Penulis
Ardi Leonardi
Editor
Kabrina Rian
Desain
Alifiansyah Deto
www.delegasi.co
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang
Dilarang memperbanyak sebagian atau
seluruh buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit
Asisten keuangan virtual untuk UKM
Indonesia
Delegasi membantu pebisnis untuk membuat laporan keuangan dan analisis bisnis
tanpa input data sendiri.
3 Laporan Keuangan
12 Analisis Bisnis
Kontrol ketepatan pemakaian bahan baku Profit per channel penjualan
Menu engineering (product mix) Rekomendasi rasio biaya ideal
HPP real per menu Panduan menentukan target penjualan
Estimasi cash untuk bagi hasil/ekspansi Break Event Point (BEP)
Pareto pengeluaran bahan baku Payback Period
Highlight laporan keuangan ROI
Daftar Isi
Usaha Mikro:
Modal usaha paling besar 1 miliar Rupiah atau;
Penjualan paling banyak 2 miliar Rupiah
Usaha Kecil:
Modal usaha dari 1 miliar Rupiah sampai 5 miliar Rupiah atau;
Penjualan dari 2 miliar sampai 15 miliar Rupiah
Usaha Menengah:
Modal usaha lebih dari 5 miliar Rupiah atau;
Penjualan lebih dari 15 miliar Rupiah
Bentuk UMKM para pelaku usaha juga berbeda-beda, ada yang dilakukan secara
pribadi (atau perorangan), ada yang sudah berbentuk Commanditaire Vennootschap
(CV) dan Perseroan Terbatas (PT). Setiap bentuk UMKM ini butuh membayar pajak
kepada Pemerintah dengan hitungan dan pajak masing masing.
Terdapat beberapa jenis pajak yang wajib dibayar oleh
pengusaha UMKM, yang mana yang paling besar adalah Pajak
Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Pajak Penghasilan (PPh)
PPh diatur melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak
Penghasilan, yang beberapa kali diubah yang mana perubahan terakhir melalui:
Subjek Pajak
Yang menjadi Subjek Pajak (yang dikenakan pajak) adalah
Pada dasarnya, UMKM akan dapat masuk golongan A.1 Orang Pribadi (bagi pelaku
UMKM yang melakukan usahanya dan melaporkan penghasilannya pada NPWP
pribadi pemilik usaha) dan Badan (bagi pelaku UMKM yang mendirikan usahanya
dengan bentuk PT, CV atau lainnya)
Objek Pajak
Terdapat beberapa jenis pajak yang wajib dibayar oleh pengusaha UMKM, yang mana
yang paling besar adalah Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai
(PPN).
Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2021 Tentang
Harmonisasi Peraturan Pajak, yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan, yaitu
setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak,
baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai
untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan,
dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk:
Penyetoran PPh 4 (2) harus dilakukan secara bulanan paling lambat tanggal 10 bulan
(tanggal 15 untuk Wajib Pajak jasa konstruksi) berikutnya.
PPh Pasal 21
Pengusaha merekrut 2 pegawai tetap untuk bekerja sebagai chef dapur restoran
pengusaha. Pengusaha wajib memotong PPh 21 atas gaji yang diperoleh
pegawai tetap (jika gaji lebih dari Penghasilan Tidak Kena Pajak sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, detail di bab selanjutnya)
Pengusaha meminta bantuan konsultan pribadi (bukan badan) untuk analisis
bisnisnya dan rekomendasi SoP perusahaan. Atas pembayaran kepada konsultan
pribadi tersebut, pengusaha wajib memotong PPh 21 sesuai ketentuan yang
berlaku.
Penyetoran PPh 21 harus dilakukan oleh pemotong pajak paling lambat tanggal 10
bulan berikutnya.
PPh Pasal 23
PPh 23 merupakan kewajiban pemotongan pajak oleh pihak yang membayar
beberapa transaksi kepada Wajib Pajak dalam negeri sesuai ketentuan yang berlaku.
PPh 23 yang relevan untuk UMKM termasuk:
Royalti
Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong Pajak
Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf e
Sewa dan penghasilan lainnya sehubungan dengan penggunaan harta kecuali
atas tanah dan/atau bangunan (pengecualian atas yang sudah dipotong pada
pph 4(2)
Imbalan sehubungan jasa teknis, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa
konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
Lainnya sesuai ketentuan yang berlaku
Penyetoran PPh 23 harus dilakukan oleh pemotong pajak paling lambat tanggal 10
bulan berikutnya. Detail tarif PPh 23 dapat dilihat di bab selanjutnya.
PPh Pasal 25
PPh Pasal 25 merupakan kewajiban setiap Wajib Pajak untuk mengangsur pajak
secara bulanan, yang mana dapat menjadi potongan (kredit pajak) jumlah pajak
tahunan yang harus dibayarkan di sesuai perhitungan pada SPT tahunan.
Contoh kasus PPh pasal 25 sebagai berikut:
Sesuai perhitungan PPh pasal 25 yang dilakukan awal tahun, Pengusaha harus
mengangsur sebesar 1 juta Rupiah per bulan. Pada akhir tahun, disaat
Pengusaha menghitung jumlah pajak yang harus dibayarkan di tahun tersebut,
Pengusaha harus membayar 15 juta Rupiah. Karena pengusaha telah
mengangsur PPh Pasal 25 sebesar 1 juta Rupiah per bulan (12 juta Rupiah per
tahun), maka sisa pajak yang Pengusaha harus setor adalah sebesar 3 juta
Rupiah
Penyetoran PPh Pasal 25 harus dilakukan oleh pemotong pajak paling lambat
tanggal 15 bulan berikutnya. Detail tarif PPh 25 dapat dilihat di bab selanjutnya.
PPh Pasal 26
PPh 26 merupakan kewajiban pemotongan pajak oleh pihak yang membayar
beberapa transaksi kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di
Indonesia sesuai ketentuan yang berlaku. Secara garis besar, UMKM akan lebih
banyak berurusan dengan PPh 23 karena akan lebih banyak transaksi dengan Wajib
Pajak dalam negeri. PPh 26 yang relevan untuk UMKM (jika ada) termasuk:
Dividen
Bunga
Royalti, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
Lainnya sesuai ketentuan yang berlaku
Dalam rangka memberikan kemudahan dan kesederhanaan kepada Wajib Pajak dan
mendorong masyarakat untuk berperan dalam kegiatan ekonomi fiskal, Pemerintah
menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 Tentang Pajak
Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak
Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
Penyetoran PPh Final sesuai PP 23 Tahun 2018 harus dilakukan oleh Pengusaha
paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya..
Setiap Wajib Pajak (Pribadi, Badan dan lainnya) dalam negeri diwajibkan untuk
melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan yang dilampiri dengan Laporan
Keuangan yang sekurang kurangnya memuat komponen sebagai berikut:
Jumlah penghasilan
Jumlah penghasilan kena pajak
Jumlah pajak yang terutang
Jumlah pajak yang telah dilunasi dalam tahun berjalan dan
Jumlah kekurangan dan kelebihan pajak
Sesuai dengan PPh Pasal 29, jika pajak yang terutang lebih besar daripada jumlah
kredit pajak (pajak yang telah dibayarkan dan dapat menjadi pengurang pajak
tahunan), maka kekurangan pajak yang terutang harus dilunasi selambat-lambatnya
sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan disampaikan.
Contoh kasus PPh pasal 29 sebagai berikut:
Perhitungan PPh Pasal 21 tergantung pada hubungan pihak yang dipotong dengan
pemotongnya, yang mana tarif atas hubungan berbeda beda sesuai ketentuan yang
berlaku (undang - undang atau peraturan). Tarif beberapa PPh Pasal 21 yang relevan
kepada UMKM adalah sebagai berikut:
Pegawai tetap
Perhitungan potongan PPh 21 pegawai tetap pada dasarnya sama dengan
perhitungan pajak Orang Pribadi yang menjadi pegawai tetap pada suatu
perusahaan (tanpa penghasilan dari sumber lainnya). Terdapat beberapa komponen
yaitu
Penghasilan Bruto: jumlah tunjangan (gaji, bonus, thr dll) yang diberikan oleh
pemberi kerja
Biaya jabatan: dapat menjadi pengurang penghasilan untuk perhitungan pajak
Penghasilan Tidak Kena Pajak: pengurang atas penghasilan
Penghasilan Kena Pajak: Penghasilan - biaya jabatan - Penghasilan Tidak Kena
Pajak
Tarif pajak: % pajak yang akan dikenakan terhadap Penghasilan Kena Pajak
Sesuai dengan Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2021 Tentang
Harmonisasi Peraturan Perpajakan, Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) pertahun
paling sedikit
5% (lima
Sampai dengan Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah)
persen)
15% (lima
Di atas Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) sampai
belas
dengan Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah)
persen)
25% (dua
Di atas Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah)
puluh lima
sampai dengan Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
persen)
30% (tiga
Di atas Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai
puluh
dengan Rp 5.000.000.000 (lima miliar rupiah)
persen)
35% (tiga
Di atas Rp 5.000.000.000 (lima miliar rupiah) puluh lima
persen)
Penghasilan Bruto: jumlah tunjangan (gaji, upah lainnya, dll) yang diberikan oleh
pemberi kerja
Penghasilan Tidak Kena Pajak: pengurang atas penghasilan
Penghasilan Kena Pajak: Penghasilan - biaya jabatan - Penghasilan Tidak Kena
Pajak
Tarif pajak: % pajak yang akan dikenakan terhadap Penghasilan Kena Pajak
Pada dasarnya perhitungan PPh 21 pegawai tidak tetap dan tetap hanya berbeda di
biaya jabatan (yang mana pegawai tidak tetap tidak dapat mengurangi penghasilan
bruto dengan biaya jabatan). Ketentuan Penghasilan Tidak Kena Pajak dan tarif
pajak sama dengan Pegawai tetap.
Berikut sebuah contoh kasus untuk pemotong PPh 21 pegawai tidak tetap:
PPh Pasal 23
Perhitungan PPh Pasal 23 tergantung pada transaksi yang diliputi pada PPh Pasal
23, yang mana tarif atas setiap tipe transaksi diatur pada UU PPh atau dalam
peraturan lainnya. Tarif beberapa PPh Pasal 23 yang relevan kepada UMKM adalah
sebagai berikut:
Royalti
Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong Pajak
Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf e
PPh Pasal 25
Perhitungan angsuran PPh Pasal 25 dilakukan sesuai dengan SPT tahun
sebelumnya. Pajak yang harus diangsur adalah jumlah pajak yang terutang sesuai
dengan SPT tahun sebelumnya dikurangi dengan kredit pajak dibagi 12. Angsuran
yang dilakukan pada bulan bulan sebelum SPT disampaikan sebelum batas waktu
penyampaian SPT sama dengan angsuran bulan terakhir tahun pajak lalu.
Pengusaha berbentuk badan telah melaporkan SPT PPh Tahun Pajak 2022
(berakhir pada Desember 2022) dan berencana menghitung jumlah angsuran
PPh 25
Pada Tahun Pajak 2022, Pengusaha mencatat pajak terhutang sebesar 100jt
Rupiah dan kredit pajak sebesar 4jt Rupiah
Maka selisih PPh yang harus dibayarkan oleh Pengusaha untuk tahun pajak 2022
adalah sebesar 96jt
Oleh karena itu, angsuran PPh 25 setelah pelaporan SPT tahun pajak 2022
tersebut adalah 96jt / 12 = 8jt Rupiah per bulan
Angsuran PPh 25 pada tahun 2023 sebelum pelaporan SPT tahun pajak 2022
(sebelum batas waktu) sama dengan angsuran pada bulan Des 2022
Penyetoran PPh 25 dilakukan oleh Wajib Pajak bersangkutan (pada contoh di atas,
Pengusaha wajib menyetorkan PPh 25 sebesar 8jt Rupiah setiap bulannya)
PPh Pasal 26
Tarif beberapa PPh Pasal 26 yang relevan kepada UMKM adalah sebagai berikut:
Dividen
Bunga
Secara garis besar cara menghitung pajak yang harus dibayarkan jika menggunakan
fasilitas ini adalah 0,5% x peredaran bruto (omzet). Peredaran bruto tidak termasuk:
Pengusaha memiliki suatu perusahaan F&B dan ritel bahan makanan. Jumlah
penjualan di bulan Maret 2023 adalah 100jt Rupiah.
Maka PPh yang harus dibayar bulan Maret 2023, sesuai dengan PP 23 Tahun
2018 sebesar 100jt (peredaran bruto) x 0.5% = 0,5jt Rupiah
Terdapat persentase berbeda beda untuk masing - masing kegiatan dan wilayah,
sebagaimana diatur dalam Peraturan yang berlaku. Contoh perhitungan pajak
penghasilan terhutang menggunakan norma sebagai berikut:
biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan
usaha, antara lain:
biaya pembelian bahan;
biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji,
honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk
uang;
bunga, sewa, dan royalti;
biaya perjalanan;
biaya pengolahan limbah;
premi asuransi;
biaya promosi dan penjualan;
biaya administrasi; dan
pajak kecuali Pajak Penghasilan;
penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi
atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai
masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
dan Pasal 11A;
iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Otoritas Jasa
Keuangan;
kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan
dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan;
kerugian selisih kurs mata uang asing;
biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia;
biaya beasiswa, magang, dan pelatihan;
Perhitungan berdasarkan Pembukuan
PPh Pasal 21
Pelaporan Pemotongan / Pajak Penghasilan PPh 21 dan/atau PPh 26 wajib
melakukan pelaporan per bulan melalui formulir 1721 - Surat Pemberitahuan (SPT)
Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26. Pengisian dapat dilakukan
langsung di website resmi DJP
PPh Pasal 23
Pelaporan Pemotongan / Pajak Penghasilan PPh 23 dan/atau PPh 26 wajib
melakukan pelaporan per bulan melalui formulir Surat Pemberitahuan (SPT) Masa
Pajak Penghasilan Pasal 23 dan/atau Pasal 26. Pengisian dapat dilakukan langsung
di website resmi DJP.
PPh Pasal 25
Tidak perlu lapor lewat formulir bulanan, cukup setor secara tepat waktu dan dapat
dijadikan kredit pajak saat melaporkan SPT Tahunan (formulir 1770 atau 1771).
PPh Pasal 26
Dilaporkan pada formulir
formulir 1721 - Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Penghasilan Pasal 21
dan/atau Pasal 26; dan
formulir Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Penghasilan Pasal 23 dan/atau
Pasal 26
PPh Final sesuai PP 23 Tahun 2018
Tidak perlu lapor lewat formulir bulanan, cukup setor bulanan secara tepat waktu
sesuai dengan peredaran bruto dan dilaporkan pada SPT Tahunan (formulir 1770
atau 1771).
PPh Pasal 29
PPh Pasal 29 dilakukan dengan mengisi formulir 1770 bagi Orang Pribadi dan 1771
bagi Badan (termasuk namun tidak terbatas pada PT dan CV)
Terdapat konsekuensi telat lapor pajak (pajak bulanan atau masa maupun pajak
tahunan). Sanksi administratif telat melaporkan surat pemberitahuan pajak, sesuai
dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Tentang
Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah sebagai berikut
Denda 100.000 Rupiah untuk ketelatan pelaporan SPT Masa selain PPn
Denda 1.000.000 Rupiah untuk ketelatan pelaporan SPT PPh tahunan bagi Wajib
Pajak Badan
Denda 100.000 Rupiah untuk ketelatan pelaporan SPT PPh tahunan bagi Wajib
Pajak Orang Pribadi
Sanksi administratif sebesar bunga dari Pajak Penghasilan yang tidak atau
kurang dibayar dalam 1 tahun pajak
Sanksi administratif sebesar bunga dari Pajak Penghasilan yang tidak atau
kurang dipotong atau dipungut
Sanksi administratif sebesar kenaikan sebesar 75% (tujuh puluh lima persen)dari
Pajak Penghasilan yang dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetor
Tambahan sanksi administratif berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan
(ditentukan Menteri Keuangan) dihitung sejak jatuh tempo pembayaran pajak
Pusing Bikin Laporan Keuangan?
Delegasi-in Aja!
PT Delegasi Teknologi Indonesia
www.delegasi.co
Follow Us:
: @delegasi.co
: @delegasi.co
: @delegasi_co
: @delegasi_co
: Delegasi
: Delegasi