Anda di halaman 1dari 11

ASPEK PERPAJAKAN PADA YAYASAN

MAKALAH INI DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH


PERPAJAKAN KORPORASI

DOSEN PENGAMPU:
Wahyu Nurul Hidayati S.E., Ak., M.Ak.

Disusun Oleh :
Rahmat Aji Nugroho (221011201571)

PROGAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PAMULANG
2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa
atas berkat dan Rahmat-NYA lah, makalah ini dapat saya buat dan selesaikan, makalah ini di
buat dengan tujuan untuk memenuhi tugas dari matakuliah “PERPAJAKAN
KORPORASI”.

Sebagai penyusun, saya menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan, baik
dari penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam makalah ini. Oleh karena itu, saya
dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini, agar nantinya makalah ini bisa menjadi makalah yang lebih baik lagi.

Demikian, apabila ada kesalahan pada makalah ini kami memohon maaf yang
sebesar-besarnya. Saya juga sangat berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca nantinya.

Jakarta, 1 Desember 2023

Penulis

1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pajak korporasi menjadi salah satu elemen kunci dalam kerangka keuangan
suatu negara dan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan ekonomi,
investasi perusahaan, serta distribusi kekayaan. Dalam konteks globalisasi dan
dinamika ekonomi saat ini, pemahaman mendalam tentang sistem pajak korporasi
menjadi semakin penting.

Pajak korporasi merujuk pada tarif pajak yang dikenakan kepada perusahaan
atau badan hukum atas pendapatan mereka. Sistem pajak korporasi sering kali
kompleks, dan setiap negara memiliki kebijakan dan tarif yang berbeda-beda, yang
mempengaruhi cara perusahaan mengelola keuangan mereka.

Pentingnya pajak korporasi sebagai sumber pendapatan bagi negara, sekaligus


sebagai instrumen pengaturan ekonomi, telah mengilhami banyak diskusi dan
perdebatan. Faktanya, perubahan dalam kebijakan pajak korporasi dapat memiliki
dampak yang signifikan terhadap perilaku perusahaan, investasi, inovasi, dan distribusi
kekayaan di dalam masyarakat.

Dalam beberapa tahun terakhir, topik ini mendapatkan sorotan khusus dengan
munculnya isu globalisasi, perpindahan perusahaan-perusahaan multinasional, serta
tantangan yang dihadapi dalam menentukan keseimbangan antara tarif pajak yang adil
dan daya saing ekonomi suatu negara.

Mengkaji aspek teoritis dan praktis dari sistem pajak korporasi merupakan
langkah penting dalam memahami kompleksitas ekonomi saat ini. Selain itu,
perubahan-perubahan terkait kebijakan pajak korporasi sering kali menjadi fokus
perhatian karena implikasinya yang luas terhadap investasi, pertumbuhan ekonomi, dan
stabilitas keuangan suatu negara.

Dalam konteks ini, penulisan makalah tentang pajak korporasi bertujuan untuk
menyelidiki sistem pajak ini dari berbagai sudut pandang, termasuk dampaknya
terhadap perusahaan, masyarakat, dan ekonomi secara keseluruhan.
2
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Pengertian Perpajakan Korporasi ?
2. Bagaimanakah aspek perpajakan pada sebuah yayasan?
3. Bagaiamana perhitungan pajak pada yayasan ?

C. Tujuan
Tujuan makalah ini di buat untuk mengetahui bagaimana pengertian dari
perpajakan korporasi itu sendiri, untuk mengetahui aspek perpajakan pada sebuah
yayasan

3
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Pajak Korporasi


Pajak korporasi atau yang lebih sering dikenal dengan istilah kata pajak badan
umumnya merupakan pajak yang wajib untuk dibayarkan oleh suatu perusahaan atau
organisasi setelah dikurangkan oleh perolehan laba yang nantinya akan menghasilkan
penerimaan atas laba bersih itu sendiri. Dalam artian lain, pajak badan adalah suatu jenis
pajak yang dikenakan pada suatu badan yang melakukan usaha atau tidak melakukan
usaha berupa PT, Perseroan Komanditer, BUMN atau BUMD yang dapat berbentuk
firma, koperasi, yayasan, organisasi, lembaga atau badan usaha lainnya.

