017 diketahui dari 86
(2004) di Puskesmas Trangkil Kabupaten responden paling banyak tamat SMA yaitu
Pati yaitu sebagian besar responden memiliki berjumlah 30 orang (34,9%), sedangkan
bayi berjenis kelamin perempuan. paling sedikit tamat D3 berjumlah 7 orang
Berdasarkan hal tersebut peneliti (8,1%). Hal ini dikarenakan untuk masa
berasumsi, lebih dari separuh responden sekarang jenjang pendidikan sampai sekolah
melahirkan anak berjenis kelamin dasar (SD) tergolong tidak cukup baik,
perempuan. Sehingga disarankan kepada sehingga banyak responden menempuh
para ibu baik anak berjenis kelamin pendidikan sampai dengan jenjang SMA
perempuan maupun laki-laki tetap dijaga agar mudah mendapatkan pekerjaan.
kesehatannya agar tidak mudah terserang Melalui penggolongan diperoleh
ISPA. gambaran tingkat pendidikan ibu balita yang
Urutan Anak Dalam Keluarga memiliki balita usia 3-5 tahun di Puskesmas
Berdasarkan hasil penelitian, urutan Loa Kulu Kabupaten Kutai Kartanegara
balita dalam keluarga di Puskesmas Loa tahun 2017 diketahui dari 86 responden
Kulu Kabupaten Kutai Kartanegara tahun paling banyak pendidikan lanjut berjumlah 51
2017 diketahui dari 86 responden paling orang (59,3%), sedangkan pendidikan dasar
banyak anak kedua yaitu berjumlah 29 orang berjumlah 35 orang (40,7%). Hal ini
(33,7%), sedangkan paling sedikit anak menunjukkan sebagian besar ibu tamat
kelima berjumlah 2 orang (2,3%).. SMA, D3 dan S1 yang berarti pendidikan
Responden merawat anak ke-2 berdasarkan tergolong cukup baik.
Hasil penelitian ini sesuai dengan instansi-instansi pemerintah menggunakan
penelitian terdahulu yang dilakukan Maramis lulusan sarjana S1 untuk standar
(2013) yang menunjukkan tingkat pendidikan pendidikannya. Disimpulkan bahwa
ibu yang memiliki balita di Puskesmas Bahu masyarakat Loa Kulu semakin sadar akan
Kota Manado tergolong baik yaitu lulusan pentingnya pendidikan demi kemajuan suatu
SMA. bangsa. Sehingga disarankan kepada
Syahrizal dan Sugiarto (2015) masyarakat meningkatkan pengetahuan
mengemukakan pengertian tentang dengan mencari informasi dalam
pendidikan yaitu suatu upaya yang dilakukan penanganan ISPA khususnya melalui
secara sistematis untuk berbagai media sehingga pengetahuan
menstransformasikan pengetahuan dan nilai- mengalami peningkatan dalam menangani
nilai sosial; pembentukan karakter dan anak yang ISPA.
watak; serta mengajarkan keterampilan dan Pengetahuan
daya cipta, diberikan dari generasi ke Diperoleh gambaran bahwa
generasi untuk bertahan hidup dan pengetahuan ibu tentang penanganan ISPA
menciptakan sebuah peradaban. Sehingga di Puskesmas Loa Kulu Kabupaten Kutai
tujuan akhir dari pendidikan itu adalah Kartanegara tahun 2017 diketahui dari 86
memanusiakan manusia. responden paling banyak kurang berjumlah
Menurut Solekhan (2013) jenjang 43 orang (50%), sedangkan paling sedikit
pendidikan SD untuk masa sekarang yaitu cukup berjumlah 19 orang (22,1%). Hal
tergolong tidak cukup baik karena sulitnya ini tidak sesuai dengan pendidikan
mencari kerja yang lebih baik sehingga para responden yang sebagian besar tamatan
siswa diwajibkan untuk menempuh SMA, dimana tergolong cukup baik.
pendidikan minimal SMA agar memperoleh Dimana masyarakat sekarang
taraf kehidupan yang lebih baik dengan cenderung sekolah sampai dengan tingkat
mudahnya mendapatkan pekerjaan. pendidikan SMA yang tergolong cukup baik,
Berdasarkan hal tersebut peneliti akan tetapi pengetahuan tentang
berasumsi, pada masa sekarang dunia penanganan ISPA biasanya baru diperoleh
pendidikan semakin maju dan berkembang pada saat masyarakat sekolah sampai
hal ini menjadikan masyarakat Loa Kulu dengan jenjang pendidikan perguruan tinggi
semakin cinta akan pendidikan dan dibidang ilmu kesehatan. Sehingga
masyarakat mulai sadar betapa pentingnya pengetahuan masyarakat tentang tentang
pendidikan bagi kemajuan suatu bangsa. penanganan ISPA dapat diperoleh
Sehingga disarankan kepada pemerintah berdasarkan lingkungan tempat tinggal
untuk lebih memperhatikan pendidikan anak- masyarakat.
