Anda di halaman 1dari 8

ANALISIS

PERBUATAN MELAWAN HUKUM


Studi Kasus Putusan Nomor: 260 / PDT.G / 2015 / PN Cbi
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Perusahaan
Dosen Pengampu: Dr. Mohammad Hamidi Masykur, S.H., M.Kn

Disusun Oleh :

Wahyu Ciptaning Tyas 22601020111002

MAGISTER KENOTARIATAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2023
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji Syukur kepada Allah SWT Kami dapat menyelesaikan tugas
pembuatan makalah yang berjudul “ANALISIS PERBUATAN MELAWAN HUKUM Studi
Kasus Putusan Nomor: 260 / PDT.G / 2015 / PN Cbi“ dengan lancar.
Dalam pembuatan makalah ini, Kami mendapat bantuan dari berbagai pihak maka dari itu
dikesempatan ini kami menyampaikan banyak terima kasih kepada : Dosen pengampu mata
kuliah Hukum Perusahaan atas bimbingan beliau dalam pembuatan makalah ini. Tak lupa pula
untuk kedua Orang Tua Kami di rumah, yang telah memeberikan bantuan materil maupun doa
sehingga pembuatan makalah ini dapat berjalan lancar. Dan semua pihak yang tidak dapat Kami
sebutkan satu persatu.
Akhir kata semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan Kami
pada khususnya. Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari
sempurna untuk itu Kami menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan
kearah kesempurnaan. Akhir kata penulis sampaikan terimakasih.

Malang, 20 Mei 2023

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tingkat persaingan usaha antar perusahaan yang semakin ketat mengakibatkan

manajemen perusahaan dituntut untuk mengatur strategi untuk menyempurnakan perusahaannya.

Strategi ini dapat dicapai baik dengan memperbaiki secara internal perusahaan, yaitu dengan

memperbaiki strategi pengelolaan, maupun dengan melakukan ekspansi eksternal. Ekspansi

eksternal terjadi pada saat divisi – divisi yang ada dalam perusahaan memperluas kegiatan

perusahaan melalui kegiatan capital budgeting, misalnya dengan cara memperluas kegiatan

perusahaan yang sudah ada, yakni menambah kapsitas pabrik, menambah produk atau mencari

pasar baru, atau dengan penggabungan usaha (business combination), misalnya dengan membeli

perusahaan yang sudah ada. Penggabungan usaha dalam akuntansi ada tiga bentuk, yakni

konsolidasi, merger, dan akuisisi (takeover). Dalam perkembangan ekonomi saat ini, banyak

perusahaan yang melakukan penggabungan perusahaan untuk meningkatkan kinerja dan

keuntungan mereka. Penggabungan ini dapat berbentuk merger yang mengekor pada perusahaan

pembeli, konsolidasi yang mendirikan perusahaan baru, atau akuisisi saham, yaitu perusahaan

yang bergabung tapi masih melakukan operasi masing-masing. Di Indonesia, merger,

konsolidasi, dan akuisisi menunjukkan skala peningkatan yang cukup signifikan dari tahun

ketahun.1

1
Lihat “Merger and Acquisition in Indonesia” yang diterbitkan oleh Pusat Data Bisnis Indonesia 1996.
Buku ini memuat secara lengkap tidak hanya merger dan akuisisi yang terjadi di Indonesia, tapi juga
merger dan akuisisi internasional (lintas negara).
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang pembuatan makalah yang telah dituliskan diatas, maka bisa

diintisarikan rumusan masalah dari penulisan makalah ini yang nantinya menjadi pokok bahasan,

yaitu:

1. Apa pengertian dari konsolidasi?

2. ……

1.3 TUJUAN

1.4 MANFAAT

Penelitian ini ditujukan penulis untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi setiap pihak yang
berkepentingan, seperti: 1) Penulis Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan penulis mengenai merger dan akuisisi, serta pengaruh merger dan akuisisi terhadap
manajemen laba dan kinerja keuangan publik yang tercatat di bursa efek Indonesia. 2)
Perusahaan Agar dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan sebelum
melakukan merger atau akuisisi ditinjau dari tujuan perusahaan dan manajemen laba perusahaan.
3) Pembaca Agar pembaca dapat mengetahui tentang merger dan akuisisi, serta terhadap
pengaruh merger dan akuisisi terhadap kinerja keuangan dan manajemen laba pada perusahaan
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Konsolidasi

Pasal 1 angka 10 UU Perseroan Terbatas jo. Pasal 109 angka 1 UU Cipta


Kerja mendefinisikan konsolidasi atau peleburan sebagai perbuatan hukum yang dilakukan oleh
dua perseroan atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu perseroan baru yang
karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari perseroan yang meleburkan diri dan status
badan hukum perseroan yang meleburkan diri berakhir karena hukum.

Merujuk dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU
40/2007), peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua PT atau lebih untuk
meleburkan diri dengan cara mendirikan satu PT baru yang karena hukum memperoleh aktiva
dan pasiva dari PT yang meleburkan diri dan status badan hukum PT yang meleburkan diri
berakhir karena hukum.

Peleburan juga diartikan sebagai perbuatan hukum yang dilakukan dua PT atau lebih
untuk meleburkan diri dengan cara membentuk PT baru dan masing-masing PT yang meleburkan
diri menjadi bubar. Hal ini disebutkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998
tentang Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas (PP 27/1998).

Jadi, bisa dikatakan bahwa peleburan yang dilakukan oleh dua PT atau lebih akan menghasilkan
PT baru.

Tujuan dari dilakukannya konsolidasi sendiri, ialah untuk mempersatukan setiap elemen
yang memiliki kesamaan-kesamaan tertentu. Contohnya agama, asal daerah, maupun kelompok
dengan tujuan atau visi misi yang sama. Ketika perusahaan memutuskan untuk melakukan
konsolidasi, maka akan ada efek yang diakibatkan dari konsolidasi tersebut. Secara umum, efek
konsolidasi yang dilakukan oleh perusahaan dapat mendatangkan efek positif yaitu berupa
kualitas perusahaan meningkat serta perusahaan tersebut lebih berkembang.

Ada beberapa ciri-ciri peleburan (konsolidasi) yang diungkapkan Pujiyono (2014) dalam


buku berjudul Hukum Perusahaan, yaitu antara lain: 
a. Merupakan perbuatan hukum.
b. Ada dua atau lebih perusahaan yang meleburkan diri untuk membentuk perusahaan baru.
c. Perusahaan yang saling meleburkan diri bubar demi hukum tanpa likuidasi.
d. Perusahaan baru hasil peleburan harus mendapatkan status badan hukum yang baru dari
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
e. PT hasil konsolidasi tersebut akan memperoleh status badan hukum pada tanggal
diterbitkannya keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia mengenai perusahaan
yang meleburkan diri bubar demi hukum tanpa likuidasi.
f. Aktiva dan pasiva pada beberapa perusahaan yang meleburkan diri demi hukum akan
beralih kepada perusahaan baru hasil konsolidasi berdasarkan titel umum.

Kemudian, ada beberapa akibat hukum dari tindakan suatu perusahaan, antara lain (Pasal 122
ayat (3) UU 40/2007):

a. Aktiva dan pasiva perseroan yang meleburkan diri beralih karena hukum kepada
perseroan yang menerima perseroan hasil peleburan.
b. Pemegang saham perseroan yang meleburkan diri karena hukum menjadi pemegang
saham perseroan yang menerima perseroan hasil peleburan.
c. Perseroan yang meleburkan diri berakhir karena hukum terhitung sejak tanggal peleburan
mulai berlaku.

Sama seperti penggabungan (merger) dan pengambilalihan (akuisisi), PT yang akan melakukan
peleburan wajib untuk memperhatikan kepentingan beberapa pihak tertentu, di antaranya (Pasal
126 ayat (1) UU 40/2007):

a. Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan.


b. Kreditor dan mitra usaha lainnya dari perseroan.
c. Masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.

Mengutip dari Muhammad Sadi dalam bukunya yang berjudul Hukum Perusahaan di


Indonesia, tujuan peleburan perusahaan diantaranya:

a. Memperbesar dalam jumlah modal.


b. Memperbesar sinergi perseroan.
c. Menyelamatkan kelangsungan produksi.
d. Mengamankan jalur distribusi.
e. Mengurangi pesaing dan mampu bersaing secara monopolistik.

Berikut ini adalah tahapan yang harus dilaksanakan PT yang akan melakukan peleburan (UU
40/2007 dan M. Yahya Harahap: 2009, Hukum Perseroan Terbatas):

a. Direksi wajib menyusun rancangan peleburan (Pasal 123 ayat (1) UU 40/2007)


b. Direksi perseroan yang akan meleburkan diri harus menyusun rancangan peleburan
c. Rancangan peleburan diajukan di hadapan Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS) (Pasal 87 ayat (1) dan Pasal 89 UU 40/2007)
d. Direksi harus meminta persetujuan dewan komisaris terlebih dulu.
e. Setelah rancangan peleburan disetujui dewan komisaris, maka diajukan di hadapan
RUPS.
f. Keputusan RUPS jika memenuhi kuorum kehadiran dan disetujui paling sedikit 3/4 (tiga
perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan.
g. Jika RUPS pertama tidak memenuhi syarat, maka dilaksanakan RUPS kedua dengan
ketentuan kuorum yang berbeda.
h. Bagi PT tertentu yang akan melakukan peleburan selain berlaku ketentuan dalam UU
40/2007, maka perlu mendapat persetujuan terlebih dahulu dari instansi terkait sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
i. Pengumuman ringkasan rancangan peleburan (Pasal 127 ayat (2) UU 40/2007)
j. Direksi wajib mengumumkan ringkasan rancangan paling sedikit dalam satu surat kabar
k. Direksi wajib mengumumkan secara tertulis kepada karyawan PT
l. Pengumuman dilakukan paling lambat 30 hari sebelum pemanggilan RUPS
m. Pengumuman juga memuat pemberitahuan bahwa pihak yang berkepentingan dapat
memperoleh rancangan peleburan tersebut di kantor PT, terhitung sejak tanggal
pengumuman sampai tanggal RUPS diselenggarakan
n. Pengajuan keberatan kreditor (Pasal 127 ayat (4) UU 40/2007)
o. Kreditor dapat mengajukan keberatan kepada perseroan dalam jangka waktu paling
lambat 14 (empat belas) hari setelah pengumuman mengenai peleburan sesuai dengan
rancangan tersebut
p. Pembuatan akta peleburan yang berdasarkan dari rancangan peleburan (Pasal 128 ayat (1)
UU 40/2007)
q. Akta peleburan dibuat di hadapan notaris
r. Akta peleburan dibuat dalam bahasa Indonesia
s. Permohonan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Pasal 130 UU 40/2007):
t. Salinan akta peleburan dilampirkan pada pengajuan permohonan untuk mendapatkan
keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia mengenai pengesahan badan hukum
PT hasil peleburan (PT yang baru)
u. Pengumuman hasil peleburan ke masyarakat umum (Pasal 133 ayat (1) UU 40/2007)
v. Direksi yang menerima PT hasil peleburan wajib mengumumkan hasil peleburan dalam
satu surat kabar atau lebih
w. Jangka waktu pengumuman paling lambat 30 hari terhitung sejak tanggal berlakunya
peleburan

BAB III

ANALISIS KASUS

BAB IV

PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai