Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH SEMINAR PERPAJAKAN

ASPEK PAJAK KOPERASI

Disusun dan diajukan sebagai salah satu syarat melengkapi tugas mata kuliah
Seminar Perpajakan

Disusun Oleh :
Kelompok :
Annisa Rahma Marchia C10210149
Tiara Nurrizki Lasanti C10210144
Siti Aolia Trihapsari C10210169
Destianing Dwi Hanani C10210171

PROGRAM STUDI STRATA SATU AKUNTANSI


SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE) EKUITAS
BANDUNG
2024
KATA PENGANTAR

Puji sykur kami sampaikan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
kesempatan dan keschatan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
"Aspek Perpajakan Dana Pensiun" ini pada waktu yang telah ditentukan. Sholawat beserta
salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Makalah ini kami
susun untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Seminar Perpajakan yang berjudul
“Aspek Pajak Dana Pensiun”. Selain itu penulisan ini bertujuan untuk menambah wawasan
baik untuk penulis atau bagi pembaca.
Kami menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat didalam makalah ini karna
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman. Untuk itu kami mengaharapkan kritik dan saran
dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi pembaca. Untuk itu, kami ucapkan terimakasih.

Bandung, 7 Maret 2024

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perpajakan dan Koperasi merupakan dua hal penting yang perlu dipahami.
Perpajakan adalah hal ikhwal yang berkaitan dengan pajak, sementara koperasi
merupakan Badan Hukum yang menurut Undang-Undang Perpajakan Nomor 17 tahun
2000 sebagai subyek pajak.

Koperasi pada hakekatnya adalah organisasi swadaya yang bertumpu pada


kekuatan partisipasi anggota. Partisipasi anggota diwujudkan dalam bentuk hak dan
kewajiban anggota kepada koperasi. Pemenuhan kewajiban anggota, dapat
memperkuat kemampuan koperasi dalam memberikan pelayanan yang merupakan hak
anggota. Kemampuan koperasi dalam memberikan pelayanan kepada anggota, adalah
perwujudan kewajiban koperasi dalam upaya mempromosikan atau meningkatkan
kesejahteraan anggota.

Pajak itu sendiri pada hakekatnya adalah iuran masyarakat kepada Negara
sebagai bentuk partisipasi kewajiban untuk membiayai pengeluaran umum
sehubungan dengan tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. Sebagai
suatu kewajiban, pajak bagi koperasi ternyata dimulai sejak tanggal pengesahan akte
pendiran Badan Hukum dan telah mempunyai Nomor

Pokok Wajib Pajak (NPWP) serta berakhir sejak tanggal koperasi dibubarkan.
Pajak merupakan pengetahuan yang harus dimiliki oleh setiap wajib pajak,penguasaan
terhadap peraturan perpajakan bagi wajib pajak akan meningkatkan kepatuhan
kewajiban perpajakan agar terhindar dari sanksi-sanksi yang berlaku dalam ketentuan
umum perpajakan.

Sistem self assesment memberikan kepercayaan penuh tanggung jawab


kepada wajib pajak untuk menghitung, memotong, menyetor dan melaporkan
besarnya pajak terutang sesuai dengan ketentuan. Dalam sistem ini diharapkan wajib
pajak memiliki kesadaran terhadap kewajibannya, kejujuran dalam menghitung
pajaknya, memiliki hasrat atau keinginan yang baik untuk membayar pajak, dan
disiplin dalam menjalankan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Berkaitan dengan itu diperlukan upaya terus menerus untuk menggugah dan
mendorong koperasi transparansi dan melaksanakan akuntabilitas dengan mematuhi
peraturan perpajakan dan ketaatan dalam memenuhi kewajiban pajak. Untuk itu kata
kunci untuk itu adalah adanya peningkatan pengetahuan dan pemahaman perpajakan
oleh seluruh insan anggota dan pengelola koperasi merupakan suatu kewajiban yang
mengikat baik kepada individu anggota maupun koperasi sebagai badan usaha.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uiraian latar belakang yang telah dipaparkan di atas , maka rumusan
masalah yang didapat adalah :

