Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

MEYAKINI QADA DAN QADAR MELAHIRKAN


SEMANGAT BEKERJA

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan
Budi Pekerti Kelas XII MIPA 1 Semester Ganjil

Disusun Oleh:

KELOMPOK 5

Resky Amalia (2017249)

Nur Halisya (2017255)

Qiyyamullail. T (2017475)

Nur Asyifa (2017403)

Rianti Apriliani (2017426)

UPT SMA NEGERI 1 BONE


TAHUN PELAJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji Syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala

yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat

menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas kelompok mata pelajaran

Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti.

Dalam penyusunan makalah ini tentunya tidak terlepas dari bantuan

banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran, dan kritik sehingga

makalah ini dapat terselesaikan tepat waktu. Untuk itu izinkan kami

menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Ardiansyah, S.Pd.I.,

M.Pd.I selaku guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti

yang sudah memberikan tugas ini dengan tujuan mengasah wawasan kami terkait

materi “Qada dan Qadar”. Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman

dan pihak lainnya yang ikut terlibat dalam proses penyusunan makalah ini. Dan

kami juga menyadari pentingnya sumber bacaan dan referensi internet yang telah

membantu dalam memberikan informasi yang akan menjadi bahan penulisan

makalah ini.

Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini

sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi

penyempurnaan makalah ini. Akhir kata, kami berharap makalah ini dapat

diterima dan memberikan manfaat bagi pembaca pada khususnya dan penulis

pada umumnya.

Watampone, 1 Agustus 2022

ii
Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL i

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 3
C. Tujuan 3

BAB II PEMBAHASAN 4

A. Hakikat Qada dan Qadar 4


B. Kaitan Antara Beriman kepada Qada dan Qadar Allah
Swt. dengan Sikap Optimis, Berikhtiar, dan Bertawakal 6
C. Cara Beriman dan Meyakini Qada dan Qadar 11

BAB III PENUTUP 15

A. Kesimpulan 15
B. Saran 15

DAFTAR PUSTAKA 17

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hidup ini memang penuh dengan warna. Dan ingatlah bahwa hakikat

warna-warni kehidupan yang sedang kita jalani di dunia ini telah Allah tuliskan

(tetapkan) dalam kitab “Lauhul Mahfudz” yang terjaga rahasianya dan tidak

satupun makhluk Allah yang mengetahui isinya. Semua kejadian yang telah

terjadi adalah kehendak dan kuasa Allah Swt. Begitu pula dengan bencana-

bencana yang akhir-akhir ini sering menimpa bangsa kita. Gempa, tsunami,

tanah longsor, banjir, angin ribut dan bencana-bancana lain yang telah melanda

bangsa kita adalah atas kehendak, hak, dan kuasa Allah Swt. Dengan bekal

keyakinan terhadap takdir yang telah ditentukan oleh Allah Swt. seorang

mukmin tidak pernah mengenal kata frustrasi dalam kehidupannya, serta tidak

berbangga diri dengan apa yang telah diberikan Allah Swt.

Ketentuan atau ketetapan Allah Swt. dari sejak zaman Azali tentang segala

sesuatu yang berkenaan dengan makhluk-Nya sesuai dengan iradah (kehendak-

Nya) meliputi baik maupun buruk disebut dengan “Qada”, sedangkan

keputusan Allah Swt. yang telah terjadi pada diri seseorang atau makhluk-Nya

yang lain, berdasarkan ketetapan dan usaha serta doa yang dilakukan orang

tersebut disebut dengan “Qadar”. Maka Iman kepada Qada dan Qadar adalah

meyakini bahwa Allah telah membuat ketetapan terhadap ciptaan-Nya dan

1
Allah juga berkuasa mengubah ketetapan- Nya apabila orang mau berusaha

untuk mengubahnya disertai dengan doa yang sungguh-sungguh.

