Anda di halaman 1dari 18

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkah dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan makalah berjudul Pendapatan, Penghasilan, dan
Penjualan. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah, keluarga,
para sahabat dan pengikut mereka yang setia sampai hari kiamat.
Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada pihak pihak terkait yang
senantiasa membantu dalam pengerjaan makalah ini, serta Ibu Nur Amalia Hasanah
selaku dosen mata kuliah Akuntansi Perpajakan yang dengan sabar telah membimbing
penulis sehingga penulis dapat mengetahui lebih dalam mengenai berbagai jenis
transaksi pendapatan, penghasilan, dan penjualan yang berlaku dalam ketentuan
perpajakan di Indonesia.
Harapan penulis adalah semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah
wawasan para pembaca. Penulis menyadari masih adanya kekurangan dan kesalahan,
baik dari segi bahan penulisan maupun kemampuan ilmiah. Oleh karena itu penulis
sangat mengharapkan saran dan kritik dari pembaca demi penyempurnaan makalah ini.

Jakarta, Mei 2015

Penulis

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Entitas memiliki kewajiban untuk membayar pajak kepada negara sesuai dengan
Undang-Undang Pajak Penghasilan. Kewajiban tersebut mengikat untuk semua
entitas bisnis (badan atau bentuk usaha tetap) dan individu. Undang-Undang
Pajak menyebutkan atas penghasilan yang diterima individu atau entitas (badan)
akan dikenakan pajak sesuai dengan tarif yang berlaku.
Penghasilan menurut regulasi pajak adalah setiap tambahan kemampuan
ekonomi yang diterima atau diperoleh wajib pajak baik yang berasal dari
Indonesia atau dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau
menambah kekayaan. Untuk entitas, penghasilan yang diterima atau diperoleh
dikenakan pajak setelah dikurangkan beban yang diperbolehkan.
Pajak akan dihitung atas laba entitas bukan nilai total penghasilan. Namun
untuk

pendapatan

pada

industri

tertentu

(konstruksi),

usaha

kecil

yang

menghitung pajak dengan norma, pajak dihitung dari nilai penghasilan bukan
laba.

Apabila

kemungkinan

perolehan

aset

atau

pelunasan

kewajiban

mengakibatkan pembayaran pajak pada periode mendatang menjadi lebih besar


atau lebih kecil dibanding yang tidak mempunyai konsekuensi pajak, maka
perusahaan diharuskan untuk mengakui kewajiban pajak tangguhan (deferred tax
liabilities).
Dengan demikian, dalam Undang-undah Pajak Penghasilan walaupun
menyebutkan jenis penghasilan tidak bersifat limitatif dan tidak memperhatikan
adanya penghasilan dari dan sumber tertentu, tetapi menekankan adanya
tambahan kemampuan ekonomis.
Undang-undang Pajak Penghasilan menganut pengertian penghasilan yang
luas, semua jenis penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun
pajak digabungkan untuk mendapatkan dasar pengenaan pajak. Bila dalam satu
tahun pajak suatu usaha atau kegiatan menderita kerugian, maka kerugian
tersebut dikompensasikan dengan penghasilan lainnya yang sering disebut
kompensasi horizontal.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana pengakuan dan pencatatan transaksi pendapatan, penghasilan, dan
penjualan dalam akuntansi perpajakan di Indonesia?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas mata kuliah
Akuntansi Perpajakan dan menjelaskan berbagai bentuk transaksi pendapatan,
penghasilan, dan penjualan terkait dengan ketentuan perpajakan yang berlaku di
Indonesia.

1.4 Manfaat Penulisan


Harapan

penulis

adalah

semoga

makalah

ini

dapat

bermanfaat

dalam

memberikan pemahaman yang jelas tentang konsep pendapatan, penghasilan,


dan penjualan dalam lingkup Akuntansi Perpajakan di Indonesia.

BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Pendapatan
Dalam SAK-ETAP oleh IAI (2009:114-122), pendapatan (income) berarti suatu
penambahan aset atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan
ekuitas yang tidak berasal dari penanaman modal. Ruang lingkup pendapatan
terdiri dari penjualan barang (baik diproduksi maupun dibeli untuk dijual kembali),
pemberian jasa, kontrak konstruksi, dan penggunaan aset oleh pihak yang
menghhasilkan bunga, royalti, atau dividen.
Nilai yang dipakai untuk mengukur pendapatan berkaitan dengan nilai/harga yang
disepakati dalam transaksi (nilai wajar/fair value). Nilai wajar tidak termasuk
pengurangan, seperti potongan perdagangan dan potongan tunai atau retur,
pengurangan itu langsung diperhitungkan kepada pendapatan. Entitas harus
mengeluarkan dari pendapatan sejumlah nilai yang menjadi bagian pihak ketiga
sepeti pajak penjualan dan PPN.
Pengakuan pendapatan dibagi menjadi 4 jenis, yaitu:
1. Penjualan barang diakui, jika:
a)

Risiko dan manfaat kepemilikan barang telah dialihkan kepada pembeli.

b)

Entitas

tidak

mempertahankan

atau

meneruskan

baik

keterlibatan

manajerial sampai kepada tingkat kepemilikan atau pengendalian efektif


atas barang yang terjual.
c)

Jumlah pendapatan dapat diukur secara andal.

d)

Manfaat ekonomi mengalir ke dalam entitas.

e)

Biaya sehubungan dengan transaksi dapat diukur dengan andal.

2. Penyedia jasa diakui apabila hasil transaksi penyediaan jasa dapat diestimasi
secara andal. Entitas harus mengakui pendapatan sesuai dengan tahap
penyelesaiannya pada akhir periode pelaporan, sehingga biasanya entitas
menggunakan metode persentase penyelesaian.
Hasil suatu transaksi dapat diestimasi secara andal, apabila memenuhi kondisi
sebagai berikut:
a)

Jumlah pendapatan dapat diukur secara andal.

b)

Manfaat ekonomi yang berhubungan dengan transaksi mengalir kepada entitas.

c)

Tingkat penyelesaian transaksi pada akhir periode pelaporan diukur secara


andal.

d)

Biaya yang terjadi dalam transaksi dan biaya penyelesaian transaksi dapat
diukur secara andal.

3. Kontrak konstruksi
Entitas mengakui pendapatan kontrak dan biaya kontrak yang berhubungan dengan
kontrak kontruksi masing-masing sebagai pendapatan dan beban yang disesuaikan
dengan tingkat penyelesaian aktivitas kontrak pada akhir periode pelaporan. Metode
yang dipakai adalah metode persentase penyelesaian.
4. Bunga, royalti dan dividen
Entitas

harus

mengakui

pendapatan

dari

penggunaan

aset

pada

saat

ada

kemungkinan bahwa manfaat ekonomis yang berhubungan dengan transaksi mengalir


ke entitas dan jumlah pendapatan dapat diukur secara andal
Entitas harus mengakui pendapatan atas dasar:
a)

Bunga harus diakui secara akrual.

b)

Royalti diakui dengan dasar akrual sesuai degan substansi dari perjanjian yang
relevan.

c)

Dividen harus diakui ketika hak pemegang saham untuk menerima pembayaran
telah terjadi.

2.2 Konsep Penghasilan

Menurut UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 pasal 4 ayat (1), penghasilan adalah setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang
berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi
atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan
dalam bentuk apa pun. Untuk menentukan kapan penghasilan diterima/diperoleh,
undang-undang perpajakan menunjuk kepada metode pembukuan yang diselenggarakan
oleh Wajib Pajak (WP), berdasarkan basis akrual atau kas. Pendekatan akrual mengakui
penghasilan pada saat diperoleh, sedangkan pendekatan kas mengakui penghasilan
pada saat diterima.

2.2.1 Penghasilan objek pajak


Menurut pasal 4 ayat (1) UU PPh Nomor 36 Tahun 2008, penghasilan yang merupakan
objek pajak adalah sebagai berikut:
a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang
pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undangundang,
b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.
c. Laba usaha.
d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
1. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan
lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal.
2. Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau
anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya.
3. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan,
pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apapun.
4. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan,
kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu
derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan,
koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan PMK-245/PMK.03/2008, sepanjang tidak
ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara
pihak-pihak yang bersangkutan.
5. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak
penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam
perusahaan pertambangan.
e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan
pembayaran tambahan pengembalian pajak.

f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang.
g. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan
asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
h. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak.
i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (PP 130 Tahun 2000 jo. SE-542/PJ./2000).
l. Keuntungan selisih kurs mata uang asing.
m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva (PMK-79/PMK.03/2008 jo. PER-12/PJ/2009
jo. SE-56/PJ/2009).
n. Premi asuransi.
o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari
Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
p. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak;
q. Penghasilan dari usaha berbasis syariah (PP 25 Tahun 2009).
r. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur
mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan (SE-04/PJ.42/2002).
s. Surplus Bank Indonesia (PP 94 Tahun 2010).

