Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

MERGER DAN AKUISISI

Disusun untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah: Manajemen Keuangan

Dosen Pengampu:

Sugiarto, Drs. Msi. Ak.

Disusun Oleh :

Kelompok 5 :

1. Chandra Nur Chaerani C0C018006


2. Lujean Adil Nugroho C0C018015
3. Rendi Guntur Yanuar C0C018026
4. Intan Nur Bayyinah C0C018036
5. Putri Meilia Arifah C0C018044

PROGRAM STUDI D3 AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat Rahmat dan Karunia-
Nya yang begitu besar, kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan harapan dapat
bermanfaat dalam menambah ilmu dan wawasan.

Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah Manajemen
Keuangan. Dalam membuat makalah ini, dengan keterbatasan ilmu pengetahuan yang kami
miliki, kami berusaha mencari sumber data dari berbagai sumber informasi. Kegiatan
penyusunan makalah ini memberikan kami tambahan ilmu pengetahuan yang dapat
bermanfaat bagi kehidupan kami, dan semoga bagi para pengguna makalah ini.

Sebagai manusia biasa, kami sadar bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh
dari kata sempurna, oleh karena itu kami berharap akan adanya masukan yang membangun,
sehingga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi kami maupun pengguna makalah ini.

Purwokerto, 02 Juni 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah.................................................................................................................2

C. Tujuan...................................................................................................................................2

BAB II........................................................................................................................................3
PEMBAHASAN........................................................................................................................3
A. PENGERTIAN MARGER DAN AKUISISI.......................................................................3

B. MODEL-MODEL MERGER DAN AKUSISI....................................................................5

C. DASAR HUKUM MARGER DAN AKUISISI................................................................11

D. PROSES MERGER DAN AKUISISI...............................................................................14

E. PROSEDUR PELAKSANAAN MARGER DAN AKUISISI...........................................15

F. LARANGAN-LARANGAN DALAM MARGER DAN AKUISISI................................18

G. ALASAN MELAKUKAN MERGER DAN AKUISISI....................................................19

H. MOTIVASI MELAKUKAN MERGER DAN AKUISISI.................................................22

I. SEGI POSITIF DAN SEGI NEGATIF PENGGABUNGAN PERUSAHAAN................26

BAB III.....................................................................................................................................26
PENUTUP................................................................................................................................26
A. KESIMPULAN...................................................................................................................26

B. SARAN...............................................................................................................................26

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................27

i
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Memasuki era perdagangan bebas persaingan usaha diantara perusahaan
semakin ketat. Kondisi demikian menuntut perusahaan untuk selalu
mengembangkan strategi perusahaan agar dapat bertahan atau dapat lebih
berkembang. Untuk itu, perusahaan perlu mengembangkan suatu strategi yang
tepat agar perusahaan bisa mempertahankan eksistensinya dan memperbaiki
kinerjanya.

Di Indonesia didorong oleh semakin besarnya pasar modal, transaksi merger


dan akuisisi semakin banyak dilakukan. Bentuk-bentuk penggabungan usaha
antara lain melalui merger dan akuisis. Di Indonesia praktek akuisisi umumnya
dilakukan oleh satu grup (internal acquition) khusus pada perusahaan yang go
publik. Merger dan akuisis ini telah berkembang menjadi tren beberapa
perusahaan.

Alasan perusahaan melakukan merger dan akuisisi adalah untuk


memperoleh sinergi, strategic opportunities, meningkatkan efektifitas dan
mengeksploitasi mis-pricing di pasar modal. Pada umumnya tujuan
dilakukannya merger dan akuisis adalah mendapatkan sinergi dan nilai tambah.
Keputusan untuk merger dan akuisisi bukan sekedar menjadikan dua ditambah
dua menjadi empat tetapi merger dan akuisis harus menjadikan dua ditambah
dua menjadi lima dan seterusnya.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari Merger dan Akusisi?
2. Apakah model-model dari marger dan akuisisi?
3. Apakah dasar hukum marger dan akuisisi?
4. Apa saja proses dari merger dan akusisi?
5. Bagaimana prosedur pelaksanaan marger dan akuisisi?
6. Apa saja larangan-larangan dalam marger dan akuisisi?
7. Apa alasan melakukan Merger dan akusisi?
8. Apa motivasi melakukan Merger dan Akusisi?
9. Apa saja Segi Positif dan Segi Negatif Penggabungan Perusahaan?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apakah pengertian dari merger dan akusisi
2. Untuk mengetahui model-model dari merger dan akusisi
3. Untuk mengetahui dasar hukum merger dan akusisi
4. Untuk mengetahui apa saja proses dari merger dan akusisi
5. Untuk mengetahui bagaimana prosedur pelaksanaan dari merger dan
akusisi
6. Untuk mengetahui apa saja larangan-larangan dalam merger dan akusisi
7. Untuk mengetahui apa alasan melakukan merger dan akusisi
8. Untuk mengetahui apa motivasi melakukan merger dan akusisi
9. Untuk mengetahui segi positif dan segi negatif penggabungan perusahaan

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN MARGER DAN AKUISISI


1. Pengertian Merger
Merger adalah proses difusi dua perseroan dengan salah satu
diantaranya tetap berdiri dengan nama perseroannya sementara yang lain
lenyap dengan segala nama dan kekayaannya dimasukan dalam perseroan
yang tetap berdiri tersebut.
Peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia
memberikan pengertian atau definisi merger dengan rumusan kalimat
yang hamper seragam. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas (UUPT) menggunakan istilah “Penggabungan”
sebagai pengganti terminologi “Merger”. UUPT memberikan pengertian
penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua
Perseroan atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan
satu. Perseroan baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva
dari Perseroan yang menggabungkan diri beralih. Karena hukum kepada
Perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan
hukum Perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.
Pengertian penggabungan tersebut kemudian secara khusus dalam
disebutkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 tanggal
24 Pebruari 1998 mengenai Penggabungan, Peleburan, dan
Pengambilalihan Perseroan Terbatas, yang bunyi lengkapnya dikutip
sebagai berikut: “Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan
oleh satu perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan
perseroan lain yang telah ada dan selanjutnya perseroan yang
menggabungkan diri menjadi bubar”.