anak yang kurang mampu, agar pendidikan Menurut Wawan dan Dewi (2010),
di Indonesia tidak merosot. Walaupun pengetahuan yang di miliki seseorang
pemerintah telah memberlakukan pendidikan dipengaruhi oleh faktor internal dan
wajib sembilan tahun, namun bila dilihat eksternal. Faktor internal terdiri dari
dengan perkembangan jaman, hal tersebut pendidikan, pekerjaan dan umur sedangkan
tidak sebanding. Sebab pendidikan sembilan faktor eksternal terdiri dari lingkungan dan
tahun hanya sampai tingkat SMP saja, sosial budaya. Pendidikan dapat
selanjutnya bagi mereka yang tidak mempengaruhi seseorang termasuk juga
mempunyai biaya untuk lanjut ke SMA dan perilaku seseorang akan pola hidup terutama
bangku kuliah, mereka terpaksa putus dalam memotivasi untuk sikap berperan
sekolah. Hal ini menjadi sesuatu yang sia- serta dalam pembangunan pada umumnya
sia, karena sekarang ini ijazah SMP sudah makin tinggi pendidikan seseorang makin
tidak diberlakukan lagi untuk mencari mudah menerima informasi. Ditunjang
pekerjaan. Ijazah yang digunakan minimal dengan pekerjaan adalah cara mencari
SMA, namun hal inipun juga hanya untuk nafkah. Sedangkan umur adalah usia
pegawai toko. Sedangkan kantor-kantor dan individu yang terhitung mulai saat dilahirkan
sampai berulang tahun. Semakin cukup sering merokok dekat anak dan juga faktor
umur, tingkat kematangan dan kekuatan disekitar lingkungan rumah yang kotor
seseorang akan lebih matang dalam berfikir sehingga bakteri mudah berkembang
dan bekerja. Adapun lingkungan merupakan menyebabkan ISPA.
seluruh kondisi yang ada disekitar manusia Terdapat 28 responden (80%)
dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi dengan ibu pendidikan dasar sehingga balita
perkembangan dan perilaku orang atau sering ISPA, hal ini dikarenakan kurang
kelompok. Sedangkan sosial budaya yang baiknya pendidikan ibu membuat kurangnya
ada pada masyarakat dapat mempengaruhi informasi ibu dalam menangani anak yang
dari sikap dalam menerima informasi. ISPA. Namun terdapat 7 responden (8,1%)
Hasil penelitian ini sesuai dengan dengan ibu pendidikan dasar akan tetapi
penelitian yang dilakukan oleh Maramis balita tidak sering ISPA, hal ini dikarenakan
(2013), dimana gambaran pengetahuan ibu didukung oleh keluarga seperti nenek
tentang penanganan ISPA adalah kurang yang memberikan obat tradisional kepada
baik, dikarenakan kurangnya mendapatkan anak untuk mencegah terjadinya penyakit
informasi mengenai ISPA melalui ISPA.
penyuluhan. Hasil uji statistik dengan
Berdasarkan hal tersebut peneliti menggunakan Chi Square diperoleh hasil p
berasumsi bahwa pengetahuan ibu tentang value (0,004) < 0,05 sehingga Ho ditolak
penanganan ISPA pada penelitian ini tidak dan Ha diterima yaitu ada hubungan tingkat
dipengaruhi oleh pendidikan responden yaitu pendidikan dengan kejadian ISPA pada
lebih dari separuh lulusan SMA yang balita usia 3-5 tahun di wilayah kerja
tergolong cukup baik, tetapi dapat Puskesmas Loa Kulu Kabupaten Kutai
dipengaruhi oleh faktor ekternal yaitu Kartanegara. Diperoleh nilai OR yaitu 4,5
lingkungan dan sosial budaya, oleh karena artinya pada ibu dengan pendidikan dasar
itu, perlunya seluruh petugas kesehatan berpeluang 4,5 kali anak mengalami ISPA
untuk memberikan pengetahuan atau dibandingkan dengan ibu pendidikan lanjut.
