Anda di halaman 1dari 10

PENUGASAN KELOMPOK

PERPAJAKAN SEKTOR PUBLIK

STUDI KASUS
ASPEK PERPAJAKAN YAYASAN

Dasa Widyaiswanto (F1315125)


Muhamad Zakiyudin (F1315134)

Batch 4 Program Star-BPKP


Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Sebelas Maret

ASPEK PERPAJAKAN YAYASAN

(STUDI KASUS)
PENDAHULUAN
Pada pertemuan sebelumnya telah dibahas mengenai pengertian, sumber
kekayaan, dan aspek-aspek perpajakan pada Yayasan. Menurut UU PPh, Yayasan

adalah subjek pajak. Yayasan menjadi wajib pajak jika menerima atau
memperoleh penghasilan yang merupakan objek pajak. Namun demikian,
meskipun tidak menerima atau memperoleh penghasilan yang merupakan objek
pajak, Yayasan tetap menjadi wajib pajak jika memenuhi kriteria sebagai
pemotong pajak. Sebagai contoh, Yayasan bertindak sebagai pemotong PPh
pasal 21 atas penghasilan berupa gaji, honorarium, upah, tunjangan yang
dibayarkan kepada karyawan/peserta kegiatan/pihak lain.
Secara umum pelaksanaan hak dan kewajiban Yayasan sama dengan bentuk
usaha lain, kecuali hal-hal khusus yang diatur tersendiri. Beberapa kewajiban
perpajakan yayasan antara lain:
1. Mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP sebagai wajib pajak.
2. Melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP),
apabila usaha pokoknya melakukan penyerahan barang kena pajak dan
atau jasa kena pajak sesuai UU PPN.
3. Menyelenggarakan pembukuan sesuai kaidah pembukuan yang berlaku
serta Menyetorkan dan Melaporkan Pajak Penghasilan Badan.
4. Melakukan Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh).
5. Melakukan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Selanjutnya akan dibahas mengenai beberapa contoh perhitungan pajak pada
yayasan.
CONTOH STUDI KASUS PERHITUNGAN PAJAK PADA YAYASAN
1. PERHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK YAYASAN PENDIDIKAN
(OMZET < 4,8 M)
Tarif Pajak PPh Berdasarkan PP 46 Tahun 2013.
Pengenaan pajak penghasilan bagi yayasan dapat dikenakan ketentuan dalam PP
Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha
Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto
Tertentu.
Berdasarkan PP 46 Tahun 2013 tersebut, yayasan yang dikenakan tarif pajak
sebagaimana dimaksud dalam PP tersebut adalah yayasan dengan peredaran
bruto kurang dari Rp.4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah),

maka atas peredaran usahanya, yayasan dikenakan PPh final dengan tarif pajak
sebesar 1% x Peredaran Bruto.
Contoh:
Yayasan

Pendidikan

Cerdas

Indonesia

(YPCI)

adalah

organisasi

yang

menyelenggarakan aktivitas non-profit. Aktivitas yang dilakukan antara lain


mengadakan program bimbingan belajar, asrama, dan kegiatan yang berkaitan
dengan pendidikan seperti seminar.
Laporan Keuangan YPCI berupa Laporan Aktivitas disajikan sebagai berikut:

Dengan asumsi bahwa aktiva bersih akhir tahun/sisa dana tidak digunakan
untuk:
1) Pembelian

atau

pembangunan

gedung

dan

prasarana

kegiatan

pendidikan, penelitian danpengembangan termasuk pembelian tanah


sebagai lokasi pembangunan gedung dan prasarana tersebut.

2) Pengadaan

sarana

dan

prasarana

kantor,

laboratorium

dan

perpusatakaan.
3) Pembelian atau pembangunan asrama mahasiswa, rumah dinas, guru,
dosen atau karyawan dan sarana prasarana olahraga, sepanjang berada di
lingkungan atau lokasi lembaga pendidikan formal.
Maka perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah sebagai berikut:
PPh 21 : Rp169.764.904,00 x 1% = Rp1.697.649,04
Jika sisa dana tersebut direncankan akan digunakan untuk ketiga poin di
atas maka terhadap sisa dana tersebut tidak dikenai PPh 21.
2. PERHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK YAYASAN PENDIDIKAN
(4,8 M < OMZET < 50 M)
Asumsikan bahwa nilai pada Laporan Aktivitas tersebut diketahui:
Peredaran Bruto