Kematian, kelahiran, rizki, nasib, jodoh, bahagia, dan celaka telah

ditetapkan sesuai ketentuan-ketentuan Ilahiah yang tidak pernah diketahui oleh

manusia. Dengan tidak adanya pengetahuan tentang ketetapan dan ketentuan

Allah ini, maka kita harus berlomba-lomba menjadi hamba yang saleh-muslih,

dan berusaha keras untuk menggapai cita-cita tertinggi yang diinginkan setiap

muslim yaitu melihat Rabbul’alamin dan menjadi penghuni Surga.

Keimanan seorang mukmin yang benar harus mencakup enam rukun,

termasuk yang terakhir yaitu beriman terhadap takdir Allah, baik takdir yang

baik maupun takdir yang buruk. Salah memahami keimanan terhadap takdir

dapat berakibat fatal, menyebabkan batalnya keimanan seseorang.

Sebagaimana Rasulullah saw Bersabda: Barangsiapa yang cita-citanya adalah

akhirat, niscaya Allah akan menghimpun kekuatannya, menjadikannya kaya

hati dan dunia akan dating kepadanya dengan patuh, akan tetapi barang siapa

yang cita-citanya adalah dunia, niscaya Allah swt. akan mencerai beraikan

urusannya menjadikan kemsikinan di depan matanya dan dunia tidak dating

kecuali yang telah ditentukan oleh Allah Swt. bagi dirinya. (H.R.Ibnu Majah

dari Zaid bin Sabit).

Terdapat beberapa permasalahan yang harus dipahami oleh setiap muslim

terkait masalah takdir ini. Untuk itu, makalah ini dibuat untuk memberi

pemahaman dan menambah wawasan pembaca terkait Qada dan Qadar secara

2
lebih dalam dan terperinci mulai dari hakikat hingga cara penanaman sikap

beriman terhadap Qada dan Qadar.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana hakikat yang mendasari keharusan umat manusia untuk

meyakini Qada dan Qadar?

2. Bagaimana keterkaitan antara beriman kepada Qada dan Qadar Allah Swt

dengan sikap optimis, berikhtiar, bertawakal?

3. Bagaimana cara menanamkan sikap beriman kepada Qada dan Qadar dalam

diri seseorang?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui hakikat yang menjadi dasar keharusan umat manusia

untuk meyakini Qada dan Qadar

2. Untuk memberi pemahaman mengenai keterkaitan antara beriman kepada

Qada dan Qadar Allah Swt dengan sikap optimis, berikhtiar, dan bertawakal

3. Untuk mengetahui cara menanamkan sikap beriman kepada Qada dan Qadar

dalam diri seseorang

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hakikat Qada dan Qadar

Qadar kerap diartikan sebagai ilmu Allah Swt. tentang apa yang akan

terjadi pada makhluk di masa mendatang. Sedangkan Qada adalah segala

sesuatu yang Allah Swt. wujudkan (adakan atau berlakukan) sesuai dengan

ilmu dan kehendaknya. Akan tetapi, sebagian ulama lain ada juga yang

menerapkan definisi Qada dan Qadar di atas secara terbalik atau ditukar.

Qada dan Qadar saling berkaitan, dimana hubungan antara keduanya

ibarat rencana dan perbuatan. Perbuatan Allah Swt. berupa Qadar-Nya sesuai

dengan ketentuan-Nya atau Qada-Nya.

Iman kepada Qada dan Qadar berarti percaya dan yakin dengan sepenuh

hati bahwa Allah Swt. sudah menentukan segala sesuatu bagi makhluk-Nya.

Iman kepada Qada dan Qadar memiliki arti mengimani adanya kehendak Allah

Swt. yang Qadim dan mengimani adanya kehendak Allah Swt. yang berlaku

serta kekuasaan-Nya yang menyeluruh.

Qada dan Qadar ini kerap juga disebut dengan takdir. Ya, takdir bahwa

kita terlahir sebagai manusia, takdir bahwa kita terlahir sebagai laki-laki atau

perempuan serta takdir bahwa kita terlahir di bumi Indonesia. Hal-hal seperti

ini tidak bisa kita pilih karena memang bukan pilihan tetapi bagian dari rencana

Allah Swt.