2. Pengertian Yayasan

Pengertian yayasan adalah sebuah badan hukum yang bergerak dalam bidang
sosial, kemanusiaan dan keagamaan. Yayasan memiliki kekayaan tersendiri dari berbagai
macam sumber. Yayasan ini sifatnya tidak memiliki anggota. Menilik dari tujuannya,
yayasan tidak mencari profit atau keuntungan. Yayasan selanjutnya memiliki
kewenangan untuk mendirikan sebuah atau beberapa buah badan usaha sesuai dengan
visi dan misi yang dimiliki oleh yayasan.

Yayasan dalam kehidupan sehari-hari dapat ditemukan dalam berbagai macam


bentuk dan tujuan. Yayasan tersebut secara khusus berada pada bidang kerja yang
menjadi usahanya. Meskipun non-profit, yayasan dapat memperoleh income dari badan
usaha yang didirikan. Income ini bertujuan untuk menghidupi operasional yayasan dan
badan usaha yang ada dibawahnya, bukan untuk memperkaya diri si pemilik yayasan.
Yayasan akan memiliki banyak keuntungan seiring dengan banyaknya badan usaha yang
didirikan. Badan usaha tersebut adalah modal hidup nyata sebuah yayasan.

3. Aspek Pajak Yayasan Pendidikan

Dalam pajak yayasan pendidikan, terdapat banyak aspek pajak yang perlu diperhatikan.
Nah, berikut ini aspek-aspek perpajakan yang perlu Anda ketahui tentang yayasan
pendidikan:

4
 Wajib pajak memiliki kewajiban potong, setor, dan lapor PPh Pasal 21 atas
kegiatan yang merupakan objek pajak PPh 21 seperti gaji guru dan karyawan
lainnya, juga PPh Pasal 21 atas jasa arsitek pembangunan gedung yayasan
pendidikan tersebut. Nah, untuk melakukan hitung, setor, dan lapor pajak, Anda
juga sudah bisa melakukannya di aplikasi OnlinePajak. Simak penjelasan
selengkapnya di sini!
 Wajib pajak berkewajiban untuk potong, setor, dan lapor PPh Pasal 4 ayat 2 atas
kegiatan pembangunan gedung yang dilakukan kontraktor maupun pihak lain atas
semua kegiatan jasa konstruksi lain.
 Wajib pajak berkewajiban setor dan lapor SPT Tahunan PPh Badan atas sisa lebih
atau laba yayasan yang berasal dari objek pajak jika setelah dalam jangka waktu
4 tahun tidak digunakan untuk kebutuhan pembangunan gedung dan sarana-
prasarana yayasan pendidikan itu sendiri.
 Wajib pajak tidak berkewajiban setor PPh Pasal 29 SPT Tahunan PPh Badan jika
dalam jangka waktu 4 tahun sisa laba yayasan pendidikan digunakan untuk
melakukan pembangunan gedung dan sarana-prasarana. Yang wajib dilakukan
wajib pajak adalah melaporkan SPT Tahunan PPh Badan Nihil.
 Wajib pajak berkewajiban potong, setor, dan lapor PPh Pasal 23 atas kegiatan
yang memang merupakan objek PPh Pasal 23. Misalnya sewa kendaraan, jasa
katering, dan jasa lain objek PPh Pasal 23 lainnya.
 Wajib pajak berkewajiban setor dan lapor PPh pasal 25 bulanan jika terdapat PPh
pasal 25 yang harus disetorkan. Namun, jika tidak ada, wajib pajak hanya wajib
lapor tiap bulan saja. Batas waktu penyetoran pada tanggal 15 dan lapor tanggal
20 bulan berikutnya.
 PPh Pasal 26 dikenakan atas penghasilan yang diterima oleh Warga Negara Asing
(WNA Orang Pribadi atau Badan Usaha).
berikut ini objek pajak yayasan pendidikan yang perlu Anda ketahui.

Objek Pajak Yayasan Pendidikan


Penghasilan dengan ketentuan sesuai pasal 4 ayat (1) dalam UU Pajak Penghasilan:
1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari usaha pekerjaan, kegiatan, atau jasa.
 Uang pendaftaran dan uang pangkal.
 Uang seleksi penerimaan siswa/mahasiswa/peserta pendidikan.

5
 Uang pembangunan gedung/pengadaan prasarana atau pembayaran lainnya
dengan nama apapun yang berkaitan dengan keberadaan
siswa/mahasiswa/peserta pendidikan.
 Uang SPP, uang SKS, uang ujian, uang kursus, uang seminar/lokakarya, dsb.
 Penghasilan dari kontrak kerja dalam bidang penelitian dll.
 Penghasilan lainnya yang berkaitan dengan jasa penyelenggaraan
pengajaran/pendidikan/pelatihan dengan nama dan dalam bentuk apapun.
2. Sewa dan imbalan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
3. Keuntungan dari pengalihan harta termasuk keuntungan pengalihan harta yang awalnya
berasal dari bantuan sumbangan maupun hibah.

Bukan Objek Pajak Yayasan Pendidikan


Berikut ini yang bukan termasuk objek pajak yayasan pendidikan:
 Bantuan atau sumbangan.
 Harta hibahan yang diterima oleh yayasan atau organisasi yang sejenis sebagai
badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial sebagaimana
dimaksud dalam KMK No. 604/KMK.04/1994, sepanjang tidak ada
hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara
pihak yang memberi dengan pihak yang menerima. Apabila bantuan atau hibah
tersebut berupa harta yang dapat disusutkan atau diamortisasi, harta tersebut harus
dibukukan oleh pihak yang menerima sesuai dengan nilai sisa buku pihak yang
memberikan.
 Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh yayasan yang sejenis dari
penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di
Indonesia.
 Bantuan atau sumbangan dari pemerintah.

6
Perpajakan dalam Laporan Keuangan Yayasan

Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan, yayasan adalah subjek pajak. Yayasan menjadi
Wajib Pajak jika menerima atau memperoleh penghasilan yang merupakan objek pajak.
Namun, meskipun tidak menerima atau memperoleh penghasilan yang merupakan objek
pajak, yayasan tetap menjadi Wajib Pajak jika memenuhi kriteria sebagai pemotong pajak.

Sebagai contoh, yayasan bertindak sebagai pemotong PPh pasal 21 atas penghasilan berupa
gaji, honorarium, upah, tunjangan yang dibayarkan kepada karyawan/peserta kegiatan/pihak
lain. Secara umum pelaksanaan hak dan kewajiban yayasan sama dengan bentuk usaha lain,
kecuali hal-hal khusus yang diatur tersendiri.

Yayasan merupakan subjek badan pemotong atas jasa yang digunakan oleh yayasan,
sehingga wajib memotong PPh 23 dan atau PPh Pasal 4 Ayat (2). Yayasan juga bertindak
sebagai pemotong PPh 21 atas penghasilan berupa gaji, honorarium, upah, tunjangan yang
dibayarkan kepada karyawan atau peserta, maupun pihak lain.

Pada akhir periode laporan keuangan, suatu yayasan ataupun lembaga non-profit akan
menyajikan nilai sisa lebih usaha. Jumlah tersebut setara dengan laba atau rugi di perusahaan
yang berorientasi terhadap keuntungan. Sisa lebih dari yayasan atau lembaga non-profit
lainnya dikecualikan dari pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) Badan sepanjang memenuhi
syarat. Berikut ulasannya.

Sisa Lebih Yayasan Dikecualikan dari Pengenaan PPh Sisa lebih merupakan selisih lebih dari
penghitungan seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh selain penghasilan yang
dikenai PPh yang bersifat final dan/atau bukan objek PPh, dikurangi biaya untuk
mendapatkan, menagih, & memelihara penghasilan tersebut. Ketentuan mengenai biaya yang
dapat dibebankan sama seperti Wajib Pajak Badan lainnya yang diatur pada Pasal 6 UU PPh.
Merujuk Pasal 4 ayat (3) huruf m UU PPh, sisa lebih yang diterima/diperoleh badan atau
lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau litbang, dikecualikan dari
objek PPh jika ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan
dan/atau penelitian dan pengembangan. Penanaman kembali dilakukan dalam jangka waktu
paling lama 4 tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut. Pada Pasal 4 ayat (3) huruf p,
pengecualian yang sama juga diberikan kepada lembaga sosial/keagamaan yang menanamkan
7
kembali sisa lebih dalam bentuk sarana/prasarana sosial dalam jangka waktu 4 tahun. Hal ini
merupakan penambahan baru yang diatur dalam perubahan UU PPh sesuai UU Cipta Kerja.

Contoh Penggunaan Sisa Lebih Yayasan Pendidikan Pembentukan Dana Abadi oleh Yayasan
Dana abadi merupakan dana yang bersifat abadi untuk menjamin keberlangsungan program
pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan yang tidak dapat digunakan untuk
membiayai kegiatan operasional. Sisa lebih yang diperoleh yayasan pendidikan yang
dialokasikan sebagai dana abadi tetap dapat dikecualikan dari pengenaan PPh Badan dengan
syarat: Badan atau Lembaga telah ditetapkan dengan peringkat akreditasi tertinggi oleh
instansi yang berwenang menetapkan akreditasi; Telah mendapat persetujuan dari pimpinan
perguruan tinggi atau pimpinan badan/lembaga pendidikan, majelis wali amanat/badan
penyelenggara, dan pejabat instansi pemerintah terkait di tingkat pusat (PTN badan hukum &
perguruan tinggi swasta), atau tingkat provinsi/kabupaten/kota (selain PTN badan hukum &
perguruan tinggi swasta); Telah mendapat persetujuan dari pimpinan badan/lembaga
penelitian & pengembangan, dan pejabat instansi pemerintah terkait di tingkat pusat bagi
badan atau lembaga penelitian & pengembangan; dan Telah terdapat pengaturan terkait dana
abadi di badan atau lembaga dalam bentuk Peraturan Presiden dan/atau Peraturan Menteri
yang membidangi pendidikan dan/atau penelitian & pengembangan.

Apabila telah memenuhi persyaratan, maka dana abadi dapat dikembangkan berdasarkan
praktik bisnis yang sehat dan risiko yang terkelola, dengan memperhatikan prinsip-prinsip
tata kelola yang baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Mengenai
pembentukan dana abadi oleh lembaga sosial/keagamaan, hingga saat ini belum terdapat
ketentuan yang mengatur secara khusus. Sisa Lebih sebagai Objek PPh Dalam hal jumlah sisa
lebih tidak digunakan untuk pembangunan dan/atau pengadaan sarana & prasarana dalam
jangka waktu 4 tahun, sisa lebih tersebut akan diakui sebagai objek PPh pada akhir Tahun
Pajak setelah jangka waktu 4 tahun tersebut berakhir. Jumlah sisa lebih dimaksud wajib
dilaporkan sebagai tambahan objek PPh dalam SPT Tahunan PPh untuk tahun pajak
diakuinya sisa lebih tersebut sebagai koreksi fiskal.

8
SPT Tahunan PPh Badan bagi Yayasan dan Lembaga Sosial Untuk pelaporan tahunan,
yayasan maupun lembaga sosial menggunakan SPT Tahunan PPh Badan, yakni form 1771.
Atas sisa lebih yang diperoleh, yayasan harus membuat laporan jumlah sisa lebih yang
digunakan untuk pembangunan dan/atau pengadaan sarana & prasarana. Laporan sisa lebih
disampaikan kepada KPP tempat Wajib Pajak terdaftar setiap tahun sebagai lampiran dalam
SPT Tahunan PPh Badan. Selain itu, yayasan juga harus membuat catatan mengenai rincian
penggunaan sisa lebih yang dilengkapi dengan bukti pendukung.

9
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Makalah ini telah dibuat untuk memberi tahu para pembaca mengenai aspek
perpajakan pada sebuah yayasan.

10

Anda mungkin juga menyukai