Anda di halaman 1dari 11

BAHASA INDONESIA SEBAGAI 

 IDENTITAS
BANGSA INDONESIA

Disusun Oleh
Habitulloh Rozak
1214020064
KPI I/B

Dosen Pengampuh Mata Kuliah PPKn


Ade Rahmat Sania Mandala, M.Kom.I

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI


UIN SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG, 2021
BAB I
Pendahuluan

I. Latar Belakang
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi untuk Negara Indonesia, sebagai konsekwensi
kalau bahasa Indonesia dijadikan bahasa resmi tentu setiap pertemuan resmi, surat-menyurat, dan
seluruh buku yang dicetak untuk peroses belajar-mengajar harus memakai bahasa Indonesia yang
baik dan benar.

Melalui para pemuda, pada 28 Oktober 1928, bangsa Indonesia sepakat mendeklarasikan
bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan di Indonesia. Dalam prosesnya, bahasa Indonesia
mengalami perjalanan panjang sampai akhirnya resmi diakui sebagai bahasa nasional Republik
Indonesia.

Sebagai bahasa yang digunakan di Republik Indonesia, bahasa Indonesia memiliki dua
kedudukan yaitu sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Dalam kedudukannya sebagai
bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai lambang kebanggaan kebangsaan, identitas
nasional, media penghubung antarwarga, antardaerah dan antarbudaya, serta media pemersatu
suku, budaya dan bahasa di Nusantara. Sedangkan dalam kedudukannya sebagai bahasa negara,
bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan, bahasa pengantar pendidikan, alat
perhubungan tingkat nasional dan alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan
teknologi (Nugroho, 2015, 285)

Sebagai sebuah bangsa yang dibangun atas dasar keberagaman suku bangsa dan budaya,
pengambilan keputusan untuk menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional di Republik
Indonesia bukanlah perkara yang mudah diputuskan. Sebagai negara yang memiliki populasi
penduduk yang banyak dan beragam, 47 persen dari populasi Indonesia pada tahun 1930 berasal
dari suku Jawa. Artinya, bahasa Jawa adalah bahasa yang memiliki penutur paling banyak di
Indonesia. Meskipun begitu, bahasa Jawa tidak dipilih menjadi bahasa nasional karena beberapa
alasan. Beberapa diantaranya adalah karena bahasa Jawa adalah bahasa yang rumit, dan adanya
hirarki dalam bahasa Jawa yang menjadikan adanya perbedaan penggunaan bahasa yang
digunakan untuk berbicara dengan seseorang yang posisi sosialnya berada lebih rendah dan lebih
tinggi. Hal ini akan menyulitkan bagi penutur baru. Di sisi lain, bahasa Melayu yang menurut
sensus tahun 1930 hanya memiliki 1.6 persen penutur di Nusantara, dipilih menjadi bahasa
persatuan di Indonesia, dan kemudian dikenal sebagai bahasa Indonesia (Montolalu dan
Suryadinata, 2007, 39-40)

Pemilihan bahasa Melayu sebagai “akar” dari bahasa Indonesia, bukanlah dilakukan
tanpa alasan. Meskipun dengan jumlah penutur yang jauh lebih sedikit dari jumlah penutur
bahasa Jawa dan bahasa Sunda sebagai dua bahasa dengan jumlah penutur terbanyak di
Indonesia, bahasa Melayu adalah lingua franca atau bahasa penghubung bagi penutur yang tidak
memiliki bahasa yang sama di wilayah Nusantara pada masa kerajaan-kerajaan. Selain itu, dalam
perkembangannya, bahasa Melayu telah banyak digunakan oleh para nasionalis, artikel pada
surat kabar yang dibaca oleh para politisi Indonesia saat itu pun banyak ditulis dalam bahasa
Melayu. Hal ini mendorong para pemuda menjadikan bahasa Melayu yang kemudian disebut
sebagai bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dalam deklarasi sumpah pemuda pada 28
Oktober 1928. Meskipun begitu, bahasa Melayu yang kemudian dinamai bahasa Indonesia dalam
sumpah pemuda itu, belum “sepenuhnya” disahkan menjadi bahasa nasional. Saat itu, bahasa
Indonesia “masih” berstatus sebagai bahasa persatuan sampai akhirnya diresmikan sebagai
bahasa nasional sesaat setelah kemerdekaan Indonesia (Sneddon, 2003, hlm 5-6; Montolalu dan
Suryadinata, 2007, 39-40).
Dengan disahkannya bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional di Republik Indonesia,
secara otomatis, bahasa Indonesia juga memainkan perannya sebagai lambang dan jati diri
bangsa Indonesia