4
Berdasarkan penjelasan di atas nasib manusia memang telah ditentukan

Qada dan Qadarnya oleh Allah Swt. sebelum ia dilahirkan. Akan tetapi, tidak

berarti bahwa manusia hanya tinggal diam menunggu nasib tanpa berusaha

atau berikhtiar. Manusia tetap berkewajiban untuk berusaha, sebab

keberhasilan tidak datang dengan sendirinya.

Jika dihadapkan dengan masalah, kebanyakan manusia justru berpasrah

kepada Tuhan tanpa melakukan aksi apapun untuk mencari jalan keluar dari

kesulitan tersebut. Mereka berlindung di balik kata “takdir”. Padahal kita bisa

saja mengantisipasinya dengan berpikir dan bersikap jernih, bertindak dengan

bijak, mengendalikan diri secara tegas, dan aksi-aksi lain yang membuat kita

bisa hidup dengan tenang, tentram, dan bahagia.

Seperti gelombang riak air yang diakibatkan oleh jatuhnya sebutir batu di

tengah kolam, hal ini terjadi pula di tengah komunitas umat manusia. Pada

hakikatnya manusia adalah insan yang bebas, tetapi bebas yang bertanggung

jawab. Itulah mengapa lahir kitab-kitab suci dari agama-agama besar di dunia

sebagai pedoman bagi umat manusia dalam menjalani kehidupannya masing-

masing. Kita semua terikat dengan norma, kaidah, dan hukum yang mengatur

kehidupan agar dapat berjalan sebagaimana mestinya.

Benar-benar memalukan jika kita senantiasa bernaung di balik kata-kata

klise bahwa kita adalah makhluk yang tidak sempurna, yang bisa dan rentan

untuk selalu melanggar berbagai aturan dan norma sosial maupun agama. Kita

memang ciptaan Tuhan, tetapi bukan berarti kita bisa seenaknya bersembunyi

5
di belakang kekuasaan Tuhan (takdir) atas semua peristiwa yang terjadi pada

diri kita.

Sudah seharusnya kita bekerja sama dengan tuhan. Bukankah secara

eksplisit telah dicantumkan dalam kitab suci bahwa manusia adalah wakil

Tuhan di muka bumi. Dari kalimat tersebut, ada kata “wakil”. Kita tentu tahu

jika ada wakil berarti ada ketua, ada pemimpin, ada kepala, atau apa pun

namanya. Jika kita manusia disebut wakil, berarti ada pendelegasian tugas dan

tanggung jawab, itu berarti ada unsur kepercayaan di situ. Dari siapa? Tentu

dari Tuhan sebagai Pemimpin Utama, sebagai Mahakepala dan Mahaketua dari

semua makhluk.

Begitulah hakikat Qada dan Qadar yang menjadi dasar umat manusia

untuk yakin dan percaya atas keberadaannya. Perwujudan sikap percaya dan

yakin terhadap Qada dan Qadar dapat diimplementasikan dengan sikap

optimis, berikhtiar, dan bertawakal.

B. Kaitan Antara Beriman kepada Qada dan Qadar Allah Swt dengan Sikap

Optimis, Berikhtiar, dan Bertawakal

Qada dan Qadar atau takdir berjalan menurut hukum “Sunnatullah”.

Artinya keberhasilan hidup seseorang sangat tergantung sejalan atau tidak

dengan sunnatullah. “Sunnatullah” adalah hukum-hukum Allah Swt. yang

disampaikan untuk umat manusia melalui para Rasul, yang tercantum di dalam

Al-Qur’an berjalan tetap dan otomatis. Misalnya malas belajar berakibat

6
bodoh, tidak mau bekerja akan miskin, menyentuh api merasakan panas,

menanam benih akan tumbuh, dan lain-lain.

Realita menunjukkan bahwa siapa seseorang tidak mampu mengetahui

takdirnya. Jangankan peristiwa masa depan, hari esok terjadi apa, tidak ada

yang mampu mengetahuinya. Siapa pun yang berusaha dengan sungguh-

sungguh sesuai hukum-hukum Allah Swt. disertai dengan do’a, ikhlas, dan

tawakal kepada Allah Swt., dipastikan akan memperoleh keberhasilan dan

mendapatkan cita-cita sesuai tujuan yang ditetapkan.

