Anda di halaman 1dari 8

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

TUGAS LAPORAN BACA

Mata Kuliah : Hermeneutik Perjanjian Baru 1


Dosen : Pdt. Yusak B. Setyawan, MATS,Ph.D
Mahasiswa : Merdekawati S Mansula
NIM : 712019031

PENDAHULUAN

Judul buku : Satu Injil Tiga Pekabar


Pengarang : Drs. B.F.Drewes, MTh
Penerbit : BPK Gunung Mulia
Tebal : 368 Halaman

Buku berjudul Satu Injil Tiga Pekabar yang ditulis oleh Drs. B.F.Drewes, MTh ini
secara garis besar menjelaskan tentang hal-hal yang hendak dikabarkan oleh penulis Kitab-
Kitab Injil, terkhususnya Injil Matius, Markus dan Lukas. Beberapa bagian mengenai
Kisah Para Rasul juga dimasukkan sebab masih ada keterkaitannya dengan Injil Lukas.
Setiap topik yang disampaikan oleh para penginjil tersebut beranekaragam dan
memberikan tekanan pada tujuan masing-masing penulisan (memiliki kekhasan). Buku ini
terdiri dari 9 bab. Bab I ialah pendahuluan Injil-Injil dan sifatnya. Bab II tentang sumber-
sumber para penginjil menerima bahannya. Bab III tentang teori-teori lain yang memiliki
keterkaitan dan hubungan antar Injil-injil sinoptis. Bab IV mengkaji tentang peristiwa-
peristiwa atau hal-hal yang terjadi sebelum Kitab Injil serta sumber-sumbernya yang
tertulis muncul. Bab V tentang penyelidikan penyusunan Injil-injil dengan melihat cara
kerja para penginjil yang telah menerima berbagai tradisi dan mengaitkannya dengan teks
tradisional yang digunakan. Bab VI mengkaji tentang topik pembahasan dalam Injil
Markus dan kepenulisannya. Bab VII tentang topik pembahasan dalam Injil Matius dan
kepenulisannya. Bab VIII memiliki garis besar kajian yang sama yakni tentang amanat-
amanat atau topik-topik yang ada dan kepenulisannya, namun titik pembahasannya terletak
pada Injil Lukas. Bab IX atau bab terakhir dalam pembahasan buku ini mengkaji tentang
pendekatan naratif yang dilakukan terhadap Injil-injil.
BATANG TUBUH