II. Rumusan Masalah


Sebagai identitas bangsa, saat ini bahasa Indonesia semakin kehilangan eksistensinya
dikarenakan banyaknya pengaruh global yang mengakibatkan banyak Pemuda Indonesia yang
lebih bangga menggunakan bahasa asing. Jika dibiarkan lebih lama bahasa Indonesia sebagai
identitas negara akan terancam. Bagaimana cara menjaga bahasa Indonesia agar identitas negara
dapat terjaga?

III. Tujuan Penulisan


Tujuan dari makalah ini adalah untuk menemukan upaya apa yang dapat dilakukan dan
untuk melestarikan bahasa Indonesia sebagai identitas negara
BAB II
Pembahasan

I. Identitas Bangsa Indonesia

Ernst Moritz Arndt mengatakan: "Tak ada elemen terluhur yang dimiliki suatu bangsa
selain bahasa." Bahasa merupakan identitas sebuah bangsa. Kata 'identitas' berasal dari bahasa
Latin 'idem' artinya 'yang sama'. Identitas tak lain dari ungkapan kesamaan yang menyatakan dan
menentukan hidup seseorang di suatu kelompok tertentu yang bersifat sebagai  “pembeda antara
kelompok satu dengan kelompok yang lainnya, pembeba antar bangsa dan suku”. 
Orang Perancis, Inggris atau Brasil memiliki kartu identitas (carte d`identite, identity card,
carteira de identidade). Orang Jerman menyebut kartu pengenal dengan 'Ausweis' - kata 'weisen'
(menunjukkan) atau 'wissend machen' (memberitahukan). Dari makna semantis istilah ini
disimpulkan: Seorang Perancis misalnya pertama-tama melihat dirinya sendiri, sementara
seorang Jerman menunjukkan dirinya kepada orang lain, kemudian dengan bantuan orang lain ia
menyatakan dirinya sendiri.
Disini bahasa berfungsi untuk menguak perbedaan tataran pemahaman identitas. 
Lazimnya identitas merupakan suatu pemberian. Kita tidak bisa memilah-milah untuk menjadi
orang Indonesia, orang rusia, orang eropa maupun orang afrika. Persoalan dimana kita dilahirkan
itu adalah kehendak tuhan Yang Maha Esa. Kita tidak bisa memesan orangtua dan leluhur kita
dari tokoh atau internet. Statement, pernyataan untuk meminta/menagih pengakuan akan
identitas akan membuat kita terombang-ambing tanpa arah seperti sumbat botol di laut lepas.
identitas suatu kelompok, Negara, suku hanya bisa di tunjukkan oleh masyarakatnya sendiri.
Pengakuan ini juga merupakan pertarungan internal yang harus dilakukan setiap orang, lebih
berat lagi oleh mereka yang leluhurnya berasal dari konteks budaya yang berbeda atau yang telah
tercerabut dari akar budayanya sendiri. 
Banyak anak adopsi di Eropa dari belahan dunia lain tidak lagi menyadari akarnya. Mereka
mengalami krisis identitas dan mengais identitas tiruan terutama yang belakangan ini dipasarkan
oleh falsafah identitas majemuk.  Termasuk dalam identitas selain pengakuan terhadap diri
sendiri, kesadaran diri sebagai individu, insan tak terbagikan, juga afirmasi keanggotaan suatu
kebersamaan atau bangsa. Kita mengidentifikasikan diri dengan bangsa kita; kita satu dengannya
dan kembali menemukan diri dalam bangsa kita. Identifikasi merupakan fusi sadar setiap
individu dalam suatu kebersamaan senasib atau seasal. Simbol-simbol identitas nasional seperti
bendera merah-putih, Garuda Pancasila, Lagu Indonesia Raya, kesebelasan nasional, tim
bulutangkis nasional, dan sebagainya membantu kita untuk mempererat dan menegaskan
identitas bersama yang telah dimatangkan sejarah. Bagi bangsa Indonesia salah satu warisan
historis dan hakiki untuk identitas bersama yakni bahasa Indonesia yang dicetuskan generasi
pemuda 1928. Sumpah pemuda 1928 di tengah trik politik penjajah 'Divide et impera' (pecah-