3
2. Pengertian Akusisi
Akuisisi adalah pengambilalihan sebagian besar (lebih dari 50%)
atau seluruh kepemilikan suatu bank. Akuisisi merupakan lembaga hukum
yang dalam kontek undang-undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas (UUPT) dikenal dengan istilah pengambilalihan, yaitu perbuatan
hokum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk
mengambil alih saham perseroan yang mengakbatkan beralihnya
pengendalian atas perseroan tersebut.
Sementara dalam Undang-undang Nomor 10 tahun 1992 tentang
Perbankan tetap disebut sebagai akuisisi, yaitu pengambilalihan
kepemilikan suatu bank.
Pengertian mengenai pengambilalihan juga dijumpai dalam
ketentuan passal 1 angka 31 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah, pengambilalihan yaitu perbuatan hokum yang dilakukan
oleh badan hokum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham
Bank yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas Bank tersebut.
Pengambilalihan dilakukan dengan cara pengambilalihan saham
yang telah dikeluarkan dan/atau akan dikeluarkan oleh perseroan melalui
direksi perseroan atau langsung dari pemegang saham. Pengambilalihan
dapat dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan.
Pengambilalihan sebagaimana yang dimaksud adalah pengambilah saham
yang mengakibatkan beralihnya pengendalian terhaddap perseroan tersebut.
Akuisisi sebagai setiap perbuatan hukum untuk mengambilalih seluruh atau
sebagian besar saham/atau asset dari perusahaan lain.

4
B. MODEL-MODEL MERGER DAN AKUSISI
1. Model-model Merger
a. Merger Horizontal, adalah merger yang dilakukan oleh usaha sejenis
(usahanya sama), misalnya merger antara dua perusahaan roti,
merger perusahaan sepatu, merger perusahaan kapas. Contoh PT “A”
yang mengusahakan kapas, bergabung dengan PT “B” yang
mengusahakan pemintalan, bergabung dengan PT “C” yang
mengusahakan kain dan seterusnya. Dengan demikian, tujuan
kerjasama disini adalah menjamin tersedianya pasokan atau
penjualan dan distribusi, dimana PT “B” akan mempergunakan
produk PT “B” dan seterusnya.
b. Merger vertikal, adalah merger yang terjadi antara perusahaan-
perusahaan yang saling berhubungan, misalnya dalam alur produksi
yang berurutan. Contohnya: perusahaan pemintalan benang merger
dengan perusahaan kain, perusahaan ban merger dengan peurusahaan
mobil. Contoh: PT. A, PT. B, PT. C bergabung, lalu PT B yang
menjadi induk perusahaan.
c. Merger konglomerat adalah merger dua atau lebih perusahaan yang
masing-masing bergerak dalam industri yang tidak terkait. Merger
dan akuisisi konglomerat terjadi apabila sebuah perusahaan
berusaha mendiversifikasi bidang bisnisnya dengan memasuki
bidang bisnis yang berbeda sama sekali dengan bisnis semula.
Apabila merger dan akuisisi konglomerat ini dilakukan secara terus
menerus oleh perusahaan, maka terbentuklah sebuah
konglomerasi. Sebuah konglomerasi memiliki bidang bisnis yang
sangat beragam dalam industri yang berbeda. Tujuan utama
konglomerat ialah untuk mencapai pertumbuhan Badan Usaha
dengan cepat dan mendapatkan hasil yang lebih baik. Caranya ialah
dengan saling bertukar saham antara kedua perusahaan yang
disatukan.

5
d. Merger ekstensi pasar adalah merger yang dilakukan oleh dua
atau lebih perusahaan untuk secara bersama-sama memperluas
area pasar. Tujuan merger dan akuisisi ini terutama untuk
memperkuat jaringan pemasaran bagi produk masing-masing
perusahaan. Merger dan akuisisi ekstensi pasar sering dilakukan
oleh perusahan-perusahan lintas Negara dalam rangka ekspansi
dan penetrasi pasar. Strategi ini dilakukan untuk mengakses pasar
luar negeri dengan cepat tanpa harus membangun fasilitas
produksi dari awal di negara yang akan dimasuki. Merger dan
akuisisi ekstensi pasar dilakukan untuk mengatasi keterbatasan
ekspor karena kurang memberikan fleksibilitas penyediaan
produk terhadap konsumen luar negeri.
e. Merger ekstensi produk adalah merger yang dilakukan oleh dua
atau lebih perusahaan untuk memperluas lini produk masing-
masing perusahaan. Setelah merger perusahaan akan
menawarkan lebih banyak jenis dan lini produk sehingga akan
menjangkau konsumen yang lebih luas. Merger dan akuisisi ini
dilakukan dengan memanfaatkan kekuatan departemen riset
dan pengembangan masing-masing untuk mendapatkan sinergi
melalui efektivitas riset sehingga lebih produktif dalam inovasi.
Selain itu juga terdapat beberapa dasar klasifikasi untuk merger dan akuisisi:
1. Klasifikasi berdasarkan pola
Pola adalah sistem bisnis yang diimplementasikan oleh sebuah
perusahaan dan dalam hal ini pola merger adalah sistem bisnis yang aka
diadopsi atau yang akan dijadikan acuan oleh perusahaan hasil merger.

6
Klasifikasi berdasarkan pola merger terbagi dalam dua kategori yaitu:
a. Mothership Merger
Mothership merger adalah pengadopsian satu pola atau sistem untuk
dijadikan pola atau sistem pada perusahaan hasil merger. Biasanya
perusahaan yang dipertahankan hidup adalah perusahaan yang
dominan dan sistem pola bisnis perusahaan yang dominan inilah yang
diadopsi.
b. Platform Merger
Jika dalam mothership merger hanya satu sistem yang diadopsi, maka
dalam platform merger hardware dan software yang menjadi kekuatan
masing-masing perusahaan tetap dipertahankan dan dioptimalkan.
Artinya adalah semua sistem atau pola bisnis, sepanjang itu baik, akan
diadopsi oleh perusahaan hasil merger.
2. Klasifikasi Berdasarkan Metode Pembiayaan
Metode pembiayaan adalah cara pembayaran transaksi merger
dan akuisisi antara pengakuisisi dengan yang diakuisisi. Klasifikasi
dalam metode ini terdiri dari kas, hutang, saham atau kombinasi
ketiganya.
3. Klasifikasi Berdasarkan Objek Pajak
Klasifikasi merger dan akuisisi atas dikenakan atau tidaknya
pajak didasarkan pada media transaksi yang dipakai. Jika pembayaran
dilakukan dengan kas berarti transaksi tersebut merupakan objek pajak.
Sebaliknya jika transaksi dilakukan dengan 100% saham maka
transaksi tersebut tidak kena pajak. Terdapat tiga bentuk merger yang
terkena pajak dan enam bentuk merger yang tidak kena pajak, yaitu:
a. Terkena pajak
1) Merger kedepan (forward merger)
Merger kedepan merupakan merger yang melibatkan
uang kas sebagai media pembayaran sehingga merger tipe ini
merupakan transaksi yang kena pajak.
2) Merger kebalikan (reverse merger)

7
Merger kebalikan adalah merger dimana pemilik saham
hasil merger adalah pemilik saham yang dimerger, sehingga pada
merger ini terdapat perubahan kepemilikan perusahaan hasil
merger.

