Anda di halaman 1dari 3

Tolong, Maaf & Terima Kasih

Hari ini Gereja memasuki Pekan Biasa ke-VI dalam penanggalan liturgi tahun A. Bacaan
Injil suci yang diperdengarkan hari ini ialah Injil Matius. 5:17-30. Matius dalam warta Injil
ini menekankan tentang pemenuhan hukum Taurat oleh Yesus. Warta Injil ini berada
dalam kesatuan dengan perikop tentang kotbah Yesus di bukit yang terkategori dalam
satu alur warta programatis Yesus [Mat. 5-7]. Disebut warta programatis sebab Yesus
menguraikan misi perutusan-Nya kepada para murid dan orang banyak.

Matius membuka warta Injil hari ini dengan mengangkat hubungan Yesus dengan
hukum Taurat. Matius sangat memperhatikan hal ini sehubungan dengan jemaatnya
yang adalah orang-orang Kristen Yahudi. Hubungan ini sangat penting dan
ditempatkan dalam kerangka kotbah programatis Yesus. Alasan yang paling jelas
untuk memahami hal ini ialah adanya pandangan dari jemaat Kristen Yahudi yang
beranggapan bahwa Yesus berupaya membatalkan hukum Taurat. Atas pandangan
yang muncul ini, Matius mengangkat hubungan Yesus dan hukum Taurat. "Jangan kamu
menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi.
Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya " [Mat. 5:17].

Ada dua hal penting yang ditekankan oleh Matius dalam pernyataan Yesus ini.
Pertama, Yesus adalah orang Yahudi yang taat dan setia pada pelaksanaan hukum
Taurat. Maka, tidak masuk akal bila Yesus hendak membatalkannya. Kedua, Matius
juga menekankan Yesus sebagai penggenapan Taurat. Ia menonjolkan jatidiri Yesus
sebagai Mesias yang dinanti-nantikan oleh orang Yahudi sebagaimana telah dibuatkan
oleh para nabi sejak Perjanjian Lama. Matius membuka wawasan baru dalam jemaat
Kristen Yahudi bahwa Yesuslah penggenapan hukum Taurat.

Dua hal penting yang ditekankan oleh Matius berkaitan dengan hubungan Yesus dan
hukum Taurat ini diperjelas dengan dua awasan. Pertama, hukum Taurat adalah
pedoman hidup. Seluruh ketetapan hukum Taurat adalah pagar yang membatasi dan
mengarahkan tingkah-laku kehidupan dengan tujuan kebaikan hidup di akhir yakni
ketika "langit dan bumi lenyap". Selama kehidupan masih ada, selama itu juga hukum
Taurat menjadi pedoman. Tindakan pembatalan, pengurangan ataupun penghapusan
hukum adalah upaya untuk menimbulkan kekacauan dalam tata hidup bersama dan
konsekuensi untuk hal ini jelas [bdk. Mat. 5:18]. Kedua, Sebagimana hukum Taurat adalah
pedoman yang membatasi dan mengarahkan cara hidup, demikian juga orang yang
berusaha mengajarkan hukum Taurat dan memberi teladan seturut pengajarannya,
ganjarannya juga jelas [bdk. Mat. 5:19].

Hal menarik yang ditampilkan oleh Matius ialah hubungan Yesus dan hukum Taurat
serta awasan terhadap cara hidup seturut hukum Taurat, ditempatkan terlebih dahulu
sebelum pengajaran Yesus perihal cara hidup orang Farisi yang dikenal taat hukum
dan bagaimana seharusnya jemaat harus hidup seturut hukum. Matius melalui warta
Injil ini hendak memerlihatkan suatu kenyataan bahwa Yesus adalah seorang yang taat
hukum bahkan penafsir hukum yang otentik dan kontekstual dalam situasi yang
berubah sekalipun.
Pengajaran Yesus sehubungan dengan pelaksanaan hukum dimulai dengan suatu
pengandaian kondisional, "jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari hidup
keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi….. " [bdk. Ayat. 20]. Pengandaian
kondisional dengan merujuk pada cara hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang
Farisi ini dimaksudkan Yesus untuk membuka cara pandang baru tentang hukum
Taurat. Yesus membuka secara lebih luas penafsiran dan pemaknaan hukum Taurat
dari yang sekedar legalistik-lahiriah, pada pemaknaan hukum Taurat yang lebih hidup
dan membebaskan. Pada hukum Taurat yang lebih mengabdi dan peduli kemanusiaan.

Sasaran pengajaran Yesus ini ialah bagaimana hidup seturut hukum Taurat. Ada dua
kenyataan yang dilihat Yesus. Pertama, ahli-ahli Taurat dan orang Farisi dikenal
sebagai pengajar Taurat. Pengajar tentu lebih memahami ajarannya bahkan
menghidupi ajarannya. Namun kenyataan lain sekali. Justru ahli-ahli Taurat dan orang-
orang Farisi banyak kali tidak hidup seturut hukum Taurat. Bahkan cenderung
memanipulasi hukum demi kepentingan ego diri dan jabatan. Inilah mengapa banyak
kali Yesus bersitegang dengan mereka.

Kedua, hukum Taurat pertama-tama harus diaplikasikan. Maksudnya, hukum Taurat


menjadi pedoman dalam tata hidup bersama agar menjadi batasan yang membimbing
dan mengarahkan pada kebaikan hidup bersama baik pada level hubungan antar-
sesama manusia juga dalam hubungan dengan Tuhan sendiri. Hukum Taurat tidak
boleh menjadi huruf-huruf mati yang membelenggu tapi menjadi prinsip-prinsip hidup
yang meneguhkan tata hidup bersama.

Pengajaran Yesus tentang hukum Taurat ini ditampilkan oleh Matius sebagai counter
terhadap pengajaran oleh ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi yang cenderung
legalistik dan seremonial saja. Matius memerlihatkan nilai lebih dari pengajaran Yesus
melalui empat [dari enam] pernyataan antitesis sehubungan dengan hidup menurut
hukum Taurat yakni kemarahan, perzinahan, perceraian dan mengangkat sumpah
[bdk. Mat. 5:22-37]. Kita melihat dan merenungkan secara khusus tentang relasi
kemarahan dan pembunuhan.

Yesus memulai pengajaran-Nya dengan hukum yang melekat dalam hati dan pikiran
orang Yahudi, jangan membunuh [bdk. Kel. 20:13; Ul. 5:8]. Membunuh sesama manusia
adalah gambaran dari relasi yang hancur. Salah satu akar masalah terjadinya tindakan
pembunuhan adalah kemarahan. "Setiap orang yang marah kepada saudaranya harus
dihukum". Kemarahan terutama kepada saudara bisa berakibat fatal. Apalagi bila tidak
dengan alasan yang jelas bahkan cenderung menghina.

Kata "saudara" [Yunani: ἀδελφός/adelphos] yang dipakai dalam teks ini, merujuk pada
saudara se-komunitas. Bukan saudara sedarah. Apa artinya? Bila kemarahan bisa
berakhir pada pembunuhan antara saudara kandung seperti kisah Kain dan Habel
[bdk. Kej. 4] apalagi di antara saudara tak sedarah. Sangat rentan terjadi. Oleh karena
itu, Yesus juga menekankan suatu penyelesaian konflik bila terjadi kemarahan.
Kemarahan tidak cukup diselesaikan dengan tindakan liturgis atau semacam "doa"
saja.
Kemarahan harus diselesaikan dengan suatu rekonsiliasi nyata. Sederhananya yakni
minta maaf dan berdamai. Meminta maaf dan berdamai adalah dua hal sederhana
dengan efek yang besar. Bisa meredam aksi ekstrim seperti pembunuhan. Apa arti
sebuah liturgi yang indah dan doa yang khusyuk tanpa hati yang memberi maaf,
menerima maaf dan berdamai dengan sesama saudara?

Bila kita merefleksikan pengajaran Yesus dalam konteks hidup hari ini, kita justru
banyak menemukan betapa banyak tindakan pembunuhan yang disebabkan oleh
kemarahan. Kemarahan karena tersinggung pada kata-kata hinaan, tersinggung pada
sikap, tindakan dan lain-lain. Di pihak lain kita juga banyak menemukan begitu banyak
kemarahan dan pembunuhan yang terjadi akibat konflik yang berlarut-larut. Perang
antara negara-negara sebagaimana yang kita saksikan juga adalah akibat dari konflik
yang tidak diselesaikan.

Kita juga bisa menyaksikan berapa banyak orang-orang tidak bersalah terbunuh
akibat konflik berkepanjangan yang dibumbui dengan paham religius yang sempit.
Bahkan kita juga banyak kali menyaksikan tindakan manipulatif atas nama agama demi
pembenaran tindakan kejahatan bahkan pembunuhan.

Pengajaran Yesus dalam warta Injil hari juga ini mengajak kita untuk cerdas hati dan
budi dalam menata hidup bersama. Pengetahuan tentang hidup bersama tidak akan
pernah bermakna bila tidak diimbangi dengan pengalaman dalam hidup bersama. Kita
dituntut untuk mengupayakan kehidupan yang tidak hanya menekankan aturan-aturan
tetapi juga pada kehidupan yang menekankan keteladanan hidup.

Banyak kali kita melihat penerapan hukum yang tidak berkeadilan. Banyak kali hukum
dipakai bukan untuk menata kehidupan bersama jadi lebih baik, malah sebaliknya
memanfaatkan hukum untuk mendapatkan keuntungan diri sendiri. Banyak dijumpai
fakta bahwa hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Bahkan hukum akhirnya bisa
dibeli tergantung setebal apa isi rekening. Inilah sekian fakta hidup yang tetap relevan
dengan warta Injil.

Oleh karena itu kita perlu membangun pertama-tama keteladanan hidup yang dimulai
dari hal-hal kecil dan sederhana. Sehubungan dengan tata hidup bersama kita perlu
hidup berdasarkan hukum dan menghidupi hukum dalam keteladanan hidup di
manapun kita berada. Sehubungan dengan relasi yang rusak kita perlu rekonsiliasi
yang nyata. Dan untuk itu semua ada tiga kata kunci yang membantu hidup menjadi
tertata, bermakna dan damai. Tolong, Maaf dan terima kasih. Salve in Christo.
[Fr. Gabriel Benu]

Anda mungkin juga menyukai