belah dan jajah!) merupakan 'blessing in disguise' (rahmat dalam ketidakpastian) bagi penghuni
nusantara. 
Friedrich Schiller mengatakan: "Bahasa adalah cermin suatu bangsa. Jika kita bercermin, maka
terpantul wajah kita - diri kita sendiri." Di hadapan bahasa sebagai cermin bangsa, kita
merefleksikan pertanyaan ironis rekanku tadi. Forum formal-internasional mengizinkan seorang
kepala negara atau pemerintahan berpidato dalam bahasa nasionalnya, terlepas dari kefasihannya
berbahasa asing. Yang hendak ditonjolkan di sana adalah identitas nasional, bukan agama atau
sukunya. 
Selama ini cukup getol digunjingkan bahaya invasi bahasa Inggris sebagai pisau
pergaulan internasional yang tak terelakkan. Dalam konteks ancaman terhadap eksistensi dan
ketahanan bahasa Indonesia, ada juga bahaya lain: Rambatan bahasa Arab yang tak teredamkan
lewat jalur saleh dan suci, yang begitu pongah menggeser bahasa Indonesia. Sayangnya, media
massa sebagai forum pendidikan bangsa mempermudah ekspansi liar dimaksud. Sementara itu
dewan bahasa nasional membisu karena takut terjerumus dalam isu agama yang sensitif. "Siapa
yang tidak melawan, dia hidup tidak benar" - demikian slogan gerakan kebudayaan di Jerman
1968. 
Momentum 80 tahun sumpah pemuda dengan salah satu klaim kesatuan bahasa yakni
bahasa Indonesia, bukan sekadar ritus tahunan tanpa makna. Kesadaran mencintai dan
menggunakan bahasa Indonesia merupakan bagian esensial dari identitas dan integritas nasional.
Kita wajib merawat dan menyiangi taman bahasa nasional. Jika bahasa nasional perlahan-lahan
digeser, maka kita berada di jalur penyangkalan jati diri dan keutuhan sebagai bangsa Indonesia.
Kita ditagih untuk mengadakan tekad, kiat politik dan afirmasi kolektif terhadap bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional; semacam 'sumpah pemuda baru'. Inilah jawaban yang tepat
atas warisan luhur generasi 1928.
II. Menjaga Identitas Bahasa Melalui Media Massa
            Media massa cetak maupun elektronik setiap hari, setiap saat di dengar, dilihat dan
dibaca oleh masyarakat Indonesia. Umumnya setiap media massa mengunakan sarana bahasa
Indonesia. Oleh karena itu media massa memiliki fungsi strategis dalam upaya pembinaan
bahasa Indonesia.
Media massa, baik itu media cetak maupun media elektronik memiliki jangkauan yang
sangat luas. Negara kita wilayahnya luas sekali dan juga memiliki ribuan pulau, hal ini tentunya
membutuhkan alat komunikasi yang dapat menjangkau semua wilayah itu. Masyarakat yang
tersebar luas itu pasti memiliki minat yang berbeda-beda dalam hal mengakses informasi. Ada
orang yang lebih snang menonton TV, ada yang lebih suka mendengarkan radio dan banyak juga
yang suka membaca surat kabar, terutamanya kalangan menegah keatas. Dengan demikian
masyarakat Indonesia yag tersebar luas dari sabang sampai merauke, dari jawa sampai
Kalimantan merupakan konsumen media massa.
Media massa selama ini dijadikan konsumsi sehari-hari oleh sebagin besar masyarakat
Indonesia. Oleh karena itu menempatkan media massa sebagai alat untuk membina dan menjaga
bahasa Indonesia adalah suatu hal yang tepat. Jika bahasa Indonesia yang digunakan adalah
bahasa Indonesia yang benar, ini berarti secara tidak langsung masyarakat telah diarahkan untuk
mengunakan bahasa yang benar pula. Bahasa yang digunakan dalam media massa sangat
mempengaruhi kebiasaan berbahasa para pembaca media massa tersebut. Jika bahasa Indonesia
yang digunakan dalam media massa itu tidak sesuai dengan kaidah bahasa, maka hal ini akan
merusak penggunaan bahasa Indonesia.

