Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH MANAJEMEN PERPAJAKAN

PENERAPAN METODE PENCATATAN PENGALIHAN HARTA


PADA PELEBURAN PT XL AXIATA TBK DAN PT AXIS
TELEKOM INDONESIA

Oleh:
GANDHI BAYU ANANG KOESMAWAN 2111070182
RICA RULLIYANTI 2111070198
VINA YUNIAR CHAFIFAH 2111070222

INSTITUT KEUANGAN PERBANKAN DAN INFORMATIKA ASIA


(ASIAN BANKING FINANCE AND INFORMATICS INSTITUTE)
PERBANAS
JAKARTA
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
2023
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbilalamiin puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah Manajemen Perpajakan ini yang
berjudul “PENERAPAN METODE PENCATATAN PENGALIHAN HARTA PADA
PELEBURAN PT XL AXIATA TBK DAN PT AXIS TELEKOM INDONESIA” tepat pada
waktunya. Penulis menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa Perbanas Institut khususnya dan pembaca pada
umumnya.

Jakata, 15 Februari 2023


Penulis

Kelompok Manajemen Perpajakan-11


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan (KUP), “pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang
oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Sifat memaksa atas pembayaran
pajak ini adalah sebagai salah satu pemasukan yang diperoleh negara untuk
kepentingan bersama negara.
Jenis perpajakan yang diterapkan di Indonesia adalah Pajak Pertambahan Nilai,
Pajak Penghasilan, Pajak Bumi dan Bangunan, Pajak penjualan atas Barang Mewah,
Bea Materai dan jenis pajak lainnya. Di setiap jenis perpajakan yang diakui, memiliki
tarif beserta pengukuran yang berbeda, bahkan aturan yang digunakan untuk wajib
pajak dan wajib badan pula memiliki perbedaan dalam aturan yang berlaku.
Perusahaan di era semakin berkembang, juga harus dipaksa mengikuti
perkembangan yang ada, namun dengan catatan memiliki penyajian laporan
keuangan yang baik. Sebagai Sebagian orang, laporan keuangan yang baik adalah
perusahaan yang memiliki laba tinggi, tidak kita pungkiri bahwasanya laba memang
sangat penting untuk mengukur sebarap baik perkembangan perusahaan kedepannya.
Namun, yang paling penting di sini adalah, cara pengukuran hingga menghasilkan
penyajian laporan keuangan yang sesuai dengan peraturan yang berlaku adalah poin
pentingnya.
Laporan keuangan memiliki makna kegunaan jangka Panjang, perusahaan dapat
melihat seberapa optimalnya struktur organisasi yang diterapkan, metode pencatatan
yang digunakan, dan bagaimana keputusan perusahaan setiap evaluasi keuangan
setiap tahun. Hasil penyajian laporan keuangan ini pula tidak hanya bermanfaat untuk
perusahaan, namun juga untuk bagian eksternal seperti pemegang saham. Pihak-pihak
ini lah yang mengukur seberapa optimalnya perjalanan perusahaan melalui laporan
keuangan
Perusahaan yang bergerak di bidang maufaktur, jasa, kontraksi, dan perusahaan
pemerintah maupun swasta, memiliki cara pengukuran laporan keuangan yang
berbeda. Semua penggukuran harus mengacu pada peraturan yang ada, seperti PSAK,
PMK, PP maupun peraturan lainnya yang biasanya sebagai landasan perusahaan
mengeluarkan peraturan internal. Begitupula kertas kerja saat pengkuran transaksi
juga memiliki ketentuan yang harus diperhatikan.
Pada kasus “PENERAPAN METODE PENCATATAN PENGALIHAN HARTA
PADA PELEBURAN PT XL AXIATA TBK DAN PT AXIS TELEKOM
INDONESIA” diharapkan dapat menilai apa saja metode pencatatan pengalihan harta
yang harus diperhatikan seluruh perusahaan, dan bagaimana bentuk pencatatannya.
Itu merupakan tujuan makalah ini disusun.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang menjadi landasan penulis dalam Menyusun
makalah ini, maka dapat dihasilkan rumusan masalah sebagai acuan penyusunan
makalah. Rumusan masalah makalah ini adalah bagaimana Penerapan Metode
Pencatatan Pengalihan Harta pada Peleburan PT XL Axiata Tbk. dan PT Axis
Telekom Indonesia.
1.3 Tujuan
Tujuan Menyusun makalah ini adalah untuk menganalisis pengaruh peleburan
kedua perusahaan dalam pencatatan metode pengalihan hartanya, serta dalam
penyusunannya juga dapat menjadi bentuk evaluasi PT XL Axiata Tbk. dan PT Axis
Telekom Indonesia dalam pengukuran pengalihan harta.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengertian Penggabungan, Peleburan, Pemekaran dan Pengambilalihan
Usaha
Menurut UU Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,
“Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu perseroan atau
lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada yang
mengakibatkan aktiva dan pasiva dari perseroan yang menggabungkan diri beralih
karena hukum kepada perseroan yang menerima penggabungan dan selanjurnya
status badan hukum perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.”
Menurut UU Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, “Peleburan
adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua perseroan atau lebih untuk
meleburkan diri dengan cara mendirikan satu perseroan baru yang karena hukum
memperoleh aktiva dan pasiva dari perseroan yang meleburkan diri dan status badan
hukum perseroan yang meleburkan diri berakhir karena hukum.”
Penjelasan Pasal 2 Ayat 2 Huruf A Angka 12 UU Nomor 20 Tahun 2000,
“Pemekaran usaha adalah pemisahan suatu badan usaha menjadi dua badan usaha
atau lebih dengan cara mendirikan badan usaha baru dan mengalihkan sebagian