2.2.3 Penghasilan Bukan Objek Pajak


Penghasilan yang tidak termasuk sebagai objek pajak menurut pasal 4 ayat 3 UU PPh
Nomor 36 Tahun 2008 adalah:
a. 1. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat
atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang
diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang
sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh
lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang
diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP 18 Tahun 2009).
2. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk
yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil,
yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan,

sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau


penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan.
b. Warisan.
c. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan
modal.
d. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh

dalam

bentuk

natura

dan/atau

kenikmatan

dari

Wajib

Pajak

atau

Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang
dikenakan

pajak

secara

final

atau

Wajib

Pajak

yang

menggunakan

norma

penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.


e. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan
asuransi
kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi
beasiswa.
f.

Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai
Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik
daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat
kedudukan di Indonesia dengan syarat:
1. Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan.
2. Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah
yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen
paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor.

g. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai.
h. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud
pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Keuangan (PMK-234/PMK.03/2009)
i.

Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan
kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif.

j. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian
laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan
di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
1. Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan
dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan (perusahaan yang penjualan
netonya tidak melebihi Rp 5.000.000.000 dalam setahun), atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan (PP 4 Tahun 1995 jo. KMK-250/KMK.04/1995/ jo. SE33/PJ.4/1995).
2. Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;

k. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK-246/PMK.03/2008 jo. PMK154/PMK.03/2009).
l. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak
dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah
terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk
sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan,
dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih
tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan. (PML-80/PMK.03/2009 jo. PER-44/PJ./2009).
m. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
kepada Wajib Pajak tertentu, WP atau anggota yang tidak mampu, yang sedang
mengalami bencana alam, dan/atau yang tertimpa masalah, yang ketentuannya
diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. (PMK247/PMK.03/2008).

2.2.4 Penghasilan yang Dikenakan Pajak Penghasilan


Final
Pengenaan pajak yang bersifat final berarti bahwa jumlah PPh yang telah dibayar
sendiri atau dipotong oleh pihak lain tidak dapat dikreditkan atau digabungkan
dengan penghasilan lain yang bersifat tidak final dalam penghitungan PPh pada
akhir tahun dalam SPT tahunan.
Menurut pasal 4 ayat 2 UU PPh Nomor 36 Tahun 2008, penghasilan yang dikenai
pajak yang sifatnya final adalah:
a. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabunagan lainnya, bunga obligasi
dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi
kepada anggota koperasi orang pribadi.
b. Penghasilan berupa hadiah undian.
c. Penghasilan dari transaksi saham sekuritas lainnya, transaksi dervatif yang
diperdagangkan dibursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan
penyertaan modal

pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh

perusahaan modal ventura.


d. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan,
usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau
bangunan.

e. Penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan


Pemerintah.
Jenis-jenis penghasilan yang dikenakan PPh yang bersifat final antara lain :
1.

Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan serta diskonto


Sertifikat Bank Indonesia (SBI) sesuai dengan PP Nomor 131 Tahun 2000 dan
KMK-51/KMK.04/ 2001 tentang PPh atas bunga deposito dan tabungan serta
diskonto SBI yang mulai berlaku 1 Januari 2001. Besarnya PPh atas bunga dari
deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikasi Bank Indonesia adalah sebagai
berikut :
A.

Dikenakan pajak final sebesar 20% (dua puluh persen) dari


jumlah bruto, terhadap WP dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT).

B.

Dikenakan pajak final sebesar 20% (dua puluh persen) dari


jumlah bruto atau dengan tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak
Berganda (P3B) yang berlaku, terhadap WP dalam negeri.

Pemotongan pajak sebagaimana dimaksud tidak dilakukan terhadap :


i.

Bunga dari deposito dan tabungan serta diskonto SBI sepanjang jumlah
deposito dan tabungan serta SBI tersebut tidak melebihi Rp7.500.000 (tujuh
juta lima ratus ribu Rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecahpecah.

ii.