informasi ataupun sosialisasi kepada ibu Dalam Undang-Undang Republik
yang memiliki balita mengenai pentingnya Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
penanganan ISPA pada balita, dengan Sistem Pendidikan Nasional pada Bab I
memberikan penjelasan tentang ISPA. dalam Pasal 1 dinyatakan bahwa pendidikan
Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan adalah usaha sadar dan terencana untuk
Kejadian ISPA Pada Balita Usia 3-5 Tahun mewujudkan suasana belajar dan proses
Di Wilayah Kerja Puskesmas Loa Kulu pembelajaran agar peserta didik secara aktif
Kabupaten Kutai Kartanegara mengembangkan potensi dirinya untuk
Berdasarkan hasil penelitian memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
mengenai hubungan tingkat pendidikan ibu pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
dengan kejadian ISPA pada balita usia 3-5 akhlak mulia, serta keterampilan yang
tahun di wilayah kerja Puskesmas Loa Kulu diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan
Kabupaten Kutai Kartanegara diketahui ada Negara. Pengertian pendidikan di sini
27 responden (52,9%) dengan ibu menegaskan bahwa dalam pendidikan
pendidikan lanjut sehingga balita tidak sering hendaknya tercipta sebuah wadah dimana
ISPA, hal ini dikarenakan ibu memiliki peserta didik bisa secara aktif mempertajam
pendidikan yang baik sehingga memiliki dan memunculkan ke permukaan potensi-
informasi yang baik dalam penanganan ISPA potensinya sehingga kemampuan-
pada anaknya. Namun terdapat 24 kemampuan yang dimiliki secara alamiah.
responden (47,1%) dengan ibu pendidikan Definisi ini juga memungkinkan sebuah
lanjut akan tetapi balita sering ISPA, hal ini keyakinan bahwa manusia secara alamiah
dikarenakan kurangnya dukungan keluarga memiliki dimensi jasad, kejiwaan, dan
khususnya suami dalam membantu ibu spiritual. Disamping itu, menurut Latif (2009)
menjaga kesehatan anak, seperti suami memberikan definisi pendidikan yaitu
memberikan ruang untuk berasumsi bahwa pengetahuan dalam menangani ISPA.
manusia memiliki peluang untuk bersifat Namun terdapat 10 responden (41,7%) yang
mandiri, aktif, rasional, sosial, dan spiritual. pengetahuan ibu baik akan tetapi balita
Adapun menurut Hasbullah (2011) sering ISPA, hal ini dikarenakan walaupun
dalam arti sederhana tentang pendidikan telah memiliki pengetahuan yang baik dalam
sering diartikan sebagai usaha manusia menangani ISPA tetapi ibu tidak
untuk membina kepribadiannya sesuai mempratekkannya terhadap balitanya
dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan dirumah, sehingga pengetahuan yang
kebudayaan. Dalam perkembangannya, diperoleh menjadi sia-sia.
istilah pendidikan berarti bimbingan atau Terdapat 10 responden (52,6%)
pertolongan yang diberikan dengan sengaja yang pengetahuan ibu cukup sehingga balita
oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa. tidak sering ISPA, hal ini dikarenakan ibu
Selanjutnya pendidikan di artikan sebagai sering mencari informasi melalui berbagai
usaha yang dijalankan oleh seseorang atau media seperti internet, koran maupun
kelompok orang lain agar menjadi dewasa petugas kesehatan mengenai cara dalam
atau mencapai tingkat kehidupan atau menangani ISPA membuat ibu memiliki
penghidupan yang lebih tinggi dalam arti pengetahuan dalam menangani ISPA.
mental. Namun terdapat 9 responden (47,4%) yang
Hasil penelitian ini sesuai dengan pengetahuan ibu cukup akan tetapi balita
penelitian Maramis (2013) yang sering ISPA, hal ini dikarenakan walaupun
menunjukkan ada hubungan tingkat telah memiliki pengetahuan yang baik dalam
pendidikan dengan kemampuan ibu merawat menangani ISPA tetapi ibu tidak
balita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) mempratekkannya terhadap balitanya
pada balita di Puskesmas Bahu Kota dirumah, sehingga pengetahuan yang
Manado. diperoleh menjadi sia-sia.