III. Menjaga Idntitas Bahasa melalui Pendidikan dan Kegiatan Kenegaraan


Sejalan dengan berlakunya undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi
Daerah, Sebagian masyarakat menuntut pengutamaan penggunaan badasa daerah untuk menjaga
eksistensi bahasa daerah masing-masing. Walaupun begitu tuntutan agar bahasa daerah
digunakan untuk komunikasi baik dalam situasi formal dan nonformal mengalami banyak
kendala. Kendala itu berkaitan dengan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia. Pada bagian ini
akan dipaparkan tuntutan pengutamaan penggunaan bahasa Indonesia dalam kedudukannya
sebagai bahasa nasional dan sebagai bahasa Negara. Yang dimaksud dengan kedudukan bahasa
Indonesia adalah status bahasa Indonesia sebagai system lambang nilai budaya yang dirumuskan
atas dasar nilai social. Yang dimaksud dengan fungsi bahasa Indonesia adalah peran bahasa
Indonesia pada masyarakat Indonesia.
Berdasarkan sumpah pemuda, bahasa Indonesia mempunyai kedudukan sebagai bahasa
nasional.sesuai dengan kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia mempunyai
fungsi (a) lambang kebanggaan kebangsaan, (b) lambing identitas nasional, (c) alat komunikasi
antar warga, antardaerah dan antarbudaya, (d) alat yang memungkinkan sebagai pemersatu
berbagai suku bangsa dengan latar belakang sosial budaya dan bahasanya masing-masing
kedalam kesatuan kebangsaan Indonesia. Di samping berkedudukan sebagai bahasa nasional,
bahasa Indonesia juga berkedudukan sebagai bahasa Negara seperti yang tercantum dalam
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 36. Dalam kedudukanya sebagai bahasa Negara, bahasa
Indonesia mempunyai fungsi (a) bahasa resmi kenegaraan, (b) bahasa pengantar dalam dunia
pendidikan, (c) alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan
pembagunan, (d) alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi (Arifin dan
Tasai, 2002:10).
Dalam kedudukannya sebagai bahasa Negara, bahasa Indonesia masih mempunyai
kedudukan yang kokoh atau tidak mengalami gangguan yang berarti. Fungsi bahasa Indonesia
masih berjalan dengan baik, meskipun ada sedikit kendala karena masih ada warga Indonesia
yang belum mampu berbahasa Indonesia. Tetapi jumlahnya tidak banyak, terutama orang-orang
yang berada di pedalaman saja yang belum mampu berbahasa Indonesia. Bagaimana bahasa
Indonesia menyikapi perkembangan zaman di er globalisasi ini yang ditandai dengan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang berdampak pada pengunaan bahasa asing (inggris)?
Bahasa Indonesia mau tidak mau harus membuka diri terhadap perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Oleh karena itu, kosakata dalam bahasa ilmu pengetahuan dan teknologi diserap
kedalam bahasa Indonesia. Penyerapan kosakata bahasa inggris ini tentu akan memperkaya
perbendaharaan kosakata bahasa Indonesia.
Saat ini di lingkungan sekolah juga sedang gencar-gencarnya menggunakan bahasa asing
terutama bahasa inggris. Bahasa inggris mulai marak digunakan di sekolah-sekolah berstandar
internasional sebagai bahasa pengantar pendidikan. Usaha pembinaan melalui pengajaran bahasa
Indonesia melalui system persekolahan dilakukan dengan mempertimbangkan bahasa sebagai
satu keseluruhan berdasarkan konteks pemakaian yang ditujukan untuk peningkatan mutu
penguasaan dan pemakaian bahasa yang baik dengan tidak mengabaikan adanya berbagai ragam
bahasa Indonesia yang hidup dalam masyarakat. Peningkatan mutu pendidikan bahasa dapat
dilakukan dengan melalui kegiatan sebagai berikut: 1) pengembangan kurikulum bahasa
Indonesia, 2) pengembangan bahan ajar yang sesuai dengan kebutuhan siswa dan perkembangan
metodologi pengajaran bahasa, 3) pengembangan tenaga kependidikan kebahasaan yang
professional dan 4) pengembangan sarana pendidikan bahasa yang memedahi, terutama sarana
uji kemahiran bahasa.
Usaha pembinaan dapat pula dilakukan melalui pemasyarakatan bahasa Indonesia .
pemasyarakatan bahasa Indonesia ini dimaksudkan untuk meningkatkan sikap positif masyarakat
terhadap bahasa Indonesia dan meningkatkan mutu penggunaanya. Pemasyarakatan bahasa
Indonesia ini juga harus menjangkau kelompok yang belum bisa berbahasa Indonesia agar
berperan aktif dalam upaya pembinaan dan pengembangan bahasa secara berkesinambungan.
BAB III
Penutup
Bahasa Indonesia digunakan sebagai sarana dalam kegiatan setiap masyarakat
Indonesia,seperti dalam bidang kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi. Seni, budaya, ilmu
pengetahuan dan teknologi berkembang pesat seiring dengan perkembangan zaman,
perkembangan itu juga berdampak pada perkembangan bahasa. Perkembangan seni, budaya,
ilmu penegtahuan dan tehnologi tidak lepas dari kemajuan tehnologi yang semakin memudahkan
masyarakat untuk mengakses informasi yang dibutuhkan terutama media baik itu media cetak
maupun media elektronik. Media massa sekarang sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia,
bahkan hampir setiap hari masyarakat Indonesia terutama yang tinggal di jawa dan Sumatra
selalu mengkonsumsi media massa baik itu untuk mencari berita maupun untuk mencari hiburan.
Oleh karena itu menempatkan media massa sebagai alat untuk membina dan menjaga bahasa
Indonesia adalah suatu hal yang tepat. Jika bahasa Indonesia yang digunakan adalah bahasa
Indonesia yang benar, ini berarti secara tidak langsung masyarakat telah diarahkan untuk
mengunakan bahasa yang benar pula.
            Di dalam hasil rumusan Seminar Politik Bahasa Nasional disebutkan bahwa yang
dimaksud dengan pembinaan bahasa adalah upaya untuk meningkatkan mutu pemakaian bahasa.
Usaha pembinaan ini menyangkup upaya meningkatkan sikap, pengetahuan, dan ketrampilan
berbahasa. Usaha pembinaan melalui pengajaran bahasa Indonesia melalui sistem persekolahan
dilakukan dengan mempertimbangkan bahasa sebagai satu keseluruhan berdasarkan konteks
pemakaian yang ditujukan untuk meningkatkan mutu penguasaan sehingga mampu berbicara,
menulis dan membaca dengan baik tanpa mengabaikan beragam bahasa yang ada di Indonesia.
Daftar Pustaka

