Anda di halaman 1dari 15

MENELAAH ISTILAH KUK ABAD PERTAMA

Studi Teologis-Eksegesis Matius 11:28-30


(Oleh: Pangeran Manurung)

NATS
Matius 11:28-30. 11:28 Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat,
Aku akan memberi kelegaan kepadamu. 11:29 Pikullah kuk yang Kupasang dan
belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan
mendapat ketenangan. 11:30 Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun
ringan." (LAI-TB)

PENDAHULUAN
Jauh sebelum masuk seminary, sedikit pun saya tidak mampu memahami arti istilah
“kuk” yang diucapkan oleh Kristus dalam Injil Matius 11:28-30. Itu berarti selama 20
tahun menjadi orang Kristen, memiliki dan membaca Alkitab tetapi tidak memahami
isinya. Tragisnya, saya tidak mampu mengerti isi Kitab Suci sendiri yang bahkan dalam
bentuk terjemahan bahasa Indonesia. Itu juga berarti untuk mengerti Alkitab dari sudut
perspektif penulisnya, masih jauh dari bayangan. Ini agak ngeri-ngeri sedap.

Mungkin (belum tentu) ada beberapa orang diantara anda yang mirip dengan apa yang
saya alami. Atau bahkan mungkin ada yang sampai sekarang belum memahami istilah
asing ini. Jika iya, mudah-mudahan tulisan singkat ini dapat membantu. Semoga.

POKOK PERMASALAHAN
Sepintas, beberapa pertanyaan yang dapat di-diskusikan mengenai istilah ini adalah,
pertama; banyaknya makna istilah yang diusulkan oleh sarjana Alkitab. Kedua; makna-
makna yang dikandung menimbulkan kerancuan. Ketiga; hubungan kalimat dalam nats
ini bias.

a. Kemajemukan Makna Istilah


Apa sebenarnya yang dimaksud dengan kuk? Ada yang menafsirkannya sebagai suatu
tugas yang harus dikerjakan selagi muda seperti yang ditulis oleh Yeremia dalam
Ratapan 3:27. Ada yang mengartikannya sebagai simbol penindasan. Yang lain
beranggapan bahwa kuk adalah beban dan tanggung jawab yang harus dikerjakan oleh
seorang yang diberi tanggung jawab sehingga menafsirkan Galatia 5:1 sebagai salah satu
beban yang hanya dapat dilepaskan oleh Kristus. Tidak sedikit juga yang berasumsi
bahwa kuk adalah sebuah konsekuensi. Pakar dalam Tafsiran Wycliffe mengartikannya
sebagai pemuridan pendisiplinan atau pemuridan.1 Ensiklopedi Alkitab memaknainya

1
Charles F. Preiffer, The Wycliffe Bible Commentary (Malang: Gandum Mas, cetakan ke-3,
2008), 59
sebagai Penaklukan atau takluknya seseorang kepada yang lain.2 Dalam literatur yang
lain masih memuat makna yang khas dari istilah ini.

b. Perintah mengandung Kerancuan


Kerancuan makna dalam nats ini terdapat dalam ajakan Yesus Kristus yang ditujukan
bagi orang yang berbeban berat. Misi Kristus di sini adalah memberi kelegaan kepada
mereka yang telah letih bin lesu. Karena Kristus hendak memberi kelegaan, seyogiyanya
hal yang harus Dia lakukan adalah melepaskan atau menanggalkan beban berat yang
mereka (pedengarnya pada saat itu) sedang pikul. Jika memang tidak menanggalkan
beban itu, mungkin menguranginya pun akan membantu. Tetapi yang diucapkan oleh
Kristus adalah kebalikannya. Kristus tidak mengurangi beban mereka malah memberikan
beban yang lain (beban yang ringan). Dengan kata lain Kristus malah menambah beban
untuk dipikul. Ini sulit dipahami dan sepertinya mengandung kerancuan.

c. Hubungan Kalimat Bias


Apa hubungan perintah “memikul kuk” dengan ajakan untuk belajar tentang
“kelemahlembutan dan kerendahan hati”? Jika pendengarnya diperintahkan untuk
memikul/mengangkat beban, apakah itu paralel dengan ilmu “kerendahan hati”?
Sepertinya belajar masalah kemampuan untuk mengangkat beban lebih cocok sebagai
jembatan untuk konteks “memikul kuk”, tetapi Kristus malah mengajarkan tentang
kelembutan. Sebuah pembicaraan yang samar. Ini seperti, “ayah saya meminta saya
mengangkat barbel 100 kg tetapi diajari tari balet”. Sepintas, kalimat yang satu tidak
memiliki hubungan dengan yang lain.

SEKILAS BUDAYA YAHUDI: ADAT ASING BAGI ASIA


Faktanya, istilah “kuk” bagi orang Asia, termasuk Indonesia adalah istilah yang sulit
dipahami. Hal ini wajar karena penulis Injil Matius tidak lahir di Asia. Injil Matius
ditulis oleh orang Yahudi dan ditujukan kepada komunitasnya sendiri. Karena itu ada
beberapa istilah yang tidak diberi keterangan, dengan asumsi bahwa orang Yahudi yang
mendengarnya pasti memahami artinya.

a. Matius Sang Penulis


Matius sebagai penulis Injil Matius merupakah salah seorang dari keduabelas Rasul
Yesus Kristus. Dia orang Yahudi dan terbiasa diatur dalam budayanya. Istilah “kuk”
yang unik dalam Matius 11:28-30 adalah bagian dari sisi penulis yang melestarikan
budaya kuno.3 Walau naskah aslinya ditulis dalam bahasa Yunani4, namun isi, cara

2
Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid I (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, cetakan
ke-8, 2008), 620

3
Lihat secara keseluruhan tulisan Marxsen Willi, Introduction to the New Testament.
Pengantar Perjanjian Baru: pendekatan kristis terhadap masalah-masalahnya (Jakarta:Gunung Mulia,
2008). Lihat juga John Drane, Introducing the New Testament. Memahami Perjanjian Baru: Pengantar
historis-teologis (Jakarta:Gunung Mulia, 2005), atau tulisan Eduard Schweizer, The Good News According
to Matthew (Atlanta: John Knox Press, 1975)
4
penyampaian, dan pembacanya adalah orang Yahudi.5 Dari segi penulis Injil, tentu
memberi sumbangsih kesulitan tersendiri bagi pembaca non-Yahudi.
b. Yesus Kristus Sang Pencetus Istilah
Selain dari aspek penulis, banyaknya makna yang muncul yang berujung kepada
kesalahan pengartian mungkin disebabkan karena ungkapan ini di sampaikan oleh orang
yang tidak mengerti budaya Indonesia atau kita yang tidak mau mengerti budaya pihak
yang menyampaikannya. Yesus Kristus jelas tidak mengerti kebiasaan warga Singapur,
Malaysia, atau Indonesia, dan tidak ada niat untuk mempelajari budaya Asia. Mengapa?
Karena pendengarnya saat itu adalah kaum Yahudi. Itu sebabnya ada banyak istilah
dalam Alkitab yang sulit kita pahami.6 Jika kaum Kristen saja sulit untuk memahami
istilah-istilah asing dalam Alkitab, apalagi agama diluarnya.7 Maka untuk memahami
ungkapan ini, tidak ada pilihan lain selain menyelidiki kebudayaan komunitas Yahudi
yang pada saat itu sudah terbiasa sekaligus paham dengan istilah ini. Dengan kata lain,
istilah “kuk” hanya terdengar asing bagi non-Yahudi saja, termasuk saya. Istilah ini tidak
familiar di telinga.

DEFENISI

Istilah “kuk” dapat dipahami melalui 2 aspek pengertian; Literal dan Metafora
(penggambaran/kiasan/alegoris). Penggunaan istilah ini dalam Alkitab juga mencakup 2
hal ini.

a. Literal
Secara literal “kuk” adalah sebuah beban/palang kayu dengan jepitan kayu vertikal yang
memisahkan kedua binatang penarik sehingga bersama-sama dapat menarik beban berat.8
Kuk tersebut dibuat dari palang kayu tunggal dengan jerat tali yang diikatkan ke leher
binatang penarik. Kayu palang itu ditempelkan pada batang, kemudian kereta

Sejumlah naskah tertua yang memuat salinan Matius 11 ditulis dalam bahasa Yunani.
Beberapa naskah yang memuatnya antara lain; Papirus 70 (abad ke-3); Codex Vaticanus (~325-350 M);
Codex Sinaiticus (~330-360 M); Papirus 62 (abad ke-4; terlestarikan: ayat 25-30; juga memuat ayat 25-29
dalam bahasa Koptik); Papirus 19 (abad ke-4/ke-5; terlestarikan: ayat 1-5); Codex Bezae (~400 M); Codex
Washingtonianus (~400 M); Codex Ephraemi Rescriptus (~450 M); Codex Purpureus Rossanensis (abad
ke-6); Codex Petropolitanus Purpureus (abad ke-6; terlestarikan: ayat 4-30); Codex Sinopensis (abad ke-6;
terlestarikan: ayat 5-12.
5

Eduard Schweizer, The Good News According to Matthew (Atlanta: John Knox Press, 1975),
8-20

6
Beberapa Istilah yang menarik untuk dibahas karena mengandung nilai teologis yang dalam
adalah istilah: “anak manusia”, “anak Allah”, “keturunan Daud” “Mesias”, “Raja Damai” “Kerajaan
Allah/Sorga”, “Akhir Jaman”. Akhir-akhir ini saya bahkan tertarik dengan istilah “neraka” yang arti
teologisnya mulai terkikis.

7
Salah satunya adalah istilah “Anak Allah” yang sering diartikan secara hurufiah bahwa
Allah itu beranak. Sebelum Ustad Rizik menyebutkannya di Media, kegagalan memahami makna istilah
ini telah serinig saya temui dalam beberapa dialog antar agama, baik sebagai pendengar maupun ketika
menjadi narasumber.
8

W.R.F. Browning, Kamus Alkitab (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008),


ditarik. Kereta biasanya ditarik oleh sepasang lembu atau kerbau. Pada dasarnya secara
literal, pengertian ini telah mewakili makna istilah. Namun dari sudut etimologi,
wikipedia9 berusaha menterjemahkannya dari berbagai bahasa.
Dalam Perjanjian Lama, nats yang menjelaskan istilah kuk dengan beberapa makna yang
khas dapat ditemukan dalam Kitab Nahum, Imamat, Yesaya, I Samuel dan Ayub. Dalam
kitab Nahum, bahasa Ibrani kuk adalah ‫מֹוט‬ (mot) diterjemahkan “belenggu”.  Dalam
Imamat 26:13 dan Yesaya 58:6,  ‫מֹוטָה‬ (motah) diterjemahkan “balok”. Di kitab lain
seperti kitab Kejadian 27:40; Imamat 26:13, Ratapan 1:14, dibaca  ‫ע ֹל‬ (ol) yang
diterjemahkan “kuk”. Sedangkan dalam 1 Samuel 11:7; Ayub 1:3, ditulis  ‫ ֶצמֶד‬ (tsemed)
yang artinya” pasangan lembu”. Banyak referensi tentang “kuk” dalam Perjanjian Lama
yang dapat ditemukan, seperti Kejadian 27:40 ; Imamat 26:13; Ulangan 28:48; Bilangan
19:2; Ulangan 21:3; 1 Samuel 6:7, 11:7, 14:14; 1 Raja-raja 12:4,9,10,11,14, 19:19, 21; 2
Tawarikh 10:4, 9, 10, 11, 14; Ayub 42:12; Yesaya 10:27; Yesaya 14:25, 47:6, 58:6, 9;
Yeremia 2:20; 5:5; 27:2, 8,11,12; 28:2, 4, 11,12, 13, 14; 30:8; 31:18; 51:23; Ratapan
1:14; Yehezkiel 34:27; Hosea 11:4.
Secara harafiah, terjemahan dari beberapa kata Ibrani diatas berarti kerangka kayu yang
menghubungkan dua ekor binatang (biasanya lembu jantan) untuk membajak sawah atau
ladang. Sederhananya, “kuk” adalah sebuah perkakas yang dikenal sebagai alat yang
menghubungkan dua (atau lebih) lembu menjadi satu. Gambar berikut merupakan “kuk”
secara literal pada jaman penulis Alkitab.10

Secara literal, kuk juga berarti pikulan seperti gambar anak kecil yang mengangkat beban
di bawah ini:

9
https://id.wikipedia.org/wiki/Kuk_(Kristen), di akses pada tanggal 08 Agustus 2017. Kata
"kuk", sebagaimana kata Inggris "yoke", diturunkan dari kata Proto-Indo-European *yugóm ("kuk"), dari
kata kerja *yeug- (menyatukan). Akar kata ini diturunkan ke sejumlah bahasa Indo-Eropa termasuk bahasa
Jerman Joch, bahasa Latin iugum, bahasa Yunani Koine ζυγόν (zygon), bahasa Persia ‫( یوغ‬yuğ), bahasa
Sanskrit यु ग (yugá), bahasa Hitit 𒄿𒌑𒃷 (iúkan), bahasa Slavonik kuno иго (igo), bahasa Lithuania jungas,
bahasa Irlandia kuno cuing, bahasa Armenia լուծ (luç) dan sebagainya, yang semuanya berarti "kuk".
10

http://www.sarapanpagi.org/kuk-beban-pikulan-vt4412.html#p24172, di akses pada tanggal


1 Agustus 2017
b. Metafora
Makna dari sudut pandang metafora mengandung arti yang lebih banyak dari pengertian
secara literal.

 b.1. Penaklukan/Penindasan.
Dari sudut bahasa metaforis, beberapa kitab mengartikan “kuk” sebagai penaklukan.
Misalnya, Imamat 26:13, 1 Raja 12:4; Kisah 15:10; Yeremia 27:2, memperlihatkan
makna istilah ini sebagai simbol dari penindasan. Tetapi penekanannya adalah tentang
usaha penaklukan atau ketundukan. Dalam kitab Yeremia istilah “kuk” memang
menggambarkan peristiwa Yehuda yang akan tunduk kepada Babel. Namun dalam
konteks Matius 11:28-30, ketundukkan yang dimaksud kepada Allah. Ketundukan
kepada Allah ini disimbolkan dengan stola yang dipakai para imam, pendeta ketika
memimpin sebuah ibadah. Stola sendiri berupa kain panjang yang dipakai pada leher
baju seorang imam atau pendeta, atau pengajar, agar apa yang diajarkannya sesuai
dengan kehendak Tuhan. Menurut Wellem, Tradisi ini muncul di Gereja Timur mulai
abad ke-4.11 Mengacu kepada arti literal bahwa “kuk” itu adalah balok yang dipasangkan
11
F.D Wellem, Kamus Sejarah Gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006)
kepada lembu liar supaya jinak, maka arti metaforisnya berfungsi sebagai alat
penundukan. Dalam Alkitab, para rabi berbicara tentang memakai Kerajaan Surga, yang
maksudnya ialah tunduk pada kedaulatan kehendak Allah. Dalam gaya kenabian
Yeremia memakai kuk pada lehernya sebagai lambang beritanya bahwa Yehuda akan
tunduk paksa kepada Babel (Yeremia 27:2). 

 b.2. Beban (Hukum Taurat)


Selain penaklukan, arti metaforis "kuk" juga dikenal oleh bangsa Israel sebagai "beban".
Beban yang secara kiasan dipahami sebagai "Hukum Taurat". Di dalam Perjanjian Baru,
Tuhan Yesus Kristus mencanangkan "hukumNya" melalui Matius 11:29. Dalam
Perjanjian Baru, istilah “kuk” juga dapat bermakna “pasangan”. Kepentingan arti
“pasangan” di sini untuk memikul beban (hukum) secara bersama-sama. Lukas 14:19
(ζεῦγος – zeugos) juga menterjemahkannya sebagai “pasangan”. Dalam 2 Korintus 6:14
Paulus menggunakan istilah ἑτεροζυγέω (heterozugeo) yang artinya 'berpasangan dengan
lawan jenis'. Dalam Filipi 4:3 diterjemahkan “Untuk 'teman sekerja”. Sedangkan Matius
(ζυγός – zugos) menyebutnya sebagai “beban” atau “kuk”  (Mat. 11:29; 1 Timotius 6:1). 
Kitab Yeremia 5:5 dan Kisah Rasul 15:10 nampaknya juga mengandung arti yang sama.
Maka di Injil Matius, kuk merupakan gambaran bagi hukum yang diajarkan oleh Tuhan
Yesus, sebagai Pemberi hukum yang baru. Kuk ini menjadi lebih ringan, sebab Kristus
menyempurnakan hukum Taurat (lih. Mat 5:17). Sejumlah Bapa Gereja menghubungkan
gambaran kuk dengan dosa manusia dan keterikatan kepada hal-hal duniawi12

Penjelasan makna “kuk” sebagai beban (hukum) ditambahkan oleh pakar Perjanjian Baru
dalam tafsiran Alkitab Wycliffe13  dengan memberi istilah lain yaitu “kedisiplinan dan
pemuridan”. Menurutnya, kiasan ini dapat dibandingkan dengan tulisan yudaisme non
kanonik seperti buku Sirakh. "Letakkan bahumu di bawah kuk, dan biarlah jiwamu
menerima pengajaran" (Sir 51:26). Hanya Kristus yang Guru, yang melalui pribadi dan
karya-Nya dapat mengajar manusia mengenai Bapa, dan memberikan kepada mereka
12
http://www.katolisitas.org/apa-arti-kuk-mat-1128-30/
Pertama; St. Hieronimus: Bahwa beban dosa itu berat, diajarkan oleh Nabi Zakaria (lih. Zak
5:7); demikian pula kitab Mazmur, “… sebab kesalahanku telah menimpa kepalaku” (Mzm 38:5).
Kedua; St. Gregorius: Sebab kuk yang kejam dan berat bebannya maksudnya adalah
tunduknya seseorang kepada hal-hal yang sifatnya sementara, menjadi ambisius terhadap hal-hal duniawi
dan melekat kepada hal-hal yang rapuh, mencari pijakan pada sesuatu yang tidak dapat menjadi tempat
berpijak, menghendaki hal-hal yang akan berlalu, tetapi tidak ingin berlalu bersama mereka. Sebab ketika
semua hal akan berlalu berlawanan dengan kehendak kita, semua itu yang dulunya mengganggu pikiran
kita agar kita menginginkannya, kini menekan kita dengan kekuatiran bahwa kita akan kehilangan semua
itu.
Ketiga; St. Yohanes Krisostomus: Kristus tidak berkata, datanglah orang ini dan orang itu,
tetapi ‘semua’ yang berbeban berat, yang sedang berduka, atau yang berdosa, bukan “agar Aku
menghukummu, tetapi agar Aku dapat mengampuni kamu. Datanglah kamu, bukan karena aku
memerlukan kemuliaanmu tetapi karena aku menginginkan keselamatanmu. “Dan Aku akan memberikan
kelegaan kepadamu”; bukan hanya menyelamatkanmu, tetapi lebih dari itu, “memberikan kelegaan”, yaitu
menempatkan kamu dalam ketenangan.

13
Wycliffe, Tafsiran Alkitab Masa Kini
ketenangan jiwa yang merupakan hakikat dari pengalaman rohani yang sejati,
ketenangan yang memerlukan penghapusan kesalahan akibat dosa dan pemilikan hidup
kekal. Beban-Ku pun ringan. Kewajiban-kewajiban yang tercakup dalam Injil
merupakan kewajiban luhur, dan kekuatan untuk menanggungnya disediakan melalui
kuk. Jika disimpulkan, maka secara kiasan istilah “kuk” memiliki arti “penundukan
paksa” dan “hukum/beban” yang harus dipikul karena sifatnya mengikat. Ada 2 jenis
penundukan menurut penulis blog.14

Pertama; Penundukan (perbudakan) atau pekerjaan yang sangat berat. Mungkin ini
merupakan akibat hukuman Allah atas orang berdosa. Allah memakai "kuk" sebagai
gambaran bagi orang yang terjerat dalam perbudakan dosa. Kuk merupakan symbol dari
penindasan (1 Raja 12:4; Kisa 15:10). Kuk juga berarti kesukaran atau ketaatan paksa
(Imamat 26:13; Ulangan 28:48; Yesaya 9:3; 10:27; 14:25; 47:6; 58:6, 9; Yeremia 2:20;
27:2-12; 28:2-14; 30:8; Ratapan 1:14; 3:27; Yehezkiel 34:27; Hosea 11:4; Kisah 15:10;
Galatia 5:1). Penundukan jenis pertama ini mungkin bukan kiasan yang dimaksud oleh
Kristus dalam Matius 11.

Kedua; Hukum yang mengikat. Pada Perjanjian Lama, Umat Allah tunduk
kepada Hukum Taurat, bisa juga dikatakan mereka di dalam Kuk Hukum Taurat.15
Sedangkan dalam Perjanjian Baru, Tuhan Yesus memberikan Kuk-Nya yang baru, yaitu
Hukum Kasih, Kuk-Nya yang baru ini dipikul-Nya bersama-sama dengan murid-Nya
(Matius 11:28-30).

Berkaca dari konteks, secara metaforis istilah ini lebih tepat diartikan sebagai
“beban/hukum”. Penekanan bahwa istilah “kuk” adalah beban disampaikan oleh Kristus
dalam ayat 30 dengan pernyataan bahwa “beban-Ku ini ringan”. Sedangkan arti “kuk”
sebagai penaklukan dapat digunakan dalam konteks kitab yang lain.

PERBANDINGAN KUK: FARISI VS YESUS KRISTUS


Membaca statemen Yesus Kristus “pikullah kuk-Ku”16 sepertinya mengandung arti
bahwa Dia sedang menawarkan Kuk yang baru, sebuah beban yang berbeda dengan kuk
yang selama ini dikenal oleh pendengarnya. Ini seperti sebuah pesan yang baru. Karena
itu “kuk” yang disebutkan oleh Yesus Kristus itu ringan, berbeda dengan kuk Israel yang
berat dan melelahkan. Mengapa Kristus menyebut kuk itu ringan padahal pemahaman
kaumYahudi tentang Kuk khususnya dalam Perjanjian Lama adalah sebuah beban yang
begitu berat? Karena Kristus sedang membandingkan Kuk-Nya dan Kuk ahli Farisi.

14
http://www.sarapanpagi.org/pikullah-kuk-matius-11-28-30-vt39.html#p93
15

Saya setuju dengan arti penundukan yang kedua bahwa kuk dalam Matius 11:28-30 lebih
tepat diartikan sebagai “hukum”. Kuk sebagai hukum yang mengikat ini merupakan pelayanan kepada
Tuhan oleh orang yang sungguh-sungguh percaya. Berbeda dengan Hukum Taurat yang berat yang jikalau
diperinci jumlahnya adalah 613 perintah (613 Mitsvot), Tuhan Yesus berkata-kata tentang Kuk yang
ringan (Matius 11:29-30) yang tidak melukai, Hukum/ Kuk-Nya yang baru ini adalah Hukum Kristus yang
juga dikenal dengan Hukum Kasih
16

Frasa "ζυγον μου“ (zugon mou) atau "ζυγος μου“ (zugos mou) lebih tepat diterjemahkan
“kuk-Ku” (my yoke). Tetapi LAI menterjemahkan menjadi "kuk yang kupasang”
A. “KUK” FARISI: HUKUM YANG MELELAHKAN
Kuk yang dimaksud dalam Matius 11:29 harus dilihat dari segi kiasan karena tidak
mungkin Yesus Kristus waktu itu sedang menawarkan balok kepada pengikutNya. Ini
adalah sebutan kiasan untuk "Hukum" yaitu "Hukum yang dipikul" atau hukum yang
harus dijalankan.
1. Jumlah Kuk Majemuk
Dalam sejarah Israel, Allah memberikan hukum-hukum yang begitu banyak kepada
mereka. Jika dihitung semuanya, maka total jumlah hukum yang harus dilaksanakan
berjumlah 613 perintah (613 Mitsvot)17. Cara penghitungan jumlah perintah ini dalam
dunia mistik berbeda dengan tradisi yudaisme18. Untuk penomoran hukum-hukum ini
perlu kajian yang lebih dalam.19
2. Tuntutan Pelaksanaan Kuk Sempurna
Dalam realisasinya, tidak ada pengecualian terhadap hukum ini. Semua hukum harus
dilakukan tanpa terkecuali. Yakobus yang adalah keturunan Yahudi menulis bahwa
melanggar satu perintah dari Hukum Taurat berarti melanggar keseluruhannya
(Yak.2:10) yang artinya keseluruhan perintah dari Hukum Taurat itu harus dilaksanakan
dengan sempurna. Karena itu beberapa kalangan menganggap bahwa kuk di sini

17
Makkoth 24a. Menurut Talmud (tractate Makkoth 23b), Ulangan 33:4 harus ditafsirkan
dalam makna Musa menyampaikan "Taurat" dari Allah kepada orang Israel: "Musa memerintahkan Taurat
kepada kita sebagai warisan bagi komunitas Yakub". Talmud mencatat bahwa nilai angka Ibrani
(gematria) kata "Torah" (="Taurat") adalah 611, dan gabungan antara perintah Musa yang berjumlah 611
dengan dua perintah pertama yang hanya didengar langsung dari Allah, jumlahnya menjadi 613.[6] Talmud
menunjuk asal angka 613 dari Rabbi Simlai, tetapi orang bijak lain yang memegang pandangan ini
termasuk Rabbi Simeon ben Azzai (Sifre, Deuteronomy 76) and Rabbi Eleazar ben Yose the
Galilean (Midrash Aggadah to Genesis 15:1). Juga dikutip dalam Midrash Shemot Rabbah 33:7, Bamidbar
Rabbah 13:15–16; 18:21 dan Talmud Yevamot 47b
18

 Rashi's commentary on Numbers 15:39 (from Numbers Rabbah 18). Banyak filsafat


Yahudi dan karya mistik (misalnya karya Baal ha-Turim, Judah Loew ben Bezalel (Maharal dari Prague)
dan para pemimpin Yudaisme Hasidut) mencari rujukan dan perhitungan ilhami sehubungan dengan
jumlah perintah ini. Jumbai tzitzit ("tepian yang bersimpul"; "knotted fringes") pada tallit ("selendang
sembahyang") dihubungkan dengan 613 mitzvot melalui penafsiran: komentator Taurat utama, Rashi,
mendasarkan jumlah simpul pada gematria kata tzitzit (bahasa Ibrani: ‫ציצת‬, ejaan dalam [[Alkitab}; ‫ציצית‬,
dalam ejaan Mishnah) bernilai 600. Tiap tzitzit terdiri dari 8 helai benang (digandakan dari 4 asalnya)
and 5 set simpul, berjumlah 13. Seluruh totalnya menjadia 613. Ini merujuk kepada konsep bahwa
mengenakan pakaian yang diberi tzitzit mengingatkan pemakainya kepada seluruh perintah Taurat.[7]

19
Babylonian Talmud, Sanhedrin 74a. Meskipun pernah dilakukan upaya untuk
mendaftarkan dan memberi penomoran seluruh perintah yang terdapat dalam Taurat, pandangan
tradisional mengacu kepada penomoran (enumeration) oleh Maimonides (pada abad ke-12 M). Seluruh
613 mitzvot terdiri dari "perintah positif", untuk dilakukan (mitzvot aseh), dan "perintah negatif", untuk
dilarang dilakukan (mitzvot lo taaseh). Perintah negatif berjumlah 365, yang bertepatan dengan jumlah hari
dalam satu tahun matahari, sedangkan perintah positif berjumlah 248, yang dikatakan merupakan jumlah
seluruh tulang dan organ utama dalam tubuh manusia, menurut Babylonian Talmud, Makkot 23b-24a).
Meskipun jumlah 613 disebutkan dalam Talmud, nilai pentingnya meningkat dalam sastra rabbinik di
kemudian hari, termasuk banyak karya yang memuat daftar atau disusun berdasarkan seluruh mitzvot. Tiga
jenis perintah negatif digolongan sebagai yehareg ve'al ya'avor ("Pengorbanan diri menurut hukum
Yahudi"; Self-sacrifice under Jewish Law), artinya "Orang seharusnya membiarkan dirinya dibunuh
daripada melanggarnya", yaitu pembunuhan, penyembahan berhala, dan hubungan badan yang dilarang
(Imamat 18).
berkaitan dengan pengajaran. Pengajaran yang berkaitan dengan perintah Allah,20 seperti
contohnya buku Sirakh.21 Ketatnya aturan pelaksanaan hukum dan pengajaran yang
dipaparkan oleh Yakobus memperlihatkan bahwa hukum-hukum majemuk ini sangat
melelahkan. Tidak hanya memberatkan, tuntutan standard sempurna terhadap semua
hukum tentu menjadi sebuah penindasan. Tak heran jika umat yang berusaha
melakukannya hidup dalam beban berat.

3. Waktu Memikul Kuk sejak Dini


Hukum-hukum Yudaisme diajarkan sejak anak-anak (Ul.6:4). Penafsiran terhadap teks
ini oleh Rabi Yahudi diterapkan secara ketat. Maka tidak heran dalam Tradisi Talmud,
pengajaran-pengajaran kitab secara keseluruhan telah diajarkan kepada anak-anak-
remaja. Kitab Ratapan mengindikasikan bahwa kuk itu memang seharusnya telah
ditanggung sejak masa muda. “Adalah baik bagi seorang pria memikul kuk pada masa
mudanya” (Ratapan 3:27).
Dalam adat Yudaisme, dikenal secara luas sebuah upacara yang disebut Bar-Mitsvah,
dimana seorang anak Yahudi yang berumur 12 atau 13 tahun wajib menjalani ritual
untuk menjadi ‘anak hukum’. Dalam upacara ini, secara simbolis anak itu
melakukan “aliyah” (naik) dan Bemah (menghadap mimbar untuk menerima kuk hukum
Taurat). Dalam berbagai tradisi non-Yahudi juga melakukan hal yang sama walau dalam
bentuk yang berbeda. Masa peralihan dari anak-anak menjadi remaja-dewasa di berbagai
belahan dunia memiliki tradisi-tradisi yang khas. Dalam tradisi Yahudi, upacara Bar-
Mitsvah adalah gambaran secara tradisional dari hukum yang dilukiskan sebagai pikulan
kuk.
Kuk yang tuntutannya sempurna tentu membebani seorang anak yang masih belia. Jika
sepanjang hidupnya harus memikul beban ini, tentu sangat meletihkan. Itu sebabnya
Kristus menyebut mereka sebagai insan yang “letih lesu dan ber-beban berat” dalam ayat
28.

4. Beban Kuk tidak dapat Dipikul


Menurut Rabbi Yahudi, sebagaimana dituliskan dalam salah satu kitab mereka, Mishnah
Pirkei Avot 3:5, bahwa tenyata Hukum Taurat itu berat dan membebani. Membebani
karena sifatnya itu lahiriah/kasat mata sehingga pelakunya cenderung hanya melihat
kekurangan orang lain. Matius 23:3-4 menjelaskan bahwa orang Farisi cenderung hanya
mengajarkan hukum-hukum ini. Mereka hanya menyampaikan perintah Allah kepada
khalayak ramai karena tidak mampu melakukannya. Karena itu Tuhan Yesus
menyatakan bahwa ahli Taurat dan orang Farisi telah meletakkan beban berat,
20
Kalangan Katolik memem-paralelkan konkordasi Matius 11:28-30 dengan Kitab Sirakh
21

5:23 “Hendaklah mendekati aku, hai kamu sekalian yang belum terdidik, dan hendaklah
tinggal di rumah pendidikan. 51:24 Mengapa kamu berkata bahwa kekurangan dalam hal-hal semacam itu,
dan karena apa hatimu sangat kehausan? 51:25 Aku telah membuka mulutku dan berbicara, perolehlah
semuanya tanpa bayaran. 51:26 Tundukkanlah tengkukmu di bawah kuk, dan hendaklah hatimu menerima
pengajaran. Dekatlah dia untuk ditemui. 51:27 Lihatlah dengan mata kepala sendiri bahwa hanya sedikit
saja aku berikhtiar, namun telah kutemukan banyak istirahat (Sirakh 51:23-27).
mempersulit dan menambah Hukum Taurat Musa, yang bukan berasal dari Tuhan tetapi
dari tradisi rabbinik (salah satu contoh Matius 7:1-3, tentang menghakimi). Jumlah
hukum yang mencapai 613 Mitsvot juga menjadi salah satu penyebab beratnya untuk
melakukan hukum ini.
613 hukum22 adalah penjabaran dari Taurat Musa, disusun oleh para rabi Yahudi (rabi
Rambam dan dimuat dalam Misyneh Torah dan Talmud, traktat Makot) menjadi 613
buah. Jika Sepuluh Firman ('ASERET HADEVARIM) diibaratkan sebagai Undang-
undang Dasar, maka Hukum Taurat merupakan Undang-undang (organik),
dan "MITSVOT" adalah Peraturan Pemerintah. 613 "MITSVOT" ini terdiri atas
248 "MITSVOT 'ASEH" (perintah) dan 365 "MITSVOT LO TA'ASEH" (larangan).
Konon katanya angka 248 merupakan jumlah tulang dalam tubuh manusia, dan 365
adalah jumlah hari dalam satu tahun. Maka, "Kuk Hukum Taurat" jelas sangat berat,
melelahkan, dan cenderung mustahil untuk dilakukan.
Dalam perkembangannya, khususnya di dunia modern sekarang banyak
dari mitzvot sekarang ini tidak dapat dilaksanakan, setelah kehancuran Bait Suci
Kedua di Yerusalem, meskipun masih mempertahankan nilai penting agamawinya.
Menurut salah satu perhitungan standar, Chofetz 23 menyebutkan bahwa 77 perintah
positif dan 194 perintah negatif yang dapat dilaksanakan saat ini. Bahkan menurut
HaCohen, 26 perintah hanya berlaku dalam wilayah Israel.24 Khusus untuk wanita, dalam
talmud ada perintah-perintah yang berhubungan dengan waktu di mana wanita tidak
perlu melakukan. Contohnya; shofar, sukkah, lulav, tzitzit dan tefillin).25 Dalam tradisi
yudaisme, sejumlah mitzvot bergantung kepada status seseorang dalam Yudaisme,
misalnya seorang imam (kohen) sedangkan ada yang hanya berlaku untuk kaum pria atau
yang hanya berlaku untuk para wanita.

5. Memikul Kuk tidak Membenarkan


Kuk “hukum taurat” tidak hanya jumlahnya yang banyak atau hanya sulit dilakukan,
tetapi juga harus sempurna secara keseluruhan. Dalam pelaksanaannya, tidak boleh ada
yang kurang atau terlewatkan. Yakobus paham akan hal ini sehingga dengan tegas dia
mengatakan, “Sebab barangsiapa menuruti seluruh hukum itu, tetapi mengabaikan satu
bagian dari padanya, ia bersalah terhadap seluruhnya” (Yak.2:10) LAI TB. Saya tidak

22
Keseluruhan 613 mitzvot dibagi menjadi tiga kategori umum: Pertama; Kategori mitzvot
yang disebut "Mishpatim", meliputi perintah-perintah yang dianggap sudah jelas, misalnya "Jangan
membunuh" atau "Jangan mencuri". Kedua; Kategori mitzvot yang disebut "Edot" ("kesaksian";
"testimonies"), yang merupakan kesaksian dalam cabang-cabang agama Yudaisme, misalnya
hari Sabat dikatakan memberi kesaksian pada kisah Allah menciptakan dunia dalam 6 hari dan beristirahat
pada hari ketujuh serta menguduskannya. Kategori mitzvot yang disebut "Chukim". Perintah-perintah ini
tidak mempunyai alasan yang jelas dan dianggap sebagai manifestasi murni kehendak Ilahi
23

Chofetz Chaim (1990). Sefer hamitzvot hakatzar (dalam Hebrew). Jerusalem: Feldheim,


hal 9, 16, 17.
24

hacohen, Yisrael Meir. The Concise Book of Mitzvoth: The Commandments which can be
Observed Today, Trans., Charles Wengrov. Feldheim, 1990
25

Talmud Kiddushin 29a
dapat membayangkan kerumitan yang harus dirasakan oleh kaum yudaisme yang
menjalankan “kuk” ini dengan keras.
Berita buruk lainnya; seandainya ada seseorang yang sanggup melakukan aturan-aturan
ini, usaha keras tersebut juga nyatanya tidak dapat dijadikan sebagai kebenaran atau
perbuatan yang memenuhi syarat untuk dibenarkan. Dihadapan Tuhan, tidak ada orang
yang saleh karena mampu memikul kuk Hukum Taurat yang jumlahnya sebanyak itu.
Karena itu Paulus menyebut usaha kerasnya menjadi murid Gamaliel yang berprestasi
sebagai sampah. Kepopulerannya dalam menyiarkan berita taurat kini dianggapnya sia-
sia. Dalam Galatia 2:16 dia menuliskan, “Kamu tahu, bahwa tidak seorangpun yang
dibenarkan oleh karena melakukan hukum Taurat, tetapi hanya oleh karena iman dalam
Kristus Yesus. Sebab itu kamipun telah percaya kepada Kristus Yesus, supaya kami
dibenarkan oleh karena iman dalam Kristus dan bukan oleh karena melakukan hukum
Taurat. Sebab: "tidak ada seorangpun yang dibenarkan" oleh karena melakukan hukum
Taurat” (LAI TB).
Penjelasan diatas tidak menentang atau menolak pentingnya hukum taurat. Paulus tidak
bermaksud melecehkan tradisi nenek moyangnya. Dia hanya membandingkan antara
kualitas taurat dan kasih karunia. Paulus mencontohkan dirinya sendiri dalam
pernyataannya di Filipi 3:1-21, “Tuhan Yesus Kristus adalah Anak Domba yang
sempurna dalam penebusan dosa. Kurban pengampunan dosa merupakah sentral dari
Ibadah menurut Hukum Taurat”.

II. KUK KRISTUS: HUKUM YANG MELEGAKAN

Seperti yang telah diulas sebelumnya, Kaum Israel dalam kehidupan sehari-hari
diperhadapkan dengan hukum-hukum yang sulit. Selain tidak mudah, perintah atau
larangannya banyak, ketat aturannya, dan memiliki konsekuensi sosial, moral, dan
spiritual jika tidak dilakukan. Tentu setiap orang yang berhasrat melakukannya akan
didera keletihan dan kelesuan. Yesus Kristus paham akan situasi ini karena Dia tumbuh
dalam tradisi Yudaisme. Karena itu, letih lesu yang diungkapkan Kristus dalam ayat 28
(Mat.11:28) adalah ungkapan yang berhubungan dengan kuk (hukum) yang
dimaksudkanNya dalam ayat 29 (Mat.11:29). Ada beberapa alasan mengapa Kristus
menyebut Kuk yang ditawarkan adalah sebuah beban yang ringan dan melegakan.

a. Kuk dipikul bersama


Letih lesu dan berbean berat yang diungkapkan Kristus dalam ayat 28 adalah ungkapan
yang berhubungan dengan kuk (hukum) yang dimaksudkanNya dalam ayat 29. Dalam
terjemahan Alkitab bahasa Indonesia memang tidak begitu terlihat dari mana sumber
beban yang maksud oleh Kristus. Misalnya dalam Terjemahan Lama, “Marilah kepada-
Ku, hai kamu sekalian yang berlelah dan yang menanggung berat”. Menanggung berat
seperti apa, menanggung berat yang bagaimana, tidak begitu jelas. Sama halnya dengan
Terjemahan Baru yang berbunyi, “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan
berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu”. Namun jika melihat teks
aslinya, beban berat (pephortismenoi) menggunakan diatesis pasif sehingga lebih tepat
jika diterjemahkan “telah dibebani”. Mereka berbeban berat bukan karena kesalahannya
tetapi karena dipasangkan kuk (hukum). Dengan kata lain Kristus hendak
membandingkan kuk (hukum taurat) yang membebani dengan kuk Kristus yang
menyegarkan.
Istilah “beban berat” dalam Matius 11:30 semakin terlihat sebagai sebuah beban yang
serius karena penggunaan kata “kupasang” dalam terjemahan baru. “Sebab kuk yang
Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan” (LAI TB). Frasa "ζυγον μου“ (zugon mou)
atau "ζυγος μου“ (zugos mou) diterjemahkan menjadi "kuk yang kupasang". Padahal
dalam teks aslinya tidak ada kata “kupasang” sehingga terjemahan yang lebih tepat
adalah "kuk-Ku” (zugon mou), atau my yoke (KJV). Apa perbedaan jika menghilangkan
kata “kupasang” dalam nats ini? Terjemahan "kuk yang kupasang" memberikan kesan
bahwa Yesus berada dalam posisi diluar atau hanya sekedar memasang "kuk" itu tanpa
peduli seberapa besar beratnya. Tetapi jika meniadakannya (karena memang dalam teks
asli tidak ada) makna frasa "ζυγος μου“ (zugos mou) menunjukkan bahwa Yesus ada
bersama-sama muridNya di dalam kuk itu. Kristus turut serta memikul kuk-Nya
sehingga siapapun yang hendak ikut memikul beban tersebut akan merasa ringan.
Karena itu dalam ayat 30 Kristus menyebut "beban-Ku itu ringan." Coba perhatikan, jika
Kristus Yesus ada diluar "kuk", ungkapan "beban-Ku itu ringan" menjadi tanpa arti atau
sulit dipahami. Berbeda dengan hukum taurat yang dibebankan langsung kepada orang-
orang yang hendak menjalankannya. Kuk Kristus ringan karena Dia ikut memikul.
Jangan lupa bahwa bahwa secara literal "kuk" itu dikenakan kepada 2 ekor binatang yang
memanggul bersama-sama. Dalam kasus tertentu, Kuk juga dapat di bawa atau dipikul
oleh dua atau tiga binatang. Karena itu coba bayangkan: "kuk" ini kita pikul bersama-
sama dengan TUHAN Yesus pada sebuah kereta dengan 2 ekor kuda, satu kuda adalah
kita dan satu kuda di sebelahnya adalah TUHAN Yesus. Sang kusir kereta
mengendalikan kereta dengan tali yang dihubungkan dengan "kuk," Sang kusir
mengendalikan keretanya ke kanan dan ke kiri, kapan melaju dan kapan berhenti. Namun
sang Kusir itu tidak hanya memberikan perintah, tetapi Ia juga memberikan bimbingan
sebab Sang Kusir itu juga sebagai "kuda" yang ada di sebelah kita.

b. Jumlah kuk disederhanakan


Kristus pun mengakui jika kedatanganNya ke dunia bukan untuk meniadakan hukum
taurat, malah untuk menggenapinya. Roma 10:4 menambahkan bahwa Kristus
adalah kegenapan hukum Taurat (end of the law), sehingga kebenaran diperoleh tiap-tiap
orang yang percaya. Kristus yang telah menggenapi tuntutan Hukum Taurat dengan
sempurna, dan Kristus pula yang membawa kesempurnaan Taurat terangkum
dalam hukum kasih. Antara menolak taurat dan menggenapinya memang sebuah
pernyataan yang membingungkan. Itu sebabnya sekarang dalam Matius 11:28-30 Kristus
membawa sebuah berita yang menggembirakan sekaligus dilematis. Menggembirakan
karena kuk versi Kristus dilakukan dengan mudah (ringan) namun di sisi lain tetap
merupakan sebuah beban. Kenapa kuk yang dipasangkan oleh Kristus menjadi ringan?
Salah satu jawaban yang dapat saya utarakan adalah karena hukum taurat yang 613
hukum itu telah disederhanakan oleh Yesus Kristus. Hukum Kristus yang lazim
disebut Hukum Kasih itu merupakan rangkuman dari seluruh Hukum Taurat. Hukum
terutama adalah mengasihi Tuhan dengan segenap hati (Mat.22:37), tetapi hukum yang
sama dengan itu adalah mengasihi sesama manusia (Mat.22:38-39). Dan pada kedua
hukum inilah seluruh hukum taurat dan kitab para nabi digantungkan (Mat.22:40).
Hukum kasih yang disampaikan oleh Kristus dalam Matius ini paralel dengan apa yang
diungkapkan oleh Paulus bahwa kasih adalah kegenapan dari hukum taurat (Rom.13:10).

c. Kuk Menghasilkan Kebenaran


Jika ditelisik, apakah ada kaum Israel yang berhasil melakukan seluruh 613 hukum itu?
Sepertinya tidak ada.26 Memang Rasul Paulus dengan berani mengatakan bahwa ia
melakukan hukum taurat secara sempurna. Filipi 3:6 menyebutkan bahwa Paulus “tidak
bercatat” mengenai ketaatannya terhadap hukum taurat. Tetapi ungkapan ini hanya
pembandingan kehidupan Paulus pra dan pasca mengikut Kristus.

Paulus dalam hal ini sepertinya hanya ingin menyampaikan bahwa seorang Yahudi asli,
seorang yang ahli dalam pengenalan terhadap Taurat. Dia juga muridnya guru besar Rabi
Gamaliel yang terkenal itu. Pesan yang disampaikannya adalah tentang beratnya
tantangan yang harus dialami oleh seseorang untuk mentaati hukum taurat tidak
sebanding dengan kasih karunia yang diterimanya dari Kristus. Karena itu kita hal yang
kontras dapat dilihat dalam ayat selanjutnya, dimana Paulus menyatakan bahwa itu
semua sia-sia saja. Semua jerih lelah, pengorbanan lahiriah, dan semua usaha kerasnya
tidak berguna karena tidak berdampak pada kekekalan. Pada puncak kesimpulannya,
Paulus bahkan mengatakan bahwa kebanggaan melakukan hukum taurat itu "kuanggap
Sampah!"

Dalam berjalannya waktu, tepatnya pada pengenalannya kepada Tuhan Yesus Kristus,
akhirnya Paulus sadar jika ternyata segala keletihan pelaksanaan Hukum Taurat yang dia
lakukan dengan "susah-payah" selama ini tidak sebanding dengan kemuliaan Kurban
Kristus. Tidak seringan dengan hukum kasih yang diajarkan oleh Kristus.

d. Kuk menghasilkan Penundukan (Belajar Lemah Lembut)


Seperti yang disinggung dalam pendahuluan di atas, sepertinya hubungan antara perintah
untuk memikul kuk dengan belajar kelemah-lembut-an tidak paralel. Seperti yang
dijelaskan sebelumnya bahwa salah satu makna “kuk” secara metafora adalah
“penundukan” atau “penaklukan”. Itu sebabnya mengapa kiasan "kuk" dipakai sebagai
lambang dari hukum. Binatang yang sangat liar dapat ditundukkan dengan menggunakan
“kuk”. Contoh, mustang adalah jenis kuda yang sangat liar, namun ia segera
menjadi jinak. Jinak di sini artinya “lemah lembut” ("πραος“- praos") seperti dalam ayat
29, “Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan
rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Apa artinya belajar kepadaKu?27
26
Beberapa orang mungkin berpendapat bahwa Paulus sungguh-sungguh tidak bercatat,
namun penulis menafsirkan istilah ini sebagai ungkapan hiperbola.
27
https://friendofgodministry.wordpress.com/pikullah-kuk-yang-kupasang-2. Penjelasannya;
biasanya satu dari dua binatang yang dipasangi kuk adalah yang sudah berpengalaman, sedangkan yang
Ketika "kuk" mengikat lehernya, maka binatang seperti banteng yang begitu buas dan
liar, dapat segera menjadi jinak ("πραος – praos"). Banteng tersebut masuk dalam
kendali tuannya, melaksanakan kemauan tuan-nya untuk membajak sawah, atau untuk
keperluan lainnya. Dalam nats ini "kuk" dipakai sebagai kiasan dari "hukum" yang
mengikat orang-orang agar dapat hidup dan bermasyarakat dengan teratur dan bisa
diatur/dipimpin. Seliar apapun kehidupan seseorang, jika dipasang kuk akan menjadi
lembut. Lalu mengapa perlu belajar lemah lembut kepada Kristus ?

Dalam Matius 11:29, Yesus telah menyatakan sifatnya yang lemah-lembut : "Karena
Aku ini praos" ("jinak"), sayang sekali kata Yunani πραος - praos ini tidak ada
padanannya dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris.28 Kata Yunani πραος -
praos ini, menunjuk pada kata sebelumnya yaitu kata "kuk" ( zugos). Melalui
pemahaman ini, kita mendapatkan korelasi antara kata "kuk" dan "lemah-lembut" (yang
mungkin dalam Alkitab terjemahan tidak dapat kita mengerti maksudnya, namun dengan
menelaah arti kata dalam bahasa asli Yunani, korelasi keduanya dapat kita mengerti).
Yesus Kristus merupakan figur yang sungguh-sungguh πραος - praos, Ia tahu kapan
harus lembut dalam mengajar, juga terhadap para pendosa yang mau bertobat, Ia tahu
kapan Ia harus keras mengajar ketika menghadapi orang-orang munafik, dan Ia "jinak"
(taat seturut hukum/ perintah dari Bapa) terhadap tugasNya yang diemban, Ia taat sampai
akhir dalam masa inkarnasi-Nya di bumi untuk misi penyelamatan manusia.
Kristus lemah lembut karena dalam kapasitasNya yang mampu turun dari salib, mampu
memporak-porandakan pasukan Roma yang hendak mengeksekusi-Nya, Dia “ikhlas”
menjadi korban pengampunan dosa. Kristus menghubungkan hukum-Nya dengan apa
yang Dia lakukan.

Perbandingan dalam dunia sekuler kira-kira begini: Apa yang harus dilakukan oleh
seorang Kepala Negara untuk mengatur negaranya yang sedang kacau? Ia harus
membuat peraturan/ hukum. Apa yang membuat suatu negara itu menjadi stabil dan
terkendali? Ketika hukum itu dilaksanakan dengan baik. Negara yang dipimpin dengan
baik, juga didukung oleh Hukum yang baik. Demikian pula Allah mengatur kehidupan
umatNya, Ia membuat hukum-hukum. Bedanya, hukum yang Dia buat dalam Matius
11:28-30 adalah hukum yang baru, ringan dan melegakan. Berbanding terbalik dengan
ratusan hukum yang diajarkan oleh kaum Farisi.

KESIMPULAN TEOLOGIS:
satunya akan belajar darinya.  Tidak seperti imam-imam dan ahli-ahli taurat, yang hanya bisa ngomong
tetapi tidak melakukan apa yang mereka ajarkan.   Yesus mengajarkan kepada kita untuk menjadi
muridnya.  Yesus akan mengajar kita apa yang sudah Ia kerjakan.  Yesus tidak mengajar dengan
kesombongan dan tangan besi, tetapi Ia akan mengajar dengan Kasih dan Teladan.  Buluh yang sudah
terkulai tidak akan dipatahkannya!

28
Banyak penafsir yang menggunakan teori Aristoteles tentang kelemahlembutan untuk
memahami istilah “lemah lembut” dalam Matius 11:28-30. Aristoteles menyebutkan bahwa “lemah
lembut” adalah sebuah sikap yang berada di antara marah yang berlebihan dan sama sekali tidak pernah
marah. Istilah lain yang dia gunakan adalah “marah pada waktunya”.
1. Marilah kepadaku yang letih lesu dan dibebani beban berat: Himbauan ini
ditujukan oleh Kristus kepada orang-orang Yahudi yang selama ini terbebani atau
lebih tepatnya “dibebani” dengan hukum-hukum yang bersifat: banyak, rumit,
harus sempurna pelaksanaannya, dilakukan sejak remaja, dan hasil akhir tidak
membenarkan.
2. Pikullah Kuk-Ku yang ringan: Sebuah hukum yang baru yiatu hukum kasih
yang melegakan kehidupan setiap orang yang melakukannya. Kristus tidak
sedang menambahi beban pendengar, tetapi sedang menawarkan kuk yang
berbeda.
3. Belajar kelemah-lembutan: Praus (meekness) bukan kelemahan atau kelentikan
tubuh, tetapi hati yang lembut untuk ditundukkan, sikap liar yang dijinakkan.

Anda mungkin juga menyukai