Janganlah sekali-kali menjadikan takdir itu sebagai alasan untuk malas

berusaha dan berbuat kejahatan. Pernah terjadi pada zaman Khalifah Umar bin

Khattab, seorang pencuri tertangkap dan dibawa ke hadapan Khalifah Umar.

“Mengapa Engkau mencuri?” tanya Khalifah. Pencuri itu menjawab,

“Memang Allah Swt. sudah menakdirkan saya menjadi pencuri”. Mendengar

jawaban demikian, Khalifah Umar marah, lalu berkata, “Pukul saja orang ini

dengan cemeti, setelah itu potonglah tangannya!” para sahabat lain bertanya,

“Mengapa hukumannya diberatkan seperti itu?” Khalifah Umar menjawab,

“Ya, itulah yang setimpal. Ia wajib dipotong tangannya sebab mencuri dan

wajib dipukul karena berdusta atas nama Allah Swt.”

Beriman kepada takdir selalu terkait dengan empat (4) hal yang selalu

berhubungan dan tidak terpisahkan. Keempat hal itu adalah sikap optimis

terhadap takdir terbaik Allah Swt., berikhtiar, berdo’a, dan bertawakal.

1. Sikap Optimis akan Takdir Terbaik Allah Swt.

7
Mengapa manusia tidak mampu terbang laksana burung, tumbuh-

tumbuhan berkembang subur, lalu layu, dan kering. Rumput-rumput subur

bila selalu disiram dan sebaliknya bila dibiarkan tanpa pemeliharaan akan

mati. Semua contoh tersebut adalah ketentuan Allah Swt. dan itulah yang

disebut Takdir.

Manusia mempunyai kemampuan terbatas sesuai dengan ukuran yang

diberikan Allah Swt. kepadanya. Di samping itu, manusia berada di bawah

hukum-hukum tersebut (Qauliyah dan Kauniyah). Hanya berbeda dengan

makhluk selain manusia, misalnya matahari, bulan, dan planet lainnya,

seluruhnya ditetapkan takdirnya tanpa dapat ditawar-tawar. (Q.S.

Fussilat/41:11).

Manusia makhluk yang paling sempurna. Oleh karena itu, ia diberi

kemampuan memilih bahkan pilihannya cukup banyak. Manusia dapat

memilih ketentuan (takdir) Allah Swt. yang ditetapkan keberhasilan atau

kemalangan, kebahagiaan atau kesengsaraan, menjadi orang yang baik atau

tidak. (Q.S. al-Kahfi/18:29). Namun, harus diingat bahwa setiap pilihan

yang diambil manusia, pada saatnya akan diminta pertanggungjawaban

terhadap pilihannya, karena dilakukan atas kesadaran sendiri. Firman Allah

Swt.: “Maka Dia mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan

ketakwaannya, sungguh beruntung orang yang mensucikannya (jiwa itu),

dan sungguh rugi orang yang mengotorinya” (Q.S. asy-Syams/91:8-10).

2. Ikhtiar

8
Ikhtiar adalah berusaha dengan sungguh-sungguh dan sepenuh hati

dalam menggapai cita-cita dan tujuan. Allah Swt. menentukan takdir, kita

sebagai manusia berkewajiban melakukan ikhtiar. Jika Allah Swt. telah

menentukan, mengapa ada ikhtiar?

Perhatikan Firman Allah Swt. dalam Q.S. al-Anbiyaa’/21:90 yang

artinya: “Sungguh mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera

dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan baik.” Kemudian, dalam Q.S.

alMukminuun/23:60, Allah Swt. Berfirman: “Mereka itu bersegera untuk

mendapatkan kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera

memperolehnya.”

Dari beberapa ayat di atas, Allah Swt. mendorong manusia untuk

berusaha, berlomba, dan berkompetisi menjadi orang yang tercepat. Siapa

pun yang berusaha dengan sungguh-sungguh, berarti dia sedang menuju

keberhasilan. Pepatah Arab mengatakan “Man jadda wajada”, Artinya:

“Siapa pun orangnya yang bersungguh-sungguh akan memperoleh

keberhasilan.”

Rasulullah saw. bersabda: “Bersegeralah melakukan aktivitas

kebajikan sebelum dihadapkan pada tujuh penghalang. Akankah kalian

menunggu kekafiran yang menyisihkan, kekayaan yang melupakan,

penyakit yang menggerogoti, penuaan yang melemahkan, kematian yang

pasti, ataukah Dajjal, kejahatan terburuk yang pasti datang, atau bahkan

kiamat yang sangat amat dahsyat?” (HR. at-Tirmidzi).

9
Jika sudah diikhtiarkan namun kegagalan yang diperoleh, maka

dalam hubungan inilah letak “rahasia Ilahi.” Meskipun begitu, Allah Swt.

tidak menyia-nyiakan semua amal yang sudah dilakukan, walaupun gagal.

Firman Allah Swt.: “Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang

telah diusahakannya, dan sesungguhnya usahanya itu kelak akan

diperlihatkan (kepadanya), kemudian akan diberi balasan kepadanya

dengan balasan yang paling sempurna”. (Q.S. an-Najm/53:39-41).

Berdasarkan penjelasan di atas, jelaslah mengapa Allah Swt.

mewajibkan manusia berikhtiar. Walaupun sudah ditentukan Qada dan

Qadarnya, sebab di pundak manusialah kunci keberhasilan dan

keberuntungan hidupnya. Di samping itu, begitu banyak anugerah yang

telah Allah Swt. berikan kepada manusia berupa naluri, panca indera, akal,

kalbu, dan aturan agama, sehingga lengkaplah sudah bekal yang dimiliki

manusia menuju kebahagiaan hidup yang diinginkan.

3. Doa

Doa adalah ikhtiar batin yang besar pengaruhnya bagi manusia yang

meyakininya. Hal ini karena doa merupakan bagian dari motivasi intrinsik.

Bagi yang meyakini, doa akan memberikan energi dalam menjalani

ikhtiarnya, karena Allah Swt. telah berjanji untuk mengabulkan permohonan

orang yang bersungguh-sungguh memohon. Firman Allah Swt.: “Aku

mengabulkan permohonan orang yang berdoa, apabila ia berdoa kepada-

Ku, ...” (Q.S. alBaqarah/2:186).

4. Tawakal

10
Setelah meyakini dan mengimani takdir, kemudian dibarengi dengan

ikhtiar dan do’a, maka tibalah manusia mengambil sikap tawakal. Tawakal

adalah “menyerahkan segala urusan dan hasil ikhtiarnya hanya kepada Allah

Swt.” Hubungan antara tawakal dan yakin juga sangat kuat dan erat, karena

pada hakikatnya tawakal adalah buah dari keyakinan. Dasar pengertian

tawakal diambil diantaranya dari sebuah hadis yang diriwayatkan oleh

Imam Ibnu Hibban dan Imam Al-Hakim dari Ja’far bin Amr bin Umayah

dari ayahnya Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : “Seseorang berkata kepada

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Aku lepaskan untaku dan (lalu) aku

bertawakal ?’ Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Ikatlah

kemudian bertawakallah.”

Peristiwa ini menyimpulkan pemahaman bahwa sikap tawakal baru

boleh dilakukan setelah usaha yang sungguh-sungguh sudah dijalankan. Hal

ini juga memberikan pemahaman bahwa tawakal itu terkait erat dengan

ikhtiar, atau dapat disimpulkan bahwa tidak ada tawakal tanpa ikhtiar.

Firman Allah Swt.: “Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad

maka bertawakallah kepada Allah Swt.. Sesungguhnya Allah Swt. menyukai

orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.” (Q.S.Ali-Imran/3:159).

C. Cara Beriman dan Meyakini Qada dan Qadar

1. Merenung

Para ulama menghabiskan waktu yang lama untuk merenungi akhirat

di saat hati dan jiwa mereka jernih. Sebab, mereka tahu bahwa semua itu

11
mampu mengantarkan mereka pada istana yakin yang selama ini tertimbun

lumpur kelalaian. Karena itu, sebagian dari mereka ada yang di saat

qiyamul lail.

Di antara hal yang membantu ulama salaf dalam merenungi akhirat

dan mengantarkannya pada keyakinan adalah dengan memandang

fenomena alam, lalu menghubungkannya dengan peristiwa akhirat.

2. Mentadaburi Al-qur’an

Tadabur dalam bahasa Arab berarti mengetahui pungkasan sesuatu

Adapun yang dimaksud tadabur di sini adalah menyelami kandungan

makna ayat-ayat Alquran sehingga sampai kepada maksud, tujuan, dan

sesuatu yang dinginkan dari diri kita. Tanpa ini. Al-qur’an tak ubahnya

seperti buku pelajaran ataupun teks sastra karya manusta lainnya.

Mentadaburi Al-qu’ran merupakan jalan yang mudah untuk bisa

sampai kepada keyakinan. Jalan ini yang telah ditunjukkan oleh

Rasulullah, orang yang memiliki segudang keyakinan kepada Anda.

Beliau pernah bersabda: “Siapa yang senang melihat hari Kiamat, seolah-

olah ia melihatnya dengan mata kepalanya maka hendaklah membaca

Surah At-Takwir (apabila mataham digding). Surah Al-Infithär (bila

langit dilereyapkan), dan Surah Al-Insyiqaq (jika langit dibelah)."

3. Mengetahui Tafsir

Bagaimana manusia dapat mentadaburi nasihat atau petuah,

sedangkan dirinya tidak dapat memahaminya? Bagaimana mereka bisa

melaksanakan berbagai perintah, sedangkan dirinya tidak mengetahui

12
maknanya? Bagaimana mereka mampu menjauhi larangan, sedangkan

dirinya tak tahu maksud tujuannya?

4. Berdoa

Rasulullah pernah bersabda: “Barangsiapa menderita kefakiran lalu

berlindung kepada manusia maka itu tidak akan menutup kefakirannya.

Dan barangsiapa mengalami kefakiran, lalu ia berlindung kepada Allah

maka Allah akan memberinya rezeki dengan segera atau tertunda.”

Bagaimana kita bisa mengetuk semua pintu untuk mencari

keyakinan, sedangkan anda sebelumnya tidak menempuh jalan Allah?

Padahal Dia-lah yang menghujamkan keyakinan ke dalam hati orang-

orang shaleh sebelum kita. Jika demikian, bukankah Allah Swt. juga kuasa

yang menghujamkan keyakinan itu ke dalam hati umat manusia?

Apabila telah berdoa namun tidak tampak tanda-tanda doa itu akan

dikabulkan, atau tidak tampak cahaya keyakinan yang menyinari hati,

maka janganlah memprotes-Nya. Proteslah diri sendiri karena barangkali

tidak bersungguh-sungguh dalam proses memohon serta tidak memenuhi

syarat-syarat terkabulnya sebuah doa.

5. Berkontemplasi

Maksudnya adalah hendaknya seseorang memiliki sebuah halaqah

untuk mengintrospeksi diri sendiri, membayangkan kehidupan akhirat,

serta melepaskan diri dari kehidupan dunia untuk sejenak merasakan

kehidupan alam kubur yang cepat atau lambat pasti akan dirasakannya.

13
Tatkala keyakinan telah memenuhi hati orang-orang shaleh maka

keyakinan tersebut akan memancar kepada orang yang ada di sekitarnya

dan akan memengaruhi hati orang vang melihatnya.

6. Khalwat

Ibnu Al-Jauzi berkata, "Khalwat adalah jaring untuk memburu

ketenangan batin. Para pemburu menyembunyikan kepribadiannya,

meskipun sedikit dari mereka yang bergerak, namun kebanyakan mereka

mampu menangkap buruannya. Dan mereka tidak memburu kehinaan

dunia yang diperdagangkan di depan matanya."

Oleh karena itu, Alquran menjelaskan keutamaan shalat tengah

malam dalam firman-Nya berikut:

‫م فَاِنَّهُ ْم ِعبَا ُدكَ ۚ َواِ ْن تَ ْغفِرْ لَهُ ْم فَاِنَّكَ اَ ْنتَ ْال َع ِز ْي ُز ْال َح ِك ْي ُم‬Mْ ُ‫اِ ْن تُ َع ِّذ ْبه‬

“Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk

khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan” (QS. Al-Muzammil

(73):6)

Wahai orang yang mencari keyakinan, ketahuilah bahwa waktu

tengah malam adalah kesempatan yang paling baik untuk menjaring

keyakinan. Sebab, pada malam itu jauh dari hiruk-pikuk keributan, dan

suasananya pun tenang dan hening. Saat itulah Anda diberi kesempatan

untuk membeli keyakinan dengan harga yang paling murah, sebagai

pahala sekaligus imbalan bagi orang yang telah menyusahkan jiwanya,

bangun dari peristirahatannya dan lebih mengutamakan ridha Allah

daripada menuruti hawa nafsunya.

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan rumusan masalah yang sudah dibahas di atas, maka dapat

ditarik kesimpulan dari makalah ini yaitu:

1. Qada dan Qadar pada hakikatnya adalah takdir atau ketetapan Allah Swt.

yang saling berkaitan hubungannya, ibarat rencana dan perbuatan. Qada

adalah ketetapan Allah Swt. sejak Zaman Azali, sedangkan Qadar adalah

perwujudan dari Qada. Sebagai umat islam, kita patut yakin dan percaya

terhadap Qada dan Qadar sebagai perwujudan salah satu rukun iman.

2. Orang yang beriman kepada Qada dan Qadar akan senantiasa menjauhkan

diri dari sifat sombong dan putus asa, serta mengimplementasikannya

melalui sikap optimis, ikhtiar, dan tawakal.

3. Cara untuk beriman kepada Qada dan Qadar atau jalan menuju yakin

diantaranya adalah dengan merenung, mentadaburi Al-Qur’an, mengetahui

tafsir, berdoa, berkontemplasi, dan khalwat.

4. Saran

15
Setelah menyusun makalah terkait Qada dan Qadar, penulis menyarankan

agar pembaca bisa lebih meningkatkan lagi keyakinannya terhadap Qada dan

Qadar atau takdir yang sudah menjadi ketetapan Allah Swt. Akan tetapi, jangan

sampai kepercayaan dan keyakinan tersebut membuat kita tutup mata dan

enggan untuk berusaha. Mari kita bersama-sama menerapkan sikap optimis,

ikhtiar, dan tawakal di setiap masalah maupun kesulitan yang dihadapi. Karena

sebaik-baik manusia ialah manusia yang mau berusaha.

16
DAFTAR PUSTAKA

Mikirbae.com. 2019. Meyakini Qada dan Qadar Melahirkan Semangat

Bekerja. Diakses pada 01 Agustus 2022, jam 14.58, dari

https://www.mikirbae.com/2019/03/meyakini-qada-dan-qadar-

melahirkan.html?m=1

Bincangsyariah.com. 12 Oktober 2020. Hakikat Qada dan Qadar. Diakses

pada 02 Agustus 2022, jam 15.05, dari

https://bincangsyariah.com/kolom/hakikat-qada-dan-qadar/

HA. Sholeh Dimyathi, Feisal Ghozali. Pendidikan Agama Islam dan Budi

Pekerti. (Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2018), 27.

Poospo, Boy Bhayangkara. Life Is a Faith, But to Live it is a Destiny:

Kehidupan Adalah Takdir dan Menjalaninya Adalah Sebuah Nasib. (Jakarta

Pusat: Penerbit Alternatif Media, 2007), 47-53.

HA. Sholeh Dimyathi, Feisal Ghozali. Pendidikan Agama Islam dan Budi

Pekerti. (Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2018), 29-33.

Syadzi, Khalid Abu. Yakin: Agar Hati Selalu Yakin Dengan Allah.

(Jakarta: Amzah, 2012), 115-116.

Syadzi, Khalid Abu. Yakin: Agar Hati Selalu Yakin Dengan Allah.

(Jakarta: Amzah, 2012), 140-156.

17

Anda mungkin juga menyukai