PENDAHULUAN
0
membedakan badan pendidikan dengan badan usaha lain. Perbedaan tersebut
adalah bahwa sebagian badan pendidikan adalah organisasi nirlaba, badan
pendidikan tersebut tidak bertujuan untuk mencari keuntungan. Kata-kata
“sebagian” digunakan untuk menunjukkan bahwa mungkin juga ada badan
pendidikan yang digunakakan untuk mencari keuntungan karena pendidikan
adalah salah satu bisnis yang menjanjikan.
Bagi badan pendidikan yang memang non profit oriented alias nirlaba
tentunya sudah selayaknya tidak dikenakan pajak atas penghasilannnya.
Sebaliknya, apabila sebuah badan pendidikan lebih mementingkan laba maka ia
dianggap sebagai business entity (lembaga bisnis) yang dikenakan pajak
penghasilan atas keuntungannya sebagaimana badan usaha lain.
1
BAB 2
PEMBAHASAN
2
2.2 Alasan Organisasi (Perusahaan) atau Wajib Pajak Mau Memberikan
Sumbangan di Bidang Pendidikan
Pemerintah memiliki peranan lain dalam pengembangan dunia pendidikan,
terhadap sumbangan dari pihak ketiga yang langsung digunakan untuk investasi di
bidang pendidikan. Dalam UU PPh diatur bahwa terhadap Wajib Pajak yang
memberikan sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang
dilakukan di Indonesia serta sumbangan fasilitas pendidikan maka sumbangan
tersebut menjadi biaya yang dapat mengurangi penghasilan kena pajak Wajib
Pajak tersebut.
Kebijakan pemberian insentif perpajakan bagi penyumbang organisasi
nirlaba yang bergerak di bidang pendidikan adalah berupa pemotongan pajak, baik
dalam skema tax deduction maupun tax credit. Dalam rangka pengembangan
dunia pendidikan, pemerintah memberikan pemotongan atau pengurangan
terhadap penghasilan kena pajak yang didapatkan oleh Wajib Pajak individu,
perusahaan atau lembaga yang memberikan hibah, sumbangan atau warisan pada
organisasi nirlaba yang bergerak di bidang pendidikan. Kebijakan pemberian
insentif berupa pemotongan/pengurangan pajak ini umumnya dikaitkan dengan
pemberian fasilitas bebas pajak (Tax Exemption) terhadap sumbangan yang
diberikan. Hal ini merupakan salah satu alasan sebuah perusahaan atau Wajib
Pajak mau memberikan sumbangan pada organisasi nirlaba yang bergerak di
bidang pendidikan.
Sebagai contoh, bagi perusahaan pemberi beasiswa, biaya pemberian
beasiswa dapat dibebankan sebagai biaya dengan memperhatikan kewajarannya.
Di sisi lain, perkembangan suatu perusahaan tak terlepas dari hubungan
eratnya dengan konsumen dan keadaan lingkungan. Oleh karena itu, semakin baik
pelayanan atau hubungan suatu perusahaan terhadap konsumen maka akan
semakin besar pula kesempatan perusahaan tersebut untuk terus berkembang
menjadi sebuah perusahaan besar. Ketika terdapat banyak konsumen atau mitra
kerjasama yang mempercayai suatu perusahaan tertentu, maka semakin besar pula
tanggung jawab perusahaan tersebut terhadap konsumen. Perusahaan memiliki
3
tanggung jawab untuk membantu mensejahterakan lingkungan sekitar perusahaan
melalui Corporate Social Responsibility (CSR).
Pemberian sumbangan oleh perusahaan terhadap organisasi nirlaba yang
bergerak di bidang pendidikan dapat dikategorikan sebagai kegiatan CSR. Melalui
CSR, perusahaan dapat memenuhi tanggung jawab sosial kepada masyarakat.
4
kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan yang diselenggarakan
bersifat terbuka kepada pihak manapun dan telah mendapat pengesahan dari
instansi yang membidanginya, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun
sejak diperolehnya sisa lebih tersebut dikecualikan sebagai objek Pajak
Penghasilan.
Sarana dan prasarana pendidikan tersebut meliputi sebagai berikut.
1. Pembelian atau pembangunan gedung dan prasarana pendidikan,
penelitian, dan pengembangan termasuk pembelian tanah sebagai lokasi
pembangunan gedung dan prasarana tersebut;
2. Pengadaan sarana dan prasarana kantor, laboratorium, dan perpustakaan;
3. Pembelian/pembangunan asrama mahasiswa, rumah dinas guru, dosen
atau karyawan;
4. Sarana prasarana olahraga, sepanjang berada di lingkungan/lokasi lembaga
pendidikan formal.
Apabila setelah jangka waktu 4 (empat) tahun terdapat sisa lebih yang tidak
digunakan untuk pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau
penelitian dan pengembangan, sisa lebih tersebut diakui sebagai penghasilan dan
dikenai Pajak Penghasilan pada tahun pajak berikutnya, setelah jangka waktu 4
(empat) tahun ditambah dengan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku sebesar 2%
per bulan.
Apabila dalam jangka waktu 4 (empat) tahun terdapat sisa lebih yang
digunakan selain untuk pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan, sisa
lebih tersebut diakui sebagai penghasilan dan dikenai Pajak Penghasilan ditambah
dengan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku.
Hal ini diatur dalam Pasal 4 ayat (3) huruf m Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh).
Selanjutnya dasar pelaksanaannya diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 80/PMK.03/2009 tentang Sisa Lebih yang Diterima atau Diperoleh
Badan Lembaga atau Nirlaba yang Bergerak dalam Bidang Pendidikan dan/atau
Bidang Penelitian dan Pengembangan yang Dikecualikan dari Objek Pajak
5
Penghasilan. Petunjuk teknisnya diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor
PER-44/PJ./2009 tentang Pelaksanaan Pengakuan Sisa Lebih yang Diterima atau
Diperoleh Badan atau Lembaga Nirlaba yang Bergerak dalam Bidang Pendidikan
dan/atau Bidang Penelitian dan Pengembangan yang Dikecualikan dari Objek
Pajak Penghasilan.
Atas pengeluaran untuk pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana
kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan yang berasal dari sisa
lebih tidak boleh dilakukan penyusutan sebagaimana diatur dalam Pasal 11
Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 TAHUN
2008.
