Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH MANAJEMEN KEUANGAN II

“Marger & Akuisisi”

OLEH
KELOMPOK 4 :
NUR RISQI (A021181046)

SITI MULYATI (A021181341)

YUSRIANI SYAM (A021181033)

PUTRI FIRSATI RONIA (A021181361)

HARNI SEPTIANINGSIH (A021181342)

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya, maka penulis
dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Marger dan Akuisisi”

Penulisan makalah adalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan
tugas kelompok mata kuliah “Hukum Ekonomi Syariah”.

Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada
teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu
kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan
makalah ini.

Makassar, 4 Mei 2020

Kelompok 4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Memasuki era perdagangan bebas persaingan usaha diantara perusahaan semakin ketat.
Kondisi demikian menuntut perusahaan untuk selalu mengembangkan strategi perusahaan
agar dapat bertahan atau dapat lebih berkembang. Untuk itu, perusahaan perlu
mengembangkan suatu strategi yang tepat agar perusahaan bisa mempertahankan
eksistensinya dan memperbaiki kinerjanya.
Sebagaimana sebuah organisme, perusahaan akan mengalami berbagai kondisi yaitu
pertumbuhan dan berkembangnya secara dinamis, berada pada kondisi statis dan mengalami
proses kemunduran atau pengkerutan. Dalam rangka tumbuh dan berkembang ini
perusahaan bisa melakukan ekspansi bisnis dengan memilih salah satu diantara dua jalur
alternatif yaitu pertumbuhan dari dalam perusahaan, dan pertumbuhan dari luar perusahaan.
Penggabungan usaha dapat dilakukan dengan berbagai cara yang didasarkan pada
pertimbangan hukum, perpajakan, atau alasan lainnya. Di Indonesia didorong oleh semakin
besarnya pasar modal, transaksi merger dan akuisisi semakin banyak dilakukan. Bentuk-
bentuk penggabungan usaha antara lain melalui merger dan akuisis. Di Indonesia praktek
akuisisi umumnya dilakukan oleh satu grup (internal acquition) khusus pada perusahaan
yang go publik. Merger dan akuisis ini telah berkembang menjadi tren beberapa perusahaan.
Alasan perusahaan melakukan merger dan akuisisi adlaah untuk memperoleh sinergi,
strategic opportunities, meningkatkan efektifitas dan mengeksploitasi mis-pricing di pasar
modal. Pada umumnya tujuan dilakukannya merger dan akuisis adalah mendapatkan sinergi
dan nilai tambah. Keputusan untuk merger dan akuisisi bukan sekedar menjadikan dua
ditambah dua menjadi empat tetapi merger dan akuisis harus menjadikan dua ditambah dua
menjadi lima dan seterusnya.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian marger dan akuisisi?
2. Apakah model-model dari marger dan akuisisi?
3. Apakah dasar hukum marger dan akuisisi?
4. Bagaimana prosedur pelaksanaan marger dan akuisisi?
5. Apakah marger dan akuisisi lintas Negara?
6. Apa saja larangan-larangan dalam marger dan akuisisi?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian marger dan akuisisi.
2. Mengetahui model-model dari marger dan akuisisi.
3. Mengetahui dasar hukum marger dna akuisisi.
4. Mengetahui bagaimana prosedur pelaksanaan marger dan akuisisi.
5. Mengetahui marger dan akuisisi lintas Negara.
6. Mengetahui apa saja larangan-larangan dalam marger dan akuisisi.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Marger dan Akuisisi


1. Pengertian marger
Merger adalah proses difusi dua perseroan dengan salah satu diantaranya tetap
berdiri dengan nama perseroannya sementara yang lain lenyap dengan segala nama dan
kekayaannya dimasukan dalam perseroan yang tetap berdiri tersebut.
Peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia memberikan
pengertian atau definisi merger dengan rumusan kalimat yang hamper seragam.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UUPT)
menggunakan istilah “Penggabungan” sebagai pengganti terminologi “Merger”.
UUPT memberikan pengertian penggabungan adalah perbuatan hukum yang
dilakukan oleh dua Perseroan atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara
mendirikan satu Perseroan baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva
dari Perseroan yang menggabungkan diri beralih Karena hukum kepada Perseroan yang
menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum Perseroan yang
menggabungkan diri berakhir karena hukum. \
Pengertian penggabungan tersebut kemudian secara khusus dalam disebutkan
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 tanggal 24 Pebruari 1998
mengenai Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas, yang
bunyi lengkapnya dikutip sebagai berikut: “Penggabungan adalah perbuatan hukum yang
dilakukan oleh satu perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan
lain yang telah ada dan selanjutnya perseroan yang menggabungkan diri menjadi
bubar.”
2. Pengertian akuisisi
Akuisisi adalah pengambilalihan sebagian besar (lebih dari 50%) atau seluruh
kepemilikan suatu bank. Akuisisi merupakan lembaga hukum yang dalam kontek
undang-undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) dikenal
dengan istilah pengambilalihan, yaitu perbuatan hokum yang dilakukan oleh badan
hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham perseroan yang
mengakbatkan beralihnya pengendalian atas perseroan tersebut.
Sementara dalam Undang-undang Nomor 10 tahun 1992 tentang Perbankan tetap
disebut sebagai akuisisi, yaitu pengambilalihan kepemilikan suatu bank.
Pengertian mengenai pengambilalihan juga dijumpai dalam ketentuan passal 1
angka 31 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah,
pengambilalihan yaitu perbuatan hokum yang dilakukan oleh badan hokum atau orang
perseorangan untuk mengambil alih saham Bank yang mengakibatkan beralihnya
pengendalian atas Bank tersebut.
Pengambilalihan dilakukan dengan cara pengambilalihan saham yang telah
dikeluarkan dan/atau akan dikeluarkan oleh perseroan melalui direksi perseroan atau
langsung dari pemegang saham. Pengambilalihan dapat dilakukan oleh badan hukum atau
orang perseorangan. Pengambilalihan sebagaimana yang dimaksud adalah pengambilah
saham yang mengakibatkan beralihnya pengendalian terhaddap perseroan tersebut.
Akuisisi sebagai setiap perbuatan hukum untuk mengambilalih seluruh atau sebagian
besar saham/atau asset dari perusahaan lain.[1]

B. Model-model Marger dan Akuisisi


1. Model-model Marger
a. Merger Horizontal,
adalah merger yang dilakukan oleh usaha sejenis (usahanya sama), misalnya
merger antara dua perusahaan roti, merger perusahaan sepatu, merger perusahaan kapas.
Contoh PT “A” yang mengusahakan kapas, bergabung dengan PT “B” yang
mengusahakan pemintalan, bergabung dengan PT “C” yang mengusahakan kain dan
seterusnya. Dengan demikian, tujuan kerjasama disini adalah menjamin tersedianya
pasokan atau penjualan dan distribusi, dimana PT “B” akan mempergunakan produk PT
“B” dan seterusnya.
b. Merger vertikal,
adalah merger yang terjadi antara perusahaan-perusahaan yang saling
berhubungan, misalnya dalam alur produksi yang berurutan. Contohnya: perusahaan
pemintalan benang merger dengan perusahaan kain, perusahaan ban merger dengan
peurusahaan mobil. Contoh: PT. A, PT. B, PT. C bergabung, lalu PT B yang menjadi
induk perusahaan.
c. Konglomerat
ialah merger antara berbagai perusahaan yang menghasilkan berbagai produk
yang berbeda-beda dan tidak ada kaitannya, misalnya perusahaan sepatu merger dengan
perusahaan elektronik, atau perusahaan mobil merger dengan perusahaan makanan.
Tujuan utama konglomerat ialah untuk mencapai pertumbuhan Badan Usaha dengan
cepat dan mendapatkan hasil yang lebih baik. Caranya ialah dengan saling bertukar
saham antara kedua perusahaan yang disatukan.

2. Model-model Akuisisi
a. Akuisisi berdasarkan cara yang ditempuh
 Akuisisi saham, yaitu akuisisi yang dilakukan dengan cara membali saham suatu
perusahaan oleh perusahaan yang lain.
 Akuisisi Aset, yakni akuisisi yang dilakukan dengan cara membeli asset dari
perusahaan berupa aktiva/pasiva perusahaan yang akan diakuisisi.
b. Akuisisi berdasarkan tujuannya
 Akuisisi financial, yaitu akuisisi yang dilakukan dengan maksud untuk mendapatkan
keuntungan financial semata sehingga yang diperhitungkan adalah untung dan rugi.
 Akuisisi strategis, yaitu akuisisi yang dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh
sinergi.

C. Dasar Hukum Marger dan Akuisisi


1. Dasar Hukum Marger
Penggabungan merupakan transaksi yang sah dan diperbolehkan menurut
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang perseroan terbataas. Dasar hukum marger
2. Dasar hukum akuisisi
Regulasi yang menjadi dasar hukum bagi akuisisi yang dilakukan oleh PT Terbuka secara
khusus berlaku Undang-undang nomor 8 tahun 1995 Tentang Pasar Modal Dan
Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM), antara lain:
a. Keputusan ketua BAPEPAM Nomor Kep-05/PM/2000 (peraturan nomor IX.E.2)
tentang transaksi material utama dan perubahan keh=giatan usaha utama,
sebagaimana telah dirubah dengan keputusan Ketua BAPEPAM Nomor Kep-
02/PM/2001
b. Keputusan Ketua BAPEPAM Nomor Kep-12/PM/1997 (Peraturan Nomor IX.E.1i)
tentang transaksi berbenturan kepentingan, sebagaimana telah diubah dengan
keputusan Ketua BAPEPAM Nomor Kep-32/PM/2000
c. Keputusan kketua BAPEPAM nomor Kep-04/PM/2000 (Peraturan Nomor IX.H.1)
tentang pengambilalihan perusahaan terbuka.

D. Prosedur pelaksanaan marger dan akuisisi


1. Prosedur Pelaksanaan Marger
Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan Merger ini diatur pada UUPT No. 40
Tahun 2007 Pasal 122 sampai Pasal 133 . Adapun tata cara pelaksanaannya sebagaimana
diuraikan sebagai berikut:
a. Direksi Perseroan yang akan menggabungkan diri dan menerima Penggabungan
menyusun racangan Penggabungan dan harus mendapatkan persetujuan Dewan
Komisaris dari setiap Perseroan selanjutnya diajukan kepada RUPS masing-masing
untuk mendapatkan persetujuan.
b. Bagi Perseroan tertentu yang akan melakukan Penggabungan perlu mendapat
persetujuan terlebih dahulu dari instansi terkait sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan.
c. Penggabungan Perseroan wajib memperhatikan kepentingan:
 Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan Perseroan;
 Kreditor dan mitra usaha lainnya dari Perseroan; dan
 Masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.
d. Pemegang saham yang tidak setuju terhadap keputusan RUPS mengenai
Penggabungan sebagaimana dimaksud diatas hanya boleh melakukan haknya untuk
meminta kepada Perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar.
e. Keputusan RUPS mengenai Penggabungan Perseroan harus memenuhi jumlah
kuorum yang telah ditentukan.
f. Direksi Perseroan yang akan melakukan Penggabungan wajib mengumumkan
ringkasan rancangan paling sedikit dalam 1 (satu) Surat Kabar dan mengumumkan
secara tertulis kepada karyawan dari Perseroan yang akan melakukan Penggabungan
dalam jangka waktu paling lambat 30 (tigapluh) hari sebelum pemanggilan RUPS.
Pengumuman tersebut juga memuat pemberitahuan bahwa pihak yang
berkepentingan dapat memperoleh rancangan Penggabungan di kantor Perseroan
terhitung sejak tanggal pengumuman sampai tanggal RUPS diselenggarakan.
g. Rancangan Penggabungan yang telah di setujui RUPS dituangkan ke dalam akta
Penggabungan yang dibuat di hadapan notaries dalam bahasa Indonesia.
h. Jika Penggabungan Perseroan tidak disertai perubahan anggaran dasar, salinan akta
Penggabungan harus disampaikan kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar
Perseroan.
i. Direksi Perseroan yang menerima Penggabungan wajib mengumumkan hasil
Penggabungan dalam 1 (satu) Surat Kabar atau lebih dalam jangka waktu paling
lambat 30 (tigapuluh) hari terhitung sejak tanggal berlakunya Penggabungan,

2. Prosedur Pelaksanaan Akuisisi


Adapun tata cara pengambilalihan perusahaan harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:
a. Pengabilalihan dilakukan dengan cara pengambilalihan saham yang telah dikeluarkan
dan/atau akan dikeluarkan oleh perseroan melalui Direksi Perseroan atau langsung
dari pemegang saham
b. Pengembilalihan dapat dilakukan oleh badan hukum atau orang persseorangan.
c. Pengabilalihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)adalah pengambilalihan saham
yang mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan tersebut.
d. Dalam hal pengambilalihan dilakukan oleh badan hukum berbentuk perseroan,
direksi sebelum malakukan perbuatan hukum pengambilalihan haus berdasarkan
keputusan RUPS yang memenuhi kuorum kehadiran dan ketentun tentang
persyaratan pengambilan keputusan RUPS sebagaimana dilmaksud dalam pasal 89.
e. Direksi perseroan yang akan diambil alih dan perseroan yang akan mengambil alih
dengan persetujuan dewan komisaris masing-masing menyusun rancangan
pengambilalihan yang memuat sekurang-kurangnya:
 Nama dan tempat kedudukan dari perseroan yang akan mengambil alih dan
perseroan yang akan diambil alih.
 Alasan serta penjelasan Direksi Persoroan yang akan mengambil alih dan Direksi
Perseroan yang akan diambil alih.
 Laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 66 ayat (2) huruf a untuk
tahun buku terakhir dari perseroan yang akan mengambil alih dan perseroan yang
akan di ambil alih.
 Jumlah saham yang akan di ambil alih.
 Kesiapan pendanaan.
 Neraca konsolidasi proforma perseroan yang akan mengambil alih setelah
pengambilalihan yang disusun sesuai prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia.
 Cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju terhadap
pengambilalihan.
 Cara penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota Direksi, Dewan Komisais,
dan karyawan dari Perseroan yang akann diambil alih.
 Pekiraan jangka waktu pengambilalihan, termasuk jangka waktu pemberian kuasa
pengalihan saham dari pemegang saham kepada direksi perseroan.
 Rancangan perubahan anggaran dasar perseroan hasil pengambilalihan apabila
ada.
f. Dalam hal pengambilalihan saham dilakukan langsung dari pemegang saham.
g. Pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud pada ayat (7) wajib memperhatikan
ketentuan anggaran dasar perseroan yang diambil alih tentang pemindahan hak atas
saham dan perjanjian yang telah dibuat oleh Perseroan dengan pihak lain.

E. Marger dan Akuisisi Lintas Negara


Lintas batas mencakup kegiatan yang berlangsung antara dua negara yang berbeda.
Seiring dengan berlanjutnya trend global atas konsolidasi industry, berita mengenai merger
dan akuisisi internasional praktis merupakan kenyataan sehari-hari. Semakin banyak
perusahaan ingin go global karena mereka menawarkan peluang besar yang merupakan
pilihan yang relatif lebih murah bagi perusahaan untuk membangun dirinya sendiri secara
internal. Oleh karena itu dapat diisyaratkan bahwa perbatasan merger dan akuisisi lintas
batas pada dasarnya adalah transaksi yang dilakukan tersebut terjadi dimana perusahaan
target dan perusahaan pengakuisisi adalah dari negara asal yang berbeda. Kesepakatan ini
seperti di mana aset dan proses dari perusahaan di negara-negara yang berbeda digabungkan
untuk membentuk sebuah badan baru yang sah.
Merger dan akuisisi lintas batas terdiri dari dua jenis Inward dan Outward. Inward lintas
batas melibatkan pergerakan modal ke dalam karena penjualan sebuah perusahaan domestik
untuk investor asing. Sebaliknya Outward lintas batas melibatkan pergerakan modal ke luar
karena pembelian sebuah perusahaan asing. Merger dan akuisisi lintas batas dapat dilakukan
oleh badan usaha di dalam negeri (mengambil alih badan usaha di luar negeri) atau badan
usaha di luar negeri (mengambil alih badan usaha di dalam negeri).
Merger dan akuisisi lintas batas negara sebenarnya tidak berbeda dengan
pengambilalihan secara domestik. Perbedaannya hanya kepada sifat lintas negara, yaitu
pengambilalihan suatu badan usaha di suatu negara yang dilakukan oleh suatu badan usaha
di negara lainnya. Beberapa faktor yang umumnya mendorong perusahaan untuk melakukan
cross border adalah:
a. Globalisasi pasar keuangan
b. Tekanan pasar dan penurunan permintaan akibat kompetisi internasional
c. Mencari peluang pasar baru sejak teknologi ini berkembang cepat
d. Diversifikasi geografis yang akan menghasilkan menjelajahi aset di negara-negara lain
e. Meningkatkan efisiensi perusahaan dalam memproduksi barang dan jasa.
f. Pemenuhan tujuan untuk tumbuh secara menguntungkan
g. Meningkatkan skala produksi
h. Berbagi teknologi dan inovasi yang mengurangi biaya

F. Larangan-larangan dalam Marger dan Akuisisi


Salah-salah melakukan merger dan akuisisi, pengusaha dapat diseret ke pengadilan
dengan tuduhan melakuan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Apabila menurut
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), seorang pelaku usaha dapat dibuktikan
melanggar peraturan mengenai monopoli dan persaingan usaha tidak sehat maka pelaku
usaha tersebut dapat dikenakan Sanksi berupa Sanksi administratif hingga sanksi pidana.
Berdasarkan pasal 2 PP 57/2010 dijelaskan bahwa :
1. Pelaku usaha dilarang melakukan penggabungan badan usaha, peleburan badan usaha,
atau pengambilalihan saham perusahaan lain yang dapat mengakibatkan terjadinya
praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
2. Praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat terjadi jika badan usaha hasil
penggabungan, peleburan ataupun pelaku usaha yang melakukan pengambilalihan sahan
perusahaan lain diduga melakukan :
a. Perjanjian yang dilarang. Seperti praktik oligopoli, penetapan harga, pembagian
wilayah, pemboikotan, kartel, trust, praktik oligopsoni, integrasi vertikal, perjanjian
tertutup.
b. Kegiatan yang dilarang. Seperti praktik monopoli, praktik monopsoni, penguasaan
pasar, persekongkolan.
c. Penyalahgunaan posisi dominan, yaitu keadaan dimana pelaku usaha tidak
mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa
pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi diantara
pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan,
kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk
menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Merger adalah penggabungan dua perusahaan menjadi satu, dimana perusahaan yang me-
merger mengambil/membeli semua assets dan liabilities perusahaan yang di-merger dengan
begitu perusahaan yang me-merger memiliki paling tidak 50% saham dan perusahaan yang
di-merger berhenti beroperasi dan pemegang sahamnya menerima sejumlah uang tunai atau
saham di perusahaan yang baru. Definisi merger yang lain yaitu sebagai penyerapan dari
suatu perusahaan oleh perusahaan yang lain. Dalam hal ini perusahaan yang membeli akan
melanjutkan nama dan identitasnya. Perusahaan pembeli juga akan mengambil baik aset
maupun kewajiban perusahaan yang dibeli. Setelah merger, perusahaan yang dibeli akan
kehilangan/berhenti beroperasi.
Akuisisi adalah pengambil-alihan (takeover) sebuah perusahaan dengan membeli saham
atau aset perusahaan tersebut, perusahaan yang dibeli tetap ada.
Dalam melakukan merger dan akuisisi banyak kendala yang harus diatasi oleh
perusahaan, yaitu modal, tenaga kerja, maupun budaya perusahaan. Untuk menyatukan
kedua perusahaan dengan budaya yang berbeda, tentunya sangat sulit dan ini harus dipilih
salah satu budaya mana yang sekiranya cocok untuk tetap dipergunakan dalam
melaksanakan merger dan akuisisi. Sebelum melakukan merger dan akuisisi kedua
perusahaan ini, harus berkoordinasi dengan perwakilan karyawan dari masing-masing
perusahaan tentang langkah atau kebijakan yang akan diambil perusahaan nantinya setelah
merger dan akuisisi. Karena budaya perusahaan merupakan hal yang sangat sulit untuk
dirubah, sehingga dalam melakukan perubahan ini perlu diakukan secara bertahap.
DAFTAR PUSTAKA

Umam, Khotibul, Trend Pembentukan Bank Umum Syariah, 2009, Yogyakarta: BPFE
Yogyakarta

Naihasy, Syahrin, Hukum Bisnis (Business Low), 2005, Yogyakarta: Mida Pustaka

Bryan A. Gorner, Black’s Law Dictionary, 2004,, USA: St. Paul

[1]Khotibul Umam, Trend Pembentukan Bank Umum Syariah, 2009, Yogyakarta: BPFE-
Yogyakarta, Hlm. 7-8

[2] Syahrin Naihasy, Hukum Bisnis (Business Low), 2005, Yogyakarta: Mida Pustaka, Hlm. 152

[3] Bryan A. Gorner, Black’s Law Dictionary, 2004,, USA: St. Paul, Hlm. 25

Anda mungkin juga menyukai