3) Merger melalui perusahaan anak (subsidiary merger)


Merger melalui perusahaan anak atau merger segitiga
(triangular merger) adalah merger yang dilakukan oleh
perusahaan induk dengan melibatkan perusahaan anak.

4) Merger segitiga berbalikan (triangular reverse merger)


Merger segitiga kebalikan adalah merger yang (1)
dilakukan antara perusahaan target dengan perusahaan induk
melalui perusahaan anak, (2) setelah merger, perusahaan anak
dibubarkan dan perusahaan target dipertahankan hidup serta
menjadi anak perusahaan induk.
b. Bebas pajak
1) Reorganisasi Tipe A/ Merger berdasarkan Statuta (statutory
merger);
2) Reorganisasi hibrid segitiga (hybrid triangular merger);
3) Reorganisasi tipe B (acquisition of stock for voting stock);
4) Reorganisasi tipe B segitiga (triangular acquisition of stock for
voting stock);
5) Reorganisasi tipe C (acquisition property for voting stock);
6) Reorganisasi tipe C (special-case acquisition property for voting
stock).

8
4. Klasifikasi Berdasarkan Objek yang Diakuisisi
a. Berdasarkan cara yang ditempuh
1) Akuisisi Saham
Istilah akuisisi digunakan untuk menggambarkan suatu
transaksi jual beli perusahaan, dan transaksi tersebut
mengakibatkan beralihnya kepemilikan perusahaan dari penjual
kepada pembeli. Karena perusahaan didirikan atas saham- saham,
maka akuisisi terjadi ketika pemilik saham menjual saham-saham
mereka kepada pembeli/pengakuisisi.
Akuisisi saham merupakan salah satu bentuk akuisisi yang
paling umum ditemui dalam hampir setiap kegiatan akuisisi.
Akuisisi tersebut dapat dilakukan dengan cara membeli seluruh
atau sebagian saham-saham yang telah dikeluarkan oleh
perseroan maupun dengan atau tanpa melakukan
penyetoran atas sebagian maupun seluruh saham yang belum dan
akan dikeluarkan perseroan yang mengakibatkan penguasaan
mayoritas atas saham perseroan oleh perusahaan yang melakukan
akuisisi tersebut, yang akan membawa ke arah penguasaan
manajemen dan jalannya perseroan.
2) Akuisisi Aset
Apabila sebuah perusahaan bermaksud memiliki
perusahaan lain maka ia dapat membeli sebagian atau seluruh
aktiva atau aset perusahaan lain tersebut. Jika pembelian tersebut
hanya sebagian dari aktiva perusahaan maka hal ini dinamakan
akuisisi parsial.

9
Akuisisi aset secara sederhana dapat dikatakan merupakan:
1) Jual beli (aset) antara pihak yang melakukan akuisisi aset
(sebagai pihak pembeli) dengan pihak yang diakuisisi asetnya
(sebagai pihak penjual), jika akuisisi dilakukan dengan
pembayaran uang tunai. Dalam hal ini segala formalitas yang
harus dipenuhi untuk suatu jual beli harus diberlakukan,
termasuk jual beli atas hak atas tanah yang harus dilakukan
dihadapan Pejabat Pembuatan Akta Tanah.
2) Perjanjian tukar menukar antara aset yang diakuisisi dengan
suatu kebendaan lain milik dan pihak yang melakukan
akuisisi, jika akuisisi tidak dilakukan dengan cara tunai. Dan
jika kebendaan yang dipertukarkan dengan aset merupakan
sahamsaham, maka akuisisi tersebut dikenal dengan nama
assets for share exchange, dengan akibat hukum bahwa
perseroan yang diakuisisi tersebut menjadi pemegang saham
dan perseroan yang diakuisisi.
b. Akuisisi berdasarkan tujuannya
1) Akuisisi financial, yaitu akuisisi yang dilakukan dengan maksud
untuk mendapatkan keuntungan financial semata sehingga yang
diperhitungkan adalah untung dan rugi.
2) Akuisisi strategis, yaitu akuisisi yang dilakukan dengan tujuan
untuk memperoleh sinergi
5. Klasifikasi Berdasarkan Perlakuan Akuntansi
• Metode Pembelian
Metode pembelian terjadi jika dalam kegiatan penggabungan
usaha melibatkan transaksi pembelian mayoritas saham perusahaan
target secara tunai, yang berakibat beralihnya pengendalian terhadap
manajemen perusahaan. Metode pembelian mengakui dan mencatat aset
dan kewajiban nerdasarkan nilai pasar, sedangkan laba ditahan dan agio
saham tidak diakui dalam laporan keuangan konsolidasi.
• Metode Penyatuan

1
Metode penyatuan terjadi ketika pemegang saham perusahaan
yang bergabung tetap melanjutkan kepemilikannya terhadap perusahaan
hasil penggabungan. Dalam metode penyatuan ini tidak ditemukan
proses jual beli antara satu pihak dengan pihal lainnya, tidak ada pihak
yang dianggap sebagai pengambilalih dan tidak ada pihak yang
dominan timbul dari kegiatan merger dan akuisisi tersebut.

C. DASAR HUKUM MARGER DAN AKUISISI


1. Dasar hukum marger
Dalam sistem hukum Indonesia, tentang merger di atur oleh
peraturan perundang-undangan tertentu yang merupakan dasar
hukumnya. Peraturan perundang-undangan tersebut adalah :

a. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.

Undang-undang tersebut mengatur tentang merger, akuisisi,


dan konsolidasi mulai dari Pasal 102 sampai dengan Pasal 109 plus
Pasal 76 mengenai kuorum dan voting dalam Rapat Umum
Pemegang Saham untuk merger, akuisisi dan konsolidasi. Dalam
Undang-Undang tersebut menggunakan istilah “penggabungan”
untuk merger, “pengambil alihan” untuk akuisisi dan “peleburan”
untuk konsolidasi. Misalnya dalam pasal 102 ayat 1 yang
berbunyi : “suatu perseroan atau lebih dapat menggabungkan diri
menjadi satu dengan perseroan yang telah ada atau meleburkan diri
dengan perseroan lain dan membentuk perseroan baru.”

b. Undang-Undang Perbankan yang telah di ubah dengan Undang-


Undang Nomor 10 Tahun 1998.

Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992


tentang Perbankan terdapat satu pasal yang mengatur tentang
merger, akuisisi dan konsolidasi, yaitu Pasal 28 yang
berbunyi :

1
1) Merger, konsolidasi, dan akuisisi wajib terlebih dahulu
mendapat izin pimpinan Bank Indonesia.

2) Ketentuan mengenai merger, konsolidasi dan akuisisi


ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

c. Perundang-undangan di bidang perbankan selain Undang-Undang


Perbankan.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 yang


hanya memperkenankan bank melakukan merger tanpa likuidasi, di
mana aktiva dan passiva bank yang melakukan merger atau
konsolidasi beralih karena hukum kepada bank hasil merger atau
bank hasil konsolidasi.

d. KUH Perdata tentang Perjanjian.

Ada dua macam ketentuan dalam KUH Perdata khususnya


buku ke-III yang berlaku terhadap suatu merger, yaitu sebagai
berikut :

1) Ketentuan tentang perikatan pada umumnya

2) Ketentuan tentang perjanjian jual beli

e. Beberapa peraturan khusus sehubungan dengan status khusus dari


perusahaan atau bank yang akan merger.

1) Peraturan di bidang pasar modal.

Ketentuan di bidang pasar modal yang harus diikuti adalah


berkenaan dengan hal-hal, seperti prosedur, keterbukaan
informasi, aspek saham dan pasar sekunder, dan aspek
perlindungan pemegang saham publik.

2) Peraturan di bidang penanaman modal asing.

3) Peraturan hukum yang berkenaan dengan BUMN.

1
f. Peraturan khusus yang berkaitan dengan kegiatan merger

Dalam melakukan merger ada beberapa sektor hukum lain


yang terlibat, yaitu : sektor hukum tentang ketenagakerjaan, sektor
hukum pertanahan, KUH Perdata tentang Subrograsi, Novasi, Cessie
serta ketentuan hukum yang berhubungan dengan likuidasi
perusahaan.

2. Dasar hukum akuisisi


Regulasi yang menjadi dasar hukum bagi akuisisi yang
dilakukan oleh PT Terbuka secara khusus berlaku Undang-undang
nomor 8 tahun 1995 Tentang Pasar Modal Dan Keputusan Ketua
Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM), antara lain:
1) Keputusan ketua BAPEPAM Nomor Kep-05/PM/2000
(peraturan nomor IX.E.2) tentang transaksi material utama dan
perubahan kegiatan usaha utama, sebagaimana telah dirubah
dengan keputusan Ketua BAPEPAM Nomor Kep-02/PM/2001
2) Keputusan Ketua BAPEPAM Nomor Kep-12/PM/1997
(Peraturan Nomor IX.E.1i) tentang transaksi berbenturan
kepentingan, sebagaimana telah diubah dengan keputusan Ketua
BAPEPAM Nomor Kep-32/PM/2000
3) Keputusan kketua BAPEPAM nomor Kep-04/PM/2000
(Peraturan Nomor IX.H.1) tentang pengambilalihan perusahaan
terbuka.

1
D. PROSES MERGER DAN AKUISISI
Proses merger dan akuisisi menurut Dian Purnomo Jati (Yeni,
2006) memiliki beberapa tahapan, yaitu:
1. Tahap Perencanaan
Pada tahapan ini terdapat dua proses, yaitu identifikasi awal
dan screening. Pada proses identifikasi awal berarti
perusahaan mencari dan mengumpulkan informasi sebanyak
mungkin perusahaan-perusahaan mana saja yang potensial untuk
diajak bergabung. Berbagai informasi dikumpulkan untuk melihat
karakteristik perusahaan target. Hal ini tidak lepas dari motif
perusahaan dalam malakukan kegiatan merger dan akuisisi
sehingga perusahaan yang akan dipilih menyesuaikan dengan yang
akan dicapainya.
Setelah perusahaan melakukan identifikasi awal kemudian
perusahaan melakukan screening. Screening merupakan proses
penyaringan sekaligus memilih diantara berbagai calon perusahaan
target yang telah terkumpul informasinya.
2. Tahap Proses Merger dan Akuisisi
Tahapan ini terdiri dari empat proses yaitu penawaran
formal, due diligenco, negosiasi/deal dan closing. Proses
penawaran formal merupakan pendekatan formal yang dilakukan
oleh perusahaan melalui pemberitahuan secara tertulis dan resmi
tentang maksud penggabungan usaha terhadap manajemen puncak
perusahaan target. Kedua belah pihak melakukan penjajakan dan
pembicaraan tentang harga yang akan disepakati.
Setelah penawaran formal, kemudian dilakukan due
diligenco atau uji tuntas, yaitu suatu investigasi yang menyeluruh
dan mendalam terhadap berbagai aspek perusahaan target. Uji
tuntas dilakukan terhadap aspek hukum, keuangan,
organisasi, sumber daya manusia, pemasaran serta teknologi dan
produksi.

1
Negosiasi/deal dianggap telah terlaksana apabila tercapai
kesepakatan tentang syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam
proses merger atau akuisisi antara perusahaan pengakuisisi dan
pihak perusahaan target. Setelah ketiga proses diatas telah
terlaksana, kemudian dilakukan penutupan transaksi merger atau
akuisisi yang ditandai dengan berlakunya status hukum perusahaan
yang dimerger kedalam perusahaan hasil penggabungan usaha
disertai dengan penyerahan saham.
3. Tahap Pasca Akuisisi
Tahapan pasca akuisisi merupakan tahapan baru setelah
perusahaan melakukan penggabungan usaha sebagai suatu
kesatuan entitas.

E. PROSEDUR PELAKSANAAN MARGER DAN AKUISISI


1. Prosedur pelaksanaan marger
Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan Merger ini diatur
pada UUPT No. 40 Tahun 2007 Pasal 122 sampai Pasal 133 . Adapun
tata cara pelaksanaannya sebagaimana diuraikan sebagai berikut:
a. Direksi Perseroan yang akan menggabungkan diri dan menerima
Penggabungan menyusun racangan Penggabungan dan harus
mendapatkan persetujuan Dewan Komisaris dari setiap Perseroan
selanjutnya diajukan kepada RUPS masing-masing untuk
mendapatkan persetujuan.
b. Bagi Perseroan tertentu yang akan melakukan Penggabungan perlu
mendapat persetujuan terlebih dahulu dari instansi terkait sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan.
c. Penggabungan Perseroan wajib memperhatikan kepentingan :
1) Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan Perseroan;
2) Kreditor dan mitra usaha lainnya dari Perseroan; dan
3) Masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.