Bunga data diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan
di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia;

iii.

Bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI yang diterima atau
diperoleh Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan

sepanjang

dananya

diperoleh

dari

sumber

pendapatan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 UU Nomor 11 Tahun 1992 tentang


Dana Pensiun.
iv.

Bunga tabungan pada bank yang ditunjuk pemerintah dalam rangka


pemilikan rumah sederhana dan sangat sederhana, kaveling siap bangun
untuk rumah sederhana dan sangat sederhana, atau rumah susun sederhana
sesuai dengan ketentuan yang berlaku, untuk dihuni sendiri.

v.

Penghasilan dari transaksi bunga obligasi sesuai dengan PP Nomor 16


Tahun 2009 tentang PPh atas penghasilan berupa bunga obligasi yang mulai
berlaku 1 Januari 2009.

2.

Penghasilan berupa diskonto Surat Perbendaharaan Negara (SPN)


sesuai dengan PP 27 Tahun 2008 dam PMK-63/PMK.03/2008 yang mulai berlaku 4 April
2008.

a.

Surat Perbendaharaan Negara (SPN) adalah


Surat Utang Negara (SUN) yang berjangka waktu paling lama 12 (dua belas)
bulan dengan pembayaran bunga secara diskonto.

b.

Surat Utang Negara adalah surat berharga


yang berupa surat pengakuan utang baik dalam mata uang rupiah maupun
valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara
Republik Indonesia sesuai dengan masa berlakunya, yang terdiri atas Surat
Perbendaharaan Negara dan Obligasi Negara.

c.

Pasar Perdana adalah kegiatan penawaran


dan penjualan Surat Utang Negara untuk pertama kali.

d.

Pasar Sekunder adalah kegiatan perdagangan


Surat Utang Negara yang telah dijual di Pasar Perdana.

e.

Diskonto SPN adalah selisih lebih antara nilai


nominal pada saat jatuh tempo dengan harga perolehan di Pasar Perdana
atau di Pasar Sekunder atau selisih antara harga jual di Pasar Sekunder
dengan harga perolehan di Pasar Perdana atau di Pasar Sekunder, tidak
termasuk Pajak Penghasilan yang dipotong.

3. Penghasilan dari transaksi bunga obligasi sesuai dengan pp 16 tahun 2009 jo.PMK85/PMK.03/2011 tentang PPh atas penghasilan berupa bunga obligasi yang mulai
berlaku 1 januari 2009.
Besarnya PPh adalah sebagai berikut.
A. Bunga dari obligasi dengan kupon (interest bearing debt securities) adalah
sebesar
1) 15% bagi WP dalam negeri dan BUT; dan
2) 20% atau sesuai dengan tarif P3B bagi WP luar negeri selain BUT.
Dari jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan (holding period)
obligasi.
B.

Diskonto dari obligasi dengan kupon (interest bearing debt


securities) adalah sebesar:
1) 15% bagi WP dalam negeri dan BUT; dan
2) 20% atau sesuai dengan tarif P3B bagi WP luar negeri selain BUT.

Dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan obligasi,
tidak termasuk bunga berjalan (accrued interest)
C. Diskonto obligasi tanpa bunga (non-interest bearing debt securities) adalah
sebesar:
1) 15% bagi WP dalam negeri dan BUT; dan
2) 20% atau sesuai dengan tarif P3B bagi WP luar negeri selain BUT.
Dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan obligasi.
D. Bunga dan/atau diskonto dari obligasi yang diterima dan/atau diperoleh WP
reksadana yang terdaftar pada Bapepam dan Lembaga Keuangan sebesar:
1) 0% untuk tahun 2009 sampai dengan tahun 2010;
2) 5% untuk tahun 2011 sampai dengan tahun 2013; dan
3) 15% untuk tahun 2014 dan seterusnya.
Atas penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh WP berupa bunga obligasi
dikenai pemotongan PPh yang bersifat final, kecuali bagi WP tertentu sebagai
berikut: (a) dana pensiun yang pendirian atau pembentukannya disahkan oleh
Menteri Keuangan; dan (b) bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank
luar negeri di Indonesia.
4. Penghasilan dari transaksi bunga simpanan koperasi sesuai dengan PP 15 Tahun 2009
tentang PPh atas bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi orang pribadi yang
mulai berlaku 1 Januari 2009. Bunga simpanan adalah imbalan berupa bunga
simpanan yang diterima anggota koperasi orang pribadi dari dana yang disimpan
anggota koperasi orang pribadi pada koperasi tempat orang pribadi tersebut menjadi
anggota. Namun tidak termasuk bunga simpanan yang diterima anggota koperasi
orang pribadi yang merupakan bagian dari Sisa Hasil Usaha (SHU).
Besarnya PPh adalah:
a. 0% untuk penghasilan berupa bunga simpanan sampai dengan Rp 240.000 per
bulan; atau
b. 10% dari jumlah bruto bunga untuk penghasilan berupa bunga simpanan lebi dari
Rp 240.000 per bulan.
Koperasi yang melakukan pembayaran bunga simpanan kepada anggota koperasi
orang pribadi, wajib memotong PPh yang bersifat final pada saat pembayaran.

5. Penghasilan dari transaksi hadiah undian sesuai dengan PP 132 Tahun 2000 jo. Kep395/PJ/2001 jo. SE-19/PJ.43/2001 tentang PPh atas hadiah undian dengan nama dan
dalam bentuk apapun.
Besarnya PPh yang wajib dipotong atau dipungut adalah 25% dari jumlah bruto hadiah
undian. Penyelenggara undian wajib memotong atau memungut PPh yang dimaksud.
Penyetoran PPh tersebut oleh penyelenggara undian dengan SSP selambat-lambatnya
tanggal 10 bulan berikutnya. Sedangkan pelaporan ke KPP setempat dengan SPT
masa PPh atas hadiah undian selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya
setelah dibayarkannya atau diserahkannya hadiah undian tersebut.

6. Penghasilan dari transaksi saham di bursa efek sesuai dengan PP 14 Tahun 1997 jo.
KMK-282/KMK.04/1997 jo. SE-06/PJ.4/1997 jo SE-09/PJ.24/1997 jo. SE-15/PJ.42/1997
tentang PPh atas penghasilan dari transaksi penjualan saham di bursa efek yang
mulai berlaku 29 Mei 1997.
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari transaksi
penjualan saham, baik saham pendiri maupun saham bukan pendiri, di bursa efek di
pungut PPh yang bersifat final sebesar 0,1% dari jumlah bruto nilai transaksi
penjualan . Khusus pemilik saham pendiri dikenakan tambahan PPh sebesar 0,5% dari
nilai perusahaan pada saat penutupan bursa di akhir tahun 1996. Dalam hal saham
perusahaan diperdagangkan di bursa efek setelah 1 Januari 1999, maka nilai saham
ditetapkan sebesar harga saham pada saat penawaran umum perdana.

7. Penghasilan dari transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa sesuai dengan PP


17 Tahun 2009 tentang PPh atas penghasilan dari transaksi derivatif berupa kontrak
berjangka yang diperdagangkan di bursa yang mulai berlaku 1 Januari 2009.
Transaksi derivatif adalah transaksi yang didasari pada kontrak/perjanjian
pembayaran yang nilainya merupakan turunan dari nilai instrumen yang mendasari
seperti suku bunga, nilai tukar, komoditi, ekuitas, dan indeks baik yang diikuti dengan
pergerakan maupun tanpa pergerakan dana/instrumen. Sedangkan kontrak berjangka
adalah suatu perjanjian termasuk kontrak standar untuk membeli atau menjual
sejumlah efek atau komoditi yang jumlah, mutu, jenis, tempat, dan waktu penyerahan
di kemudian hari telah ditetapkan.
Atas penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh orang pribadi atau badan dari
transaksi derivatif berupa kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa dikenal
PPh final sebesar 2,5% dari margin awal; di mana margin awal adalah sejumlah uang
atau surat berharga yang harus ditempatkan oleh pialang berjangka atau anggota

bursa pada lembaga kliring dan penjamin untuk menjamin pelaksanaan transaksi
kontrak berjangka.
Lembaga kliring dan penjamin adalah badan usaha yang menyelenggarakan dan
menyediakan sistem dan/atau sarana untuk pelaksanaan kliring dan penjamin
transaksi di bursa, termasuk lembaga kliring dan penjamin berjangka. Lembaga kliring
dan penjamin wajib memungut PPh tersebut pada saat menerima penyetoran margin
awal oleh pialang berjangka atau anggota bursa. Selain itu, lembaga kliring dan
penjamin juga wajib menyetor seluruh PPh yang dipungut dan wajib menyampaikan
laporan pemungutan dan penyetoran PPh kepada KPP.

8. Transaksi Penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal oleh perusahaan modal
ventura diatur dalam PP 4 Tahun 1995 jo.KMK-250/KMK.04/1995 jo.SE-33/PJ.4/1995.
Atas penghasilan perusahaan modal ventura dari transaksi penjualan saham atau
pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangan usahanya dikenakan PPh
yang bersifat final sebesar 0,1% dari jumlah bruto transaksi penjualan saham atau
pengalihan penyertaan modal. Perusahaan pasangan usaha adalah (a) perusahaan
kecil/menengah di mana perusahaan tersebut memiliki penjualan neto melebihi Rp
5.000.000.000 dalam setahun dan (b) sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek
di Indonesia.
9. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/bangunan sesuai
dengan

PP

71

Tahun

2008

jo.PMK-243/PMK.03/2008

jo.SE-6/PJ.03/2008.

Penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan wajib dibayar PPh. Pengalihan hak
atas tanah dan/atau bangunan adalah:
a. Penjualan, tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak,
penyerahan hak, lelang, hibah, atau cara lain yang disepakati dengan pihak
lain selain pemerintah.
b. Penjualan, tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak,
penyerahan hak, atau cara lain yang disepakati dengan pemerintah guna
pelaksanaan pembangunan, termasuk pembangunan untuk kepentingan
umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus.
c. Penjualan, tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak,
penyerahan hak, atau cara lain kepada pemerintah guna pelaksanaan
pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan
khusus.

Besarnya PPh adalah 5% dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan, kecuali atas pengalihan hak atas rumah sederhana dan
rumah susun sederhana yang dilakukan WP yang usaha pokoknya melakukan
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dikenakan PPh sebesar 1% dari
jumlah nilai pengalihan.
Nilai pengalihan hak adalah nilai yang tertinggi antara nilai berdasarkan Akta
Pengalihan Hak dengan Nilai Jual Objek Pajak tanah dan/atau bangunan yang
bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun
1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, kecuali :
a. Dalam hal pengalihan hak kepada Pemerintah adalah nilai berdasarkan
keputusan pejabat yang bersangkutan.
b. Dalam hal pengalihan hak sesuai denganperaturan lelang (Staatsblad Tahun
1908 Nomor 189 dengan segala perubahannya) adalah nilai menurut risalah
lelang tersebut.
Nilai Jual Objek adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) menurut Surat Pemberitahuan
Pajak Terutang (SPPT) Pajak Bumi dan Bangunan tahun yang bersangkutan atau
dalam hal Surat Pemberitahuan Pajak Terutang dimaksud belum terbit, adalah
Nilai Jual Objek Pajak menurut Surat Pemberitahuan Pajak Terutang tahun pajak
sebelumnya. Apabila tanah dan/atau bangunan tersebut belum terdaftar pada
Kantor Pelayanan Pajak Pratama, maka Nilai Jual Objek Pajak yang dipakai adalah
Nilai Jual Objek Pajak menurut surat keterangan yang diterbitkan Kepala Kantor
yang

wilayah

kerjanya

meliputi

lokasi

tanah

dan/atau

bangunan

yang

bersangkutan berada.
Dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan
adalah:
a. orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena
Pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan
jumlah bruto pengalihannya kurang dari Rp60.000.000,00 (enam puluh juta
rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah.
b. orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada Pemerintah.
c. orang pribadi yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan
cara hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat,

badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan,


koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan,
sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
d. badan yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan cara
hibah kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk
yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan
kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri
Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungan dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang
bersangkutan.
e. pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena warisan.
f.

pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dilakukan oleh orang
pribadi atau badan yang tidak termasuk subjek pajak.

10. Penghasilan dari usaha jasa konstruksi sesuai dengan PP 51 Tahun 2008 jo.PMK187/PMK.03/2008 jo.SE/PJ.03/2008 tentang PPh atas penghasilan dari usaha jasa
konstruksi, mulai berlaku 1 Januari 2009.
Tarif Pajak Penghasilan untuk usaha Jasa Konstruksi adalah sebagai berikut:
a. 2% (dua persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia
Jasa yang memiliki kualifikasi usaha kecil;
b. 4% (empat persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh
Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha;
c. 3% (tiga persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia
Jasa selain Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b;
d. 4%

(empat

persen)

untuk

Perencanaan

Konstruksi

atau

Pengawasan

Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha;
dan
e. 6% (enam persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi
yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha.
11. Usaha Real Estate sesuai dengan PP 71 Tahun 2008 jo.PMK-243/PMK.03/2008 jo.PER30/PJ/2009 dikenakan PPh sebesar 5% dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas
tanah dan/bangunan, kecuali untuk rumah sederhana dan rumah susun sederhana
sebesar 1% dari jumlah bruto nilai pengalihan. Pajak-pajak tersebut bersifat final.

12. Penghasilan dari transaksi persewaan tanah dan/bangunan sesuai dengan PP 5


Tahun 2002 jo.KMK-120/KMK.03/2002 jo.Kep.-227/PJ/2002 tentang pembayaran PPh
atas penghasilan dari persewaan tanah dan/bangunan. Mulai berlaku 1 Mei 2002.
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari
persewaan

tanah

dan/atau

bangunan

berupa

tanah,

rumah,

rumah

susun,

apartemen, kondominium, gedung perkantoran, rumah kantor, toko, rumah toko,


gudang, dan industri, wajib membayar PPh. Besarnya Pajak Penghasilan yang wajib
dipotong atau dibayar sendiri adalah sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah
bruto nilai persewaan tanah dan/ atau bangunan dan bersifat final.
13. Penghasilan dari transaksi deviden yang diterima /diperoleh oleh WP orang Pribadi
dalam negeri sesuai dengan PP 19 Tahun 2009 jo.SE-01/PJ.03/2009, dikenakan PPh
sebesar 10% dan bersifat final.

14. Penjualan bahan bakar minyak jenis premix, super TT dan gas untuk penyalur agen
Pertamina sebesar 0,3% sesuai dengan PMK-154/PMK.03/2010 jo. PER-57/PJ/2010
jo.SE-92/PJ/2010.

2.5 Beban yang Berhubungan dengan Pajak Penghaslian


Final dan Non-Pajak Penghasilan
1. Biaya yang berhubungan dengan penghasilan yang bersifat final.
Sesuai Pasal 4 ayat (1) UU PPh, apabila suatu jenis penghasilan dikenakan pajak
dengan tarif yang bersifat final, maka penghasilan tersebut tidak boleh
digabungkan dengan penghasilan lain yang dikenakan tarif umum.
2. Biaya yang berhubungan dengan penghasilan yang bukan merupakan objek
pajak.
3. Sesuai Pasal 6 ayat (1) UU PPh bahwa untuk dapat dibebankan sebagai biaya
secara fiskal, maka pengeluaran-pengeluaran tersebut harus mempunyai
hubungan langsung dengan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih,
dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak.

BAB 3
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Pendapatan (income) berarti suatu penambahan aset atau penurunan
kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari
penanaman modal. Ruang lingkup pendapatan terdiri dari penjualan barang (baik
diproduksi maupun dibeli untuk dijual kembali), pemberian jasa, kontrak
konstruksi, dan penggunaan aset oleh pihak yang menghhasilkan bunga, royalti,
atau dividen.
Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima
atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan
Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun. Untuk
menentukan kapan penghasilan diterima/diperoleh, undang-undang perpajakan
menunjuk kepada metode pembukuan yang diselenggarakan oleh Wajib Pajak
(WP),

berdasarkan

penghasilan

pada

basis
saat

akrual

atau

diperoleh,

penghasilan pada saat diterima.

kas.

Pendekatan

sedangkan

akrual

pendekatan

kas

mengakui
mengakui

REFERENSI
Agoes, Sukrisno., Estralita Trisnawati. 2013. Akuntansi Perpajakan. Edisi Tiga. Jakarta.
Samlemba Empat.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008 tentang Pembayaran PPh atas Penghasilan
dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.
Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang PPh atas Pengasilan dari Usaha Jasa
Konstruksi.

Anda mungkin juga menyukai