aktiva dan pasiva kepada badan usaha baru tersebut yang dilakukan tanpa melikuidasi
badan usaha yang lama.”
Menurut UU Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,
“Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau
orang perseorangan untuk mengambil alih saham perseroan yang mengakibatkan
beralihnya pengendalian atas perseroan tersebut.”
2.1.2 Peraturan Penggabungan, Peleburan, Pemekaran dan Pengambilalihan
Usaha
Pada dasarnya nilai perolehan atas pengalihan harta yang dialihkan dalam
rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, dan pengambilalihan usaha adalah
menggunakan harga pasar sesuai dalam Pasal 10 Ayat 2 UU PPh yang menyebutkan
bahwa “Nilai perolehan atas pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi,
penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha
adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar,
kecuali ditetapkan oleh Menteri Keuangan.”
Peraturan yang dijadikan landasan pengakuan pengalihan harta perusahaan
saat terjadinya penggabungan, peleburan, pemekaran, dan pengambilalihan usaha
menggunakan nilai buku ada pada Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 56/PMK.010/2021 Tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 52/PMK.010/2017 Tentang Penggunaan Nilai Buku atas
Pengalihan dan Perolehan Harta dalam Rangka Penggabungan, Peleburan,
Pemekaran, atau Pengambilalihan Usaha.
Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 56/PMK.010/2021 diatur
beberapa syarat penggunaan nilai buku pada saat transaksi penggabungan, peleburan,
pemekaran, dan pengambilalihan usaha sebagai berikut:
a. Penggabungan usaha yang dapat menggunakan nilai buku yaitu:
- Penggabungan dari 2 atau lebih wajib pajak badan dalam negeri yang
modalnya terbagi atas saham dengan cara mengalihkan seluruh harta &
kewajiban kepada salah satu WP badan yang tidak mempunyai sisa kerugian
fiskal atau mempunyai sisa kerugian fiskal yang lebih kecil dan
membubarkan WP badan yang mengalihkan harta & kewajiban tersebut.
- Penggabungan dari badan hukum yang didirikan atau bertempat kedudukan
di luar negeri dengan WP badan dalam negeri yang modalnya terbagi atas
saham, dengan cara mengalihkan seluruh harta & kewajiban badan hukum
yang didirikan atau bertempat kedudukan di luar negeri kepada WP badan
dalam negeri yang modalnya terbagi atas saham dan membubarkan badan
hukum yang didirikan atau bertempat kedudukan di luar negeri yang
mengalihkan harta dan kewajiban tersebut.
b. Peleburan usaha yang dapat menggunakan nilai buku yaitu:
- Peleburan dari 2 atau lebih WP badan dalam negeri yang modalnya terbagi
atas saham dengan cara mendirikan badan usaha baru di Indonesia dan
mengalihkan seluruh harta & kewajiban kepada WP badan baru serta
membubarkan WP badan yang melebur tersebut
- Peleburan dari badan hukum yang didirikan atau bertempat kedudukan di luar
negeri dengan WP badan dalam negeri yang modalnya terbagi atas saham,
dengan cara mendirikan badan usaha baru di indonesia dan mengalihkan
seluruh harta dan kewajiban kepada badan usaha baru serta membubarkan
badan hukum yang didirikan atau bertempat kedudukan di luar negeri dan
WP badan dalam negeri yang melebur tersebut.
c. Pemekaran usaha yang dapat menggunakan nilai buku yaitu:
- WP yang belum GO Public sepanjang seluruh badan usaha hasil pemekaran
melakukan penawaran umum perdana
-
WP yang telah GO Public sepanjang seluruh badan usaha hasil pemekaran
melakukan penawaran umum perdana
- WP badan yang melakukan pemisahan unit usaha syariah dalam rangka
menjalankan kewajiban pemisahan usaha berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan
- WP badan dalam negeri sepanjang badan usaha hasil pemekaran
mendapatkan tambahan modal dari penanam modal asing paling sedikit 500
Miliar rupiah
- WP BUMN yang menerima tambahan penyertaan modal negara RI sepanjang
pemekaran dilakukan terkait pembentukan perusahaan induk BUMN.
d. Pengambilalihan usaha yang dapat menggunakan nilai buku yaitu:
- Pengambilalihan usaha yang menggunakan nilai buku yaitu penggabungan
dari WP bentuk usaha tetap yang menjalankan kegiatan di bidang usaha bank
dengan WP badan dalam negeri yang modalnya terbagi atas saham, dengan
cara mengalihkan seluruh atau sebagian harta & kewajiban BUT kepada WP
badan dalam negeri yang modalnya terbagi atas saham dan membubarkan
BUT tersebut.
Acuan dasar perhitungan pengalihan harta memiliki dua metode, yaitu
menggunakan nilai buku dan nilai pasar. Kedua metode ini memiliki pengacuan cara
hitung yang berbeda, maka nilai buku dapat diartikan sebagai nilai asset yang tercatat
pada pembukuan akuntansi yang sudah dikurangi oleh nilai penyusutan. Sedangkan
untuk nilai pasar adalah nilai yang mengacu pada nilai penjualan pasar.
Penggunaan nilai pasar dan nilai buku pada penggabungan, peleburan,
pemekaran usaha, dan pengambilalihan usaha menimbulkan aspek perpajakan yang
berbeda yang sudah dirinci pada table berikut ini:
Nilai Pasar Nilai Buku Dasar Hukum
PPh Keuntungan karena Bagi pihak yang UU No 36 Tahun
likuidasi, menerima dan memberi 2008
penggabungan, penghasilan juga tidak
peleburan, pemekaran, ada keuntungan atau
pemecahan, atau kerugian akibat
pengambilalihan usaha penerimaan harta
merupakan objek
pajak

PPh Final Pengalihan aktiva Tidak Dikenakan UU No 36 Tahun


berupa tanah dan/atau Pajak Penghasilan 2008 dan PP
bangunan Final dari pengalihan Nomor 34 Tahun
merupakan objek hak atas tanah dan/atau 2016
PPh final bangunan
PPN Pengalihan BKP Atas pengalihan harta UU No 42 Tahun
dalam rangka dalam rangka 2009
penggabungan, penggabungan atau
peleburan, pemekaran, peleburan usaha tidak
pemecahan, dan terhutang PPN
pengambilalihan usaha
dengan syarat pihak
yang melakukan
pengalihan dan yang
menerima pengalihan
adalah Pengusaha
Kena Pajak
BPHTB Bagi perusahaan yang Perusahaan dapat UU No 20 Tahun
menerima atas harta menerima 2000 dan PER-
berupa tanah dan pengurangan BPHTB 16/PJ/2005
bangunan terutang sebesar 50% dengan
BPHTB syarat yang berlaku
Penyusutan Aset yang diterima Wajib pajak yang PMK
oleh WP yang menerima pengalihan 52/PMK.010/2017
menerima pengalihan harta mencatat nilai
disusutkan dengan perolehan harta tersebut
dasar penyusutan sesuai dengan nilai
harga perolehan buku fiskal
(harga pasar)
Kompensas Kompensasi kerugian Wajib pajak yang PMK
i Kerugian fiskal Wajib Pajak melakukan merger atau 52/PMK.010/2017
Fiskal yang mengalihkan peleburan dengan
harta tidak dapat menggunakan nilai
dialihkan kepada buku tidak boleh
wajib pajak yang mengkompensasikan
menerima penghasilan. kerugian/sisa
kerugian dari wajib
pajak yang
menggabungkan
Angsuran - Nilai angsuran PPh 25 PMK
PPh 25 penerima harta setelah 52/PMK.010/2017
penggabungan,
peleburan, atau
pengambilalihan usaha
tidak lebih kecil dari
penjumlahan angsuran
pajak penghasilan pasal
25 dari wajib pajak
yang terkait
sebelumnya

