Anda di halaman 1dari 6

Pasal IV

KRITIK BENTUK METODE BULITMANN

Pada tahun yang sama ketika Karl Barth menerbitkan tafsirannya tentang surat Roma, terbit
juga dua buku lain mengenai tema-tema dari Perjanjian Baru, yang membawa suatu perubahan
lagi dalam penyelidikan Alkitab yang bersifat mengeritik. Salah satu dari buku-buku itu jalah
“Die Formgeschichte des Evangeliums'', yang ditulis olch Martin Dibelius (1883-1947). Dari buku
itu timbullah nama gerakan itu, yaitu Kritik Bentuk (Form Criticism ). Dari buku lain yang
dikarang oleh Karl L. Schmidt, Der Rahmen der Geschichte Jesu (1919), datang pukulan terakhir
dari kalangan liberal terhadap sifat dapat dipercayai kerangka historis Injil Markusyang secara
umum telah diterima sampai waktu itu. Inti perubahan dalam studi kritik ini, secara umum lebih
dihubungkan dengan seorang tokoh lain diluar kedua orang itu. Tokoh itu ialah Rudolf Bultman
(1884) dan bukunya yang mengubah studi Perjanjian Baru ialah History of the Synoptic
Tradition (1921). Pengaruh Bultmann terus meluas melebihi pengaruh Dibclius. Secara khusus
bukan hanya berita Bultmann tetapi juga metodenya secara luas telah digunakan, bahkan
kadang-kadang lebih ditonjolkan. Oleh karena itu, banyak orang seperti Oscar Cullmann dan
Joachim Jeremias, meskipun mereka cukup kritis terhadap hasil studi Bultmann, namun mereka
dapat mencapai kesimpulan mereka sendiri dengan cara mengambil alih metode-metode yang
dipelopori Bultmann. Teristimewa di Inggris dan Amerika, para sarjana meskipun mereka
"“waspada terhadap pengajaran yang hampir secara eksklusif dihubungkan dengan nama
Bultmann”', serta menekankan batas-batas dari kritik bentuk, namun ““secara lambat laun dan
hati-hati telah mcnerima praanggapan dasar kritik bentuk”.

Penerimaan ini tidak terbatas pada dunia Barat saja. Jepang sedang mempertimbangkan
kembali metode Bultman. Salah seorang profesor muda dalam bidang teologia di sana baru-
baru ini memberikan komentar bahwa “'salah satu' dari sumbangan-sumbangan Bulumann
ialah bahwa ia telah mengeritik isi Perjanjian Baru. Kami tidak lagi langsung menerima apa yang
dikatakan Perjanjian Baru hanya oleh karcna Perjanjian Baru menyatakannya demikian. Secara
kritis kami mempertimbangkan apakah benar atau salah secara historis apa yang dikatakan
Perjanjian Baru””.2 Di Korea, khususnya sepanjang sepuluh tahun terakhir ini, pengaruh
metode-metode Bultman telah meluas.? Metodologi kritik bentuk telah disambut dengan
hangat dan dipergunakan pada berbagai tingkat oleh sarjana Perjanjian Baru seperti Dr. Chun
Kyungyun dari Hankuk Theological Seminary dan akhir-akhir ini Prof. Pak Chang-hwan dari
Presbyterian Theological Seminary, Seoul.
1. Prganggapan kritik bentuk ialah bahwa Alkitab tidak dasat diterima sebagai catatan dari
kehidupan dan pengajaran Kristus dan rasul-rasulNya yang layak dipercaya. Dalam bahasa para
kritikus kontemporer yang menganut kritik bentuk, ““pekerjaan kritik bentuk bertujuan untuk
memperlihatkan bahwa berita tentang Yesus yang diberikan kepada kita dalam Sinoptik,
sebagian besar tidak otentik, melainkan telah diciptakan oleh iman masyarakat Kristen mula-
mula dalam berbagai macam tingkatannya”. Bagi Bultman, . Alkitab bukanlah merupakan
Firman Allah yang telah diwahyukan dalam pengertian obyektif. Meskipun Allah
berbicarakepada manusia melalui Alkitab, namun “secara obyektif Alkitab merupakan hasil
pengaruhpengaruh sejarah dan agamakuno dan harus dinilai sama seperti literatur religius
kuno yang lain”.

2. Anggapan dasar kritik bentuk ialah bahwa kitab-kitab Ini! terutama merupakan hasil »-
redaksian oleh : ere a mula-mula. Penulispenulis kitab Injil berusaha untuk menyatukan
berbagai tradisi lisan yang berdiri sendiri dan saling berkontradiksi, yang beredar dalam gcrcja
sebelum waktu penulisan Perjanjian Baru. Tradisi-tradisi lisan inipun tidak semuanya dapat
dipercayai. Tradisi lisan ini terdiri dari ungkapan-ungkapan dan kisah mengenai Yesus dan
murid-muridNya

Gereja mempergunakan tradisi lisan itu dun mengolahnya menjadi satu cerita, yang ditambah
dengan lokasi, waktu dan penjelasan lain yang membuat tradisi-tradisi yang berdiri sendiri itu
menjadi satu. Ungkapan dalam kitab-kitab Injil seperti '"“disebuah kapa!'', "“scgcra'",
""kcesokan harinya'", “dalam sebuah perjalanan'' - gemua dikatakan semata-mata sebagai
perlengkapan literatur yang dipergunakan oleh redaktur-redaktur Injil untuk menyatukan
semua perkataan dan cerita mengenai Yesus yang berdiri sendiri itu. Sebagaimana dikatakan
oleh K.L. Schmidt, seorang pcrintis metode ini, ““kami tidak memiliki kisah Yesus, melainkan
hanya cerita-cerita tentang Yesus'".8

3, Tujuan metode kritik bentuk ialah untuk menganalisa sejarah dari tradisi lisan yang
mendasari kitab-kitab Injil. Kitab-kitab Injil hanyabagaikan bahan mentah bagi penyelidikan kita
untuk menemukan “Injil sebelum kitab-kitab Injil”. Karena beranggapan bahwa gereja mula-
mula telah membuat-buat pengaturan yang sesuai dengan apologetikanya dan maksud
penginjilannya, schingga bahan bagi kitab-kitab Injil menjadi satu catatan yang harmonis, maka
kritik bentuk harus menghancurkan keharmonisan yang dibuat-buat itu, dan kemudian
mencoba untuk menemukan bentuk asal dari tradisi lisan yang sekarang terkandung dalam
tulisan itu, lalu sedapatnya menyusun kembali tradisi yang mula-mula itu.”
4. Langkah pertama dalam metode ini ialah mengakui bahwa setiap petunjuk dalam kitab-kitab
Injil mengenai urutan, waktu, tempat dan lain-lain, semua tidak historis dan tidak dapat
dipercaya. Kita harus mengupas bagian-bagian tambahan dalam susunan cerita itu untuk
menemukan kerangka inti yang mula-mula, anekdot-anekdot yang terpisah dan pengajaran
yang dihubungkan bersama-sama menjadi satu cerita yang dibuat-buat oleh gereja mula-mula.

5. Apabila semua ini telah selesai dikerjakan, bagian-bagian yang berdiri sendiri itu
diklasifikasikan dalam kelompok-kelompok seperti cerita mujizat, pernyataan yang
diperdebatkan, nubuat-nubuat, katakata mutiara, Setiap kelompok ini mempunyai bentuk tetap
yang tertentu. Jadi, jikalau seseorang menemukan salah satu tradisi yang lebih atau kurang
sama dengan salah satu bentuk yang tetap dan tertentu itu, maka ja dapat menilai apakah itu
merupakan tradisi yang asli atau yang dibuat kemudian, dari sumber yang lebih tua atau lebih
baru, dari tradisi yang lebih atau kurang dapat dipercayai. Seperti yang telah dijelaskan oleh
seorang penulis, “kritikus kritik bentuk menentukan usia dari cerita-cerita dan ungkapan-
ungkapan Injil dengan cara memperhatikan bentuk-bentuknya, seperti halnya seorang
pedagang kuda mengetahui usia kuda-kuda dengan cara memperhatikan gigi-giginya'”. Semakin
tua catatan itu, semakin dapat disandari sebagai sebuah sumber historis.

6. . Hasil dari metodologi semacam ini menimbulkan sikap yang sangat skeptis sekali. Bagi
Bultmann, inti yang benar-benar bersifat sejarah kebanyakan ditemukan dalam pengajaran-
pengajaran Yesus, bukan dalam catatan tentang perbuatan-perbuatanNya dan terlebih lagi
dalam penggambaran mengenai pribadiNya. Dia tidak ragu-ragu bahwa Yesus hidup dan telah
melakukan banyak perbuatan, sebagaimana yang dikatakan bahwa Ia melakukannya dalam
tradisi menurut analisa mereka. Tetapi dia skeptis mengenai segala hal yang lain. Dia menulis,
“'saya betul-betul berpikir bahwa kita sekaran: hamsir tidak dapat mengetahui apa-apa
mengenai kehidupan dan pribadi Yesus, karena sumber-sumber Kristen mula-mula tidak
tertarik pada hal itu, selain itu juga tidak lengkap dan bersifat legenda: dan sumber lain
mengenai Yesus tidak ada”.

Bagi orang Kristen ortodoks, ada beberapa titik temu antara dirinya dengan beberapa
penekanan Bultmann.
(1) Kritik bentuk mengingatkan kita bahwa sebenarnya In'il telah dipelihara selama satu
generasi dalam bentuk lisan sebelum diturunkan dalam bentuk tulisan dalam Perjanjian Baru.

(2) Kritik bentuk juga mengingatkan kita bahwa kitab-kitab Injil tidaklah merupakan catatan-
catatan yang “'netral, dan: tidak memihak”, tetapi merupakan kesaksian-kesaksian iman dari
orang orang yang percaya kepada Kristus.

(3) Kritik bentuk telah gagal untuk menemukan Yesus yang tidak supraalamiah.

(4) Kritik bentuk mengingatkan kita bahwa kitab-kitab Injil berhubungan dengan “aman dan
situasinya.

(5) Kritik bentuk mengingatkan kita bahwa kitab-kitab In'il tidak “begitu mementingkan data-
data geografis dan kronologis secara terpe rinci, seperti yang dahulu dipikirkan oleh masyarakat
Kristen ortodoks.

Seperti dengan Barth, metode Bultmann itu sendiri secara radikal bertentangan dengan sifat
Perjanjian Baru dalam hal-hal yang mendasar.

1. Meskipun benar bahwa kitab-kitab Injil tidak selalu memberikan catatan kronologis dari
peristiwa-peristiwa yang berurutan, namun hal itu tidak berarti, seperti yang dikatakan oleh
kritik bentuk, bahwa tidak ada garis besar historis dari kehidupan Kristus yang dapat dipercayai.
Dalam batas-batas garis besar sejarah yang luas, tiap penginjil menyusun bahannya untuk
memenuhi tujuannya sendiri. Sungguh bukan kritik yang tepat jika kita menuntut dari penulis-
penulis Injil apa yang tidak mereka maksudkan. Juga merupakan kritik yang tidak sepadan
apabila kita mengatakan bahwa apa yang mereka maksudkan itu adalah catatan yang non
historis atau yang tidak dapat disandari. Prakata dalam Injil Lukas (1:1-4) merupakan petunjuk
jelas bahwapara penulis Injil menganggap penting menghubungkan catatan mereka dengan
peristiwa-peristiwa historis. Maka kitab-kitab Injil tetap merupakan kabar baik.!
2. Kritik bentuk berlaku sewenang-wenang terhadap para penulis Injil. Matius, Markus dan
Lukas diremehkan hanya sekedar sebagai Redaktur dokumen-dokumen. Dan kitab-kitab Injil itu
dikatakan sebagai catatan yang saling bertentangan. Semua ini berarti penghakiman yang
sewenang-wenang terhadap kesatuan catatan Injil. Sebenarnya kitab-kitab Injil memiliki suatu
kesatuan mendasar sebagai saksi-saksi yang dapat dipercaya tentang Kristus. Kitab-kitab Injil itu
tidak me. nyajikan kerangka yang berbeda-beda mengenai kehidupan Yesus melainkan masing-
masing kitab Injil itu merupakan kesaksian tentang aspek-aspek tertentu dari satu kerangka
historis mengenai kehidupan Kristus yang secara lengkap sekarang ini tidak ada. Kritik bentuk
tidak mengakui perbedaan transmisi lisan di dalam kesatuan catatan-catatan tni."

3. Kritik bentuk memisahkan kekristenan dari Kristus. Anggapan utama dari metode
penyelidikan ini ialah bahwa masyarakat Kristenlah dan bukan Kristus yang memegang peranan
kreatif utama dalam menghasilkan kitab-kitab Injil. Tetapi berita Perjanjian Baru berpusatkan
bukan pada masyarakat itu, melainkan pada Kristus (II Kor. 4:5). Gereja, seperti juga Paulus dan
rekan-rekan rasul lainnya, merupakan saksi, bukan pencipta berita Injil (I Kor. 4:1-2).
Tanggungjawabnya yang terutama bukanlah menciptakan tradisi-tradisi baru, melainkan
memelihara dan memberitakan yang lama.

4. Kritik bentuk memisahkan kekristenan dari para rasul. Bultmann dan rekan-rekannya
mengesampingkan sama sekali para rasul sebagai pemelihara tradisi yang benar mengenai
Yesus dalam gereja mula-mula. Para rasul merupakan sumber informasi an: berwibawa
mengenai fakta-fakta serta doktrin kekristenan dan Kristus. Kisah Para Rasul 1:21-22
menggarisbawahi pentingnya pengawasan yang dilakukan oleh para rasul berkenaan dengan
penyebaran Injil dalam tahun-tahun transmisi lisan itu. Kehadiran mereka justru dimaksudkan
untuk mencegah terjadinya peristiwa-peristiwa yang dilukiskan oleh kritik bentuk. Para rasul
merupakan jaminan Allah bagi keberlangsungan dan integritas iman Kristen historis.

5, Kritik bentuk rupanya mengabaikan pendeknya jangka waktu yang memisahkan kejadian-
kejadian historis dengan dokumendokumen tertulis, Injil Markus ditulis pada tahun 60-an jika
bukan tahun

Anda mungkin juga menyukai