Alwi, Hasan dan Dendy Sugono (editor). 2003. Politik Bahasa (risalah seminar politik bahasa).
Jakarta: depdiknas.
Arifin, zaenal dan S. Amran Tasai. 2002. Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi.
Jakarta: Akademika Pressindo.
Moeliono, Anton. 1981. Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Ancangan Alternatif di Dalam
perencanaan bahasa. Jakarta: Djambatan.
Montolalu, L. R., & Suryadinata, L. (2007). “National language and nation-building: The case of
Bahasa Indonesia” dalam Language nation and development. Singapore: ISEAS
Publishing.
Nugroho, A. (2015). “Pemahaman kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia sebagai dasar jiwa
nasionalisme”. Prosiding Seminar Nasional Bulan Bahasa UNIB2015 [Online]. 285-291.
Tersedia pada : http://repository.unib.ac.id/11134/1/29.%20Agung%20Nugroho.pdf [6
Mei 2019]
Rusyana, Yus. 1984. Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan. Bandung: CV Diponegoro
http://mudjiarahardjo.com/artikel/276-mengembalikan-bahasa-sebagai-politik-identitas.html
http://wisatadanbudaya.blogspot.com/2009/09/bahasa-indonesia-sebagai-identitas-dan.html
http://id.shvoong.com/social-sciences/1686891-bahasa-dan-sastra-sebagai-identiti/

Anda mungkin juga menyukai