2.1.3 Prosedur Pencatatan Akuntansi


Setiap perusahaan memiliki alasan dan tujuan disetiap pengambilan putusan yang
ditetapkan, pengambilan keputusan juga pasti sudah didiskusikan Bersama dengan
landasan kesepakatan bersama. Berikut beberapa alasan dan tujuan perusahaan
melakukan merger, peleburan, pemekaran dan pengambila alihan usaha:
1. Manfaat biaya. Fasilitas dan keuntungan perusahaan akan semakin besar
disetiap tahunnya, begitu pula dengan biaya yang dikeluarkan, maka
ditetapkan penggabungan usaha untuk memperoleh keuntungan besar dengan
pengeluaran yang kecil
2. Risiko lebih rendah. Pembelian dan menciptakan produk baru memerlukan
risiko yang besar, salah satunya resiko kegagalan. Maka diperlukannya
peggabungan usaha untuk adanya minimalisir risiko yang ada.
3. Penundaan operasi lebih sedikit. Dengan resiko yang tidak begitu besar, maka
keberhasilan yang diperoleh juga pasti besar.
4. Mencegah pengambilalihan. Perusahaan bertujuan bergabung untuk tujuan
mencegah pengambil alihan usaha.
5. Akuisisi harta tidak berwujud. Akusisi atas hak paten, hak atas mineral,
database pelanggan, atau keahlian manajemen mungkin menjadi faktor utama
yang memotivasi suatu penggabungan usaha
6. Alasan-alasan lain. Manfaat yang dimaksud di sini bisa jadi untuk
memperoleh manfaat pajak, selain itu walaupun manfaat yang disebutkan di
atas banyak, jika perusahaan memutuskan bergabung dientitas lain maka akan
adanya pengurangan SDM, ini resiko besar yang harus dipetakan perusahaan.
Pencatatan akuntansi akan berpengaruh jika perusahaan mengambil keputusan
merger, peleburan, pemekaran dan pengambilalihan usaha, salah satunya adalah
catatan di sisi saham. Terdapat dua metode pencatatan yaitu pencatatan pembelian
(purchase) dan penyatuan kepentingan (pooling of interest).
Metode pembelian di sini akan berpengaruh pada kepemelikan uang tunai selain
biaya penggabungan dan biaya saham yang dikeluarkan oleh perusahaan pembeli
(perusahaan yang digabungkan), serta akan adanya perubahan kepemilikan usaha.
Secara akuntansi dasar pencatatannya adalah nilai pengeluaran atas pembelian
pemilik baru, yang mana harga perolehan atas akusisi pemilik barulah yang menjadi
dasar nilai neto yang dicatat disisi perusahaan pembeli. Selain itu, hasil dari
penggabungan usaha adalah adanya penambahan nilai asset dan hutang maka dasar
pengolahan nilai asset dan hutang akan berbeda dari sebelum melakukan
penggabungan usaha. Akuisis penggabungan usaha yang diakui sebagai income
adalah nilai pendapatan dan usahanya saja. Pada bagian akhir biaya yang berkaitan
dengan penggabungan usaha akan diperlakukan sebagai bagian harga perolehan,
sedangkan biaya penerbitan saham akan mengurangi agio saham. Hal yang
diperhatikan pada metode purchase yang pertama ini adalah setelah dilakukannya
penggabungan usaha, maka usaha sebelum penggabungan akan dibubarkan secara
permanen.
Metode purchase yang kedua adalah dengan mengakuisisi nilai saham yang
didapatkan, maka seluruh nilai saham yang usahanya diakuisisi akan diberikan oleh
perusahaan yang mengakuisisi. Dan metode purchase terakhir adalah dengan cara
konsolidasi dan mengakuisisi nilai asset serta sahamnya, lalu membuat perusahaan
baru dengan nama perusahaan yang digabungkan.
Selanjutnya metode penyatuan kepentingan (polling of interest) adalah dengan
cara keberlangsungan kedua perusahaan atau lebih ini tetap dilaksanakan
sebagaimana mestinya, dan tidak saling mendominasi satu sama lain. Hanya saja,
perbedaannya adalah dengan cara menggabungkan kedua belah laporan keuangan
yang biasanya disebut sebagai laporan keuangan konsolidasi.
Dikarenakan pencatatan dilakukan dengan dasar nilai buku maka tidak terdapat
nilai wajar atau nilai pasar pada penggabungan usaha ini. Jika terdapat selisih antara
jumlah yang dibukukan dengan sebagai modal saham yang diterbitkan dengan jumlah
modal saham yang diperoleh maka selisih ini harus disesuaikan terhadap ekuitas atau
modal sendiri. Biaya penggabungan dan biaya penerbitan saham diakui sebagai beban
pada periode saat terjadi penggabungan usaha.
Accounting Principle Board dalam opinion 16 mengatakan penerapan metode
pooling of interest harus memenuhi 12 kriteria sebagai berikut:
1. Atribut perusahaan yang bergabung.
a. Masing-masing perusahaan yang bergabung merupakan perusahaan yang
otonom dan bukan merupakan anak perusahaan atau divisi suatu
perusahaan paling tidak 2 tahun sebelum rencana penggabungan usaha
dilakukan
b. Masing-masing perusahaan yang bergabung adalah independen antar
mereka
2. Karakteristik Penggabungan.
a. Penggabungan efektif dalam satu transaksi atau dapat diselesaikan sesuai
rencana dalam waktu paling lama satu tahun sejak rencana penggabungan
usaha dilakukan
b. Saham yang ditawarkan adalah jenis saham yang memiliki hak suara dan
identik dengan jenis saham yang dimiliki oleh mayoritas pemegang saham
yang sekarang
c. Tidak satupun dari perusahaan yang bergabung mengubah entitas
sahamnya untuk mengantisipasi penggabungan usaha paling tidak dua
tahun sebelum rencana penggabungan dilakukan atau antara rencana
penggabungan dengan waktu efektif penggabungan
d. Masing-masing perusahaan yang bergabung hanya dapat memperoleh
kembali sahamnya karena diamanatkan oleh perjanjian penggabungan dan
tidak satupun perusahaan yang bergabung memperoleh/menarik sahamnya
lebih dari jumlah normal antara waktu rencana dan waktu efektif
penggabungan
e. Rasio antar pemegang saham dalam suatu perusahaan yang digabungkan
tidak mengalami perubahan setelah perusahaan tersebut digabungkan
f. Hak suara pemegang saham tetap terjaga dalam perusahaan gabungan.
Hak tersebut tidak boleh dikurangi atau dibatasi penggunaanya untuk
suatu periode
g. Penggabungan benar-benar dapat direalisasikan secara efektif pada
tanggal yang telah ditentukan, tidak ada masalah-masalah yang
berhubungan dengan sekuritas atau hal-hal lain yang ditunda atau belum
dapat diselesaikan.
3. Ketiadaan transaksi yang direncanakan.
a. Perusahaan yang menerima penggabungan tidak setuju baik langsung atau
tidak langsung untuk menghentikan peredaran sebagian atau seluruh
saham yang diterimanya sebagai efek penggabungan
b. Perusahaan yang menerima penggabungan tidak melakukan perjanjian
financial yang menguntungkan mantan pemegang saham perusahaan yang
digabungkan, seperti garansi untuk utang yang dijamin oleh saham yang
diterbitkan dalam penggabungan
c. Perusahaan yang menerima penggabungan tidak bermaksud
merencanakan untuk menghentikan atau menjual penggunaan mantan
asset penting yang dimiliki oleh perusahaan yang digabungkan, kecuali
asset yang secara wajar tidak diperlukan lagi karena kelebihan kapasitas
dan duplikasi fasilitas.
2.1.4 Prosedur Pencatatan Perpajakan
Penggabungan usaha merupakan dua atau lebih perusahaan yang digabungkan
menjadi satu nama perusahaan. Dalam akuntansi terdapat dua metode yaitu
purchase dan pooling of interest. Metode by pourchase adalah harta kekayaan
yang diperoleh dari badan usaha yang dicatat dan diakui sebesar nilai pasarnya.
Maka hal ini membuat adanya pengakuan atas aktiva tidak berwujud (goodwill),
yang mana diperoleh dari selisih lebih antara biaya perolehan dan bagian
perusahaan pengakuisisi atas nilai wajar aktiva dan kewajiban yang dapat
diidentifikasi pada tanggal transaksi.
Berbeda halnya jika pengakuan dengan metode pooling of interest, maka
jumlah harta, hutang maupun hak pemagang saham dari masing-masing
perusahaan yang menggabungkan diri akan dicatat dan diakui sesuai dengan nilai
bukunya. Maka jika menggunakan metode ini tidak akan adanya penimbulan atas
adanya goodwill.
Implikasi kedua metode ini terhadap perpajakan yaitu pihak fiskus dalam hal
ini Direktorat Jenderal Pajak pada mulanya tidak mengizinkan untuk
menggunakan metode pooling of interest apabila melakukan penggabungan
usaha, karena dengan metode ini tidak dihasilkan taxable income atau objek
pajak penghasilan. Pada metode ini jumlah harta, hutang dan hak para pemegang
saham dicatat dan diakui sesuai dengan nilai bukunya. Timbul perbedaan apabila
penggabungan ini menggunakan metode by purchase, akan timbul yang namanya
keuntungan karena penggabungan usaha yang merupakan objek pajak
penghasilan. Keuntungan ini disebabkan harta dan kekayaan yang diperoleh oleh
suatu badan usaha yang melakukan pengambilalihan tersebut dicatat dan diakui
sebesar nilai pasarnya. Keuntungan itu akan timbul apabila terjadi selisih lebih
antara harga pasar dan nilai sisa buku. Kondisi crisis ekonomi berkepanjangan
yang melanda bangsa Indonesia menyebabkan pihak Direktorat Jenderal Pajak
melakukan perubahan keputusan. Dengan keputusan ini penggabungan usaha
dengan menggunakan metode pooling of interest hanya untuk wajib pajak yang
bergerak dalam bidang usaha perbankan atau wajib pajak yang akan menjual
sahamnya di bursa efek. Dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri
Keuangan No.469/KMK.04/1998 tanggal 30 Oktober, maka penggunaan metode
pooling of interest tidak lagi dibatasi pada perusahaan-perusahaan tertentu,
melainkan untuk semua jenis perusahaan dengan syarat- syarat sebagai berikut:
A. Semua kewajiban perpajakan harus lunas
B. Tidak terjadi konsolidasi kerugian
C. Penilaian asset berdasar nilai buku dan disusun berdasar sisa masa
manfaat
D. Angsuran bulanan PPh pasal 25 tidak lebih rendah dari total sebelum
penggabungan Berdasarkan pemikiran-pemikiran sebelumnya dapat
disusun suatu kerangka penelitian akuntansi perpajakan dalam
penggabungan usaha sebagai berikut.
BAB III
KASUS
3.1. Kasus
PT XL Axiata Tbk merupakan perseroan terbuka yang bertempat di Jakarta.
Bergerak dibidang penyedia layanan telekomunikasi di Indonesia, produk yang
dijadikan penjualannya adalah produyk telephone, SMS, layanan data internet. Pada
tahun 1996, XL memasuki sektor telekomunikasi setelah mendapatkan izin operasi
GSM 900 dan secara resmi meluncurkan layanan GSM. Dengan demikian, XL
menjadi perusahaan swasta pertama di Indonesia yang menyediakan layanan telepon
seluler.
AXIS, suatu perseroan terbatas yang berdomisili di Jakarta. AXIS adalah
operator GSM nasional dengan pertumbuhan tercepat di Indonesia. AXIS
menyediakan layanan 2G, 3G, dan BlackBerry secara nasional dan menjangkau
seluruh dunia melalui 418 mitra roaming internasional di 165 negara. Maksud dan
tujuan AXIS adalah bergerak dalam bidang jasa telekomunikasi. Untuk mencapai
maksud dan tujuan tersebut, AXIS dapat mengoperasikan jaringan telekomunikasi
bergerak dan jasa telefoni dasar, serta untuk melakukan kegiatan pendukung lainnya
yang berkaitan.
Pada tanggal 26 September 2013, XL selaku pembeli, Saudi Telecom
Company (“STC”) selaku penjamin, dan Teleglobal Investments B.V. (“Teleglobal”)
selaku penjual, yang merupakan anak perusahaan dari STC, telah menandatangani
Conditional Sale and Purchase Agreement (Perjanjian Jual Beli Bersyarat)
sehubungan dengan, antara lain, pengambilalihan AXIS dengan cara membeli 95%
saham dalam AXIS dari Teleglobal (“Transaksi”). Pelaksanaan Transaksi harus
diselesaikan sebelum pelaksanaan rencana Penggabungan, dimana setelah Transaksi
diselesaikan, AXIS akan menggabungkan diri ke dalam XL, dan XL akan menjadi
Perusahaan Penerima Penggabungan sehingga AXIS akan bubar demi hukum.
Rencana Penggabungan tersebut merupakan suatu Transaksi Afiliasi sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Bapepam-LK No. IX.E.1 dikarenakan pada waktu akan
dilaksanakannya Penggabungan, XL memiliki 95% saham dalam AXIS.
Kondisi-kondisi berikut ini diperlukan untuk melaksanakan Penggabungan:
1. XL dan AXIS harus memperoleh persetujuan dari rapat umum pemegang
sahamnya masingmasing atau melalui pengambilan keputusan secara sirkuler
(sebagaimana relevan)
2. Pemenuhan syarat-syarat yang tertera dalam anggaran dasar XL dan AXIS,
ketentuan pasar modal dan ketentuan perseroan terbatas
3. Tidak terdapat kreditur XL atau AXIS yang tidak menyetujui rencana
Penggabungan atau seluruh keberatan dari para kreditur XL dan AXIS yang
tidak menyetujui rencana Penggabungan tersebut telah diselesaikan;
4. Diperolehnya persetujuan tertulis dari Menkominfo;
5. Diperolehnya pendapat tertulis tidak mengikat dari KPPU bahwa tidak adanya
dugaan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat yang
diakibatkan dari Transaksi;
6. Diperolehnya pernyataan efektif Penggabungan dari OJK; dan Diperolehnya
persetujuan dari BKPM bagi Transaksi dan Penggabungan AXIS dan XL.
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Perlakuan Perpajakan atas Rencana Penggabungan