1
d. Pemegang saham yang tidak setuju terhadap keputusan RUPS
mengenai Penggabungan sebagaimana dimaksud diatas hanya boleh
melakukan haknya untuk meminta kepada Perseroan agar sahamnya
dibeli dengan harga yang wajar.
e. Keputusan RUPS mengenai Penggabungan Perseroan harus
memenuhi jumlah kuorum yang telah ditentukan.
f. Direksi Perseroan yang akan melakukan Penggabungan wajib
mengumumkan ringkasan rancangan paling sedikit dalam 1 (satu)
Surat Kabar dan mengumumkan secara tertulis kepada karyawan
dari Perseroan yang akan melakukan Penggabungan dalam jangka
waktu paling lambat 30 (tigapluh) hari sebelum pemanggilan RUPS.
Pengumuman tersebut juga memuat pemberitahuan bahwa pihak
yang berkepentingan dapat memperoleh rancangan Penggabungan di
kantor Perseroan terhitung sejak tanggal pengumuman sampai
tanggal RUPS diselenggarakan.
g. Rancangan Penggabungan yang telah di setujui RUPS dituangkan ke
dalam akta Penggabungan yang dibuat di hadapan notaries dalam
bahasa Indonesia.
h. Jika Penggabungan Perseroan tidak disertai perubahan anggaran
dasar, salinan akta Penggabungan harus disampaikan kepada Menteri
untuk dicatat dalam daftar Perseroan.
i. Direksi Perseroan yang menerima Penggabungan wajib
mengumumkan hasil Penggabungan dalam 1 (satu) Surat Kabar atau
lebih dalam jangka waktu paling lambat 30 (tigapuluh) hari terhitung
sejak tanggal berlakunya Penggabungan,
2. Prosedur pelaksanaan akuisisi
Adapun tata cara pengambilalihan perusahaan harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut:
a. Pengabilalihan dilakukan dengan cara pengambilalihan saham yang
telah dikeluarkan dan/atau akan dikeluarkan oleh perseroan melalui
Direksi Perseroan atau langsung dari pemegang saham

1
b. Pengembilalihan dapat dilakukan oleh badan hukum atau orang
persseorangan.
c. Pengabilalihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)adalah
pengambilalihan saham yang mengakibatkan beralihnya pengendalian
terhadap perseroan tersebut.
d. Dalam hal pengambilalihan dilakukan oleh badan hukum berbentuk
perseroan, direksi sebelum malakukan perbuatan hukum
pengambilalihan haus berdasarkan keputusan RUPS yang memenuhi
kuorum kehadiran dan ketentun tentang persyaratan pengambilan
keputusan RUPS sebagaimana dilmaksud dalam pasal 89.
e. Direksi perseroan yang akan diambil alih dan perseroan yang akan
mengambil alih dengan persetujuan dewan komisaris masing-masing
menyusun rancangan pengambilalihan yang memuat sekurang-
kurangnya :
1) Nama dan tempat kedudukan dari perseroan yang akan mengambil
alih dan perseroan yang akan diambil alih.
2) Alasan serta penjelasan Direksi Persoroan yang akan mengambil alih
dan Direksi Perseroan yang akan diambil alih.
3) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 66 ayat (2)
huruf a untuk tahun buku terakhir dari perseroan yang akan
mengambil alih dan perseroan yang akan di ambil alih.
4) Jumlah saham yang akan di ambil alih.
5) Kesiapan pendanaan.
6) Neraca konsolidasi proforma perseroan yang akan mengambil alih
setelah pengambilalihan yang disusun sesuai prinsip akuntansi yang
berlaku umum di Indonesia.
7) Cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju terhadap
pengambilalihan.
8) Cara penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota Direksi,
Dewan Komisais, dan karyawan dari Perseroan yang akann diambil
alih.

1
9) Pekiraan jangka waktu pengambilalihan, termasuk jangka waktu
pemberian kuasa pengalihan saham dari pemegang saham kepada
direksi perseroan.
10) Rancangan perubahan anggaran dasar perseroan hasil
pengambilalihan apabila ada.
f. Dalam hal pengambilalihan saham dilakukan langsung dari pemegang
saham.
g. Pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud pada ayat (7) wajib
memperhatikan ketentuan anggaran dasar perseroan yang diambil alih
tentang pemindahan hak atas saham dan perjanjian yang telah dibuat
oleh Perseroan dengan pihak lain.

F. LARANGAN-LARANGAN DALAM MARGER DAN AKUISISI


Salah-salah melakukan merger dan akuisisi, pengusaha dapat diseret
ke pengadilan dengan tuduhan melakuan monopoli dan persaingan usaha
tidak sehat. Apabila menurut Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU),
seorang pelaku usaha dapat dibuktikan melanggar peraturan mengenai
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat maka pelaku usaha tersebut dapat
dikenakan Sanksi berupa Sanksi administratif hingga sanksi pidana.
Berdasarkan pasal 2 PP 57/2010 dijelaskan bahwa :
1. Pelaku usaha dilarang melakukan penggabungan badan usaha, peleburan
badan usaha, atau pengambilalihan saham perusahaan lain yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak
sehat.
2. Praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat terjadi jika badan
usaha hasil penggabungan, peleburan ataupun pelaku usaha yang melakukan
pengambilalihan sahan perusahaan lain diduga melakukan :
a. Perjanjian yang dilarang. Seperti praktik oligopoli, penetapan harga,
pembagian wilayah, pemboikotan, kartel, trust, praktik oligopsoni,
integrasi vertikal, perjanjian tertutup.

1
b. Kegiatan yang dilarang. Seperti praktik monopoli, praktik monopsoni,
penguasaan pasar, persekongkolan.
c. Penyalahgunaan posisi dominan
Yaitu keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang
berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang
dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi diantara
pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan
keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta
kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau
jasa tertentu.

