Tanah kita, tanah kaya. Budaya, ras, suku bangsa, agama bahkan 718
bahasa daerah membuat kita menjadi bhineka. Kebhinekaan yang telah terajut
tentu menjadi sebuah tantangan yang salah satu penjawabnya adalah dengan
keberadaan bahasa Indonesia.
Era masyarakat pintar 5.0 membawa berbagai perubahan baik dari segi
kebudayaan maupun kebiasaan. Ketidaksiapan Negara berimbas pada degradasi
kehidupan rakyat dan retaaknya pilar kebangsaan, yang sayangnya telah merusak
berbagai aspek yang krusial, salah satunya adalah bahasa Indonesia, sang
pemersatu. Bahasa Indonesia adalah ciri khas yang harus dimengerti oleh seluruh
pemeluknya. Akan tetapi, masih kah dianggap bahasa jika pemeluknya tidak lagi
setia?
Nasionalisme adalah kata kunci yang sudah biasa kita dengar. Fakta
menunjukkan bahwa 86% dari 20 remaja lebih sering menggunakan bahasa gaul
dibanding bahasa Indonesia, jadi dapat kita simpulkan bahwa keautentikan bahasa
akibat akulturasi menjadi problematika yang perlu diselesaikan bersama guna
menciptakan generasi bangsa yang nasionalis serta sadar akan identitasnya dan
agar sang pemersatu tidaklah turun martabatnya.
Dan saya yakin, dengan terciptanya generasi nasionalis yang sadar akan
pentingnya bahasa dan sastra Indonesia tentunya kita tidak akan kehilangan
eksistensinya sebagai negara yang kaya, baik dari bahasanya, budaya, atau
keanekaragaman lainnya, ditengah arus peradaban yang kian hari menerjang dan
mengikis setiap jengkal kehidupan. Digitalisasi akibat munculnya konsep
masyarakat pintar 5.0 bukanlah penghalang bagi kokohnya bahasa dan sastra,
digitalisasi haruslah menjadi pendorong agar tercipta bahasa dan sastra Indonesia
yang bermanfaat sesuai pada hakikatnya sebagai salah satu pengukuh identitas
bangsa.
Banyaknya problematika bahasa saat ini, tak lain dan tak bukan berasal
dari kita selaku generasi peralihan yang kurang bijak dalam menghadapi
perubahan seperti globalisasi yang sejalan dengan digitalisasi . Perubahan
memerlukan kesiapan, oleh karena itu sebagai pemegang estafet bangsa kita
berkewajiban untuk membenahi, menata, dan menyusun kembali peradaban
bangsa yang sesuai dengan cita-cita kemerdekaan dengan pondasi bahasa dan
sastra Indonesia selaku pengukuhnya. Atas nama pelajar Indonesia, mari bersama
membangun dan menjaga martabat dan sastra Indonesia sebagai pengukuh
identitas kebangsaan.