Berdasarakan hal tersebut, peneliti Terdapat pula 33 responden (76,7%)
berasumsi bahwa pendidikan ibu dapat yang pengetahuan ibu kurang sehingga
mempengaruhi kejadian ISPA pada balita sering ISPA, hal ini dikarenakan ibu
balitanya. Sehingga untuk mendorong ibu kurang mencari informasi teknik dalam
memiliki pendidikan yang baik, disarankan menangani ISPA pada balita. Namun
kepada pemerintah untuk lebih terdapat 10 responden (23,4%) yang
memperhatikan pendidikan anak-anak yang pengetahuan ibu kurang akan tetapi balita
kurang mampu, agar pendidikan di Indonesia tidak sering ISPA, hal ini dikarenakan kondisi
tidak merosot. lingkungan rumah yang bersih, adanya
Hubungan Pengetahuan Orang Tua dukungan keluarga yang memberikan obat
Tentang Penanganan ISPA Dengan tradisional pada anak sehingga mencegah
Kejadian ISPA Pada Balita Usia 3-5 Tahun terjadinya ISPA.
Di Wilayah Kerja Puskesmas Loa Kulu Hasil uji statistik dengan
Kabupaten Kutai Kartanegara menggunakan Chi Square diperoleh hasil p
Berdasarkan hasil penelitian value (0,008) < 0,05 sehingga Ho ditolak
mengenai hubungan pengetahuan ibu dan Ha diterima yaitu ada hubungan tingkat
tentang penanganan ISPA dengan kejadian pengetahuan ibu dengan kejadian ISPA pada
ISPA pada balita usia 3-5 tahun di wilayah balita usia 3-5 tahun di wilayah kerja
kerja Puskesmas Loa Kulu Kabupaten Kutai Puskesmas Loa Kulu Kabupaten Kutai
Kartanegara diketahui ada 14 responden Kartanegara.
(58,3%) yang pengetahuan ibu baik sehingga Menurut Ki Hajar Dewantoro dalam
balita tidak sering ISPA, hal ini dikarenakan Notoadmodjo (2007), pengetahuan adalah
ibu sering mencari informasi melalui berbagai merupakan hasil tahu, hal ini setelah orang
media seperti internet, koran maupun melakukan penginderaan terhadap suatu
petugas kesehatan mengenai cara dalam obyek tertentu. Pengetahuan dapat diperoleh
menangani ISPA membuat ibu memiliki dari beberapa faktor baik formal seperti
pendidikan yang didapat di sekolah maupun dengan umur 4 tahun berjumlah 33
non formal. Pengetahuan merupakan faktor orang (38,4%), perempuan berjumlah 49
yang penting untuk terbentuknya tindakan orang (57%) dan anak kedua berjumlah
seseorang. 29 orang (33,7%).
Adapun Notoatmodjo (2007), 2. Tingkat pendidikan ibu balita yang
menyatakan seseorang yang memiliki memiliki balita usia 3-5 tahun di
pengetahuan kurang cenderung memiliki Puskesmas Loa Kulu Kabupaten Kutai
perilaku yang kurang baik dalam perilakunya, Kartanegara tahun 2017 diketahui dari
sehingga peluang untuk menerapkan konsep 86 responden paling banyak pendidikan
dasar ilmu yang ia miliki juga kurang. lanjut berjumlah 51 orang (59,3%),
Semakin tinggi pengetahuan maka semakin sedangkan pendidikan dasar berjumlah
besar kemungkinannya untuk melakukan 35 orang (40,7%).
penerapan ilmu yang ia miliki. 3. Pengetahuan ibu tentang penanganan
Hasil penelitian ini sesuai dengan ISPA di Puskesmas Loa Kulu Kabupaten
penelitian Indriani (2012) yang menunjukkan Kutai Kartanegara tahun 2017 diketahui
ada hubungan tingkat pengetahuan ibu dari 86 responden paling banyak kurang
tentang Infeksi Saluran Pernafasan Akut berjumlah 43 orang (50%), sedangkan
(ISPA) dengan perilaku pencegahan pada paling sedikit yaitu cukup berjumlah 19
balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tirto II orang (22,1%).
Kabupaten Pekalongan. 4. Kejadian ISPA pada balita usia 3-5 tahun
Berdasarakan hal tersebut, peneliti di Puskesmas Loa Kulu Kabupaten Kutai
berasumsi bahwa pengetahuan ibu tentang Kartanegara tahun 2017 diketahui dari
penanganan ISPA dapat mempengaruhi 86 responden paling banyak sering ISPA
kejadian ISPA pada balitanya. Sehingga berjumlah 52 orang (60,5%), sedangkan
untuk mendorong ibu mengetahui tidak sering berjumlah 34 orang (39,5%).
penanganan ISPA yang baik yaitu dengan 5. Ada hubungan tingkat pendidikan
adanya pembinaan dan peningkatan dengan kejadian ISPA pada balita usia 3-
mengenai perilaku kesehatan masyarakat 5 tahun di wilayah kerja Puskesmas Loa
yang lebih tepat yaitu dilaksanakan Kulu Kabupaten Kutai Kartanegara.
pendidikan edukasi (pendidikan kesehatan). 6. Ada hubungan pengetahuan tentang
Pendidikan kesehatan mengupayakan agar penanganan ISPA dengan kejadian ISPA
perilaku individu, kelompok atau masyarakat pada balita usia 3-5 tahun di wilayah
mempunyai pengaruh positif terhadap kerja Puskesmas Loa Kulu Kabupaten
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan, Kutai Kartanegara.
agar intervensi atau upaya efektif. Kemudian Saran
untuk meningkatkan pengetahuan tentang 1. Pendidikan Keperawatan
penanganan ISPA juga perlu dilakukan Pendidikan dapat memberikan tambahan
penyuluhan dan pembinaan tentang ISPA, bahan bacaan mengenai penanganan
sehingga ibu-ibu dapat mengerti dan ISPA pada balita sehingga pada saat
memahami akan pentingnya memberikan praktek dilapangan diharapkan dapat
penanganan ISPA pada balita sebelum ke memberikan penyuluhan tentang
tempat pelayanan kesehatan. penanganan ISPA pada balita.
2. Puskesmas Loa Kulu
KESIMPULAN DAN SARAN Puskesmas Loa Kulu dapat membuat
perencanaan program penyuluhan
Kesimpulan tentang ISPA, sehingga ibu-ibu dapat
1. Karakteristik ibu paling banyak dengan mengerti dan memahami akan
umur antara 21 – 30 tahun berjumlah 56 pentingnya penanganan ISPA pada
orang (66,3%), tamat SMA berjumlah 30 balitanya sebelum dibawa ke tempat
orang (34,9%), IRT berjumlah 34 orang pelayanan kesehatan yang diadakan
(39,5%). Untuk balita paling banyak secara regular dan menjadi agenda tiap
tahunnya demi meningkatkan Depkes RI, 2010. Informasi tentang ISPA
pengetahuan ibu. pada Balita. Jakarta: Pusat
3. Masyarakat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat.
Keluarga khususnya suami diharapkan
dapat menjadi motivator bagi istrinya Depkes RI, 2012. Program Pemberantasan
untuk penanganan ISPA kepada balita Penyakit ISPA untuk
yang baik dan benar agar tidak mudah Penanggulangan Pneumonia pada
terserang ISPA. Balita.
4. Peneliti selajutnya http://putraprabu.wordpress.com/200
Perlu dilakukan penelitian berkelanjutan 9/01/12/klasifikasi-ispa-pada-balita.
dengan variabel berbeda dan lingkup Diakses tanggal 9 Agustus 2017.
yang lebih luas, meliputi variabel sarana
pelayanan kesehatan dan peran petugas Hartono, Bambang. 2010. Promosi
kesehatan. Serta menggunakan jenis Kesehatan Di Puskesmas dan
penelitian yang berbeda dari penelitian Rumah Sakit. Jakarta : Rineka Cipta.
ini yang menggunakan rancangan cross
sectional. Hasbullah. 2011. Dasar-Dasar Ilmu
Pendidikan. PT. Raja Grafindo
Persada. Jakarta.
DAFTAR PUSTAKA
Hastono, S.P. 2010. Statistik Kesehatan.
Adriana. D. (2013). Tumbuh Kembang & Jakarta : Rajawali Pers.
Terapi Bermain Pada
Anak. Jakarta : Selemba Hidayat, A.A. 2007. Metode Penelitian
Medika. Kebidanan dan Teknik Analisis Data.
Surabaya : Salemba Media.
Ahmadi, Abu. 2007. Psikologi Sosial. Jakarta
: Rineka Cipta. Huriah, T., & Lestari, R. 2005. Pengaruh
Amin, dkk. 2009. Pengertian ISPA dan Pendidikan Kesehatan tentang
Pneumonia. Jakarta. PT. Gramedia Infeksi Saluran Pernapasan (ISPA)
Pustaka Utama. terhadap Kemampuan Ibu dalam
Perawatan ISPA pada Balita di
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Dusun Lemahdadi Kasihan Bantul
Pendekatan Proses. Rineka Cipta. Yogyakarta.
Jakarta. http://ejournal.umm.ac.id/index.php/s
ainmed/article/viewFile/1027/1095_u
Benih, C., 2008. Penanggulangan dan um_scientific_journal.pdf Diakses
Pengobatan ISPA. tanggal 9 Agustus 2017.
http://www.benih.net/lifestyle/gaya-
hidup/ispa-infeksi. Diakses tanggal 9 Imron, A. 2010. Metode Penelitian (Hand
Agustus 2017. Out). Universitas Muhammadiyah
Surakarta. Surakarta.
Cherin. 2009. Hubungan Pengalaman
dengan Pengetahuan Indriani. 2012. Hubungan tingkat
http://www.wordpress.com. Diakses pengetahuan ibu tentang Infeksi
tanggal 9 Agustus 2017. Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
dengan perilaku pencegahan pada
Dahlan, S. 2014. Statistika Untuk Kedokteran balita di Wilayah Kerja Puskesmas
dan Kesehatan. Edisi 6. Jakarta : Tirto II Kabupaten Pekalongan.
Salemba Medika. Naskah Publikasi Uniersitas
Muhammadiyah Surakarta.
tentang Pusat Kesehatan
Kemenkes RI. 2011. Buku Bagan Masyarakat.
Manajemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS). Jakarta. Prasetyo. 2007. Metode Penelitian
Kuantitatif: Teori dan Aplikasi. PT.
Khaidirmuhaj, 2008. Pengertian ISPA dan Rajagrafindo. Jakarta.
Pneumonia. Jakarta. PT. Gramedia
Pustaka Utama. Singgih D, Gunarso. 2011. Psikologi Praktis :
Anak, Remaja dan Keluarga.
Machmud. 2006. Pengertian ISPA dan Jakarta: Gunung Mulia.
Pneumonia. Jakarta. PT. Gramedia
Pustaka Utama. Soetjiningsih. 2012. Perkembangan Anak
dan Permasalahannya dalam Buku
Latif, Abdul. 2009. Pendidikan Berbasis Nilai Ajar I Ilmu Perkembangan Anak Dan
Kemasyarakatan. Bandung : Refika Remaja. Jakarta :Sagungseto.
Aditama.
Sugiarto. 2015. Hubungan tingkat pendidikan
Maramis. 2013. Hubungan tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu dengan
dan pengetahuan ibu tentang infeksi penanganan hipertermi pada balita di
saluran pernapasan akut (ISPA) rumah di Desa Kalipancur
dengan kemampuan ibu merawat Kecamatan Bojong Kabupaten
balita infeksi saluran pernapasan Pekalongan. Jurnal STIKes
akut (ISPA) pada balita di Muhammadiyah Pekajangan.
Puskesmas Bahu Kota Manado. Pekalongan.
ejournal keperawatan (e-Kp) Volume
1. Nomor 1. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif, R&D. Bandung
Muninjaya, AA. Gde. 2004. Manajemen : Alfabeta.
Kesehatan. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Sujarweni, V.W. 2015. Statistik Untuk
Kesehatan. Yogyakarta : Gava
Nelson. 2012. Ilmu kesehatan Anak. Jakarta Media.
: EGC.
Syahrani. 2012. Pengaruh pendidikan
Notoadmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan kesehatan tentang penatalaksanaan
dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta. ISPA terhadap pengetahuan dan
Jakarta. keterampilan ibu merawat balitaISPA
dirumah.http://ejournal.stikestelogore
Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi Penelitian jo.ac.id/index.php/ilmukeperawatan/a
Kesehatan. Jakarta : PT Rineka rticle/view/44/83. Diakses tanggal 9
Cipta. Agustus 2017.

Nursalam. 2011. Konsep dan penerapan Syahrizal, D dan Adi Sugiarto. 2015.
metodologi penelitian ilmu Undang-Undang Sistem Pendidikan
keperawatan : pedoman skripsi, dan Aplikasinya. Laskar Askara.
tesis, dan instrument penelitian Jakarta.
keperawatan. Jakarta : Salemba
Medika. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Pendidikan Nasional
Indonesia Nomor 75 Tahun 2014
Wasis. 2008. Pedoman Riset Praktis Untuk WHO. 2008. Masalah ISPA dan
Profesi Perawat. Jakarta : Penerbit Kelangsungan Hidup Anak.
EGC. Continuing Education Ilmu
Kesehatan Anak.

Anda mungkin juga menyukai