G. ALASAN MELAKUKAN MERGER DAN AKUISISI


Perusahaan mengambil kebijakan untuk merger atau mengakuisisi
perusahaan lain didasarkan pada berbagai alasan atau motif. Motif utama di
balik merger perseroan menurut Eugene F. Brigham (2006) yaitu:

a. Sinergi (synergy)
Kondisi dimana nilai keseluruhan lebih besar daripada hasil
penjumlahan bagian-bagiannya. Merger yang bersifat sinergistik, nilai
perusahaan setelah merger lebih besar daripada penjumlahan nilai
masing-masing perusahaan sebelum merger.
b. Pertimbangan pajak
Pertimbangan pajak dapat mendorong dilakukannya sejumlah
merger. Misalnya, perusahaan yang menguntungkan dan termasuk
dalam kelompok tarif pajak tertinggi dapat mengambilalih perusahaan
yang memiliki akumulasi kerugian yang besar. Kerugian tersebut
dapat mengurangi laba kena pajak dan tidak ditahan untuk
diguanakan dimasa depan. Merger juga dapat dipilih sebagai cara
untuk meminimalkan pajak dan menggunakan kas yang berlebih.
c. Pembelian aktiva di bawah biaya pengganti
Kadang-kadang perusahaan diambilalih karena nilai pengganti
(replacement value) aktivanya jauh lebih tinggi daripada nilai pasar

1
perusahaan itu sendiri. Nilai sebenarnya dari setiap perusahaan
adalah fungsi daya menghasilkan laba masa depannya, bukan biaya
untuk mengganti aktivanya. Jadi akuisisi harus berdasarkan nilai
ekonomi dari aktiva yang diakuisisi bukan atas biaya penggantinya.
d. Diversifikasi
Manajer berpendapat bahwa diversifikasi menstabilkan laba
perusahaan sehingga bermanfaat bagi pemiliknya. Akan tetapi pada
perusahaan milik keluarga biasanya pemilik tidak mau menjual
sebagian saham yang dimilikinya untuk melakukan diversifikasi karena
akan memperkecil kepemilikan dan mengakibatkan kewajiban pajak
yang besar atas keuntungan modal. Jadi merger dapat menjadi jalan
terbaik untuk mengadakan diversifikasi perorangan.
e. Insentif pribadi manajer
Beberapa keputusan bisnis banyak didasarkan pada motivasi
pribadi daripada analisis ekonomi. Tidak ada eksekutif yang akan
mengakui bahwa egonya merupakan alasan utama dibalik suatu
merger, akan tetapi ego memegang peranan penting dalam banyak
merger.
f. Nilai pecahan
Para analis mengestimasi nilai pemecahan suatu
perusahaan, yang merupakan nilai masing-masing bagian dari
perusahaan itu jika dijual terpisah. Jika nilai ini lebih tinggi
dari nilai pasar berjalan perusahaan, maka seorang spesialis
pengambil alihan dapat mengakuisisi perusahaan itu pada atau
bahkan diatas nilai pasar berjalannya, dijual secara sepotong-
sepotong dan menghasilkan laba yang besar.
I Putu Gede Ary Suta (Yeni, 2006) berpendapat bahwa sebenarnya
ada empat alasan ekonomis dalam melakukan merger dan akuisisi,
yaitu:
1) Keuntungan dari segi operasional (operation advantage)
Tindakan untuk melakukan takeover maupun merger

2
karena alasan skala ekonomis yang kemungkinan dapat tercapai.
Alasan yang paling sering diungkapkan sebagai pembenaran. Skala
ekonomis (economic of scale) adalah situasi dimana perusahaan
dapat melakukan penurunan dalam beban rata-rata untuk
memproduksi dan menjual suatu jenis produk dengan semakin
meningkatnya volume produksi.
2) Keuntungan dari segi finansial (financial advantage).
Perusahaan hasil merger dapat memeroleh manfaat dipasar uang
maupun pasar modal karena meningkatnya ukuran (size), termasuk
efisiensi. Melalui takeover atau merger perusahaan akan lebih besar
sehingga dapat meningkatkan kapasitas untuk memeroleh pinjaman.
Hal itu dapat menurunkan biaya modal perusahaan yang selanjutnya
dapat meningkatkan perolehan dana lebih tinggi melalui penerbitan
surat berharga melalui pasar modal dengan biaya emisi rendah
karena perusahaan yang lebih besar floating cost-nya jauh lebih
rendah.
3) Tingkat pertumbuhan
Melalui merger dan akuisisi perusahaan dapat
mengakselerasi tingkat pertumbuhan dibandingkan melalui
ekspansi eksternal. Disamping itu usaha untuk melakukan ekspansi
pada jenis pasaran produk baru atau membeli fasilitas produksi
dalam rangka meningkatkan produk yang sudah ada, dapat
dilakukan lebih cepat dan biaya serta risiko yang lebih rendah.
4) Diversifikasi
Melalui merger dan akuisisi dapat dilakukan diversifikasi
atas kegiatan usaha perusahaan. Dengan demikian dapat dijaga
perolehan tingkat keuntungan agar tidak berfluktuatif.

2
H. MOTIVASI MELAKUKAN MERGER DAN AKUISISI
Menurut Moin (Muhammad Aji, 2010), pada prinsipnya terdapat
dua motif yang mendorong sebuah perusahaan melakukan merger dan
akuisisi, yaitu motif ekonomi dan motif non-ekonomi. Motif ekonomi
berkaitan dengan esensi tujuan perusahaan yaitu meningkatkan nilai
perusahaan atau memaksimumkan kemakmuran pemegang saham. Di sisi
lain, motif non-ekonomi adalah motif yang bukan didasarkan pada esensi
tujuan perusahaan tersebut, tetapi didasarkan pada keinginan subyektif
atau ambisi pribadi pemilik.

2
Kedua motif tersebut akan dijelaskan lebih lanjut di bawah ini:
1. Motif Ekonomi
Esensi dari tujuan perusahaan, jika ditinjau dari perpektif
manajemen keuangan, adalah seberapa besar perusahaan mampu
menciptakan nilai (value creation) bagi perusahaan dan bagi pemegang
saham. Merger dan akuisisi memiliki motif ekonomi yang tujuan jangka
panjangnya adalah mencapai peningkatan nilai tersebut. Oleh karena itu
seluruh aktivitas dan keputusan yang diambil oleh perusahaan harus
diarahkan mencapai tujuan ini.
Implentasi program yang dilakukan oleh perusahaan harus melalui
langkah-langkah konkrit misalnya melalui efisiensi produksi, peningkatan
penjualan, pemberdayaan dan peningkatan produktivitas sumber daya
manusia. Disamping itu menurut Moin (Muhammad Aji, 2010), motif
ekonomi merger dan akuisisi yang lain meliputi:
a. Mengurangi waktu, biaya dan risiko kegalalan memasuki pasar
baru.
b. Mengakses reputasi teknologi, produk dan merk dagang.
c. Memeroleh individu-individu sumber daya manusia yang
profesional.
d. Membangun kekuatan pasar.
e. Memperluas pangsa pasar.
f. Mengurangi persaing
g. Mendiversifikasi lini produk.
h. Mempercepat pertumbuhan.
i. Menstabilkan cash flow dan keuntungan.
2. Motif Sinergi
Motivasi utama perusahaan melakukan merger dan akuisisi adalah
menciptakan sinergi. Sinergi merupakan kondisi yang saling
menguntungkan dari peristiwa merger maupun akuisisi. Sinergi dapat
berarti nilai keseluruhan perusahaan setelah merger dan akuisisi yang lebih
besar daripada penjumlahan nilai masing- masing perusahaan sebelum
merger dan akuisisi. Sinergi dihasilkan melalui kombinasi aktivitas
secara simultan dari kekuatan atau lebih elemen-elemen perusahaan yang