: Rp 40.000.000.000,00

Pendapatan Kena Pajak

: Rp. 5.000.000.000,00

Penghasilan bruto yayasan tersebut lebih dari 4,8 M dan kurang dari 50 M. Maka
penghitungan PPh 21-nya adalah sebagai berikut (tidak direncanakan untuk
penanaman kembali):
Perhitungan:
a. Jumlah PKP dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas:
(Rp4.800.000.000,00 : Rp 40.000.000.000,00) x Rp. 5.000.000.000,00 = Rp
600.000.000,00
b. Jumlah PKP dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas:
Rp5.000.000.000,00 Rp600.000.000,00 = Rp4.400.000.000,00
c. Pajak Penghasilan yang terutang:
(50% x 25%) x Rp600.000.000,00

= Rp.

75.000.000,00

25% x Rp4.400.000.000,00

= Rp. 1.100.000.000,00

Jumlah Pajak Penghasilan yang terutang

= Rp.

1.175.000.000,00

d. Sehingga PPh Pasal 25 (angsuran) yang harus dibayar setiap bulan:

Rp1.175.000.000,00 : 12 = Rp97.916.667,00

3. PERHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK YAYASAN RUMAH SAKIT


Yayasan Rumah Sakit Waras Tentrem, selama tahun 2015 memiliki

penghasilan sebesar Rp 2.606.800.000


Penghasilan yang diperoleh Yayasan Waras Tentrem terdiri dari :

- Penghasilan

usaha

pelayanan = Rp 2.441.800.000,00

kesehatan
- Hibah

= Rp

120.000.000,00

- Bantuan/Sumbangan

= Rp

30.000.000,00

- Penghasilan bunga deposito

= Rp

15.000.000,00

Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf a Undang-Undang Nomor 17

Tahun 2000, hibah dan bantuan/sumbangan yang diterima wajib


pajak sepanjang tidak ada hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan
atau penguasaan antara pihak yang memberi dan menerima, tidak
termasuk objek pajak.
Penghasilan

yang

telah

dikenakan

PPh

Final

tidak

boleh

digabungkan dengan penghasilan bruto lainnya.


Biaya-biaya yang dikeluarkan Yayasan secara keseluruhan untuk

tahun 2001 sebesar Rp 2.019.000.000


Biaya-biaya tersebut terdiri dari :

- Biaya-biaya yang berhubungan dengan kegiatan mendapatkan,


menagih, dan memelihara penghasilan (Pasal 6 ayat (1) dan SE 34/PJ.4/1995 Jo SE - 39/PJ.4/1995)= Rp 1.989.000.000,00
- Sumbangan = Rp

30.000.000,00

Berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000

dan SE - 34/PJ.4/1995 Jo SE - 39/PJ.4/1995, biaya-biaya yang


dapat dijadikan pengurang Penghasilan bruto adalah biaya-biaya
yang berhubungan langsung dengan usaha atau kegiatan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Biaya yang
dikeluarkan untuk penghasilan yang terkena PPh Final dan biayabiaya yang dikeluarkan atas penghasilan yang bukan objek pajak
tidak boleh dijadikan pengurang Penghasilan Kena Pajak .
Sesuai dengan butir 6 SE - 34/PJ.4/1995 Jo SE - 39/PJ.4/1995,

Yayasan dapat dikenakan pajak jika terdapat selisih lebih antara


penghasilan bruto yang merupakan objek pajak dengan biaya-biaya
yang diperkenankan menjadi pengurang penghasilan bruto.
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka besarnya PPh terutang yang

harus dibayar Yayasan Rumah Sakit Waras Tentrem adalah sebagai


berikut :
1.
2.

Total Penghasilan usaha

6.441.800.0

00

Penghasilan bukan objek


pajak
-

3.

Hibah
Bantuan/Sumbangan

120.000.00

30.000.00

0 +

Total Penghasilan bukan

150.000.00

objek pajak (a)

PKP

Final

(Bunga

Deposito) (b)

R
p

15.000.00
0 +

Total (a+b)

R
p

4.

Penghasilan Bruto

R
p

5.
6.

Total Pengeluaran
Biaya yang tidak dapat
dikurangkan

1.989.000.

000

( 165.000.0
00)
6.276.800.0
00

Sumbangan

Rp

30.000.000

Total biaya yang tidak


dapat dikurangkan

7.

Biaya

8.

yang

( 30.000.00

0)

boleh

dikurangkan

Selisih lebih/kurang

(1.959.000.
000)
4.317.800.

p
9.

Penghasilan Kena Pajak

(PKP)

000
4.317.800.
000

Menghitung PPh Terutang:

Jumlah PKP dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas:

(Rp4.800.000.000,00 : Rp 6.276.800.000,00) x Rp. 4.317.800.000,00 = Rp


3.301.911.802,00

Jumlah PKP dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas:

Rp. 4.317.800.000,00 Rp 3.301.911.802,00 = Rp 1.015.888.198,00

Pajak Penghasilan yang terutang:

(50% x 25%) x Rp 3.301.911.802,00

= Rp. 412.738.975,00

25% x Rp 1.015.888.198,00

= Rp. 253.972.049,00

Jumlah Pajak Penghasilan yang terutang

= Rp

666.711.024,00

Sehingga PPh Pasal 25 (angsuran) yang harus dibayar setiap bulan:

Rp 666.711.024,00 : 12 = Rp

55.559.252,00

4. PERLAKUAN ATAS SISA LEBIH YAYASAN YANG BERGERAK DALAM


BIDANG

PENDIDIKAN

DAN/ATAU

BIDANG

PENELITIAN

DAN

PENGEMBANGAN
Yayasan (Badan atau Lembaga Nirlaba) Yang Bergerak Dalam Bidang Pendidikan
dan/atau

Bidang

Penelitian

dan

Pengembangan

mendapatkan

fasilitas

perpajakan berupa pengecualian pengenaan pajak atas sisa lebih yang diterima
atau diperoleh (laba neto kena pajak ) sepanjang sisa lebih tersebut ditanamkan

kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikandan/atau


penelitian dan pengembangan yang diselenggarakan bersifat terbuka kepada
pihak manapun dan memenuhi syarat tertentu lainnya.
1. Sisa Lebih adalah selisih dari seluruh penerimaan yang merupakan objek
PPh selain penghasilan yang dikenakan PPh tersendiri, dikurangi dengan
pengeluaran untuk biaya operasional sehari-hari badan atau lembaga
nirlaba. (Pasal 1 ayat (2) PMK 80/PMK.03/2009 dan Pasal 1 angka 1 PER44/PJ/2009)
o

Kesimpulan:

SISA

LEBIH

SELURUH

PENERIMAAN BIAYA

OPERASIONAL

SEHARI-HARI

Dengan kata lain yang dimaksud dengan Sisa Lebih disini


sama

dengan

istilah

yang profit oriented

Keuntungan/Laba

pada

badan

(badan atau lembaga yang dibentuk

dengan tujuan untuk memperoleh profit/laba).


2. Biaya operasional sehari-hari adalah biaya yang mempunyai hubungan
langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan usaha untuk kegiatan
Mendapatkan, Menagih, dan Memelihara penghasilan yang merupakan
objek PPh selain penghasilan yang dikenakan PPh tersendiri.(Pasal 1 angka
2 PER-44/PJ/2009)
3. Badan atau lembaga nirlaba yang diatur dalam ketentuan ini adalah
badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan
dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada
instansi yang membidanginya. (Pasal 1 ayat (3) PMK 80/PMK.03/2009 dan
Pasal 1 angka 3 PER-44/PJ/2009)
PERLAKUAN PPh ATAS SISA LEBIH

Perlakuan PPh atas Sisa Lebih terbagi menjadi 2, yaitu:


1. Sisa Lebih dikecualikan sebagai Objek PPh, jika:

Jika Sisa Lebih yang diperoleh Badan atau Lembaga Nirlaba


yang

bergerak

dibidang

pendidikan

dan/atau

bidang

penelitian dan pengembangan ditanamkan kembali dalam


bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau

penelitian dan pengembangan yang diselenggarakan bersifat


terbuka kepada pihak manapun, dalam jangka waktu paling
lama

(empat)

tahun

sejak

diperolehnya

sisa

lebih

tersebut (Pasal 2 ayat (1) PMK 80/PMK.03/2009 dan Pasal 2


ayat (1) PER-44/PJ/2009).
2. Sisa Lebih dapat dikenakan PPh (Objek PPh) jika:

Setelah lewat jangka waktu 4 (empat) tahun sejak sisa lebih


diperoleh, Badan atau Lembaga Nirlaba tidak menggunakan
Sisa Lebih atau masih terdapat Sisa Lebih yang tidak
digunakan untuk pembangunan dan pengadaan sarana dan
prasarana kegiatan

pendidikan dan/atau

penelitian

dan

pengembangan, maka Sisa Lebih tersebut diakui sebagai


penghasilan dan dikenakan PPh pada tahun pajak berikutnya
setelah lewat jangka waktu 4 (empat) tahun tersebut. (Pasal
6 (1) PER-44/PJ/2009)

Dalam jangka waktu 4 (empat) tahun sejak sisa lebih


diperoleh, terdapat Sisa Lebih yang digunakan selain untuk
pembangunan

dan

pengadaan

sarana

dan

prasarana

kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan,


maka Sisa Lebih tersebut diakui sebagai penghasilan dan
dikenakan

PPh

sejak

tahun

diperoleh

sisa

lebih

tersebut. (Pasal 6 (2) PER-44/PJ/2009

Apabila Badan atau Lembaga Nirlaba menggunakan Sisa


Lebih untuk pembangunan dan pengadaan sarana dan
prasarana kegiatan

pendidikan dan/atau

penelitian

dan

pengembangan namun tidak menyampaikan pemberitahuan


rencana fisik sederhana dan rencana biaya (Pasal 2 ayat (2)
PER-44/PJ/2009) dan tidak membuat pernyataan, pencatatan
dan

laporan

(Pasal

5 PER-44/PJ/2009)

maka

Sisa

Lebih

tersebut diakui sebagai penghasilan dan dikenakan PPh sejak


tahun

diperoleh

44/PJ/2009)

sisa

lebih

tersebut.(Pasal

(3) PER-

Pengenaan PPh atas sisa lebih yang terutang PPh ditambah

dengan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku. (Pasal 6


(4) PER-44/PJ/2009)
CONTOH KASUS
Yayasan Kuncup Mekar adalah lembaga nirlaba yang bergerak dibidang
pendidikan (mempunyai Perguruan Tinggi).
Berikut tiga contoh perlakuan pajak atas laba neto dengan tiga kasus berbeda :
1. Misalkan

Laba

neto

Rp.500.000.000,-

Yayasan

Kuncup

Mekar

Tahun

2013

sebesar

dengan peredaran bruto Rp.6.000.000.000,00, maka

selama empat tahun atas laba neto tersebut tidak akan terkena PPh Pasal
25/29 Badan sepanjang memenuhi syarat antara lain digunakan untuk
membangun/mengadakan sarana dan prasarana dan/atau penelitian dan
pengembangan yang diselenggarakan bersifat terbuka kepada pihak
manapun.
2. Apabila pada tahun 2014 ternyata sebagian laba neto tersebut misalnya
sebesar Rp.200.000.000,- digunakan untuk kegiatan selain membangun/
mengadakan

sarana

dan

prasarana

dan/atau

penelitian

dan

pengembangan yang diselenggarakan bersifat terbuka kepada pihak


manapun. Maka atas laba neto sebesar Rp.200.000.000,- dikenakan PPh
Badan (Pasal 25/29) untuk tahun pajak diperolehnya laba neto tersebut
yaitu tahun 2013, sehingga untuk SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2013
harus dilakukan pembetulan dan menyetorkan PPh Pasal 25/29 Badan
yang terutang tersebut.
3. Contoh ketiga apabila ternyata setelah lewat empat tahun sejak laba neto
diperoleh ternyata Yayasan Kuncup Mekar tidak menggunakan laba neto
sebesar Rp.500.000.000,- untuk membangun/ mengadakan sarana dan
prasarana dan/atau penelitian dan pengembangan yang diselenggarakan
bersifat terbuka kepada pihak manapun, maka atas laba neto sebesar
Rp.500.000.000,- dikenakan PPh Badan (Pasal 25/29) pada tahun pajak
berikutnya setelah lewat jangka waktu 4 (empat) tahun tersebut.

Anda mungkin juga menyukai