1. Apa yang dimaksud dengan Koperasi ?

2. Apa saja yang menjadi Dasar Hukum dari Koperasi ?

3. Bagaimana aspek perpajakan atas Koperasi ?

4. Bagaimana contoh kasus pajak atas Koperasi ?

1.3 Tujuan Pembelajaran


a. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Koperasi
b. Untuk mengetahui apa saja yang menjadi Dasar Hukum dari Koperasi
c. Untuk mengetahui bagaimana aspek pajak atas Koperasi.
d. Untuk mengetahui bagaimana contoh kasus pajak atasKoperasi.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Koperasi

Berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian


Pasal 1 ayat 1 Pengertian Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-
seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan
prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas
kekeluargaan. Koperasi sebagai badan usaha yang bertujuan menghasilkan profit atau
SHU akan dikenakan pajak atas penghasilan yang dihasilkan, baik dari penjualan
barang atau pendapatan jasa, termasuk dari jasa pinjaman atau pembiayaan untuk KSP
atau KSPPS. Ketentuan pajak badan atas penghasilan koperasi terdiri dari Pajak Final
dan Pajak Tidak Final. Pajak badan wajib dilaporkan secara tahunan berupa SPT
Badan Tahunan maksimal bulan April di tahun berikutnya.
- Bentuk Koperasi terdiri dari Koperasi Primer dan Sekunder.
Koperasi Primer adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang-
seorang, Koperasi Sekunder adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan
Koperasi.
- Jenis Koperasi ditentukan oleh kesamaan aktivitas, kepentingan, dan kebutuhan
ekonomi anggotanya. Misanya Koperasi Simpan Pinjam, Koperasi Konsumen,
Koperasi Produsen, Koperasi Pemasaran, dan Koperasi Jasa.
Dalam hal mendirikan Koperasi tentu harus memperhatikan sumber modal.
Modal Koperasi terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman. Modal Sendiri
diperoleh dari : Simpanan Pokok, Simpanan Wajib, Dana Cadangan, dan Hibah.
Sedangkan Modal pinjaman berasal dari : anggota, Koperasi lain / anggotanya, Bank
dan Lembaga Keuangan Lainnya, Obligasi, dan sumber lain yang sah.
Dalam dunia Koperasi, dua faktor yang paling menentukan berlangsungnya
kegiatan usaha adalah modal dan Sumber Daya Manusia (SDM), banyak kini koperasi
yang tidak aktif (vakum) dari kegiatan usaha karena ketiadaan Sumber Daya Manusia
atau modal.
2.2 Dasar Hukum Koperasi

1. UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan stdd
UU Nomor 16 Tahun 2009
2. UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan stdd UU Nomor 36 Tahun
2008
3. Dasar hukum pembagian SHU adalah Pasal 4 ayat 1g dan PMK nomor
111/PMK.03/2010 tentang cara pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak
penghasilan atas dividen yang ditcrima atau diperoleh wajib pajak Orang Pribadi.
Maka, SHU ini dikenakan pajak penghasilan sebesar 10% dari jumlah bruto dan
bersifat final

2.3 Aspen Pajak Atas Koperasi

Dalam ketentuan perpajakan yang ada, bentuk kegiatan usaha berupa


koperasi termasuk Wajib Pajak Badan. Sesuai dengan bunyi penjelasan Pasal 2 ayat (1)
huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, yaitu:

"Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik
yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan
terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau
badan usaha milik daerah dengan nama dan bentuk apa pun, firma, kongsi koperasi,
dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial
politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak
investasi kolektif dan bentuk usaha tetap."

Berdasarkan ketentuan tersebut maka Koperasi termasuk sebagai Wajib


Pajak badan yang ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan termasuk
pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.

Secara umum kewajiban perpajakan koperasi adalah :

Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP dan/atau PKP

1. Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib ajak
sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda
pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan
kewajiban perpajakannya.
2. Data pendukung yang perlu disiapkan oleh Wajib Pajak untuk mengisi formulir
permohonan pendaftaran untuk mendapatkan NPWP:
3. Akte Pendirian dan peribahan atau surat penunjukan dari kantor pusat bagi
bentuk usaha tetap;
4. NPWP pimpinan/penanggung jawab badan (koperasi);
5. Kartu Tanda Penduduk bagi penduduk Indonesia, atau paspor bagi orang asing
sebagai penanggung jawab;

2.4 Objek Pajak Penghasilan Koperasi

Bunga Simpana Koperasi


Bunga simpanan koperasi merupakan imbalan yang diberikan koperasi kepada anggota
berdasarkan simpanan wajib dan sukarela yang disetorkan kepada koperasi.
a. Dasar Hukum
 PP 15 Tahun 2009 (berlaku sejak 1 Januari 2009) tentang PPh atas bunga simpanan
yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi Orang Pribadi
 PMK-112/PMK.03/2010 (berlaku sejak 14 Juni 2010) tentang Tata Cara
Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan atas Bunga Simpanan yang dibayarkan
oleh Koperasi kepada anggota koperasi Orang Pribadi
b. Tarif
 0% untuk penghasilan berupa bunga simpanan sampai dengan Rp.240.000,00 per
bulan
 10% untuk jumlah bruto bunga untuk penghasilan berupa bunga simpanan lebih
dari Rp.240.000,00 per bulan

c. Saat Terutang dan Saat Pemotongan Oleh Koperasi


 Yaitu Saat Pembayaran (pasal 3 PMK-112/PMK.03/2010)
 Koperasi Wajib membuat Bukti Potong Ph Pasal 4 ayat (2) termasuk penghasilan
dari bunga simpanan yang dikenakan tarif 10%.

d. Saat Penyetoran dan Pelaporan


 Saat Penyetoran: Tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
 Saat Pelaporan : Paling lama 20 hari setelah masa pajak berakhir
 Formulir Pelaporan SPT Masa PPh Final Pasal 4 ayat (2) ada di PER-53/PJ/2009

Sisa Hasil Usaha Koperasi (SHU)

a. Sisa Hasil Usaha (SHU) adalah pendapatan koperasi yang diperoleh dalam satu tahun
buku dikurangi dengan biaya-biaya operasional dan kewajiban lainnya termasuk
pajak dalam tahun buku yang bersangkutan.
b. SHU merupakan bagian laba yang diberikan kepada anggota atas simpanan
pokoknya.
c. Pemberian SHU tidak dijanjikan di awal, tetapi tergantung pada laba yang diperoleh
koperasi.
d. Berdasarkan pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000, SHU
termasuk ke dalam pengertian dividen yang merupakan objek PPh sehingga harus
dilaporkan dalam SPT Tahunnan penerima.
e. Namun, pembagian SHU tersebut bukan merupakan objek PPh Pasal 23 oleh pihak
lain (Lihat pasal 23 ayat (4) huruf f Undang-Undang nomor 17 Tahun 2000)

2.5 Kewajiban Koperasi Sebagai Pemotong Pajak

Memotong PPh pada saat pembayaran atau teritangnya bunga dan memberikan bukti
pemotongan kepada anggota yang menerima bunga simpanan koperasi.

 Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21


Kewajiban pemotongan PPh Pasal 21 pada dasarnya muncul jika koperasi
membayarkan penghasilan kepada pihak lain yang berstatus sebagai Wajib Pajak
Orang Pribadi sehubungan dengan pekerjaan, kegiatan atau jasa yang
dilakukannya untuk koperasi itu sendiri.
Pengurus koperasi haris memahami dengan baik setiap konteks pembayaran
sehubungan dengan pekerjaan kepada pihak lain (Orang Pribadi) karena ini terkait
erat dengan tata cara penghitungan dan pengenaan PPh Pasal 21 yang harus
dipotong oleh koperasi.
 Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23
Kewajiban memotong PPh pasal 23 ini muncul jika koperasi melakukan
pembayaran yang atas pembayaran itu terutang PPh Pasal 23 sebagaimana diatur
di dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.
Peraturan perundang-undangan perpajakan menyebutkan bahwa Objek PPh Pasal
23 juga meliputi penghasilan yang bersumber dari permodalan (Dividen, Bunga,
dan Royalti), tetapi dalam kaitannya dengan koperasi yang memberikan Bunga
Simpanan dan/atau Sisa Hasil Usaha kepada anggotanya, maka atas keduanya
bukan merupakan Objek PPh Pasal 23 (diatur di dalam Peraturan Pemerintah
Nomor
15 Tahun 2009). Kewajiban koperasi untuk memotong PPh Pasal 23 juga muncul
dalam hal koperasi memberikan hadiah kepada pihak lain yang berbentuk badan.
Mengenai tarif, PPh Pasal 23 hanya mengenal dua jenis tarif yaitu 15% (untuk
Dividen, Bunga, Royalti, dan hadiah) dan 2% (untuk sewa aset/harta kecuali
tanah/bangunan) yang keduanya dihitung dari nilai bruto.

 Pajak Penghasilan (PPh) Final Pasal 4 Ayat (2)


a. Sewa Tanah/Bangunan
Dalam menjalankan kegiatannya, pengurus koperasi tentu memerlukan
tempat atau ruangan yang digunakan sebagai lokasi usaha. Bagi sebagian
koperasi, mereka memiliki tempat sendiri, tetapi bagi sebagian yang lain
mereka harus menyewa dari pihak lain. Sebetulnya dari segi kegiatan
usaha koperasi mungkin ini tidak terlalu menjadi soal. Namun, dari sisi
pajak, jelas ada perbedaannya. Untuk koperasi yang memiliki lokasi usaha
sendiri, tidak ada aspek perpajakan atas kegiatan mendiami lokasi tersebut,
sedangkan untuk koperasi yang menyewa gedung, ia wajib memotong
PPh Final sebesar 10% dari nilai sewanya.

b. Pengalihan hak atas Tanah/Bangunan


Dalam kasus di mana koperasi menjual atau mengalihkan hak
kepemilikan atas tanah dan/atau bangunan, maka terdapat pengenaan
Pajak Penghasilan Final Pasal 4 ayat (2) Final sebesar 5% dari nilai
bruto/kotor penjualan yang lebih tinggi antara yang tertera di dalam akta
penjualan dengan nilai NJOP (Nilai Jual Objek Pajak). Dasar hukum yang
mengatur aspek pengenaan pajak atas transaksi ini adalah Peraturan
Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008 tanggal
4 November 2008 tentang Pembayaran PPh atas Penghasilan dari
Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.

c. Pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) Koperasi


Penegasan perihal SHU yang dibagikan koperasi dijelaskan di dalam
Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-111/PMK.03/2010 tanggal 14
Juni 2010 tentang Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan
Pajak Penghasilan atas Dividen yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
Orang Pribadi dalam negeri.
Oleh karena itu, ketika SHU yang hendak dibagikan tersedia, maka
pengurus koperasi harus melakukan pemotongan sebelum dibagikan dan
menerbitkan bukti pemotongan Pajak Penghasilan Final Pasal 4 ayat (2)
kepada para anggota yang telah dipotong SHU-nya.
Disebutkan pula dalam pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor
PMK-111/PMK.03/2010 bahwa koperasi harus melaporkan transaksi
pemotongan tersebut paling lambat tanggal 20
bulan berikutnya setelah masa pajak dilakukan pemotongan dan
menyetorkan ke kas negara, paling lambat tanggal 10 setelah masa pajak
dilakukan pemotongan berakhir.
1. Menyetorkan secara kolektif PPh selambat-lambatnya tanggal 10
bulan berikutnya (menggunakan SSP dimana kolom nama dan
NPWP SSP diisi dengan nama dan NPWP koperasi).
2. Melaporkan ke KPP terkait selambat-lambatnya tanggal 20 bulan
berikutnya (menggunakan SPT Masa Pph Pasal 23/26)

2.6 Kasus Penyelewengan Perusahaan Terhadap Pajak Koperasi

Dua orang dan satu korporasi di Kabupaten Bekasi ditetapkan sebagai tersangka
atas dugaan kasus perpajakan. Mereka diduga tak membayar pajak selama setahun hingga
menimbulkan kerugian negara Rp 2,6 miliar.
Kasus tersebut awalnya ditangani oleh Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP)
Jawa Barat II bersama Koordinasi dan Pengawasan (Korwas) Polda Metro Jaya. Tiga
orang tersangka terdiri dari dua orang yakni YSM, AIW dan satu korporasi PT GF.
Mereka diduga tak membayar pajak selama satu tahun di tahun 2018 lalu. Kasus itu sudah
selesai diselidiki DJP Jabar II. Sehingga tersangka dan barang bukti atau tahap dua
dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Bekasi.
Riyono menjelaskan modus yang dilakukan oleh para tersangka ini yakni tidak
melaporkan surat pemberitahuan (SPT) pajak pertambahan nilai (PPh) dan pemungutan.
Menurut dia, hal tersebut bertentangan dengan Pasal 39 ayat (1) huruf c dan huruf i
Undang-undang nomor 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan
sebagaimana diubah beberapa kali dan terakhir Undang-undang nomor 11 tahun 2020
tentang cipta kerja. Sementara itu, Kepala Kanwil DJP Jabar II Harry Gumelar
menuturkan penyelidikan kasus ini bermula saat DJP Jabar II mendapati adanya wajib
pajak yang tak membayar pajak. Hal itu bisa terlihat dari sistem yang dimiliki direktorat
pajak. Sebelum pelimpahan tahap dua ini, pihak DJP Jabar II sudah melakukan berbagai
upaya mulai dari pemanggilan pihak korporasi PT GF yang bergerak di bidang
pengecatan sparepart otomotif itu hingga kedua tersangka. Sementara itu, Kepala
Kejaksaan Tinggi Jabar Asep N Mulyana menegaskan pihaknya berkomitmen menindak
segala bentuk tindak pidana. Bahkan dia tak segan menyeret korporasi apabila terbukti
bersalah.
BAB III
PENUTUP

Aspek perpajakan pada koperasi khususnya pph badan pasal 25 yang dikenakan pada
shu koperasi dikenakan tariff 28 % dan sama halnya dengan pajak badan pada perusahaan
lain menurut peraturan perpajakan badan tahun 2009 yang berlaku pada 2010. Pajak badan
sendiri telah mengalami perubahan terus dari tahun 2008 dengan tariff pajak 10%
(50.000.000 ), 15% ( > 50.000.000-100.000.000 ), 30% ( > 100.000.000 ) dan pada tahun 2010
ini menggunakan tariff pajak 28 %. Anggsuran per bulan pajak pph pasal 25 pun
mengalami masa transisi pada tahun 2009 untuk pajak koperasi, banyak kegamblangan
dalam kenyataannya peraturan-peraturan perpajakan koperasi banyak yang belum bisa
dilaksanakan dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

https://elib.unikom.ac.id/files/disk1/511/jbptunikompp-gdl-yohanesmit-25517-4-babivp-f.pdf

https://www.scribd.com/document/479241786/MAKALAH-ASPEK-PERPAJAKAN-ATAS-
KOPERASI-docx

https://news.detik.com/berita-jawa-barat/d-5792175/tak-bayar-pajak-hingga-rp-2-6-m-dua-
orang-korporasi-di-bekasi-jadi-tersangka/amp

https://www.gustani.id/2023/06/aspek-perpajakan-pada-koperasi.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai