Anda di halaman 1dari 15

JURNAL KEWIRAUSAHAAN DAN UMKM

IMPLEMENTASI PENGHASILAN SEBAGAI OBJEK PAJAK


PADA PENGUSAHA UMKM DI INDONESIA

Abstrak
Penelitian ini membahas tentang penghasilan yang merupakan komponen
penunjang kemampuan Wajib Pajak, baik itu perorangan maupun perusahaan atau
badan baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat
dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang
bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun. Metode dalam penelitian
ini adalah kualitatif dengan pendekatan analisis deskriptif terhadap wajib pajak
yang melakukan kegiatan usaha adalah mereka yang menyelenggarakan kegiatan
usaha di berbagai bidang, baik pertanian, industri, perdagangan, maupun lainnya
dan tidak terikat oleh suatu ikatan dengan pemberi kerja. Hasil dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa sebagian besar wajib pajak pernah melakukan kekeliruan
dalam pembayaran pajaknya. Omzet UMKM mengalami ketidakpastian, sehingga
menyebabkan perhitungan pajak yang dilakukan selalu berubah-ubah. Hasil
penelitian ini menyebutkkan sebagian responden melakukan penyesuaian terhadap
kekeliruan dalam pembayaran pajaknya.

Kata Kunci : Penghasilan, UMKM, Pajak, Pengusaha, Kewirausahaan

Abstract

This study discusses income which is a component of supporting the ability of


taxpayers, both individuals and companies or entities both originating from
Indonesia and from outside Indonesia, which can be used for consumption or to
increase the wealth of the taxpayer concerned, with what name and in what form
even. The method in this study is qualitative with a descriptive analysis approach
to taxpayers who carry out business activities are those who carry out business
activities in various fields, whether agriculture, industry, trade, or others and are
not bound by a bond with the employer. The results of this study indicate that most
taxpayers have made mistakes in paying their taxes. MSME turnover experiences
uncertainty, causing tax calculations to always change. The results of this study
stated that some respondents made adjustments to mistakes in paying their taxes.

Keywords: Income, MSMEs, Taxes, Entrepreneurs, Entrepreneurship

A. PENDAHULUAN

Dalam konteks perpajakan, penghasilan merupakan komponen penunjang


kemampuan Wajib Pajak, baik itu perorangan maupun perusahaan atau badan baik
yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan
nama dan dalam bentuk apa pun. Hal ini tercantum di dalam Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008 Pajak Penghasilan Pasal 1 ayat 1. Penghasilan merupakan
objek pajak yang penting dalam menentukan sumber ekonomi para wajib pajak
yang telah mendaftarkan diri demi kesejahteraan bersama.

Objek pajak tidak dapat berjalan sendiri tanpa adanya subjek pajak yang
terdiri dari 3 jenis menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan Pasal 2 ayat 1, yaitu
:

· Orang pribadi

· Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak

· Badan : Sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang
melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan
terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik Negara atau
daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma kongsi, koperasi, dana
pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial
politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk
kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

· Bentuk usaha tetap (BUT) : Bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi
yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia
tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua
belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang
dapat berupa: tempat manajemen perusahaan, cabang perusahaan, kantor
perwakilan, pabrik, gudang, dll.

Namun, objek pajak yang paling penting dalam meningkatkan kemampuan


ekonomis Subjek Pajak untuk mensejahterakan setiap individu atau kelompok
dengan cara memelihara setiap fasilitas yang diberikan oleh pemerintah karena
fasilitas tersebut dibangun melalui iuran pajak yang telah kita bayar kepada
pemerintah. Dilansir dari DDTC News, terdapat pemberitahuan bahwa akan
dilakukan penambahan Objek PPh. Hal ini dilakukan mengingat masalah
pertukaran informasi keuangan secara otomatis (automatic exchange of
information). Jumlah yurisdiksi partisipan dan yurisdiksi tujuan yang akan bertukar
informasi dengan Indonesia terus bertambah. Tetapi berita ini masih merupakan
perencanaan dan perlu adanya persetujuan dari banyak pihak. (Redaksi DDTC
News, 2019)

Rumusan Masalah

1. Apa saja yang menjadi Objek Pajak Penghasilan pada Pasal 4 ayat (1) ?
2. Apa saja yang menjadi Objek Pajak Penghasilan pada Pasal 4 ayat (2) ?
3. Apa saja yang menjadi Objek Pajak Penghasilan pada Pasal 4 ayat (3) ?
4. Bagaimana cara perlakuan Objek Pajak Penghasilan tersebut pada masing-
masing ayat ?
5. Bagaimana analisis penghasilan sebagai objek pajak pada pengusaha kecil
dan eceran ?

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui apa saja yang menjadi Objek Pajak Penghasilan pada
Pasal 4 ayat (1).
2. Untuk mengetahui apa saja yang menjadi Objek Pajak Penghasilan pada
Pasal 4 ayat (2).
3. Untuk mengetahui apa saja yang menjadi Objek Pajak Penghasilan pada
Pasal 4 ayat (3).
4. Untuk mengetahui bagaimana cara perlakuan Objek Pajak Penghasilan
tersebut pada masing-masing ayat.
5. Untuk menganalisis penghasilan sebagai objek pajak pada pengusaha kecil
dan eceran.
B. KAJIAN PUSTAKA
Pajak

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan


Umum dan Tata Cara Perpajakan pada Pasal 1 Ayat 1 berbunyi pajak adalah
kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan di gunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.

Penghasilan

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 4 ayat 1 tentang


Pajak Penghasilan, Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun
dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah
kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.

Pajak Penghasilan

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Penjelasan Pasal 4


ayat 1 tentang Pajak Penghasilan, Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan
atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak dari manapun asalnya yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau
menambah kekayaan Wajib Pajak tersebut.

Laba Rugi Komersil

Berdasarkan Buku Akuntansi Pajak Edisi 6 karangan Waluyo, Laba Rugi


Komersil adalah laba atau ugi bersih dalam suatu periode akuntansi sebelum
dikurangi beban pajak laba (rugi) sebelum pajak.

Laba Rugi Fiskal


Berdasarkan Buku Akuntansi Pajak Edisi 6 karangan Waluyo, Laba Rugi
Fiskal (taxable income or loss) atau Penghasilan Kena Pajak adalah laba atau rugi
dalam suatu tahun pajak yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan
menjadi dasar penghitungan pajak penghasilan yang terutang dalam tahun pajak
berjalan.

Perbedaan Temporer

Berdasarkan Buku Akuntasi Pajak Edisi 6 karangan Waluyo, Perbedaan


Temporer adalah perbedaan antara dasar pengenaan pajak (tax base) dari suatu aset
atau liabilitas dengan nilai tercatat pada aset atau liabilitas yang berakibat pada
perubahan laba fiskal periode mendatang.

Perbedaan Tetap

Berdasarkan Buku Akuntasi Pajak Edisi 6 karangan Waluyo, Perbedaan


Tetap adalah perbedaan yang timbul adanya perbedaan pengakuan beban dan
pendapat antara pelaporan komersial dan pajak/fiskal.

Pembahasan Pajak Penghasilan


Pajak Penghasilan 4 ayat 1

Pajak Penghasilan 4 Ayat 1 merupakan pajak penghasilan yang bersifat Non


Final, yang berarti pajak tersebut bisa dikreditkan. Yang menjadi objek pajak adalah
penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan
Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk:

A. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima
atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus,
gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan
lain dalam Undang-undang ini;

B. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;


C. Laba usaha;

D. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:

1. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan


badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;

2. Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau


anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;

3. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,


pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam
bentuk apa pun;

4. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan,


kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu
derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan,
koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang
tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di
antara pihakpihak yang bersangkutan; dan

5. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak


penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam
perusahaan pertambangan;

E. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan
pembayaran tambahan pengembalian pajak;

F. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian


utang;

G. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha
koperasi;

H. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak;


I. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;

J. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;

K. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah


tertentuyang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;

L. Keuntungan selisih kurs mata uang asing;

M. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;

N. Premi asuransi;

O. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri
dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;

P. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan
pajak;

Q. Penghasilan dari usaha berbasis syariah;

R. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur


mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan

S. Surplus Bank Indonesia.

Berdasarkan Objek Pajak yang tertulis di Pasal 4 Ayat 1, berikut tarif pajak yang
dikenakan:

1. Orang Pribadi Dalam Negeri (Bukan Pekerjaan Bebas)

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

Sampai dengan Rp50.000.000,00 5%

Di atas Rp50.000.000,00 sampai dengan Rp250.000.000,00 15%


Di atas Rp250.000.000,00 sampai dengan Rp500.000.000,00 25%

Di atas Rp500.000.000,00 30%

2. Orang Pribadi Dalam Negeri (Pekerjaan Bebas)

Tarif Pajak = 50% x 5 % x Penghasilan Bruto atau Dasar Pengenaan Pajak

3. Hadiah (Wajib Pajak Orang Pribadi)

Tarif Pajak = 5% x DPP

4. Hadiah (Wajib Pajak Badan)

Tarif Pajak = 15% x DPP

5. Bunga, Dividen, Royalti, Sewa

Tarif Pajak = 15% x DPP

Pajak Penghasilan 4 ayat 2

PPh Pasal 4 ayat 2 (Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 2) merupakan pajak yang
dikenakan pada wajib pajak pribadi ataupun badan atas beberapa jenis penghasilan
yang mereka dapatkan dan pemotongan pajaknya bersifat final yang tidak dapat di
kreditkan.

Berikut merupakan objek pajak penghasilan yang dikenai PPh Pasal 4 ayat (2):

1. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi


dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi
kepada anggota koperasi orang pribadi;
2. Penghasilan berupa hadiah undian;
3. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif
yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau
pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima
oleh perusahaan modal ventura;
4. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau
bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah
dan/atau bangunan; dan
5. Penghasilan tertentu lainnya yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan antara lain:

 Perlu adanya dorongan dalam rangka perkembangan investasi dan tabungan


masyarakat;
 Kesederhanaan dalam pemungutan pajak;-berkurangnya beban administrasi
baik bagi Wajib Pajak maupun Direktorat Jenderal Pajak;
 Pemerataan dalam pengenaan pajaknya; dan-memerhatikan perkembangan
ekonomi dan moneter, atas penghasilan-penghasilan tersebut perlu
diberikan perlakuan tersendiri dalam pengenaan pajaknya.

Perlakuan tersendiri dalam pengenaan pajak atas jenis penghasilan tersebut


termasuk sifat, besarnya, dan tata cara pelaksanaan pembayaran, pemotongan, atau
pemungutan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

C. METODE PENELITIAN

Metode dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan analisis


deskriptif terhadap wajib pajak yang melakukan kegiatan usaha adalah mereka yang
menyelenggarakan kegiatan usaha di berbagai bidang, baik pertanian, industri,
perdagangan, maupun lainnya dan tidak terikat oleh suatu ikatan dengan pemberi
kerja. Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan
usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha mikro sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang. Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan.
Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perseorangan dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil
penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Tingkat
kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan
peraturan yang berlaku saat memasukkan dan melaporkan pada waktu informasi
yang diperlukan, mengisi secara benar jumlah pajak yang terutang, dan membayar
pajak tepat pada waktunya, tanpa ada tindakan pemaksaan. Dalam penelitian ini,
peneliti akan menganalisis bagaimana kondisi pedagang UMKM pada saat ini jika
dibandingkan dengan usaha Minimarket, seperti Indomaret atau Alfamart

Mengenai penelitian ini, dilansir dari https://pajak.go.id/id/artikel/polemik-


pajak-atas-umkm, Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan
dan/atau badan usaha perorangan yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.
50.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil
penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000,-. Usaha ekonomi produktif yang
berdiri sendiri yang dilakukan oleh perorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau
menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau
besar, memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp.50.000.000,- sampai dengan Rp.
500.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki
penjualan tahunan lebih dari Rp. 300.000.000,- sampai dengan 2.500.000.000,.

D. HASIL DAN PEMBAHASAN


Usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri yang dilakukan oleh
perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan
cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung
maupun tidak langsung dengan usaha kecil dan besar memiliki kekayaan bersih
lebih dari Rp. 50.000.000,- sampai dengan Rp. 10.000.000.000,- tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha, memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp.
2.500.000.000,- sampai dengan Rp. 50.000.000.000,-.

UMKM dapat berbentuk badan usaha dan perorangan, sehingga ada


kewajiban perpajakan bagi UMKM yang berbentuk badan usaha dan yang
berbentuk perseorangan. Kewajiban perpajakan UMKM dalam bentuk badan dan
perorangan memiliki perbedaan. Kewajiban perpajakan yang harus dilakukan
antara lain sebagai berikut: Secara umum kewajiban perpajakan bagi UMKM
sebagai badan adalah sebagai berikut :

1. Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP dan atau PKP;

2. Melakukan pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan (PPh 21, PPh Pasal
4 ayat 2, PPh Pasal 23, PPh Pasal 25, PPh Pasal 26);

3. Menyetorkan dan melaporkan Pajak Penghasilan baik dari Pemotongan/


Pemungutan yang dilakukan maupun atas PPh badan (koperasi) maupun pajak
lainnya;

4. Melakukan pemungutan, menyetorkan, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai


(PPN) jika ditunjuk sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Secara umum kewajiban perpajakan bagi UMKM perorangan adalah:

1. Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP dan atau PKP; 2. Menyetorkan dan
melaporkan Pajak Penghasilan Orang Pribadi dan pajak lainnya; 3. Melakukan
pemungutan, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai (jika ditunjuk
sebagai Pengusaha Kena Pajak).

Sebagian wajib pajak melakukan pencatatan atas transaksi usahanya, karena


pencatatan ini sebagai dasar perhitungan pajak. Hasil penelitian menunjukkan
pencatatan yang diselenggarakan “seadanya” dan pembukuan yang dilakukan
dengan membuat rekapan satu bulan sekali (Damayanti, -).

Dari sudut pandang Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa


Akuntanbilitas Publik (SAK ETAP), hal ini belumlah dapat dikatakan sesuai.
Beberapa wajib pajak memanfaatkan aplikasi komputer yang sederhana untuk
pembukuannya. Melihat pencatatan transaksi yang dilakukan UMKM masih
sederhana, serta belum melakukan posting ke buku besar sesuai dengan SAK ETAP
diharapkan Pemerintah melalui Dinas Koperasi & UMKM perlu melakukan
sosialisasi mengenai Standar Akuntansi Keuangan kepada kalangan UMKM. Hal
ini sangat membantu UMKM dalam meningkatkan manajemen bisnisnya sesuai
dengan prinsip-prinsip dalam SAK ETAP.

Sosialisasi ini dapat dilakukan oleh Dinas Koperasi dan UMKM, sehingga
UMKM dapat memiliki data yang akurat dan berguna meningkatkan produktifitas,
efektifitas, dan efisiensi usaha mereka. UMKM diharapkan mulai menerapkan
pembukuan menggunakan aplikasi komputer, karena dapat membantu pengolahan
data lebih praktis dan efisien waktu. Hasil penelitian ini konsisten dengan Liana
Ekawati (2008), yang menyebutkan wajib pajak Yogyakarta paham dalam hal
pembukuan sederhana seperti pengisian Surat Pemberitahuan, perhitungan pajak,
penyetoran pajak, dan pelaporan pajak. Penelitian ini juga sejalan dengan Zulia
Hanum (2009) dan Erna (2012) yang menunjukkan hasil bahwa pengetahuan wajib
pajak dan pemahamanan tentang peraturan perpajakan memberikan manfaat bagi
wajib pajak untuk melakukan pelaporan kewajiban perpajakannya. Namun, hal ini
tidak sesuai dengan adanya perkembangan zaman pada saat ini, dimana Sebagian
besar masyarakat memprioritaskan adanya teknologi untuk mencapai
kesejahteraan, tetapi pedagang UMKM ini tidak bersedih karena telah memiliki
pelanggan yang sudah lama menjadi loyal dalam melakukan transaksi jual beli.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan Afriyani (2009) yang menyebutkan
dalam penelitiannya jarang terjadi kekeliruan dalam pembayaran.. Secara
keseluruhan hasil dalam penelitian ini mendukung Teori Atribusi. Hal ini
ditunjukkan dengan sikap wajib pajak dalam menilai pajak sangat dipengaruhi oleh
kondisi internal dan kondisi eksternal. Kondisi internal ini ditunjukkan dengan
masih rendah pendidikan yang dimiliki oleh wajib pajak sehingga berdampak pada
pemahaman pembukuan dan perhitungan pajak yang masih sangat rendah. Kondisi
eksternal yang mempengaruhi wajib pajak adalah sanksi yang diberikan sebagai
akibat wajib pajak telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak dan jika wajib pajak
tidak memenuhi kewajiban perpajakannya (Putri, 2018).
E. KESIMPULAN
Sebagian besar wajib pajak pernah melakukan kekeliruan dalam
pembayaran pajaknya. Omzet UMKM mengalami ketidakpastian, sehingga
menyebabkan perhitungan pajak yang dilakukan selalu berubah-ubah. Hasil
penelitian ini menyebutkkan sebagian responden melakukan penyesuaian terhadap
kekeliruan dalam pembayaran pajaknya. Hal ini dilakukan karena penyesuaian akan
mempengaruhi laporan pembukuan yang sudah dibuat wajib pajak selama periode
pencatatan. UMKM harus melakukan pencatatan pembayaran pajak karena
berfungsi sebagai bukti bahwa wajib pajak sudah melakukan kewajiban
pembayarannya tepat waktu dan tepat jumlah sesuai ketentuan yang berlaku,
sehingga tidak kesulitan dalam perhitungan pajak tahun berikutnya. Wajib pajak
UMKM diharapkan tidak sering mengalami kekeliruan dalam pembayaran
pajaknya, sehingga tidak menimbulkan tindakan lanjutan seperti pemeriksaan pajak
oleh fiskus pajak terkait karena penghitungan yang dilakukan oleh wajib pajak.
DAFTAR PUSTAKA

Damayanti, D. (-, - -). Polemik Pajak atas UMKM. Retrieved from


https://pajak.go.id/: https://pajak.go.id/id/artikel/polemik-pajak-atas-umkm

Putri, P. H. (2018). ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH


TERHADAP KESADARAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN PADA SEKTOR
USAHA KECIL DAN MENENGAH (UKM). Riset Akuntansi dan Keuangan
Indonesia Volume 3 Nomor 1 , 80-90.

Redaksi DDTC News. (2019, July 24). DDTC News. Retrieved from
https://news.ddtc.co.id/: https://news.ddtc.co.id/wah-objek-pajak-penghasilan-
bakal-ditambah-16503

Anda mungkin juga menyukai