Apabila pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan
pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan dibiayai dengan dana
pinjaman, biaya bunga atas dana pinjaman tersebut diperlakukan sebagai bagian
dari harga perolehan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau
penelitian dan pengembangan.
Biaya bunga atas dana pinjaman yang terutang atau dibayarkan setelah
selesainya proses pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan
pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan dapat dibebankan sebagai
biaya badan atau lembaga nirlaba.
Apabila organisasi nirlaba yang bergerak di bidang pendidikan memperoleh
penghasilan di luar usaha utamanya dan di luar donasi dan sumbangan yang
diberikan kepada organisasi tersebut, maka atas penghasilan tersebut terutang
pajak. Oleh karena itu, di dalam perhitungan pajak penghasilan harus dibedakan
antara penghasilan yang berasal dari sumbangan dan donasi dengan penghasilan
yang berasal dari usaha di luar usaha utama organisasi tersebut.
Badan atau lembaga nirlaba sebagaimana dimaksud wajib menyampaikan
pemberitahuan mengenai rencana fisik sederhana dan rencana biaya pembangunan
dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan
pengembangan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak
terdaftar dengan tindasan kepada instansi yang membidanginya. Pemberitahuan
6
disampaikan bersamaan dengan penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan
(SPT) Pajak Penghasilan tahun pajak diperolehnya sisa lebih tersebut atau paling
lama sebelum pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan
pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan dimulai, dalam jangka waktu 4
(empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut.
Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh Badan) mengatur apa saja yang menjadi
objek atau terkena pajak penghasilan. Pajak Penghasilan Pasal 25 merupakan
pajak yang dikenakan kepada suatu badan hukum atau wajib pajak yang berbentuk
badan. Komponen yang terkait dengan perhitungan dan pelaporan PPh Badan
adalah:
pendapatan/penghasilan
biaya-biaya
selisih dari pendapatan dan biaya
kompensasi kerugian
penghasilan kena pajak
pelaporan
a. Pendapatan
Penghasilan yang merupakan objek pajak penghasilan untuk organisasi
nirlaba pendidikan adalah sebagai berikut.
- Uang pendaftaran dan uang pangkal.
- Uang seleksi penerimaan siswa/mahasiswa/peserta pendidikan.
- Uang pembangunan gedung/pengadaan prasarana atau pembayaran
lainnya dengan nama apapun yang berkaitan dengan keberadaan siswa/
mahasiswa/ peserta pendidikan.
- Uang SPP, uang SKS, uang ujian, uang kursus, uang
seminar/lokakarya, dan sebagainya.
- Penghasilan dari kontrak kerja dalam bidang penelitian dan
sebagainya.
- Penghasilan lainnya yang dikaitkan dengan jasa penyelenggaraan
pengajaran/ pendidikan/pelatihan dengan nama dan dalam bentuk
apapun.
b. Biaya-biaya
Menurut akuntansi bagi perusahaan, organisasi nirlaba, yayasan, dan badan
lainnya, biaya adalah semua biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam
menjalankan usahanya. Pengertian tersebut sedikit berbeda dengan pengertian
biaya menurut perpajakan. Menurut perpajakan, tidak semua pengeluaran dapat
7
diakui sebagai biaya. Dengan demikian, tidak semua pengeluaran dapat dianggap
sebagai pengurang dalam menghitung besarnya penghasilan kena pajak.
Perbedaan yang signifikan antara definisi biaya akuntansi dan biaya
perpajakan adalah adanya korelasi langsung antara biaya dan pendapatan. Dalam
pajak, biaya yang berkorelasi langsung dengan pendapatan, dapat dijadikan
pengurang. Bila tidak berkorelasi langsung dengan pendapatan maka tidak dapat
dijadikan pengurang. Namun, akuntansi tidak melihat apakah biaya tersebut
mempunyai atau tidak mempunyai korelasi dengan pendapatan. Apabila tidak
berkorelasi langsung maka tetap diakui sebagai biaya. Dengan demikian pada
waktu menyiapkan laporan tahunan untuk pelaporan pajak, perlu dibuat
penyesuaian biaya-biaya yang tidak dapat diakui.
Biaya-biaya yang dikeluarkan oleh lembaga nirlaba sebagai pengurang
penghasilan bruto diatur dalam SE - 34/PJ.4/1995, yaitu sebagai berikut.
a. Biaya-biaya yang berhubungan langsung dengan usaha, pekerjaan,
kegiatan atau pemberian jasa untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan atau biaya yang berhubungan langsung dengan
operasional penyelenggaraan yayasan atau organisasi yang sejenis.
b. Penyusutan atau amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta yang
mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun.
c. Subsidi/beasiswa yang diberikan kepada siswa yang kurang mampu
ataupun biaya pendidikan siswa yang kurang mampu yang dipikul oleh
yayasan atau organisasi yang sejenis yang tidak bergerak di bidang
pendidikan, biaya pelayanan kesehatan pasien yang kurang mampu yang
dipikul oleh yayasan atau organisasi yang sejenis yang tidak bergerak di
bidang pelayanan kesehatan.
Biaya-biaya yang diperkenankan untuk dikurangkan dari penghasilan bruto
dalam Yayasan Pendidikan dalam SE - 39/PJ.4/1995 yaitu sebagai berikut.
1. Gaji/tunjangan/honorarium pimpinan/dosen/pengajar/karyawan.
2. Biaya umum/administrasi/alat tulis menulis kantor.
3. Biaya publikasi/iklan.
4. Biaya kendaraan.
5. Biaya kemahasiswaan.
8
6. Biaya ujian semester.
7. Biaya sewa gedung & utilities (listrik, telepon, air).
8. Biaya laboratorium.
9. Biaya penyelenggaraan asrama.
10. Bunga bank dan biaya-biaya bank lainnya.
11. Biaya pemeliharaan kampus.
12. Biaya penyusutan.
13. Kerugian karena penjualan/pengalihan harta.
14. Biaya penelitian dan pengembangan.
15. Biaya beasiswa dan pelatihan dosen/pengajar/karyawan.
16. Biaya pembelian buku perpustakaan dan alat-alat olah raga & peraga.
17. Subsidi/beasiswa bagi siswa yang kurang mampu.
18. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) bagi yang terkena.
c. Alokasi biaya
Tidak semua sumber pendapatan organisasi nirlaba merupakan objek pajak,
maka tidak semua biaya pula dapat diperlakukan sebagai pengurang pendapatan.