2
bergabung sedemikian rupa sehingga gabungan aktivitas tersebut
menghasilkan efek yang lebih besar dibandingkan dengan penjumlahan
aktivitas-aktivitas perusahaan jika mereka bekerja sendiri.
Pengaruh sinergi dapat timbul dari empat sumber:
a. Penghematan operasi, yang dihasilkan dari skala ekonomis dalam
manajemen, pemasaran, produksi atau distribusi;
b. Penghematan keuangan, yang meliputi biaya transaksi yang lebih
rendah dan evaluasi yang lebih baik oleh para analisis sekuritas;
c. Perbedaan efisiensi, yang berarti bahwa manajemen salah satu
perusahaan, lebih efisien dan aktiva perusahaan yang lemah akan lebih
produktif setelah merger dan;
d. Peningkatan penguasaaan pasar akibat berkurangnya persaingan
(Brigham, 2006).
Bentuk-bentuk sinergi disajikan berikut ini:
a. Sinergi Operasi
Sinergi operasi (operating synergy) terjadi ketika perusahaan hasil
kombinasi mencapai efisiensi biaya. Efisiensi ini dicapai dengan cara
pemanfaatan secara optimal sumberdaya-sumberdaya perusahaan,
sehingga dengan adanya merger ataupun akuisisi yang dilakukan
perusahaan maka diharapakan perusahaan dapat memasarkan produknya
hingga kapasitas penuh, dimana yang sebelumnya masih idle akan dapat
dioptimalkan untuk mendukung permintaan pasar. Disini terjadi efisiensi
karena pemanfaatan kapasitas produksi yang semula masih menganggur.
b. Sinergi Finansial
Sinergi finansial (financial synergy) dihasilkan ketika perusahaan
hasil merger memiliki struktur modal yang kuat dan mampu mengakses
sumber-sumber dana dari luar secara lebih mudah dan murah sedemikian
rupa sehingga biaya modal perusahaan semakin menurun. Struktur
permodalan yang kuat akan menjamin berlangsungnya aktivitas operasi
perusahaan tanpa menghadapi kesulitan likuiditas. Akses yang semakin
mudah terhadap sumber-sumber dana dimungkinkan ketika perusahaan
memiliki ukuran yang semakin besar.
Perusahaan yang memliki struktur permodalan kuat dan size yang

2
besar akan diberi kepercayaan dan kepercayaan yang positif oleh
publik. Kondisi seperti ini akan memberikan dampak positif bagi
perusahaan karena makin meningkatnya kepercayaan pihak lain
seperti lembaga-lembaga keuangan sehingga mereka bersedia
meminjamkan dana. Perusahaan yang memiliki kepercayaan dari
publik seperti itu memiliki risiko kebangkrutan yang lebih kecil
daripada yang tidak memiliki kepercayaan publik.
c. Sinergi Manajerial
Sinergi manajerial (managerial synergy) dihasilkan ketika terjadi
transfer kapabilitas manajerial dan skill dari perusahaan yang satu ke
perusahaan lain atau ketika secara bersama-sama mampu memanfaatkan
kapasitas know-how yang mereka miliki. Manajemen yang seperti ini
mampu bersinergi dalam mengambil keputusan-keputusan strategik.
Transfer kapabilitas terutama sekali terjadi ketika sebuah perusahaan
yang memiliki kinerja manajerial yang lebih baik merger dengan
perusahaan lain yang memiliki kinerja manajerial yang kurang bagus.
Perusahaan yang superior dalam suatu industri
seringkali memiliki sumberdaya manajemen yang lebih bagus
dibanding perusahaan yang lain di industri yang sama. Perusahaan
yang belum memiliki manajerial yang bagus perlu pembelajaran
internal melalui merger dengan perusahaan lain apabila ingin memiliki
keunggulan manajerial.
d. Sinergi Teknologi
Sinergi teknologi dapat dicapai dengan memadukan keunggulan
teknik sehingga saling memetik manfaat. Sinergi teknologi dapat terjadi
misalnya pada departemen riset dan pengembangan, departemen disain
dan engineering, proses manufacturing, dan teknologi informasi.
e. Sinergi Pemasaran
Perusahaan yang melakukan merger akan memeroleh manfaat dari
semakin luas dan terbukanya produk, bertambahnya lini produk yang
dipasarkan, dan semakin banyak konsumen yang dapat dijangkau.
3. Motif Diversifikasi
Diversifikasi adalah strategi pemberagaman bisnis yang dapat dilakukan

2
melalui merger dan akuisisi. Diversifikasi dimaksud untuk mendukung aktivitas
bisnis dan operasi perusahaan untuk mengamankan posisi bersaing. Akan tetapi jika
melakukan diversifikasi yang semakin jauh dari bisnis semula, maka perusahaan
tidak lagi berada pada koridor yang mendukung kompetensi inti (core
competence). Disamping memberikan manfaat seperti transfer teknologi dan
pengalokasian modal, diversifikasi juga membawa kerugian yaitu adanya subsidi
silang.
4. Motif Non-ekonomi
Aktivitas merger dan akuisisi terkadang dilakukan bukan untuk kepentingan
ekonomi saja tetapi juga untuk kepentingan yang bersifat non-ekonomi, seperti
prestise dan ambisi. Motif non- ekonomi dapat berasal dari manajemen perusahaan
atau pemilik perusahaan.
a. Motif Hubris Hypothesis
Hipotesis ini menyatakan bahwa merger dan akuisisi sematamata didorong
oleh motif “ketamakan” dan kepentingan pribadi para eksekutif perusahaan.
Alasannya adalah menginginkan ukuran perusahaan yang lebih besar. Dengan
semakin besarnya perusahaan makan semakin besar kompensasi yang akan
diterima. Kompensasi yang akan diterima bukan hanya berupa materi namun
juga berupa pengakuan dan aktualisasi diri.
Dalam hipotesis ini menerangkan alasan mengapa manajer bersedia
membayar premium yang sangat tinggi terhadap perusahaan target. Hal ini
disebabkan oleh kepercayaan diri yang berlebihan terhadap prospek perusahaan
yang diakuisisi.
b. Ambisi pemilik
Adanya ambisi dari pemilik perusahaan untuk menguasai berbagai sektor
bisnis. Menjadikan aktivitas merger dan akuisisi sebagai strategi perusahaan
untuk menguasai perusahaan-perusahaan yang ada untuk membangun “kerajaan
bisnis”. Hal ini biasanya terjadi dimana pemilik perusahaan memiliki kendali
dalam pengambilan keputusan perusahaan.