Pembahahsan-pembahasan penting yang dikaji melalui 9 bab dalam buku ini ada 6
pokok yang dapat diambil. Pokok pertama yang perlu diketahui ialah mengenai pola
kajian yang sama dari Injil Matius, Markus dan Lukas yang merupakan Kitab Injil dalam
perjanjian Baru. Ketiga Injil ini mempuyai kesamaan dalam urutan maupun isi bahan
tersebut dan juga dalam beberapa perkataan yang dipakai oleh masing-masing penginjil.
Dalam kitab-kitab tersebut membahas mengenai hal-Ihwal Yesus. Injil Yohanes yang
masuk dalam kitab Injil Perjanjian Baru juga memiliki pembahasan yang sama. Namun,
dalam pembahasannya masih memberikan perbedaan yang menonjol pada satu pihak dan
ketiga injil lain pada pihak yang lain. Perbedaan yang terlihat dalam ketiga Injil ini
hanyalah bahwa Markus diringkas secara padat dan jelas, sedangkan penulisan Matius
agak panjang dan menggabungkan pokok-pokok yang sama dalam beberapa kelompok,
sementara penulisan Injil Lukas sangat berurutan dan agak panjang. Ketiga injil ini tidak
hanya memiliki persamaan mengenai garis besar pembahasan dan isinya secara umum,
melainkan juga melainkan juga memiliki persamaan harfiah antara rumusan-rumusan yang
digunakan oleh masing-masing para penginjil. Persamaan-persamaan ini bisa dilihat dalam
sabda-sabda Yesus maupun diluar sabda-sabda Yesus. Sebagai contoh persamaan nyata
dalam ketiga Injil ini ada pada perkataan Petrus kepada Yesus dalam Matius 17 : 4 ‘Kata
Petrus kepada Yesus: “Tuhan, betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Jika Engkau
mau, biarlah kudirikan di sini tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa, dan satu
untuk Elia.”, Markus 9 : 5 ‘Kata Petrus kepada Yesus: “Rabi, betapa bahagianya kami
berada di tempat ini. Baiklah kami dirikan tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk
Musa dan satu untuk Elia.” dan Lukas 9 : 33’Petrus berkata kepada Yesus: “Guru, betapa
bahagianya kami berada di tempat ini. Baiklah kami dirikan sekarang tiga kemah, satu
untuk Engkau, satu untuk Musa, dan satu untuk Elia.”. Ada juga contoh beberapa nats dari
Matius dan Lukas yang mana bagian ini tidak ada dalam injil Markus. Pada nats Matius 7 :
3-5 dan Lukas pasal 6 : 41-42 tentang hal menghakimi; Bahan ini kebanyakan terdiri dari
sabda-sabda Yesus yang sering muncul dalam urutan yang sama. Contoh lainnya ada pada
kekhasan Matius dan Lukas yang bisa dalam Matius 13 : 24-30 “perumpamaan lalang di
antara gandum”, Lukas 16 : 19-31 mengenai orang kaya dan Lazarus dan juga dalam
Lukas 19 : 1-10 tentang Zakheus. Pokok ini menjadi suatu unsur penting yang perlu
diketahui terkait hubungan-hubungan dalam Injil Sinoptis. Karena pokok ini membawa
penafsir berjalan lebih dalam kepada sumber-sumber yang digunakan. Ketika melakukan
penafsiran terhadap Injil-injil sinoptik, harus melihat dan mengaitkan dari mana sumber
yang dipakai oleh bahan yang akan ditafsir.
Pokok pembahasan kedua yang perlu diketahui ialah sumber-sumbernya. Pada
pokok pembahasan pertama telah menghantarkan pada sumber-sumber atau bahan-bahan
yang digunakan dalam Injil-injil ini. Berbagai hal yang telah terjadi sebelum kitab Injil dan
sumber-sumber tertulisnya muncul sebelum dijadikan satu dalam buku yang kita kenal.
Penyelidikan latar belakang Injil-injil dimulai sekitar tahun 1920 yang dirintis dengan
terbitnya tiga buku dari para ahli Perjanjian Baru Jerman. Sebelum Injil-injil ini ada, telah
ada sabda-sabda Yesus dengan perikop-perikop yang diceritakan dan diwariskan dari orang
yang satu ke orang yang lain. Awalnya diceritakan perikop demi perikop, kemudian
digabungkan dengan perikop yang lain (tradisi lisan). Terdapat berbagai perikop dalam
penelitian ini yang dilihat menurut jenis atau bentuknya, yakni cerita ucapan (cerita singkat
yang membawa pada suatu ucapan/sabda Yesus), cerita mujizat, perkataan Yesus
(perkataan Yesus dalam cerita ucapan tidak dibicarakan di sini), perkataan Yesus
(perumpamaan), cerita mengenai Yesus (perikop ini mencerminkan suatu perhatian
terhadap peristiwa-peristiwa dalam hidup Yesus dan orang-orang yang bersangkutan),
cerita mengenai kesengsaraan Yesus dan Sumarium (tidak menceritakan peristiwa tertentu
melainkan mengikhtisarkan kegiatan Yesus dalam periode tertentu). Berbagai perikop
(bahan) tersebut diturun-alihkan dalam situasi sosial tertentu. Situasi tertentu yang
dimaksudkan disini ialah dalam situasi yang seperti apa, bentuk-bentuk itu memegang
peran. Tujuan penelitian berdasarkan situasi tertentu agar kita dapat mengerti lebih dalam
tentang bagaimana perikop-perikop yang kabar baiknya disampaikan tersebut dapat
berperan dalam gereja kuno. Perikop-perikop dalam situasi tertentu misalnya, jemaat diberi
petunjuk melalui nats-nats untuk kehidupan sehari-hari, jemaat diberikan pengajaran
seperti arti atau sifat kepercayaan Kristen, kemudian jemaat menerima pengarahan dalam
hal kebaktian seperti nats-nats mengenai perjamuan kudus dan juga pembelaan terhadap
kritikan kepada jemaat. Bahan-bahan yang dilihat berdasarkan situasi tertentu kemudian
melalui suatu proses pewarisan hingga masuk dalam salah satu injil. Proses penurun-alihan
dibagi dalam tiga gejala, yakni gejala pertamanya ialah sabda Yesus diturun-alihkan
dengan lebih persis dari pada cerita-cerita dengan hati-hati. Baik itu perkataan atau sabda
Yesus yang muncul dalam satu cerita tidak mempunyai kaitan dengan cerita tertentu;
gejala yang kedua ialah penurun-alihan yang tidak terjadi terlepas dari keadaan gereja,
dimana perikop-perikop yang dikabarkan dan diteruskan berhubungan dengan terang
kebangkitan. Mengenai kaitan dengan keadaan gereja oleh karena bahan ini bukanlah
yang terdahulu menjadi bahan studi melainkan bahan yang mau mempengaruhi hidup
pendengar yang mau mengarahkan hidup para jemaat; Kemudian gejala terakhir atau
gejala ketiga dalam proses penurun-alihan yang disinggung adalah mengumpulkan sabda-
sabda Yesus dan cerita-cerita tentang Yesus yang awalnya diturun-alihkan terlepas satu
sama lain dan kemudian di gereja kuno ada kecenderungan untuk mengumpulkan bahan
tentang Yesus. Kumpulan-kumpulan bahan tersebut dapat dipergunakan untuk hal yang
berhubungan dengan pengajaran gereja, pemberitaan dan apologetik gereja dalam bentuk
lisan maupun tulisan. Pokok ini perlu dibahas sebab, dengan adanya sumber-sumber,
penafsir dapat menentukan dan melihat ayat-ayat tertentu yang membuat alur pemikiran
dan bahasa yang dipakai berbeda dari konteksnya serta dengan adanya kehadiran materi
sumber yang identik dapat memperkuat argumen terkait penulisan Injil Sinoptik.
Pokok pembahasan ketiga yang perlu diketahui ialah tentang teori-teori lain yang
mempunyai hubungan atau keterkaitan dengan ketiga Injil Sinoptis ini. Teori-teori tersebut
ialah Injil Matius berbahasa Aram sebagai Injil yang paling kuno, dimana teori ini
dikemukakan oleh L Vaganay pada tahun 1954 yang menyatakan bahwa pada latar
belakang ketiga Injil Sinoptis itu terdapat Matius dalam bahasa Aram yang kemudian
diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani dan menjadi dasar bagi ketiga Injil Sinoptis yang
kita miliki sekarang ini. Namun, tidak semua ahli mendukung teori ini karena beberapa
pernyataan yang dikemukaan; Teori yang kedua adalah teori Markus-asali. Para ahli yang
menganut teori ini berpendapat bahwa Injil Markus yang dipakai oleh Injil Matius dan Injil
Lukas tidak sama dengan Injil Markus yang kita ketahui atau pakai sekarang ini, melainkan
menggunakan suatu Injil yang kemudian disadur menjadi Injil Markus yang kita ketahui
sekarang; Dan kemudian, teori terkahir adalah teori Proto-Lukas yang bisa disebut sebagai
suatu variasi dari teori dua sumber dan mempunyai bahan tentang kesengsaraan dan
kebangkitan Yesus. Ada beberapa alasan sehingga teori ini didukung. Alasan-alasan
tersebut ialah bahwa, bahan Q dan “L” dalam Lukas sering kali muncul secara tercampur,
sedangkan bahan dalam Markus tidak tercampur dengan Q ata “L”, dan alasan berikutnya
ialah apabila ada bahan Markus dan bahan Q/”L” yang agak sama isinya, maka seringkali
Lukas mengambil dari bahan ini melewati dan melewati bahan Markus. Pokok ini perlu
dibahas karena melihat dalam penafsiran, ada beberapa kasus yang diperdebatkan
mengenai sumber. Salah satu contohnya ada beberapa ahli yang menolak bahwa pernah
ada suatu sumber Q. Jika hal yang dikatakan tersebut benar, maka harus ada cara baru
untuk menerangkan kesamaan antara Injil yang satu dengan Injil yang lain (misalnya Injil
Matius dan Lukas yang kesamaannya tidak berdasarkan Markus). Maka dari itu, kita perlu
mengetahui teori-teori lain yang memiliki keterkaitan tersebut.
Pokok pembahasan keempat yang perlu diketahui ialah melakukan penyelidikan
penyajian dengan metode kritik terhadap injil-injil dengan berusaha melihat maksud tujuan
si penginjil dalam mengaitkan tradisi-tradisi yang diterima serta dihubungkan dengan teks
tradisional yang dipakai. Metode ini bisa dilakukan dengan membaca dan melihat
bagaiman para penginjil tersebut meneruskan dan menyunting (cara kerja penginjil) tradisi-
tradisi yang didapatkan sehingga menjadi kitab (buku) yang kita ketahui sekarang ini. Cara
kerjanya ialah yang pertama, dengan penginjil mengaitkan bahan-bahan tertentu satu sama
lain. Contoh hasil yang dilakukan oleh redaktur atau orang yang melakukan penyelidikan
ini bisa dilihat dalam perbandingan Markus dan Lukas. Pada Matius 13 : 1-23 dengan
Markus 4 : 1-20, kemudian dalam Matius 13 : 16 dan ayat 17 ada sisipan bahan Q yang
juga ada pada Lukas di pasal 10 : 23 dan ayat 24. Cara kerja yang kedua ialah dengan
redaktur. Contohnya ada pada bahan tradisinonal dalam Lukas 19 : 11 yang juga ada pada
Markus 11 : 1. Cara ketiga ialah redaktur menyusun ceritanya dalam urutan tertentu.
Contohnya bisa kita temukan dalam Matius 8 : 18-27. Pada ayat 18, cerita tentang Yesus
meredakan angin ribut mulai diambil alih oleh Markus 4 : 35-41. Kemudian pada ayat 19
redaktur tidak meneruskan cerita dari Markus, tetapi memuat bahan yang tidak terdapat
dalam Markus, melainkan berasal dari sumber Q. Cara keempat adalah dengan redaktur
menanggapi dan menginterpretasi bahan tradisional. Misalnya pada Lukas 19 : 11, redaktur
Luksa memperkuat interpretasi perumpamaan berikutnya sebagai perumpamaan yang
menjelaskan bahwa setelah kematian dan kebangkitan Yesus, Kerajan Allah tidak pasti
akan datang. Namun, yang perlu kita ketahui juga, bahwa dalam penerapannya metode ini
tidaklah sempurna, sebab selain memiliki kelebihan, metode ini juga memiliki beberapa
kelemahan. Salah satunya ialah cukup sulit untuk menentukan secara detail atau rinci
situasi yang menjadi sasaran bagi redaktur dalam Injil-injil Sinoptis. Pokok ini perlu
dibahas karena ketikka kita membaca Injil-injil tersebut pasti ada pandangan dari dalam
bahwa isi Injil-injil tersebut ditentukan oleh penginjil (redaksi) Injil tersebut. Melalui
keberadaan proses penyelidikan, kita bisa masuk pada tahap pembentukan Kitab-kitab Injil
menjadi bentuk dan isi yang kita miliki saat ini.
Pokok pembahasan kelima yang perlu diketahui ialah pembahasan teologis dan
topik-topik serta maksud tujuan penulisan dari Injil Matius, Markus dan Lukas. Dalam
Markus pembahasan atau topik hal ihwal mengenai Yesus yang disusun oleh Markus
secara teratur dalam suatu kesatuan dengan melihat cerita-cerita mengenai Yesus yang
disimpan dan diwariskan dalam gereja kuno dan juga dalam kumpulan cerita atau
kumpulan sabda. Pokok pembahasan dalam kitabnya adalaah tentang identitas Yesus
dalam gereja di sekitarnya, dimana Yesus diakui sebagai mesias dan penguasa mutlak
(Tuhan). Namun disamping itu, Yesus ada suasana rahasia dan ketersembunyiannya
sehingga terdapat beberapa pernyataan yang tergabung dengan larangan untuk
memberitakan Yesus serta karya-karya-Nya. Garis besar dalam Kitab Markus dibagi
menjadi dua bagian. Bagian pertama sampai 8 : 26 Yesus melakukan banyak mujizat di
Galilea dan daerah sekitarnya dan bagian kedua mulai dengan 8 : 27 sampai selesai.
Bagian pertama berhenti sampai pada 8 : 26 karena setelah pasal dan ayat tersebut, sudah
mulai terlihat bagian baru yang diceritakan yakni dimulai dengan pengakuan Petrus bahwa
Yesus adalah Mesias. Melihat dalam garis besar alur cerita dalam kitab yang disusun oleh
Markus, menimbulkan suatu pertanyaan yakni, bagaimana cara Markus menggabungkan
perikop-perikop tersebut?. Markus menggabungkannya dengan cara membuat hubungan
antara perikop secara sederhana, yaitu dengan istilah dan (bahasa Yunani kai). Misalnya
pasal 1 : 16; pada permulaan suatu bagian yang baru, kita sering menemukan kata “keluar’
atau kata kerja lainnya dengan makna yang sama (pasal 1 : 29); hal berikutnya tentang cara
Markus yakni, pada permulaan beberapa perikop, penginjil memakai istilah lagi atau
“pula” (pasal 2 : 13); kemudian suatu perikop dibingkai dengan dua bagian yang sangat
erat hubungannya. Pada bagian keenam ini juga, terdapat beberapa sumarium atau cataatn
umum tentangg beberapa nats yang perlu diketahui, sebab melalui nat-nats tersebut
penginjil dapat menonjolkan hal-hal yang penting; Kemudian Injil berikutnya adalah Injil
Matius. Injil Matius merupakan satu di antara empat Injil Perjanjian Baru, dimana Injil ini
diletakkan dalam urutan pertama terlebih dahulu pada pencetakan, setelah itu baru diikuti
dengan Markus, Lukas dan Yohanes. Injil Markus merupakan Injil Sipnotis yang
mempunyai pesan tentang Yesus sebagai Raja Penyelamat seperti yang dijanjikan oleh
Tuhan. Hal ini dapat dilihat dalam contoh Doa Bapa Kami. Dalam Matius juga membahas
tentang pemulihan oleh Yesus Kristus bagi kondisi Bumi dan sekitarnya termasuk
kehidupan manusia melalui Kerajaan Allah, sehingga hal inilah yang akan menjadi
kesaksian bagi semua bangsa; Lalu pembahasan terkait Injil Lukas. Injil Lukas
menceritakan tentang Yesus sebagai Raja Penyelamat yang dijanjikan Tuhan untuk Israel
dan seluruh bangsa (semua umat manusia) serta pekerjaan-pekerjaan Yesus terhadap
manusia, tekhususnya orang-orang miskin. Pada bagian pertama Injil ini, membahas
tentang kedatangan Yesus dan diakhiri dengan naiknya Yesus ke Sorga. Selepas itu,
pembahasan selanjutnya dalam bagian ini lebih banyak berisikan unsur cerita yang hanya
bisa ditemukan dalam Injil ini, yakni cerita tentang nyanyian para malaikat serta kunjungan
para gembala saat kelahirann Yesus, kemudian Yesus di rumah Tuhan saat masih anak-
anak dan menceritakan tentang perempuan orang Samaria yang baik hati serta Anak yang
hilang.
Pokok pembahasan keenam yang perlu diketahui ialah konteks dalam pendekatan
naratif terhadap Injil-injil. Pendekatan atau penafsiran naratif ini memiliki isi yang
mendekati cerita-cerita Alkitab sebagai sastra yang berdiri sendiri. Maksud dari berdiri
sendiri disini ialah bersifat otonom, Jadi, yang hendak dibahas ialah tentang hal yang
dikemukakan dalam cerita sendiri hendak diperhatikan dalam penafsiran. Dalam memulai
suatu hal, kita mulai dan dibimbing hanya berdasarkan apa yang didengar atau diceritakan.
Kitab Alkitab tidak berlaku demikian, karena untuk mendekati konteksnya harus melalui
pendekatan naratif, dimana kita harus memperhatikan dengan menyelidiki dan menyususn
narasi tersebut. Untuk menyelidiki isi dan susunan suatu narasi, kita perlu membaca
dengan saksama. Dalam narasi terdapat dua unsur, yakni cerita dan penuturan.Walaupun
memiliki makna ganda, kedua hal ini tidak bisa dipisahkan dalam suatu narasi, sebab tiap
unsur dalam cerita senantiasa diceritakan dengan berbagai cara dan penuturan itu sendiri
tidakdapat terjadi tanpa isi cerita tersebut. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam unsur-
unsur cerita ialah peristiwa-peristiwa yang ada, tokoh-tokoh, latar waktu, tempat, sosial,
dan alur atau plot. Kemudian, hal-hal yang perlu ditelusuri dalam penuturan ialah gaya
penuturannya, pengarang tersirat, pembaca tersirat dan sudut pandangnya. Dalam
pendekatan naratif (penafsiran), pertama-tama kita perlu memperhatikan keseluruhan kitab
yang bersangkutan, mempelajari peranan tokoh-tokoh, perkembangan alur dan seterusnya.
Untuk mempraktikkan pendekatan tersebut secara teratur, perlu dianjurkan untuk
menggunakan pertanyaan-pertanyaan berikut ini sebagai patokan. Pertanyaan-pertanyaan
tersebut ialah apakah bagian yang ditafsir terdiri dari satu atau beberapa adegan?, tokoh-
tokoh mana yang memegang peranan serta bagaimana peranan mereka masing-masing?,
bagaimana latar tempat, waktu dan sosial dalam cerita tersebut?, bagaimana sudut pandang
dalam bagian ini? Apa kaitan yang ditemukan berhubung dengan gaya penceritaan?
Bagaimana pengarang tersirat mau membawa pembaca tersirat kepada kesimpulan? Dan
pertanyaan yang terakhir ialah bagaimana kesan dan peranan cerita tersebut bagi konteks
kehidupan diri anda?. Pokok ini perlu dibahas, karena dalam penafsiran kita perlu
memperhatikan aspek struktur (teks yang dipandang sebagai suatu yang otonom) sebagai
kesatuan tersendiri. Maka dari itu, untuk menafsirkan suatu teks naratif, perlu dimulai
dengan penafsiran naratif yang bisa menjadi cerminan dalam mendekati cerita Alkitab.
PENUTUP

Buku ini membantu kita dalam meneliti dan mengkritisi mengenai Kita-kitab injil
atau bisa juga membantu kita untuk menentukan pandangan yang akan kita letakkan
terhadap kepenulisan kitab ini dengan memberikan gambaran yang cukup detail dari
masing-masing ciri khas kepenulisan serta bahannya. Menjadi hal yang sangat penting
untuk meneliti kesejarahan Kitab Injil, fakta dan semua peristiwa yang diungkapkan dalam
Alkitab dan kita juga belajar untuk dapat menilai kaitan hal-hal tersebut dengan Yesus
sendiri serta membedakan antara aliran tradisi dan berbagai unsur redaksional. Melihat dari
isi yang disampaikan tersebut, jika dikaitkan dengan era dunia sekarang yang terbuka
karena globalisasi, hal ini bisa membantu kita dalam menjawab tantangan-tantangan dari
luar atau usaha-usaha untuk menjatuhkan iman kepercayaan kita, dalam artinya, peranan
pokok-pokok pembicaraan dalam buku ini penting untuk dipelajari sebab akan sangat
membantu dalam interaksi antara teologi Kristen dan teologi-teologi agama lain. Melihat
juga dari metode-metode penyuntingan yang digunakan dengan detail dan tidak bisa
ditafsir secara sembarang karena memerlukan pemahaman akan kisah Perjanjian Baru
tentang Yesus, membedakan unsur-unsur sejarah atau hal-hal yang mengandung makna
historis terdahulu yang bisa diterima dan yang tidak bisa diterima serta mampu
merumuskan, menjelaskan, dan mempertahankan unsur yang baik dan tidak benar menurut
sejarah. Mengenai kelemahannya, beberapa kalimat yang disampaikan dalam pembahasan
buku ini menggunakan kalimat atau bahasa “tingkat tinggi” seolah-olah hanya ditujukan
kepada orang-orang berpendidikan dengan strata atau status tertentu yang mungkin saja
tidak cukup membantu bagi orang awam, ini agak sedikit mengecewakan karena
seharusnya dapat dipahami oleh semua orang. Namun, terlepas dari kekurangannya buku
ini juga tentu memiliki banyak sekali kelebihan. Selain seperti yang sudah saya sebutkan
pada pembahasan awal bagian penutup ini yakni buku ini memberikan penjelasan secara
lengkap sehingga dapat memperdalam pengetahuan dan penyelidikan tentang terjadinya
Injil-injil serta beberapa pertanyaan yang ditambahkan dapat merangsang pembaca dalam
memahami bahan yang disajikan.

Anda mungkin juga menyukai