Oleh karena itu penting untuk mengetahui alokasi biaya. Artinya, dari seluruh
pendapatan harus dipisahkan mana yang objek pajak atau bukan. Langkah-
langkah dalam mengalokasikan biaya adalah sebagai berikut.
1. Identifikasi pengeluaran dengan tepat. Mengidentifikasikan biaya yang
masuk kategori boleh dikurangkan terhadap pendapatan bruto dan biaya yang
tidak boleh dikurangkan.
2. Biaya yang terkait dengan orang pribadi. Bila terjadi pengeluaran yang
terkait dengan kenikmatan bagi perseorangan atau staf organisasi nirlaba maka
biaya ini masuk kelompok dalam perhitungan pajak penghasilan pasal 21. Bila
tidak dimasukkan dalam komponen pendapatan staf, maka biaya tadi harus
dikeluarkan dari perhitungan pajak penghasilan pasal 25.
d. Rugi/Laba
Rugi/Laba didapat dari selisih pendapatan dengan biaya. Bila posisi rugi
yang didapat maka tidak ada kewajiban membayar PPh pasal 25, tetapi tetap
diwajibkan memasukkan surat pemberitahuan tahunan sesuai batas akhir jadwal
pelaporan. Kerugian tersebut dapat dikompensasikan sampai batas maksimum 5
tahun ke depan. Sebaliknya, bila posisi laba maka wajib membayar PPh pasal 25.
9
Namun, sebelum menghitung besarnya pajak penghasilan yang terutang terlebih
dahulu dikompensasikan dengan kerugian bila ada.
Sesuai dengan peraturan Dirjen Pajak nomor: PER-44/PJ./2009, sisa lebih
yang diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang ditanamkan kembali dalam
bentuk pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan
dan/atau penelitian dan pengembangan yang diselenggarakan bersifat terbuka
kepada pihak manapun dan telah mendapat pengesahan dari instansi yang
membidanginya, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak
diperolehnya sisa lebih tersebut dikecualikan sebagai objek Pajak
Penghasilan.
e. Kompensasi kerugian
Pada masa awal beroperasi, bisa jadi unit bisnis dari organisasi nirlaba
pendidikan masih merugi karena pendapatannya masih lebih kecil dibandingkan
dengan biayanya. Kerugian tersebut berarti tidak ada PPh pasal 25 yang dibayar.
Pada tahun berikutnya, bila sudah menghasilkan laba, pertama harus dilakukan
kompensasi atas kerugian tahun sebelumnya diperbolehkan dengan total
akumulasi kerugian selama 5 tahun atau 8 tahun untuk jenis usaha tertentu.
Dengan demikian, setelah keuntungan yang diperoleh dikmpensasi dengan
akumulasi kerugian selama 5 tahun masih menunjukkan saldo positif maka pajak
penghasilan dikenakan atas saldo tersebut.
f. Penghitungan penghasilan kena pajak
1. Menjumlahkan seluruh pendapatan yayasan/lembaga nirlaba.
2. Menjumlahkan seluruh pengeluaran lembaga dan melakukan
identifikasi biaya.
3. Menjumlahkan pendapatan dengan dikurangi biaya-biaya yang
diperkenankan menurut kriteria biaya dalam peraturan pajak.
4. Perhitungkan kompensasi kerugian dari tahun sebelumnya untuk
mendapatkan penghasilan kena pajak.
5. Hitung pajak yang harus dibayar dengan memperhitungkan bukti
potong pajak yang sudah dipotong dan belum final
g. Pajak yang harus dibayar
1. Bila pajak penghasilan pasal 25 dibayar dimuka
Bukti pendukung yang valid dan sah adalah Surat Setoran Pajak lembar
pertama. Pengisian surat setoran PPh pasal 25 mengikuti ketentuan
peraturan yang berlaku. Dalam surat setoran pajak tertera validasi dari
10
perbankan. Masa setoran pajak tersebut sesuai dengan masa pajak
terhadap pajaki yang terutang.
2. Bila pajak dipotong oleh pihak ketiga
Bukti potong yang dikeluarkan oleh pihak pemberi kerja dan asli.
Pengisian formulir bukti potong mengikuti ketentuan peraturan yang
berlaku. Masa pajak dalam bukti potong sesuai dengan masa pajak
terhadap pajak yang terutang. Bukti potong tersebut merupakan bukti
potong atas pengenaan penghasilan kena pajak tidak final.
PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium,
tunjangan dan pembayaran lain dengan nama apapun yang diterima atau diperoleh
wajib pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan/jabatan,
jasa dan kegiatan. Pemberian dari organisasi nirlaba pendidikan yang tidak
dikenakan pemotongan PPh pasal 21 adalah pemberian berupa:
pembayaran klaim asuransi
penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan dengan nama apa pun
yang diberikan oleh wajib pajak
iuran pensiun yang diberikan kepada dana pensiun yang pendiriannya
telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan penyelenggara Taspen serta
THT kepada Badan Penyelenggara Taspen dan Jamsostek yang dibayar
oleh pemberi kerja
penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan dengan nama apa pun
yang diberikan oleh pemerintah.
Penerima penghasilan yang dikenakan pemotongan pajak penghasilan pasal
21 adalah sebagai berikut.
Pegawai tetap organisasi nirlaba pendidikan
yaitu orang pribadi yang bekerja pada organisasi nirlaba pendidikan yang
menerima atau memperoleh gaji dalam jumlah tertentu secara berkala,
termasuk anggota Badan Pembina, Badan Pengawas yang secara teratur,
terus menerus ikut mengelola kegiatan organisasi nirlaba pendidikan.
Pegawai lepas organisasi nirlaba pendidikan
yaitu orang pribadi yang bekerja pada organisasi nirlaba pendidikan yang
hanya menerima imbalan apabila orang pribadi yang bersangkutan bekerja.
Penerima pensiun dari organisasi nirlaba pendidikan
yaitu orang pribadi yang menerima atau memperoleh imbalan sehubungan
dengan jasa, jabatan atau kegiatan yang dilakukannya.
Penerima honorarium dari organisasi nirlaba pendidikan
11
Penerima upah dari organisasi nirlaba pendidikan
yaitu orang pribadi yang menerima upah harian, upah mingguan, upah
borongan atau upah berdasarkan satuan pekerjaan.
Contoh:
Gaji 3.000.000,00
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja 15.000,00
Premi Jaminan Kematian 9.000,00
Penghasilan bruto 3.024.000,00
Pengurangan
1. Biaya jabatan
5%x3.024.000,00 151.200,00
2. Iuran Pensiun 50.000,00
3. Iuran Jaminan Hari Tua 60.000,00
261.200,00
Penghasilan neto sebulan 2.762.800,00
Penghasilan neto setahun
12
12x2.762.800,00 33.153.600,00
PTKP
- untuk WP sendiri 24.300.000,00
- tambahan WP kawin 2.025.000,00
26.325.000,00
Penghasilan Kena Pajak setahun 6.828.600,00
Pembulatan 6.828.000,00
PPh terutang
5%x6.828.000,00 341.400,00
PPh Pasal 21 bulan Juli
341.400,00 : 12 28.452,00
13
bagi Bapak Ahmadi adalah 5% x Rp1.000.000 atau sama dengan Rp50.000.
Maksimum biaya pensiun sebulan adalah Rp200.000 sehingga biaya jabatan per
bulan bagi Bapak Ahmadi adalah Rp50.000.
14
dan hukum besarnya pajak yang harus dipotong adalah 7,5% (15% x 50%).
Termasuk pengertian tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas adalah tenaga
ahli professional seperti arsitek, akuntan, dokter, dan lain-lain yang sejenis.
Contoh:
Andi seorang arsitek yang bekerja untuk pembangunan gedung yang
dibiayai oleh organisasi nirlaba pendidikan. Untuk jasanya mendesain, ia
mendapat kontrak senilai Rp 20.000.000. Pembayaran atas kontrak ini harus
dipotong pajak penghasilan sebesar: 15% x 40% x Rp 20.000.000 = Rp 1.200.000
Penerima upah harian, mingguan, satuan, borongan dan uang saku harian
Pengertian untuk istilah di atas adalah sebagai berikut:
a. Upah/uang saku harian adalah upah yang terutang atau dibayarkan atas
dasar jumlah hari kerja,
b. Upah mingguan adalah upah yang terutang atau dibayarkan secara
mingguan,
c. Upah satuan adalah upah yang terutang atau dibayarkan atas dasar
banyaknya satuan yang dihasilkan,
d. Upah borongan adalah upah yang terutang atau dibayarkan atas dasar
penyelesaian pekerjaan tertentu.
Atas penghasilan bagi Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas yang
tidak dibayar secara bulanan atau jumlah kumulatifnya dalam 1 (satu) bulan
kalender belum melebihi Rp 2.025.000,00 (dua juta dua puluh lima ribu rupiah),
berlaku ketentuan sebagai berikut.
- Tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21, dalam hal penghasilan
sehari atau rata-rata penghasilan sehari belum melebihi Rp200.000,00
(dua ratus ribu rupiah);
- dilakukan pemotongan PPh Pasal 21, dalam hal penghasilan sehari
atau rata-rata penghasilan sehari melebihi Rp200.000,00 (dua ratus
ribu rupiah), dan jumlah sebesar Rp200.000,00 (dua ratus ribu rupiah)
tersebut merupakan jumlah yang dapat dikurangkan dari penghasilan
bruto.
Contoh:
15
Budi (belum kawin) bekerja pada organisasi nirlaba pendidikan dan
menerima upah sebesar Rp 300.000 per hari. Atas penghasilan ini organisasi
nirlaba pendidikan melakukan pemotongan pajak sebesar:
Upah yang dikenakan pajak Rp 300.000 – Rp 200.000 = Rp 100.000
Pajak penghasilan 5% x Rp 100.000 = Rp 5.000
Penerima hadiah dan penghargaan dengan nama dan bentuk apa pun
Atas hadiah dan penghargaan dipotong PPh pasal 21 dengan tarif sebesar
25% dari jumlah hadiah atau penghargaan dan bersifat final.
Dalam hal penerima hadiah adalah:
Orang pribadi dalam negeri dipotong sesuai pasal 17 UU No. 36/2008.
WP luar negeri selain BUT dipotong sebesar 20% sesuai pasal 26
Wajib Pajak Badan termasuk BUT dipotong sebesar 15% sesuai pasal 23
(SE-19/PJ.43/2001).
Contoh:
Dion ditetapkan sebagai juara dalam suatu lomba karya tulis tingkat nasional yang
diselenggarakan oleh organisasi nirlaba pendidikan. Atas ketetapan ini hadiah
uang yang diberikan berjumlah Rp 10.000.000. Pajak penghasilan yang harus
dipotong adalah:
25% x Rp 10.000.000 = Rp 2.500.000
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 23 Undang-undang Pajak Penghasilan,
organisasi nirlaba pendidikan merupakan pemotong PPh Pasal 23. Objek PPh
Pasal 23 dapat berupa pembayaran imbalan jasa perawatan atau pemeliharaan
bangunan yang digunakan organisasi nirlaba pendidikan kepada badan usaha.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008, atas jasa
seperti ini dipotong PPh Pasal 23 sebesar 2% dari penghasilan bruto.
16
Atas jasa pendidikan yang diberikan tidak dikenakan PPN (Pasal 5 PP No.
144 tahun 2000 sebagaimana telah dirunah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1
Tahun 2012).
Kelompok jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai adalah:
a. Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik;
b. Jasa di bidang pelayanan sosial;
c. Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko;
d. Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi;
e. Jasa di bidang keagamaan;
f. Jasa di bidang pendidikan;
g. Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan Pajak Tontonan;
h. Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan;
i. Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air;
j. Jasa di bidang tenaga kerja;
k. Jasa di bidang perhotelan; dan
l. Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan
secara umum.
Akan tetapi, untuk pembangunan gedung untuk proses belajar mengajar,
baik yang dibangun sendiri (Pasal 16C UU PPN), atau melalui kontraktor tetap
dikenakan PPN (PP No. 146 tahun 2000 sebagaimana telah diubah dengan PP No.
38 tahun 2003).
Surat Dirjen Pajak No.S-24/PJ.532/2003 tentang Perlakukan Pajak
Pertambahan Nilai berisi poin-poin utama sebagai berikut.
1. Pengenaan PPN atas pembangunan gedung pendidikan yang dilakukan
sendiri oleh organisasi nirlaba yang bergerak di bidang pendidikan adalah
sesuai dengan Pasal 4 huruf c dan Pasal 16C Undang-Undang Nomor 42
Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah. Pasal 16C UU PPN mengatakan bahwa
kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha
atau pekerjaannya, dikenakan Pajak Pertambahan Nilai dengan
17
pertimbangan untuk mencegah terjadinya penghindaran pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai.
2. Perlakuan PPN dalam penggunaan dana dari surplus lebih anggaran
organisasi nirlaba di bidang pendidikan untuk kegiatan investasi dalam
bentuk pembangunan gedung pendidikan yang pelaksanaannya dilakukan
sendiri tetap dikenakan PPN dengan tarif 10% dikalikan dengan Dasar
Pengenaan Pajak. Hal ini berkaitan dengan Pasal 2 ayat (1) KEP-
387/PJ/2002.
3. Berdasarkan Pasal 2 ayat (2) KEP-387/PJ/2002 sebagaimana telah diganti
dengan Peraturan Dirjen Pajak-PER-27/PJ/2010 dan diubah terakhir oleh
Peraturan Dirjen Pajak-PER-25/PJ/2012, perhitungan Dasar Pengenaan
Pajak atas kegiatan membangun sendiri adalah 40% dari jumlah biaya
yang dikeluarkan dan atau dibayarkan untuk membangun sendiri, tidak
termasuk harga perolehan tanah.
Kegiatan membangun sendiri atas gedung dan prasarana pendidikan dengan
dana yang berasal dari rekening dana cadangan juga terutang PPN. Hal ini
diperjelas dalam Surat Dirjen Pajak No. S-24/PJ.532/2003 tentang Perlakukan
Pajak Pertambahan Nilai, yang menyebuntukan bahwa Perlakuan PPN atas
penggunaan dana dari surplus lebih anggaran organisasi nirlaba yang bergerak di
bidang pendidikan untuk kegiatan investasi dalam bentuk pembangunan gedung
pendidikan yang pelaksanaannya dilakukan sendiri tetap dikenakan PPN dengan
tarif 10% dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak. Selanjutnya, berdasarkan
pasal 2 ayat (2) KEP-387/PJ/2002 sebagaimana telah diganti dengan Peraturan
Dirjen Pajak-PER-27/PJ/2010 dan diubah terakhir oleh Peraturan Dirjen Pajak-
PER-25/PJ/2012, perhitungan Dasar Pengenaan Pajak atas kegiatan membangun
sendiri adalah 40% dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan atau dibayarkan untuk
membangun sendiri, tidak termasuk harga perolehan tanah.
Sebenarnya, pengenaan PPN atas kegiatan membangun sendiri atas gedung
dan prasarana pendidikan oleh organisasi nirlaba yang bergerak di bidang
pendidikan pada dasarnya bertentangan dengan pasal 4 UU PPN tentang objek
pajak PPN. Sukardji (2005:116) mengemukakan bahwa salah satu prinsip dasar
18
PPN adalah bahwa suatu penyerahan Barang Kena Pajak (selanjutnya disebut
BKP) atau Jasa Kena Pajak (selanjutnya disebut JKP) dapat dikenakan pajak
apabila dilakukan dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan (kegiatan usaha
atau pekerjaan) Pengusaha Kena Pajak (selanjutnya disebut PKP).
Dengan demikian kegiatan membangun sendiri atas gedung dan prasarana
pendidikan yang dilakukan oleh yayasan pendidikan seharusnya tidak dikenakan
PPN karena penyerahan jasa pembangunan kepada diri sendiri tersebut dilakukan
tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya, dan pelaksanaan kegiatan
tersebut dilakukan oleh tukang harian lepas yang tidak dikukuhkan sebagai PKP.
Hal tersebut dipertegas dalam memori penjelasan pasal 4 UU Nomor 42
Tahun 2009 (UU PPN).
a) Salah satu syarat penyerahan JKP atau BKP dikenakan PPN adalah
penyerahan itu dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaan PKP. Hal ini
bertentangan dengan Pasal 16 C yang menentukan bahwa PPN dikenakan
atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan
usaha atau pekerjaan.
b) Suatu penyerahan JKP atau BKP dikenakan PPN apabila yang menyerahkan
adalah PKP. Tukang batu atau tukang kayu harian yang menyerahkan jasa
membangun gedung yang dibangun sendiri oleh pemiliknya adalah bukan
PKP karena mereka tergolong sebagai pengusaha kecil, maka berdasarkan
Pasal 4 huruf c tidak dikenakan PPN, tetapi dalam pasal 16 C tetap
dikenakan PPN.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak atas pertambahan nilai
terhadap produk-produk yang dihasilkan oleh perusahaan selama kegiatan
operasinya. Pertambahan nilai dapat dilihat baik sebagai selisih antara penjualan
dan pembelian yang dilakukan perusahaan selama periode akuntansi, ataupun
sebagai penjumlahan atas upah, keuntungan, sewa, bunga dan pembayaran lainnya
yang bukan merupakan objek pajak selama periode akuntansi yang bersangkutan.
Berdasarkan pengertian PPN tersebut di atas, maka dapat dianalisis bahwa
setiap kegiatan membangun sendiri pada hakikatnya memberikan nilai tambah
(value added) bagi pemiliknya. Nilai tambah dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi
19
pertambahan nilai (upah dan keuntungan), serta dari sisi selisih output dikurangi
dengan input (Tait, 1988:4). Hal ini berlaku pula pada organisasi nirlaba yang
begerak di bidang pendidikan, yang melakukan kegiatan membangun sendiri atas
gedung dan prasarana pendidikannya. Dengan demikian, atas kegiatan
membangun sendiri sudah tepat dikenakan PPN dengan tarif efektif 4%. Tarif
efektif tersebut menunjukkan bahwa pemerintah memberikan insentif bagi
individu yang melakukan kegiatan membangun sendiri sebesar 6%. Oleh karena
itu, jika ditinjau dari prinsip dasar PPN, kegiatan membangun sendiri dalam pasal
16 C UU PPN sudah sesuai dengan prinsip PPN.
Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan No. 39/PMK.03/2010 sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan-163/PMK.03/2012 menyatakan
bahwa PPN terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif 10% (sepuluh persen)
dengan Dasar Pengenaan Pajak. DPP itu sendiri adalah 40% (empat puluh persen)
dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun
bangunan, tidak termasuk harga perolehan tanah. Dengan kata lain tarif efektif
PPN atas kegiatan membangun sendiri sebesar 4%.
Saat terhutangnya PPN adalah pada saat mulai dibangunnya bangunan.
Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan secara bertahap dianggap
merupakan satu kesatuan kegiatan sepanjang tenggang waktu antara tahapan-
tahapan tersebut tidak lebih dari 2 (dua) tahun.
Selain itu, atas impor dan penyerahan buku pelajaran, dibebaskan dari
pengenaan PPN (Pasal 1 angka 3 PP No. 146 tahun 2000 sebagaimana telah
diubah dengan PP No. 38 tahun 2003).
Insentif pemerintah yang lain di bidang pendidikan adalah dalam rangka
pemberian beasiswa. Penerima beasiswa yang mengikuti pendidikan formal
dan/atau pendidikan nonformal di dalam negeri dan/atau di luar negeri
dikecualikan dari objek PPh. Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 246/PMK.03/2008 tentang Beasiswa yang Dikecualikan dari Objek Pajak
Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 154/PMK.03/2009.
20
Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang
yang terdiri atas tingkat pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan
tinggi. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal
yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
Ketentuan tersebut tidak berlaku apabila penerima beasiswa mempunyai
hubungan istimewa dengan:
1. pemilik
2. komisaris
3. direksi
4. pengurus dari Wajib Pajak pemberi beasiswa.
Adapun lebih lanjut diatur bahwa komponen beasiswa tersebut terdiri dari
biaya pendidikan yang dibayarkan ke sekolah (tuition fee), biaya ujian, dan biaya
penelitian yang berkaitan dengan bidang studi yang diambil. Selain itu, komponen
tersebut juga dapat berupa biaya untuk pembelian buku dan/atau biaya hidup yang
wajar sesuai dengan daerah lokasi tempat belajar.
21
Pajak dan Perolehan Jasa Kena Pajak, dalam hal penanggung jawab atau
bendaharawan BOS merupakan pemungut PPN.
Kewajiban perpajakan atas penggunaan dana BOS adalah untuk pembelian
ATK/Bahan/Penggandaan dan lain-lain (baik untuk keperluan pengadaan formulir
pendaftaran maupun untuk keperluan ujian sekolah, ulangan umum bersama, dan
ulangan umum harian), pembelian bahan-bahan habis pakai, seperti buku tulis,
kapur tulis, pensil, dan bahan praktikum, pembelian bahan-bahan untuk
perawatan/perbaikan ringan gedung sekolah, dan pembelian peralatan ibadah oleh
pesantren.
Petunjuk operasional perpajakan atas BOS ini sudah dituangkan dalam Surat
Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE–02/PJ./2006 Tentang Pedoman
Pelaksanaan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan Sehubungan Dengan Penggunaan
Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Oleh Bendaharawan Atau Penanggung
Jawab Pengelolaan Penggunaan Dana BOS Di Masing-Masing Unit Penerima
BOS. Namun demikian, sebagaimana kita ketahui bahwa ketentuan perpajakan
selalu berkembang, apalagi dengan terbitnya Undang-undang Nomor 36 Tahun
2008, maka aturan pelaksanaan Pajak Penghasilanpun banyak yang sudah
berubah.
Dengan kata lain, SE-02/PJ/2006 tidak lagi dapat dijadikan rujukan
sepenuhnya tentang petunjuk pelaksanaan perpajakan program BOS karena
beberapa peraturan yang dijadikan rujukan sudah berubah.
Berikut ini, peraturan perpajakan terkait program BOS yang sebagian
dirujuk juga oleh SE-02/PJ/2006.
PPh Pasal 21: Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1994 dan Peraturan
Dirjen Pajak Nomor PER-31/PJ/2009 sebagaimana telah diubah dengan PER-
57/PJ/2009 dan terakhir diubah oleh PER-31/PJ/2012 . PPh Pasal 22: Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 254/KMK.03/2001 sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.03/2008 dan terakhir diubah oleh
Peraturan Menteri Keuangan-154/PMK.03/2010. PPh Pasal 23: Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008. PPN: Peraturan Pemerintah Nomor 146
22
Tahun 2000 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38
Tahun 2003 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.03/2003
23
PNS, maka pemotongan PPh Pasal 21 tunduk kepada ketentuan dalam Peraturan
Dirjen Pajak Nomor PER-31/PJ/2009 sebagaimana telah diubah dengan PER-
57/PJ/2009 dan terakhir diubah oleh PER-31/PJ/2012. Dalam konteks
penghitungan PPh Pasal 21 ini, guru jenis ini dapat digolongkan ke dalam
pegawai tetap atau pegawai tidak tetap. Apabila honor bulanan masih di bawah
PTKP, maka atas honor ini tidak dipotong PPh Pasal 21. Besarnya PTKP minimal
untuk tahun 2013 adalah Rp24.300.000 setahun atau Rp2.025.000 sebulan.
Apabila melebihi PTKP, maka penghasilan yang di atas PTKP dikenakan tarif
Pasal 17 UU PPh (pada umumnya adalah 5% saja). Perhitungan di atas didasarkan
pada asumsi bahwa guru honorer atau GTT ini tidak diberikan honor bulanan lain
selain dana yang berasal dari dana BOS ini.
Penggunaan dana BOS berikutnya yang merupakan objek PPh pasal 21
adalah pembayaran honor untuk tukang atau tenaga lepas yang melaksanakan
kegiatan perawatan atau pemeliharaan sekolah. Pengenaan PPh Pasal 21 tunduk
kepada Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-31/PJ/2009 sebagaimana telah diubah
dengan PER-57/PJ/2009 dan terakhir diubah oleh PER-31/PJ/2012 sebagai
berikut.
Dalam hal upah harian belum melebihi Rp. 200.000 dan jumlah kumulatif
yang diterima atau diperoleh dalam bulan kalender yang bersangkutan belum
melebihi Rp. 2.025.000, maka tidak ada PPh Pasal 21 yang harus dipotong
Dalam hal upah harian telah melebihi Rp. 200.000 dan sepanjang jumlah
kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam bulan kalender yang bersangkutan
belum melebihi Rp 2.025.000 maka PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah
sebesar upah harian dikurangi Rp. 200.000 dikalikan 5%.
Dalam hal upah harian melebihi Rp. 200.000 dan sepanjang jumlah
kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam bulan kalender yang bersangkutan
belum melebihi Rp 2.025.000 maka PPh Pasal 21 harus dipotong. Jumlah sebesar
Rp 200.000 tersebut merupakan jumlah yang dapat dikurangkan dari penghasilan
bruto.
Biaya jabatan, sebesar 5% dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp
500.000 sebulan atau Rp 6.000.000 setahun.
24
Aspek PPh Pasal 22
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 254/KMK.03/2001 yang
telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.03/2008, dan
telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
154/PMK.03/2010, yang ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22 atas pembelian
barang yang dananya berasal dari APBN/APBD adalah bendaharawan pemerintah.
Dengan demikian, sekolah bukan negeri yang menerima dana BOS tidak
berkewajiban untuk memungut PPh Pasal 22.
Sebaliknya, sekolah negeri adalah pemungut PPh Pasal 22 atas pembelian
barang yang dananya berasal dari BOS. Dengan demikian atas pembayaran
pembelian barang yang berasal dari dana BOS dipotong PPh pasal 22 sebesar
1,5% dari harga pembelian. Jenis pembelian ini misalnya pembelian
ATK/bahan/penggandaan dan lain-lain (baik untuk keperluan pengadaan formulir
pendaftaran maupun untuk keperluan ujian sekolah, ulangan umum bersama dan
ulangan umum harian), pembelian bahan-bahan habis pakai, seperti buku tulis,
kapur tulis, pensil dan bahan pratikum, pembelian bahan-bahan untuk
perawatan/perbaikan ringan gedung sekolah dan pembelian peralatan ibadah oleh
pesantren. Pemotongan PPh Pasal 22 juga dilakukan dalam hal sekolah negeri
membeli buku-buku pelajaran pokok maupun buku penunjang perpustakaan.
Dalam hal nilai pembelian tersebut tidak melebihi jumlah Rp. 1.000.000
(satu juta rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah, maka atas
pengadaan atau pembelian barang tersebut tidak dilakukan pemungutan PPh Pasal
22.
25
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008, atas jasa seperti ini
dipotong PPh Pasal 23 sebesar 2% dari penghasilan bruto.
26
Atas pembelian buku-buku teks pelajaran umum dan agama serta kitab suci,
PPN-nya dibebaskan sebagaimana diatur dalam PP Nomor 146 Tahun 2000
sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 38 Tahun 2003. Dengan demikian
atas pembelian buku-buku seperti ini bendaharawan sekolah negeri tidak
memungut PPN.
27
Sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf j dan huruf l UU PPh ,
terhadap Wajib Pajak yang memberikan sumbangan dalam rangka penelitian dan
pengembangan yang dilakukan di Indonesia serta sumbangan fasilitas pendidikan
maka sumbangan tersebut menjadi biaya yang dapat mengurangi penghasilan kena
pajak Wajib Pajak tersebut sesuai dengan persyaratan dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 93 Tahun 2010 tentang Sumbangan Penanggulangan
Bencana Nasional, Sumbangan Penelitian dan Pengembangan, Sumbangan
Fasilitas Pendidikan, Sumbangan Pembinaan Olahraga, dan Biaya Pembangunan
Infrastruktur Sosial yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto.
Sumbangan dan/atau biaya yang dapat dikurangkan sampai jumlah tertentu
dari penghasilan bruto dalam rangka penghitungan penghasilan kena pajak bagi
wajib pajak terdiri atas:
1. sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional, yang
merupakan sumbangan untuk korban bencana nasional yang disampaikan
secara langsung melalui, badan penanggulangan bencana atau disampaikan
secara tidak langsung melalui lembaga atau pihak yang telah mendapat
izin dari instansi/lembaga yang berwenang untuk pengumpulan dana
penanggulangan bencana;
2. sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan, yang merupakan
sumbangan untuk penelitian dan pengembangan yang dilakukan di
wilayah Republik Indonesia yang disampaikan melalui lembaga penelitian
dan pengembangan;
3. sumbangan fasilitas pendidikan, yang merupakan sumbangan berupa
fasilitas pendidikan yang disampaikan melalui lembaga pendidikan;
4. sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga, yang merupakan
sumbangan untuk membina, mengembangkan dan mengoordinasikan
suatu atau gabungan organisasi cabang/jenis olahraga prestasi yang
disampaikan melalui lembaga pembinaan olah raga;
5. biaya pembangunan infrastruktur sosial merupakan biaya yang
dikeluarkan untuk keperluan membangun sarana dan prasarana untuk
kepentingan umum dan bersifat nirlaba.
28
Sumbangan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 (satu), angka 2 (dua),
angka 3 (tiga), dan angka 4 (empat) dapat diberikan dalam bentuk uang dan/atau
barang. Biaya pembangunan infrastruktur sosial sebagaimana dimaksud dalam
angka 5 (lima) diberikan hanya dalam bentuk sarana dan/atau prasarana.
Nilai sumbangan dalam bentuk barang sebagaimana dimaksud dalam angka
1 (satu), angka 2 (dua), angka 3 (tiga), dan angka 4 (empat) ditentukan
berdasarkan:
a. nilai perolehan, apabila barang yang disumbangkan belum disusuntukan;
b. nilai buku fiskal, apabila barang yang disumbangkan sudah disusuntukan;
c. harga pokok penjualan, apabila barang yang disumbangkan merupakan
barang produksi sendiri.
Nilai biaya pembangunan infrastruktur sosial sebagaimana dimaksud dalam
angka 5 (lima) ditentukan berdasarkan jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan
untuk membangun sarana dan/atau prasarana.
Sumbangan dan/atau biaya tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan
bruto dengan syarat:
1. wajib Pajak mempunyai penghasilan neto fiskal berdasarkan Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak sebelumnya;
2. pemberian sumbangan dan/atau biaya tidak menyebabkan rugi pada Tahun
Pajak sumbangan diberikan;
3. didukung oleh bukti yang sah;
4. lembaga yang menerima sumbangan dan/ atau biaya memiliki Nomor
Pokok Wajib Pajak, kecuali badan yang dikecualikan sebagai subjek pajak
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan.
Besarnya nilai sumbangan dan/atau biaya pembangunan infrastruktur sosial
yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk 1 (satu) tahun dibatasi tidak
melebihi 5% (lima persen) dari penghasilan neto fiskal Tahun Pajak sebelumnya.
Sumbangan dan/atau biaya tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto
bagi pihak pemberi apabila sumbangan dan/atau biaya diberikan kepada pihak
yang mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud Undang-Undang
tentang Pajak Penghasilan.
29
Insentif pemerintah yang lain di bidang pendidikan adalah dalam rangka
pemberian beasiswa. Bagi perusahaan pemberi beasiswa, biaya pemberian
beasiswa dapat dibebankan sebagai biaya dengan memperhatikan kewajarannya.
Sesuai Pasal 6 ayat (1) huruf g UU PPh, besarnya Penghasilan Kena Pajak
bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan
penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan, termasuk biaya beasiswa, magang, dan pelatihan.
30
dalam perkembangan produk asuransi adalah salah satu kunci penting dalam
lingkup bisnis perusahaan yang secara nyata berpengaruh terhadap jenis
spesifikasi produk yang ditawarkan.
Aktuaria sendiri adalah salah satu cabang ilmu yang bersifat multidisiplin
ilmu yang menggunakan prinsip-prinsip yang ada pada statistika dan juga
matematika dalam rangka memperkirakan, mengkalkulasi, membuat suatu
perencanaan, model dan gambaran tentang prinsip-prinsip yang berlaku pada
dunia asuransi, dana pensiun, dan keuangan pada umumnya.
Program Magister Manajemen Universitas Indonesia memiliki enam
konsentrasi yakni Program Umum Manajemen Keuangan, Manajemen
Pemasaran, Manajemen Operasi, Manajemen Sumber Daya manusia, Manajemen
Umum. Selain itu Magister Manajemen Universitas Indonesia juga memiliki
empat konsentrasi program khusus yakni Manajemen Pasar Modal, Manajemen
Keuangan Syariah, Manajemen Resiko, serta yang terbaru Manajemen Aktuaria,
serta satu Program Internasional.
31
Pada tahun 2007, laba bersih sebelum pajak PT Fast adalah Rp. 500.000.
Pada tahun 2008 PT Fast memberikan sumbangan dalam rangka pembangunan
infrastruktur pendidikan kepada Universitas Indonesia sebesar 40.000.
Jawab:
PT Fast
Rekonsiliasi Fiskal Tahun 2008
(dalam ribuan rupiah)
Koreksi fiskal
Keterangan Menurut
Positif Negatif
Menurut Fiskal
Akuntansi
32
Penghasilan Neto dari Usaha 544.000 589.000
Laba Bersih Sebelum Pajak 544.000 589.000
Sumbangan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto tahun ini yaitu
maksimal 5% dari laba bersih sebelum pajak tahun sebelumnya. Dalam kasus PT
Fast, Wajib Pajak memberikan sumbangan tahun ini sebesar Rp40.000, sedangkan
sumbangan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto yaitu sebesar Rp
25.000. maka nilai yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto hanya sebesar
Rp 25.0000.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hal-hal yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat disimpulkan
bahwa dengan adanya insentif atau keringanan pajak yang diberikan oleh
pemerintah, diharapkan dapat memberikan payung hukum untuk menguatkan
kerja sama badan nirlaba di bidang pendidikan dengan pihak lain.
Pemerintah menyadari bahwa bidang pendidikan, penelitian, dan
pengembangan bertujuan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa
sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945. Oleh karena itu, adalah
hal yang wajar apabila bidang-bidang tersebut diberikan fasilitas dan kemudahan
oleh pemerintah. Di sisi lain, insentif pajak bagi donatur merupakan hal yang
33
penting dan dapat meningkatkan gairah kedermawanan para donatur pribadi
maupun perusahaan untuk semakin banyak menyumbang di sektor sosial.
Ketentuan tersebut sekaligus untuk menghindari pengelolaan pendidikan
sebagai investasi dan komersialisasi, sehingga penambahan dana pendidikan tidak
lagi mengandalkan iuran dari siswa atau mahasiswa.
DAFTAR REFERENSI
34
view=article&id=103%3Acsr-untuk-masa-depan-bangsa-dan-dunia-
&option=com_content&Itemid=121
Doly, Taripar. (2013, 6 Januari). Sekilas Tentang Pajak Organisasi Nirlaba.
diakses pada 22 Februari 2013, 12:34 dari
http://www.nusahati.com/2013/01/sekilas-tentang-pajak-organisasi-
nirlaba/
Hasibuan, Dony. (2011, 12 September). Insentif Pajak bagi Organisasi Nirlaba
dan Penyumbang. diakses pada 22 Februari 2013, 12:34 dari
http://keuanganlsm.com/article/perpajakan/insentif-pajak-bagi-
organisasi-nirlaba-dan-penyumbang/
Nainggolan, Pahala dan Riyanto Wujarso. 2004. Perpajakan untuk Yayasan dan
Lembaga Nirlaba Sejenis. Jakarta: CV Teruna Grafica.
Rahayu, Army. (____). Perpajakan Atas Institusi Pendidikan di Indonesia.
Diakses pada 1 Maret 2013, 21:30 dari
http://ekonomiaccountancy.blogspot.com/2011/12/perpajakan-atas-institusi-
pendidikan-di.html
Setiyawan, Iwan. (2013, 29 Januari). UI Akan Buka Program Magister Manajemen
Aktuaria. diakses pada 22 Februari 2013, 11:24 dari
http://edukasi.kompas.com/read/2013/01/29/18590324/UI.Akan.Buka.Progr
am.Magister.Manajemen.Aktuaria
Silvia, Yulia. (2011, 22 Februari). Pengenaan Pajak Atas Penghasilan Yayasan
dan Pajak Pertambahan Nilai Atas Kegiatan Membangun Sendiri Gedung
dan Prasarana Pendidikan dalam Yayasan Pendidikan. diakses pada 1
Maret 2013, 21:26 dari
http://yuliasilvianti.wordpress.com/2011/02/22/pengenaan-pajak-atas-
penghasilan-yayasan-dan-pajak-pertambahan-nilai-atas-kegiatan-
membangun-sendiri-gedung-dan-prasarana-pendidikan-dalam-yayasan-
pendidikan/
Wahyudi, Dudi. (2010, 3 Januari). Aspek Perpajakan Dana Bantuan Operasional
Sekolah (BOS). diakses pada 15 Mei 2013, 20:18 dari
http://dudiwahyudi.com/pajak/pajak-penghasilan/aspek-perpajakan-bantuan-
operasional-sekolah-bos.html
35