4.1.1 Pajak Penghasilan Badan
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 422/KMK.04/1998 tertanggal
9 September 1998, tentang penggunaan nilai buku atas pengalihan harta dalam
rangka penggabungan, peleburan atau pemekaran usaha. Pasal 1 ayat 1 dari PMK
No. 43/PMK.03/2008 mengatur bahwa Wajib Pajak yang melakukan
penggabungan usaha dapat mempergunakan nilai buku atas pengalihan hartanya
(nilai buku yang dimaksud adalah nilai buku fiskal).
Definisi “penggabungan usaha” sebagaimana disebutkan dalam pasal 1 ayat 3
dari PMK No.43/PMK.03/2008 adalah penggabungan dari dua atau lebih Wajib
Pajak Badan yang modalnya terbagi atas saham dengan cara tetap
mempertahankan berdirinya salah satu badan usaha yang tidak mempunyai sisa
kerugian atau mempunyai sisa kerugian yang lebih kecil. Pasal 1 ayat 4 dari
Peraturan DJP No. PER-28/PJ/2008 mengatur bahwa sisa kerugian yang
dimaksud adalah sisa kerugian fiskal dan komersial.
XL dan AXIS mengajukan permohonan persetujuan dari Direktur Jenderal
Pajak untuk menggunakan nilai buku dalam pengalihan harta dalam rangka
merger sesuai dengan persyaratan sebagaimana diatur dalam PMK Nomor
43/PMK.03/2008, Peraturan DJP Nomor PER-28/PJ/2008, dan Surat Edaran DJP
Nomor SE-45/PJ/2008 dengan detail persyaratan sebagai berikut:
- Pasal 2 dari PMK No. 43/PMK.03/2008 mengatur bahwa untuk memperoleh
persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak untuk penggunaan nilai buku dalam
pengalihan harta, Wajib Pajak harus memenuhi persyaratan-persyaratan yaitu
mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan
melampirkan alasan dan tujuan melakukan merger dan pemekaran usaha,
melunasi seluruh utang pajak dari tiap badan usaha yang terkait, dan
memenuhi persyaratan tujuan bisnis (business purpose test).
- Pasal 7 dari PMK No. 43/PMK.03/2008 menyebutkan bahwa pemenuhan
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diatur dengan Peraturan
Direktur Jenderal Pajak. Sehubungan dengan hal ini, Direktorat Jenderal
Pajak (DJP) menerbitkan Peraturan DJP No. PER-28/PJ/2008 yang
selanjutnya diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran DJP No. SE-45/PJ/2008.
Pengaturan-pengaturan perpajakan yang terkait termasuk:
i. Laporan Keuangan dari Wajib Pajak yang mengalihkan harta dan yang
menerima harta harus diaudit oleh akuntan publik khususnya untuk
tahun dilakukannya pengalihan harta.
ii. Pengajuan permohonan izin Direktur Jenderal Pajak untuk penggunaan
nilai buku atas pengalihan harta dalam rangka merger atau pemekaran
usaha diajukan paling lama enam bulan setelah tanggal efektif merger.
iii. Untuk memenuhi business purpose test;
 Merger dan pemekaran usaha bertujuan untuk menciptakan sinergi
usaha yang kuat dan memperkuat struktur permodalan serta tidak
dilakukan untuk penghindaran pajak;
 Kegiatan usaha Wajib Pajak yang mengalihkan harta masih
berlangsung sampai dengan tanggal efektif merger;
 Kegiatan usaha Wajib Pajak yang mengalihkan harta sebelum
merger terjadi tetap dilanjutkan oleh Wajib Pajak yang menerima
pengalihan harta paling singkat lima tahun setelah tanggal efektif
merger;
 Kegiatan usaha Wajib Pajak yang menerima harta dalam rangka
merger tetap berlangsung paling singkat lima tahun setelah tanggal
efektif merger; dan
 Harta yang dimiliki oleh Wajib Pajak yang menerima harta setelah
terjadinya merger atau pemekaran usaha tidak dipindahtangankan
oleh Wajib Pajak yang menerima harta paling singkat dua tahun
setelah tanggal efektif merger.
iv. Pemeriksaan pajak akan dilakukan terhadap Wajib Pajak yang
melakukan merger, untuk tahun pajak dilakukannya merger.
v. Apabila setelah merger dilakukan pemeriksaan pajak terhadap Wajib
Pajak yang mengalihkan harta menyangkut tahun-tahun pajak sebelum
tahun terjadinya merger, surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan
tersebut serta tindakan penagihan dan/atau restitusinya diterbitkan atas
nama dan NPWP Wajib Pajak yang mengalihkan harta qq nama dan
NPWP Wajib Pajak yang menerima harta.

Dalam hal merger dilakukan dengan menggunakan nilai buku, maka XL dan AXIS
diharuskan untuk memenuhi persyaratan tertentu seperti yang telah dijelaskan di
atas, salah satunya adalah XL dan AXIS berkewajiban pula untuk melunasi semua
hutang pajak terkait. Hutang pajak yang dimaksud di peraturan tersebut tidak
termasuk hutang pajak yang tertangguh karena pengajuan keberatan atau banding.
Setelah mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak terkait penggunaan
nilai buku, maka tidak akan ada implikasi dari pajak penghasilan badan karena
tidak adanya keuntungan atau kerugian akibat pengalihan harta dari penggabungan
XL dan AXIS.

Pajak Penghasilan Final

Berdasarkan Pasal 4 PP 71/2008, pengalihan Tanah dan Bangunan dikenakan


pajak final sebesar 5% atas jumlah bruto nilai pengalihan. Pengalihan harta berupa
tanah dan bangunan dalam transaksi merger ini merupakan objek PPh Final 5%
yang ditanggung oleh pihak yang mengalihkan harta (AXIS) dengan Dasar
Pengenaan Pajak adalah sebesar mana yang lebih tinggi antara nilai pasar dan
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan


Sesuai dengan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah yang berlaku efektif sejak tanggal 1 Januari 2011, BPHTB tidak
lagi diatur oleh Pemerintah Pusat melainkan diatur oleh peraturan Pemerintah
Daerah. Pengalihan harta berupa tanah dan bangunan dalam transaksi merger
dengan nilai buku merupakan objek BPHTB 5% yang ditanggung oleh pihak yang
menerima harta (XL) dengan nilai pengalihan adalah sebesar mana yang lebih
tinggi antara nilai pasar dan NJOP. XL dapat mengajukan pengurangan objek
BPHTB atas harta berupa tanah dan bangunan dengan besaran pengurangan
mengacu pada masing – masing peraturan daerah tempat harta yang dialihkan
tersebut terdaftar. Seperti contohnya Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No.
103 Tahun 2011 tentang pemberian pengurangan keringanan BPHTB, dalam Pasal
2 ayat 2.b angka 5 menyatakan bahwa pengurangan BPHTB 30 sebesar 50%
diberikan untuk Wajib Pajak badan yang melakukan penggabungan usaha
(merger) atau peleburan usaha (konsolidasi) dengan atau tanpa terlebih dahulu
mengadakan likuidasi dan telah memperoleh keputusan persetujuan penggunaan
nilai buku dalam rangka penggabungan dan peleburan usaha dari Dinas Pelayanan
Pajak.

Pajak Pertambahan Nilai


Pasal 1A ayat 2 (d) UU PPN mengatur bahwa pengalihan Barang Kena Pajak
dalam rangka merger tidak dikenakan PPN dengan syarat pihak yang melakukan
pengalihan dan yang menerima pengalihan adalah Pengusaha Kena Pajak.
Dalam hal XL dan AXIS merupakan pengusaha kena pajak maka atas pengalihan
barang kena pajak dalam rangka penggabungan usaha tidak dikenakan PPN.
Pajak Penghasilan Pasal 25
Pasal 5 ayat 1 dari PMK No. 43/PMK.03/2008 mengatur bahwa apabila merger
atau pemekaran usaha dilakukan dalam tahun pajak berjalan, maka angsuran Pajak
Penghasilan (PPh) Pasal 25 dari pihak atau pihak-pihak yang menerima pengalihan
tidak boleh lebih kecil dari jumlah angsuran yang wajib dibayarkan oleh pihak
atau pihak-pihak yang mengalihkan.

Pembayaran, pemungutan, dan pemotongan PPh


Pasal 5 ayat 2 dari PMK No. 43/PMK.03/2008 mengatur bahwa pembayaran,
pemungutan dan pemotongan PPh yang telah dilakukan oleh pihak atau pihak-
pihak yang mengalihkan sebelum dilakukannya merger atau pemekaran usaha
dapat dipindahbukukan menjadi pembayaran, pemungutan dan pemotongan PPh
dari Wajib Pajak yang menerima pengalihan.

Kompensasi Kerugian
Pasal 3 dari PMK No. 43/PMK.03/2008 mengatur bahwa Wajib Pajak yang
melakukan merger dengan menggunakan nilai buku tidak boleh
mengkompensasikan kerugian/sisa kerugian dari Wajib Pajak yang
menggabungkan diri/Wajib Pajak yang dilebur. Dalam kasus ini, XL tidak boleh
mengkompensasikan kerugian/sisa kerugian dari AXIS.

Penyusutan
Selanjutnya, Pasal 4 ayat 1 dan 2 dari PMK No. 43/PMK.03/2008 mengatur bahwa
Wajib Pajak yang menerima pengalihan harta mencatat nilai perolehan harta
tersebut sesuai dengan nilai sisa buku sebagaimana tercantum dalam pembukuan
pihak atau pihak-pihak yang mengalihkan. Sebagai tambahan, penyusutan atas
harta yang diterima dilakukan berdasarkan masa manfaat yang tersisa sebagaimana
tercantum dalam pembukuan pihak atau pihak-pihak yang mengalihkan. Dalam
kasus ini, atas perolehan harta dari AXIS maka XL melakukan penyusutan sesuai
dengan masa manfaat yang tersisa dalam pembukuan AXIS.
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan studi kasus penggabungan PT XL Axiata Tbk. dan PT Axis
Telekom Indonesia, kami berkesimpulan sebagai berikut:
1. Penggabungan PT XL Axiata Tbk. dan PT Axis Telekom Indonesia dapat
menggunakan dengan nilai buku, hal tersebut sejalan dengan tujuan
penggabungan antara XL dan AXIS akan memberikan manfaat dan
keuntungan bagi XL dikarenakan adanya penambahan spektrum di 1.8GHz,
dimana spektrum tersebut sangat dibutuhkan XL untuk meningkatkan kualitas
layanan dan memperluas cakupan jaringan XL.
2. Dilihat dari penggabungan usaha tersebut menggunakan nilai buku dalam
pengalihan harta sehingga tidak ada implikasi pajak penghasilan badan atas
keuntungan yang timbul dari pengalihan harta dari PT Axis Telekom
Indonesia kepada PT XL Axiata Tbk.
3. Dalam kaitannya penggabungan PT XL Axiata Tbk. dan PT Axis Telekom
Indonesia terkait aspek perpajakan untuk pajak pertambahan nilai (PPN) tidak
dikenakan pajak, namun untuk Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
(BPHTB) diberikan fasilitas pengurangan 50% dikarenakan adanya Peraturan
Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 103 Tahun 2011 tentang pemberian
pengurangan keringanan BPHTB.

5.2. Saran
Perusahaan dalam rangka melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran
ataupun pengambilalihan usaha perlu melakukan tax planning. Perusahaan bisa
saja menggunakan nilai buku dalam rangka aksi korporasi tersebut
(penggabungan, peleburan, pemekaran ataupun pengambilalihan usaha) sehingga
perusahaan tidak dikenakan pajak atas aksi korporasi tersebut.
Dalam hal ini perusahaan perlu terlebih dahulu meminta izin kepada Direktur
Jenderal Pajak untuk menggunakan nilai buku dalam aksi korporasinya sesuai
dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-28/PJ./2008 Tentang
Persyaratan Dan Tata Cara Pemberian Izin Penggunaan Nilai Buku Atas
Pengalihan Harta Dalam Rangka Penggabungan, Peleburan Atau Pemekaran
Usaha.
DAFTAR PUSTAKA

Pemerintah Indonesia. 2000. UU Nomor 20 Tahun 2000 Tentang Perubahan


atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan. Lembaran Negera RI Tahun 2000 Nomor 130. Sekretariat Negara.
Jakarta
Pemerintah Indonesia. 2007. UU Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan
Terbatas. Lembaran Negara RI Tahun 2007 Nomor 106. Sekretariat Negara. Jakarta
Pemerintah Indonesia. 2008. UU Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan
Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan.
Lembaran Negara RI Tahun 2008 Nomor 133. Sekretariat Negara. Jakarta
Pemerintah Indonesia. 2009. UU Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Perubahan
Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Lembaran Negara RI
Tahun 2009 Nomor 150. Sekretariat Negara. Jakarta
Pemerintah Indonesia. 2016. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 34 Tahun 2016 Tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Dari Pengalihan
Hak atas Tanah dan/atau Bangunan dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli atas Tanah
dan/atau Bangunan Beserta Perubahannya. Lembaran Negara RI Tahun 2016 Nomor
168. Jakarta
Kementerian Keuangan. 2021. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
56/PMK.010/2021 Tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 52/PMK.010/2017 Tentang Penggunaan Nilai Buku Atas Pengalihan dan
Perolehan Harta Dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, Pemekaran, atau
Pengambilalihan Usaha. Jakarta
Kementerian Keuangan, Direktorat Jenderal Pajak. 2008. Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor PER-28/PJ./2008 Tentang Persyaratan Dan Tata Cara
Pemberian Izin Penggunaan Nilai Buku Atas Pengalihan Harta Dalam Rangka
Penggabungan, Peleburan Atau Pemekaran Usaha. Jakarta
Hendrian, & Muktiyanto, Ali. 2011. Akuntansi Perpajakan Dalam
Penggabungan Usaha (Studi Kasus Pada Perusahaan Listed di BEI). Jurnal
Organisasi dan Manajemen 9 (1): 53-66
Penggabungan (Merger) dan Peleburan (Consolidation). 2017.
www.studocu.com. Diakses tanggal 26 Januari 2023, dari
https://www.studocu.com/id/document/universitas-pakuan/teori-keuangan-keuangan-
perusahaan/merger/4615734

Anda mungkin juga menyukai