kitab pertama dalam Perjanjian Baru di Alkitab Kristen. Ayat ini termasuk
ke dalam rangkaian Khotbah di bukit yang diucapkan oleh Yesus Kristus di
Galilea (~29 M), yang dicatat oleh Matius, salah seorang dari keduabelas
Rasul pertama. Merupakan salah satu ayat yang paling terkenal dari
Alkitab Kristen, dan biasa dikenal sebagai "Aturan Emas" atau "Etika
timbal balik"
Konteks Alkitab
Ayat ini adalah bagian dari nas Alkitab dalam Matius 7 terutama ayat
Matius 7:1-12 yang memuat ajaran mengenai "Hal menghakimi".
Analisis
Aturan emas
Ayat ini dianggap sebagai intisari seluruh Kotbah di bukit. Ada beberapa edisi
Alkitab yang menambahkannya di akhir bagian Matius 7:7-11, dan aturan yang
dikenal sebagai "Aturan Emas" atau "Etika timbal balik" ini memang tampaknya
merupakan kepanjangan dari ajaran mengenai doa di bagian tersebut. Namun,
adanya kata "karenanya" dalam bahasa Yunani aslinya dan penyebutan "Hukum" (=
Taurat) dan "kitab para nabi" menyiratkan bahwa ajaran ini menjangkau lebih jauh.
Davies dan Allison mengamati bahwa penyebutan "hukum dan kitab para nabi" ini
mengkaitkan ayat tersebut dengan bagian sebelumnya pada Matius 5:17, yaitu
permulaan pengajaran mengenai etika tingkah laku. Ayat ini lebih dekat terkait
dengan ajaran "kasihilah musuh-musuhmu" pada Matius 5:44.[2] Dalam Injil Lukas,
aturan ini muncul segera setelah pengajaran mengenai musuh-musuh, membuat
kaitannya lebih nyata. Luz mencatat bahwa selain merupakan ikhtisar seluruh
kotbah, aturan ini juga dapat diterapkan dalam kehidupan biasa. Jikalau ayat-ayat
seperti Matius 5:29 tampaknya tidak sesuatu dengan kenyataan, ajaran-ajaran dalam
ayat ini dapat secara masuk akal diterapkan oleh semua orang.[3]
France mencatat bahwa bentuk negatif dari "Aturan Emas", yaitu "jangan lakukan
terhadap orang lain, apa yang tidak engkau inginkan diperbuat orang kepadamu",
muncul pula dalam beberapa karya filsafat Yunani dan juga dalam tulisan-tulisan
Yahudi kuno. Juga muncul dalam tradisi-tradisi lain seperti agama Buddha dan
Khonghucu (Confucianism). Namun, Yesus Kristus tampaknya adalah orang pertama
yang memformulasikan versi positif aturan ini. Ada sejumlah karya yang mengklaim
telah memuat versi positif ini sebelum Yesus, tetapi keasliannya diragukan.[4] Luz
mencatat bahwa beberapa sarjana memandang versi positif ini sangat penting karena
menginstruksikan semua murid untuk bekerja secara aktif demi kebaikan orang lain,
bukan hanya sekadar menahan berbuat jahat secara pasif. Namun, Luz menyatakan
bahwa dalam penerapan aktual rupanya tidak banyak perbedaan antara kedua
formulasi tersebut. Ia bahkan berpendapat bahwa upaya membedakan kedua versi
itu merupakan akibat prasangka Anti-Yudaisme oleh banyak sarjana Alkitab. Para
penulis Kristen pada abad-abad pertama tidak melihat banyak perbedaan antara
kedua versi ini, dan sejumlah penulis mengutip ulang ayat ini dalam versi negatif.[3]
Satu masalah dengan "Aturan Emas" menurut sejumlah pembaca adalah tidak
memperhitungkan mereka yang mencoba menyakiti diri sendiri. Masyarakat tidak
akan dilayani dengan baik oleh mereka yang bersifat masochistic (suka menyakiti diri
sendiri) atau suicidal (berniat bunuh diri) dengan mengikuti aturan ini, maupun
mereka yang berniat melakukan dosa dengan mengumbar kepuasan diri sendiri.
Menurut Luz, St. Augustinus mengamati masalah ini dan berkomentar mengenai
banyaknya penyunting yang mengubah frasa ini dengan kata-kata "segala sesuatu
yang baik yang kamu kehendaki..." [3]
Πάντα οὖν ὅσα ἂν θέλητε ἵνα ποιῶσιν ὑμῖν οἱ ἄνθρωποι οὕτως καὶ ὑμεῖς ποιεῖτε
αὐτοῖς· οὗτος γάρ ἐστιν ὁ νόμος καὶ οἱ προφῆται
Transliterasi (dengan pranala konkordansi Strong):
Panta oun hosa ean thelēte hina poiōsin hymin hoi anthrōpoi, houtōs kai hymeis
poieite autois. houtos gar estin ho nomos kai hoi prophētai.
Terjemahan harfiah:
Semua, karenanya, sebanyak apapun kalian inginkan untuk dilakukan (bagi) kalian
(oleh) orang-orang, demikian pula kalian melakukan (kepada) mereka. Ini
sesungguhnya adalah Hukum (=Taurat) itu dan (kitab) para nabi.
Sejumlah naskah tertua yang memuat salinan pasal ini dalam bahasa Yunani kuno
antara lain adalah:
Abstract
Sesuai dengan latar belakang masalah yang ada, maka yang menjadi tujuan
dalam penulisan ini adalah: Pertama, untuk menjelaskan teologi yang
terkandung dalam pengajaran Yesus tentang meminta menurut Injil Matius
7:7-11. Kedua, untuk menjelaskan implikasi teologi pengajaran Yesus
tentang meminta bagi kehidupan orang percaya. Metode penulisan yang
digunakan adalah hermeneutika metode eksegesis Alkitab, yang
sumbernya berlangsung dari literatur (Library Research) dengan
menggunakan buku-buku pendukung yang relevan dengan judul yang
dibahas oleh penulis dan disertai bantuan media elektronik. Adapun
kesimpulan skripsi “Kajian Biblika Teologi Meminta Menurut Injil Matius
7:7-11 Dan Implikasinya Bagi Orang Percaya” dalam implikasi teologis
adalah: Pertama, meminta adalah kehendak Allah, karena hal meminta
merupakan perintah Tuhan. Kedua, meminta merupakan sikap ketaatan
kepada Allah, karena merupakan sikap tunduk manusia kepada perintah-
Nya yang menunjukkan ketaatannya kepada Allah. Dan kesimpulan skripsi
ini dalam implikasi praktis adalah: Pertama, permintaan merupakan
penyandaran diri kepada Tuhan, karena kesadaran manusia akan
ketidakmampuannya dan membutuhkan pertolongan Tuhan. Kedua,
permintaan terintegrasi dengan usaha pencapaian. Ketiga, permintaan
harus berfokus pada Kerajaan Allah. Keempat, permintaan harus berfokus
pada hal yang baik.
References
Abineno, J. L. Ch. Khotbah Di Bukit. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002.
Barclay, William. Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Matius Ps.1-10. Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2008.
Boland, B. J., P. S. Naipospos. Tafsiran Alkitab: Injil Lukas. Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2008.
Brake, Andrew. Spiritual Formation: Menjadi Serupa Dengan Kristus.
Bandung: Kalam Hidup, 2014.
Brown, Jeannine K. Teach The Text Commentary Series: Matthew. United
State of America: Baker Publishing Group, 2015.
Burney, C. F. The Portry of Our Lord: An Examination of The Formal
Elements of Hebrew Poetry in the Discourses of Jesus Chirst. Eugene:
Clarendon Press, 1925.