I. SEGI POSITIF DAN SEGI NEGATIF PENGGABUNGAN PERUSAHAAN


Penggabungan badan usaha menurut Desak Agung Oka Suardewi (Yeni,
2006) memiliki segi positif dan segi negatif.
Segi positif dari penggabungan usaha adalah sebagai berikut :

2
a. Dengan skala usaha yang relatif besar, konglomerat dapat menikmati dan
memanfaatkan economies of scale.
b. Dengan melaksanakan diversifikasi setiap perusahaan yang berada
dibawah kepemilikan konglomerat dapat menikmati dan memanfaatkan
eksternal economies karena terbukanya peluang untuk meningkatkan
efisiensi dan produktifitas yang pada gilirannya akan mendatangkan laba
yang memuaskan.
c. Dengan melakukan diversifikasi usaha dan ditunjang dengan skala usaha
yang relatif besar, dapat meningkatkan profesionalisme dan mempercepat
penguasaan alih teknologi.
d. Dengan efisiensi dan produktifitas yang lebih tinggi pada gilirannya
dapat meningkatkan ekspor, menciptakan dan memperluas kesempatan
kerja serta mendukung industrialisasi.
e. Bargaining position yang lebih kuat.
f. Dari segi manajemen, sentralisasi pengambilan keputusan mengandung
aspek positif seperti pengambilan keputusan yang cenderung lebih cepat,
berpandangan jauh kedepan dan berwawasan luas.

Kemudian segi-segi negatif yang terdapat dalam penggabungan usaha, yaitu:


1) Apabila penggabungan usaha tidak dibatasi dalam jenis dan skala
usahanya, maka cenderung dapat menimbulkan free fight liberalism,
yang pada akhirnya bermuara pada struktur pasar baru yang monopolistis.
2) Sentralisasi pengambilan keputusan dapat dimanfaatkan untuk melakukan
manipulasi pelaporan hasil usaha, pelaporan kekayaan perusahaan maupun
manipulasi melalui transfer pricing. Cara ini sering disebut conglomerate
game.
3) Integrasi Horisontal dengan tujuan mengurangi jumlah pesaing maupun
vertikal dengan tujuan membatasi kemampuan pesaing melalui penguasaan
sejumlah mata rantai produksi dari hulu sampai hilir dapat berdampak
kepada melemahnya mekanisme pasar yang menjurus kepada monopoli.
4) Dengan adanya sentralisasi pengambilan keputusan, maka kepentingan tiap
perusahaan anak disubordinasikan pada kepentingan perusahaan induk
yang pada gilirannya dapat berdampak negatif dan destruktif, seperti

2
peluang yang semakin besar dan mudah untuk membentuk semacam trust
dan kartel. Kondisi ini juga memungkinkan terbentuknya community of
interest diantara konglomerat yang tidak sejalan dengan kepentingan
nasional.
5) Kecenderungan timbulnya praktik reprocity yakni penciptaan kondisi yang
memungkinkan kesepakatan sejumlah perusahaan yang tergabung, untuk
saling membeli barang dan jasa yang dihasilkan masing-masing
perusahaan tersebut tanpa mempertimbangkan keadaan pasaran, sehingga
membatasi atau meniadakan akses pasar bagi pesaing. Apabila kondisi ini
semakin berkembang maka dapat menimbulkan ketimpangan ekonomi
terutama terdesaknya usaha-usaha kecil dan menengah.

2
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Merger adalah penggabungan dua perusahaan menjadi satu, dimana
perusahaan yang me-merger mengambil/membeli semua assets dan liabilities
perusahaan yang di-merger dengan begitu perusahaan yang me-merger memiliki
paling tidak 50% saham dan perusahaan yang di-merger berhenti beroperasi dan
pemegang sahamnya menerima sejumlah uang tunai atau saham di perusahaan yang
baru.
Akuisisi adalah pengambil-alihan (takeover) sebuah perusahaan dengan
membeli saham atau aset perusahaan tersebut, perusahaan yang dibeli tetap ada.
Dalam melakukan merger dan akuisisi banyak kendala yang harus diatasi oleh
perusahaan, yaitu modal, tenaga kerja, maupun budaya perusahaan. Untuk
menyatukan kedua perusahaan dengan budaya yang berbeda, tentunya sangat sulit dan
ini harus dipilih salah satu budaya mana yang sekiranya cocok untuk tetap
dipergunakan dalam melaksanakan merger dan akuisisi. Sebelum melakukan merger
dan akuisisi kedua perusahaan ini, harus berkoordinasi dengan perwakilan karyawan
dari masing-masing perusahaan tentang langkah atau kebijakan yang akan diambil
perusahaan nantinya setelah merger dan akuisisi. Karena budaya perusahaan
merupakan hal yang sangat sulit untuk dirubah, sehingga dalam melakukan perubahan
ini perlu diakukan secara bertahap.

B. SARAN
Demikianlah makalah yang dapat kami sajikan dan sampaikan, semoga
bermanfaat bagi kita semua. Apabila ada penulisan atau kata-kata yang kurang
berkenan kami mohon maaf. Kritik dan saran yang membangun senantiasa kami
harapkan untuk kesempurnaan makalah kami selanjutnya. Semoga bermanfaat dan
terimakasih.

2
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/36489823/MERGER_DAN_AKUISISI_k_11.docx
http://myunanto.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/35045/Merger+dan+Akuisisi.pdf
https://maulinaharris.blogspot.com/2016/12/makalah-merger-konsolidasi-dan-akusisi.html
Bryan A, G. (2004). Black's Law Dictionary. USA: St. Paul.
Naihasy, S. (2005). Hukum Bisnis (Business Law). Yogyakarta: Mida Pustaka.
Umam, K. (2009). Trend Pembentukan Bank Umum Syariah. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai