Anda di halaman 1dari 3

Lembaga Manajemen Kolektif Nasional dibentuk oleh pemerintah sedangkan

Lembaga Manajemen Kolektif dibentuk melalui tata cara pendaftaran badan hukum

bahwa eksistensi antara LMKn dan LMKN tersebut dapat dilihat melalui dua
perspektif, yaitu perspektif perdata dan administrasi negara. Dari perspektif perdata,
LMKn berada dalam ranah privat yang didasarkan dengan ketentuan-ketentuan dalam
UUHC. Sedangkan, apabila dilihat dari sisi administrasi negara, LMKN yang diatur
melalui PP No. 56 Tahun 2021 merupakan sebagai lembaga bantu pemerintah yang
menangani urusan pemerintahan.24 Sehingga, apabila merujuk dari sisi privat di atas,
hubungan antara para pihak dengan LMK dan LMKn akan didasarkan kepada
klausula-klausula yang akan disepakati dalam perjanjian yang dibuatnya, dimana
kesepakatan tersebut akan mengikat bagaikan undang-undang antar para pihak.25
Dengan demikian, seyogianya intervensi negara jangan terlalu dominan terhadap
pengaturan dan hubungan secara privat tersebut, bahkan sebaiknya tidak mencampuri
urusan privat sepanjang tidak bertentangan dengan ketertiban dan kepentingan umum

A. Kewenangan LMK dan LMKN terkait penarikan royalti dalam Pasal 12


ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 Tentang
Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik dan Pasal 87 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta

1. Analisis Kewenangan Lembaga Manajemen Kolektif terkait dengan


Penarikan Royalti

•LMK dibentuk berdasarkan permohonan izin operasional kepada menteri.


Untuk memperoleh izin operasional, LMK harus memenuhi persyaratan dan
ketentuan berdasarkan Pasal 88 Undang-Undang Hak Cipta.

•LMK tidak dapat dibentuk secara bebas karena perlu mendapatkan izin
operasional untuk lembaga tersebut dapat beroperasi. Karena, LMK yang tidak
memiliki izin operasional dari Menteri dilarang menarik, menghimpun, dan
mendistribusikan Royalti.

•Pengguna komersial yg memanfaatkan hak ekonomi tersebut dapat membuat


perjanjian dengan Lembaga Manajemen Kolektif yang berisi kewajiban untuk
membayar Royalti atas Hak Cipta dan Hak Terkait yang digunakan sebagaimana
dikatakan dalam Pasal 87 UU Hak Cipta.

2. Analisis Kewenangan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional Terkait


dengan Penarikan Royalti

•LMKN melakukan penarikan royalti dari orang yang melakukan penggunaan


secara komersial lagu dan/atau musik dalam bentuk layanan publik bersifat
komersial untuk pencipta, pemegang, hak cipta, dan pemilik hak terkait yang
telah menjadi anggota dan belum menjadi anggota suatu LMK.
•Royalti Pencipta atau pemegang hak terkait yang tidak diketahui dan/atau
belum menjadi anggota dari suatu LMK disimpan dan diumumkan oleh LMKN
selama 2 (dua) tahun. dan dalam jangka waktu tersebut bila pencipta telah
menjadi anggota LMK maka royalti akan didistribusikan, namun apabila pencipta
belum menjadi anggota LMK, maka royalti akan digunakan sebagai dana
cadangan oleh LMKN.

•Royalti yang didistribusikan dilakukan berdasarkan laporan penggunaan data


lagu dan/atau musik yang ada dalam SILM yaitu Sistem Informasi Lagu dan/atau
Musik yang merupakan sistem informasi dan data yang digunakan dalam
pendistribusian royalti lagu dan/atau musik.

3. Tumpang Tindih Kewenangan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional


dengan Lembaga Manajemen Kolektif terkait dengan Penarikan Royalti

•Pasal 1 Angka 22 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta


yang mendefinisikan mengenai tugas dan kewenangan yang dimiliki LMK
sebagai pengelola hak ekonomi untuk melakukan penarikan dan juga
mendistribusikan royalti kepada pemilik hak cipta dan hak terkait berdasarkan
Pasal 87 Ayat (1) dan (2) yang menyatakan bahwa lembaga yang dapat
menghimpun royalti adalah LMK

•kewenangan LMKN dalam mengelola dan menghimpun royalty yang disimpan


sebagai dana operasional seperti yang diatur di dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 56 Tahun 2021 bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2014 tentang Hak Cipta.

•Dalam UU tersebut, kewenaan penggunaan dana royalty dikumpulkan kepada


LMK dan bukan kepada LMKN sebagaimana dilihat dari Pasal 91 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

B. Pengaturan penarikan royalti bagi pencipta yang tidak tergabung dalam


LMK

1. Pengaturan Penarikan Royalti Bagi Pencipta dalam Rezim Hak Cipta

 Pasal 1 angka 22 maupun penjelasannya tidak mengatur lebih jauh


tentang siapa yang berhak mengajukan permohonan untuk mendirikan
Lembaga Manajemen Kolektif. seluruh warganagera Indonesia, organisasi
di Indonesia dengan memenuhi persyaratan
 Sementara itu, di Indonesia tidak mengaturnya secara tegas, sehingga
membuka peluang untuk multi tafsir.

2. Konsep Pengaturan Penarikan Royalti Bagi Pencipta yang Tidak


Tergabung dalam Lembaga Manajemen Kolektif

 ketentuan mengenai Lembaga Manajemen Kolektif Nasional tidak diatur


lebih lanjut dalam Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
terkait dengan penggunaan Lisensi kepada pihak ketika yang dimaksud.
 kewenangan LMKN untuk dapat menghimpun dan/atau menarik royalti
dari pengguna yang mana pencipta atau pemilik hak terkait yang belum
menjadi anggota dari suatu LMK tidak sejalan dengan UU.
 Artinya apabila mengacu pada Pasal 87 Ayat (1) Undang-Undang Nomor
28 Tahun 2014, apabila pencipta, pemilik hak cipta, atau pemilik hak
terkait bukan merupakan anggota LMK, maka tidak dapat melakukan
penaikan royalti kepada para pengguna komersial.
 Bentuk keanggotaan suatu LMK mengacu pada Pasal 88 ayat (2) Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2014 yang mana mendapatkan terlebih dahulu
persetujuan dari pencipta atau pemilik hak terkait.

Anda mungkin juga menyukai