Anda di halaman 1dari 16

Pajak dalam usaha koperasi

Mata Kuliah : Pajak Dalam Entitas Usaha Tertentu

Dosen Pengampu :

Drs. A. Dahlan, MSA, Ak, BKP, CA


Yeni Tata Rini., SEM.Acc.,Ak

Disusun oleh :

Nindi Dwi Ristanti (15110016)

Desti Lolita A (16110020)

Quril Lolitasari (16110025)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS PRODI AKUNTANSI

UNIVERSITAS GAJAYANA MALANG

2018
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan kekuatan dan kemampuan, sehingga makalah yang berjudul “Pajak dalam usaha
koperasi” ini dapat diselesaikan. Dengan segala kemampuan kami yang terbatas, makalah ini
mencoba menguraikan tentang pengertian, jenis, proses, ketentuan-ketentuan dan kewajiban
dalam perpajakan. Dan dengan adanya makalah ini kami berharap dapat membantu para
pembaca dan kami sendiri dalam memahami pengertian, jenis, proses, ketentuan-ketentuan
dan kewajiban dalam perpajakan yang baik dan benar.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kami mohon saran dan kritiknya yang bersifat membangun untuk
menyempurnakan makalah ini dengan harapan untuk memperbaiki kualitas makalah.

Kami berharap makalah ini dapat berguna khususnya bagi penulis dan umumnya bagi
semua yang membacanya.

Malang, 06 Desember 2018

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perpajakan dan Koperasi merupakan dua hal penting yang perlu dipahami.Perpajakan
adalah hal ikhwal yang berkaitan dengan pajak, sementara koperasi merupakan Badan
Hukum yang menurut Undang-Undang Perpajakan Nomor 17 tahun 2000 sebagai subyek
pajak.
Pajak itu sendiri pada hakekatnya adalah iuran masyarakat kepada Negara sebagai
bentuk partisipasi kewajiban untuk membiayai pengeluaran umum sehubungan dengan
tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. Sebagai suatu kewajiban, pajak
bagi koperasi ternyata dimulai sejak tanggal pengesahan akte pendirian Badan Hukum
dan telah mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) serta berakhir sejak tanggal
koperasi dibubarkan.
Pajak merupakan pengetahuan yang harus dimiliki oleh setiap wajib pajak,penguasaan
terhadap peraturan perpajakan bagi wajib pajak akan meningkatkan kepatuhan kewajiban
perpajakan agar terhindar dari sanksi-sanksi yang berlaku dalam ketentuan umum
perpajakan.
Sistem self assesment memberikan kepercayaan penuh tanggung jawab kepada wajib
pajak untuk menghitung, memotong, menyetor dan melaporkan besarnya pajak terutang
sesuai dengan ketentuan. Dalam sistem ini diharapkan wajib pajak memiliki kesadaran
terhadap kewajibannya, kejujuran dalam menghitung pajaknya, memiliki hasrat atau
keinginan yang baik untuk membayar pajak, dan disiplin dalam menjalankan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
Berkaitan dengan itu diperlukan upaya terus menerus untuk menggugah dan
mendorong koperasi transparansi dan melaksanakan akuntabilitas dengan mematuhi
peraturan perpajakan dan ketaatan dalam memenuhi kewajiban pajak. Untuk itu kata
kunci untuk itu adalah adanya peningkatan pengetahuan dan pemahaman perpajakan oleh
seluruh insan anggota dan pengelola koperasi merupakan suatu kewajiban yang mengikat
baik kepada individu anggota maupun koperasi sebagai badan usaha.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dan sebutkan karakteristik Usaha Koperasi ?
2. Apa saja jenis dan bentuk usaha Koperasi?
3. Jelaskan Proses Bisnis Usaha Koperasi!
4. Jelaskan Ketentuan PPh Untuk Usaha Koperasi!
5. Jelaskan Ketentuan Pot-Put untuk Usaha Koperasi!
6. Jelaskan Ketentuan PPN untuk Usaha Koperasi!
7. Jelaskan Kewajiban Perpajakan dalam usaha Koperasi!
1.3 Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan tentang Usaha Koperasi serta karakteristiknya
2. Menjelaskan apa saja jenis dan bentuk usaha Koperasi
3. Menjelaskan bagaimana Proses Bisnis Usaha Koperasi
4. Menjelaskan tentang Ketentuan PPh Untuk Usaha Koperasi
5. Menjelaskan tentang Ketentuan Pot-Put untuk Usaha Koperasi
6. Menjelaskan tentang Ketentuan PPN untuk Usaha Koperasi
7. Menjelaskan bagaimana Kewajiban Perpajakan dalam usaha Koperasi
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian dan Karakteristik Usaha Koperasi


a. Pengertian
Secara umum, koperasi adalah perkumpulan orangyang sukarela mempersatukan diri
untuk memperjuangkan peningkatan kesejahteraan ekonomi mereka melalui
pembentukan sebuah badan usaha yang dikelola secara demokratis.
PSAK No.27 Tahun 2004, koperasi adalah badan usaha yang mengorganisasi
pemanfaatan dan pendayagunaan sumber daya ekonomi para anggotanya atas dasar
prinsip-prinsip koperasi dan kaidah usaha ekonomi untuk meningkatkan taraf hidup
anggota pada khususnya dan masyarakat daerah pada umumnya. Dengan demikian
koperasi merupakan gerakan ekonomi rakyat dan sokoguru perekonomian nasional.
UU. No.25 Tahun 1992, koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang
seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan
prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas
kekeluargaan.
b. Karakteristik
 Merupakan suatu badan usaha yang dibenarkan mencari keuntungan seperti pada
badan usaha lainnya tetapi tidak menjadikannya sebagai tujuan utama.
 Beranggotakan orang seorang mengandung maksud bahwa anggota koperasi terdiri
dari kumpulan modal.
 Beranggotakan badan hukum koperasi, artinya koperasi yang sudah berdiri dan
berbadan hukum dapat membentuk koperasi dengan tingkatan yang lebih
besar/luas.
 Kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi, artinya dalam menjalankan aktivitasnya
berpedoman pada prinsip koperasi seperti yang dijelaskan pada UU Nomor 25
Tahun 1992 pasal 5
 Gerakan ekonomi rakyat banyak dan merupakan sokoguru dalam ekonomi
kerakyatan
 Asas kekeluargaan, berarti koperasi mengedepankan setia kawan dan kesadaran
berpribadi, sekaligus bertujuan untuk menyejahterakan anggota pada khususnya
dan masyarakat pada umumnya.
2.2. Jenis dan Bentuk Usaha Koperasi
 Jenis Koperasi Berdasarkan Fungsinya.
1. Koperasi Konsumsi.
Koperasi pembelian/pengadaan/konsumsi adalah koperasi yang
menyelenggarakan fungsi pembelian atau pengadaan barang dan jasa untuk
memenuhi kebutuhan anggota sebagai konsumen akhir. Di sini anggota berperan
sebagai pemilik dan pembeli atau konsumen bagi koperasinya.
2. Koperasi Pemasaran.
Koperasi penjualan/pemasaran adalah koperasi yang menyelenggarakan fungsi
distribusi barang atau jasa yang dihasilkan oleh anggotanya agar sampai di tangan
konsumen. Di sini anggota berperan sebagai pemilik dan pemasok barang atau
jasa kepada koperasinya.
3. Koperasi Produksi.
Koperasi produksi adalah koperasi yang menghasilkan barang dan jasa, dimana
anggotanya bekerja sebagai pegawai atau karyawan koperasi. Di sini anggota
berperan sebagai pemilik dan pekerja koperasi.
4. Koperasi Jasa.
Koperasi jasa adalah koperasi yang menyelenggarakan pelayanan jasa yang
dibutuhkan oleh anggota, misalnya: simpan pinjam, asuransi, angkutan, dan
sebagainya. Di sini anggota berperan sebagai pemilik dan pengguna layanan jasa
koperasi.
 Jenis Koperasi Berdasarkan Tingkat dan Luas Daerah Kerja.
1. Koperasi primer.
Koperasi primer merupakan koperasi yang anggota-anggotanya terdiri dari orang
seorang dengan jumlah anggota minimal 20 orang, yang mempunyai kesamaan
aktivitas, kepentingan, tujuan dan kebutuhan ekonomi.
2. Koperasi sekunder.
Koperasi sekunder merupakan Koperasi yang dibentuk oleh sekurang-kurangnya
tiga koperasi yang berbadan hukum baik primer mauoun sekunder. Dengan
mengambil contoh bentuk koperasi yang dikenal sekarang, berarti pusat koperasi
didirikan oleh sekurang-kurangnya tiga koperasi primer. Koperasi gabungan
didirikan sekurang-kurangnya tiga pusat koperasi, dan induk koperasi didirikan
oleh sekurang-kurangnya tiga gabungan koperasi.
Koperasi sekunder dapat dibagi menjadi :
1. Koperasi pusat adalah koperasi yang beranggotakan paling sedikit 5 koperasi
primer
2. Gabungan koperasi adalah koperasi yang anggotanya minimal 3 koperasi
pusat
3. Induk koperasi adalah koperasi yang minimum anggotanya adalah 3
gabungan koperasi
 Jenis Koperasi Menurut Status Keanggotaannya.
1. Koperasi produsen.
Koperasi produsen adalah koperasi yang anggotanya para produsen barang/jasa
dan memiliki rumah tangga usaha.
2. Koperasi konsumen.
konsumen adalah koperasi yang anggotanya para konsumen akhir atau pemakai
barang/jasa yang ditawarkan para pemasok di pasar.
 Koperasi Berdasarkan Jenis Usahanya.
1. Koperasi Simpan Pinjam (KSP).
Koperasi Simpan Pinjam adalah koperasi yang memiliki usaha tunggal yaitu
menampung simpanan anggota dan melayani peminjaman. Anggota yang
menabung (menyimpan) akan mendapatkan imbalan jasa dan bagi peminjam
dikenakan jasa. Besarnya jasa bagi penabung dan peminjam ditentukan melalui
rapat anggota.Dari sinilah, kegiatan usaha koperasi dapat dikatakan “dari, oleh,
dan untuk anggota.”
2. Koperasi Serba Usaha (KSU).
Koperasi Serba Usaha adalah koperasi yang bidang usahanya bermacam-macam.
Misalnya, unit usaha simpan pinjam, unit pertokoan untuk melayani kebutuhan
sehari-hari anggota juga masyarakat, unit produksi, unit wartel.
3. Koperasi Konsumsi.
Koperasi yang bidang usahanya menyediakan kebutuhan sehari-hari anggota.
Kebutuhan yang dimaksud misalnya kebutuhan bahan makanan, pakaian, perabot
rumah tangga.
4. Koperasi Produksi.
Koperasi produksi adalah koperasi yang bidang usahanya membuat barang
(memproduksi) dan menjual secara bersama-sama.Anggota koperasi ini pada
umumnya sudah memiliki usaha dan melalui koperasi para anggota mendapatkan
bantuan modal dan pemasaran.
 Bentuk-Bentuk Koperasi
Bentuk-bentuk koperasi adalah sebagai berikut :
1. Berdasarkan dari tingkatannya, bentuk koperasi terdiri dari koperasi primer dan
koperasi sekunder. Koperasi primer adalah koperasi yang pendiriannya oleh
perseorangan atau kelompok. Koperasi sekunder adalah koperasi didirikan oleh
badan hukum koperasi.
2. Berdasarkan Jenis Usahanya, bentuk koperasi adalah sebagai berikut :
a. Koperasi Konsumen adalah koperasi yang menyelenggarakan kegiatan usaha
pelayanan pada bidang penyediaan barang kebutuhan anggota dan
nonanggota.
b. Koperasi Produsen adalah koperasi yang menyelenggarakan kegiatan usaha
pelayanan pada bidang pengadaan sarana produksi dan pemasaran produksi
yang menghasilkan anggota kepada anggota dan non anggota.
c. Koperasi Jasa adalah koperasi yang menyelenggarakan kegiatan usaha bagi
pelayanan jasa nonsimpan pinjam yang diperlukan oleh anggota dan
nonanggota.
d. Koperasi Simpan Pinjam adalah koperasi yang menjalankan usaha simpan
pinjam yang hanya melayani anggota yang meliputi kegiatan seperti
menghimpun dana anggota, memberikan pinjaman kepada anggota, dan
menempatkan dana pada koperasi simpan pinjam sekundernya.

Ketentuan penjenisan koperasi sesuai UU No. 12/1967. “Penjenisan koperasi


didasarkan pada kebutuhan dari dan untuk efisiensi suatu golongan dalam masyarakat
yang homogen karena kesamaan aktivitas atau kepentingan ekonominya guna
mencapai tujuan bersama anggota-anggotanya. Untuk maksud efisiensi dan
ketertiban, guna kepentingan dan perkembangan Koperasi Indonesia, di tiap daerah
kerja hanya terdapat satu Koperasi yang sejenis dan setingkat.” Sebagai gerakan
ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan, koperasi memiliki tujuan untuk
kepentingan anggotanya antara lain meningkatkan kesejahteraan, menyediakan
kebutuhan, membantu modal, dan mengembangkan usaha. Sebagaimana yang
dijelaskan dalam UU Nomor 25/1992 tentang Perkoperasian, bahwa “Koperasi adalah
badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan
melaksanakan kegiatannya berdasar prinsip koperasi, sehingga sebagai gerakan
ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.”
Bentuk - Bentuk Koperasi. Sebagaimana dalam pasal 15 UU No. 12 Tahun
1992 tentang perkoperasian disebutkan bahwa “koperasi dapat berbentuk koperasi
primer atau koperasi sekunder.” Dalam penjelasan pasal 15 UU No. 12 Tahun 1992
disebutkan bahwa “pengertian koperasi sekunder meliputi semua koperasi yang
didirikan oleh dan beranggotakan koperasi primer dan atau koperasi sekunder,
berdasarkan kesamaan kepentingan dan tujuan efisiensi, baik koperasi sejenis maupun
berbeda jenis atau tingkatan. Koperasi sekunder dibentuk oleh sekurang-kurangnya
tiga koperasi yang berbadan hukum baik primer maupun sekunder.Koperasi sekunder
didirikan dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan
mengembangkan kemampuan koperasi primer dalam menjalankan peran dan
fungsinya.”
Dalam pasal 24 ayat 4 UU No. 25 Tahun 1992 disebutkan bahwa “hak suara
dalam koperasi sekunder dapat diatur dalam anggaran dasar dengan
mempertimbangkan jumlah anggota dan jasa usaha koperasi anggota secara
seimbang.” Bentuk Koperasi menurut PP No.60 tahun 1959. Dalam PP No.60 tahun
1959 (pasal 13 bab IV) dikatakan bahwa “bentuk kopeasi ialah tingkat-tingkat
koperasi yang didasarkan pada cara-cara pemusatan, penggabungan dan
perindukannya. Dari ketentuan tersebut,maka didapat 4 bentuk koperasi,yaitu:
1. Primer : Koperasi yang minimal memiliki anggota sebanyak 20 orang
perseorangan.Biasanya terdapat di tiap desa ditumbuhkan koperasi primer.
2. Pusat : Koperasi yang beranggotakan paling sedikit 5 koperasi primer di tiap
daerah Tingkat II (Kabupaten) ditumbuhkan pusat koperasi.
3. Gabungan : Koperasi yang anggotanya minimal 3 koperasi pusat di tiap daerah
Tingkat I (Propinsi) ditumbuhkan Gabungan Koperasi Induk.
Koperasi yang minimum anggotanya adalah 3 gabungan koperasi, di Ibu Kota
ditumbuhkan Induk Koperasi.Keberadaan dari koperasi-koperasi tersebut dijelaskan
dalam pasal 18 dari PP 60/59, yang mengatakan bahwa: Di tiap-tiap desa
ditumbuhkan Koperasi Desa, Di tiap-tiap daerah Tingkat II ditumbuhkan Pusat
Koperasi, Di tiap-tiap daerah Tingkat I ditumbuhkan Gabungan Koperasi, Di IbuKota
ditumbuhkan Induk koperasi Bentuk koperasi menurut UU : Undang-undang No.12
tahun 1967 tentang Pokok-pokok perkoperasian masih mengaitkan bentuk-bentuk
koperasi itu dengan wilayah administrasi pemerintahan (pasal 16) tetapi tidak secara
ekspresif mengatakan bahwa koperasi pusat harus berada di IbuKota Kabupaten dan
Koperasi Gabungan harus berada ditingkat Propinsi. Pasal 16 butir (1) Undang
undang No.12/1967 hanya mengatakan : “daerah kerja koperasi Indonesia pada
dasarnya, didasarkan pada kesatuan wilayah administrasi Pemerintahan dengan
memperhatikan kepentingan ekonomi.”

2.3. Proses Bisnis Usaha Koperasi


Koperasi Simpan Pinjam adalah koperasi yang kegiatannya usaha simpan pinjam.
Kegiatan usaha simpan pinjam adalah kegiatan untuk menghimpun dana dan
menyalurkannya melalui kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk anggota
koperasi yang bersangkutan, calon anggota koperasi yang bersangkutan, koperasi lain
dan atau anggotanya. Berikut saya lampirkan proses bisnis yang terjadi pada koperasi
simpan pinjam :
1. Peminjaman

2. Simpanan

3. Angsuran
Dalam perencanaan proses usaha ini perlu ditentukan tujuan proses sedemikian rupa
hingga serasi dengan tujuan koperasi pada umumnya. Apabila tidak demikian halnya
masing-masing bagian nanti akan mencapai tujuannya sendiri-sendiri. Dalam rangka
pengorganisasian proses usaha ini perlu digariskan secara jelas. Fungsi dan pembagian
fungsi ke dalam : Fungsi Verikal dan Fungsi Horizontal. Sekaligus ditentukan,
Hubungan fungsi, yaitu tentang :Tanggung jawab jabatan, Kekuasaan jabatan dan
Pelaporan. Struktur Organisasi usaha yang dipilih :Garis, Garis dan staff, dan
Fungsional Sehingga diperoleh “wadah” yang baik untuk masing-masing proses usaha
tersebut. Pengarahan meliputi usaha-usaha memberikan perintah yang dikomunikasikan
sedemikian rupa agar yang diminta untuk melaksanakan tindakan itu setelah dimotivasi
tidak merasa dirinya diperintah bahkan dengan sukarela menkalankan kegiatan-
kegiatan yang kreatif inovatif. Pada hakikatnya diusahakan agar tercipta suasana
“Fellowership” dikalangan anggota sehingga tujuan akan dapat dicapai dengan relatif
lebih mudah. Koordinasi ditujukan mendatar antara proses-proses usaha dan vertikal
menelusuri hierarki pelaksanaan satu-satu proses usaha.

2.4. Ketentuan PPh Untuk Usaha Koperasi


a. Pajak Penghasilan Pasal 22
Kewajiban Koperasi untuk memungut PPh Pasal 22 muncul sebagai akibat
dari terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-08/PMK.03/2008 tentang
Penunjukan Pemungut PPh Pasal 22, Sifat, Besaran Pungutan, dan Tata Cara
Pelaporan dan Penyetoran. Dalam hal ini Koperasi berkewajiban menjadi pemungut
apabila melakukan pembelian bahan atau produk dari hasil pertanian, perkebunan,
kehutanan, atau perikanan melalui pedagang pengumpul untuk keperluan industri atau
ekspor.
Besarnya tarif pungutan PPh Pasal 22 adalah sebesar 0,25% dari nilai bruto
pembelian (tidak termasuk PPN) sehingga Koperasi hanya membayar nilai bersih
setelah pemungutan. Pengurus Koperasi wajib menerbitkan bukti pemungutan dan
melaporkannya ke dalam SPT Masa PPh Pasal 22 paling lambat tanggal 20 bulan
berikutnya. Sedangkan kewajiban penyetorannya paling lambat tanggal 10 bulan
berikutnya.
Kegiatan pelaporan dan pembayaran ini hanya muncul apabila terjadi transaksi
tersebut dalam suatu Masa Pajak. Keterlambatan pelaporan dan penyetoran dapat
menimbulkan terbitnya Surat Tagihan Pajak sebesar Rp100.000,00 dan sanksi
administrasi sebesar 2% dari nilai yang dipungut. Penegasan lebih jelas terhadap
kewajiban ini diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-23/PJ/2009
tanggal 12 Maret 2009.

b. Pajak Penghasilan 1 %
PPh 1 % berlaku atas penghasilan Koperasi yang beromzet di bawah Rp 4,8
miliar. Sejak Juli 2013, Pemerintah berupaya mengintensifkan peran serta semua
pelaku kegiatan ekonomi untuk membayar pajak, tak terkecuali Koperasi. Koperasi
dengan omzet kurang dari Rp 4,8 miliar dalam setahun termasuk kriteria pengusaha
yang disebutkan di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tanggal 13
Juni 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau
Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. Ini menyebabkan
setiap bulan Koperasi dikenakan kewajiban untuk membayar PPh Pasal 4 Ayat (2)
final sebesar 1% (satu persen) dari omzet per bulan.
Kewajiban tersebut melekat sepanjang omzet dalam satu Tahun Pajak yang
diperoleh Koperasi tidak melebih Rp 4,8 miliar (empat miliar delapan ratus juta
rupiah). Dalam hal berikutnya omzet yang diperoleh dalam satu tahun pajak atau satu
Masa Pajak dalam suatu Tahun Pajak telah melebihi batas tersebut maka untuk Tahun
Pajak berikutnya, Koperasi tidak lagi dikenakan kewajiban PPh Final Pasal 4 Ayat (2)
sebesar 1% per bulan.
Di dalam Surat Edaran Direktur Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-
42/PJ/2013 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013
disebutkan bahwa penyetoran PPh Final Pasal 4 Ayat (2) hanya dilakukan apabila
terdapat omzet/penyerahan pada bulan tersebut dan pembayaran dapat langsung
disetorkan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya melalui Bank/Kantor Pos/ATM.
Sepanjang bukti penyetoran yang diperoleh telah mendapat validasi yang sah dari
kantor penerima maka tidak perlu lagi melaporkan SPT Masa PPh Final Pasal 4 Ayat
(2) tersebut. Lihat juga Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-32/PJ/2014.
Terhadap Koperasi yang termasuk dalam kriteria omzet tidak lebih dari Rp 4,8 (empat
miliar delapan ratus juta rupiah) ini, maka pembayaran PPh Final Pasal 4 Ayat (2)
yang dilakukan akan menjadi pengganti pajak terutang di akhir tahun. Sehingga status
SPT Tahunan PPh Badan pada Tahun Pajak tersebut menjadi Nihil (tidak ada lagi PPh
Pasal 29 terutang) yang harus dihitung, Koperasi hanya cukup melampirkan catatan
pembayaran PPh Final Pasal 4 Ayat (2) yang telah dilakukan sepanjang tahun
tersebut.
c. Pajak Penghasilan Masa Pasal 25
Apabila omzet sebuah Koperasi melebihi Rp 4,8 (empat miliar delapan ratus
juta rupiah) maka kewajiban Koperasi adalah menghitung PPh Masa Pasal 25 yang
akan terutang sepanjang suatu Tahun Pajak sebagai Kredit Pajak pada perhitungan
PPh pada akhir tahun. Umumnya, untuk Koperasi yang baru berdiri akan lebih sulit
menghitungnya. Untuk Koperasi yang telah berusia lebih dari satu tahun pajak, lebih
mudah diketahui dan bisa langsung dihitung kewajiban PPh membayar sendiri yang
harus ditanggung di Tahun Pajak berikutnya.

2.5. Ketentuan Pot-Put untuk Usaha Koperasi


a. Bunga Simpanan Koperasi
Bunga simpanan koperasi adalah imbalan yang diberikan koperasi kepada anggota
atas simpanan wajib dan sukarela yang telah disetornya. Besarnya bunga simpanan
koperasi yang akan diterima oleh anggota ditentukan berdasarkan perjanjian di awal,
pada waktu anggota mendaftarkan diri sebagai anggota koperasi. Dasar Hukum

 Pasal 23 ayat (1)a dan Pasal 4 ayat (2)a Undang-Undang Pajak Penghasilan
 PP 15 Tahun 2009 (berlaku sejak 1 Januari 2009) tentang PPh atas bunga
simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi Orang Pribadi
 PMK nomor 112/PMK.03/2010 tentang tata cara pemotongan, penyetoran, dan
pelaporan pajak penghasilan atas bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi
kepada anggota koperasi Orang Pribadi.

Penghitungan Pajak

Atas bunga simpanan koperasi yang diterima atau diperoleh anggota dipotong PPh
Pasal pasal 4 ayat 2 dan bersifat final oleh koperasi hal ini sebagaimana disebutkan
dalam Pasal 4 ayat (2)a yang menyatakan “penghasilan berupa bunga deposito dan
tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang
dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi“.

Atas batasan penghasilan dan tarif diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor
PMK-112/PMK.03/2010 dalam pasal 2(b) yang menyatakan demikian “Besarnya
Pajak Penghasilan Atas penghasilan berupa bunga simpanan yang dibayarkan oleh
koperasi yang didirikan di Indonesia kepada anggota koperasi orang pribadi
dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final 10% (sepuluh persen) dari jumlah
bruto bunga untuk penghasilan berupa bunga simpanan lebih dari Rp 240.000,00
(dua ratus empat puluh ribu rupiah) per bulan.”

b. Sisa Hasil Usaha (SHU) Koperasi

Di dalam ketentuan pajak pasal 4 ayat 1(g) disebutkan “dividen, dengan nama dan
dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang
polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi“, dalam UU tentang perkoperasian
istilah Sisa Hasil Usaha koperasi dikenal dengan istilah Selisih Hasil Usaha, kedua
hal ini memiliki pengertian yang sama dalam maksud tulisan ini.

Selisih Hasil Usaha (SHU)  adalah  Surplus  Hasil  Usaha  atau Defisit  Hasil  Usaha 
yang  diperoleh  dari  hasil  usaha  atau  pendapatan  Koperasi  dalam  satu  tahun 
buku  setelah dikurangi dengan pengeluaran atas berbagai beban usaha (Pasal 1 ayat
(12) UU Nomor 17 tahun 2012. SHU merupakan bagian laba yang diberikan kepada
anggota atas simpanan pokoknya. Pemberian SHU tidak dijanjikan di awal, tetapi
tergantung pada laba yang diperoleh koperasi. SHU biasanya dibagikan pada bulan
ke ke tiga setelah tutup tahun buku, namun kadang dapat melampaui waktu tersebut
karena permasalahan penghitungan yang berdampak terundanya pembagian SHU.

Dasar Hukum

 Pasal 4 ayat (1)g Undang-Undang Pajak Penghasilan


 PMK nomor 111/PMK.03/2010 tentang tata cara pemotongan, penyetoran, dan
pelaporan pajak penghasilan atas dividen yang diterima atau diperoleh wajib
pajak Orang Pribadi dalam negeri.

Penghitungan Pajak

Pengertian dividen dalam pasal 4 ayat (1)g UU PPh salah satunya adalah pembagian
sisa hasil usaha koperasi. Dalam pasal 1 PMK nomor 111/PMK.03/2010 disebutkan
Atas penghasilan berupa dividen yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang
pribadi dalam negeri dikenai Pajak Penghasilan sebesar 10% (sepuluh persen) dari
jumlah bruto dan bersifat final.

2.6. Ketentuan PPN untuk Usaha Koperasi


Kewajiban untuk memungut PPN hanya dibebankan kepada Koperasi yang
berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) atas penyerahan/penjualan jasa/barang
kena pajak. Seperti telah disebutkan di dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
PMK-68/PMK.03/2010 sebagaimana terakhir telah diubah dengan PMK-
197/PMK.03/2013 tentang batasan pengusaha kecil Pajak Pertambahan Nilai (PPN),
kewajiban untuk menjadi Pengusaha Kena Pajak bagi Koperasi muncul dalam hal
jumlah peredaran/penerimaan bruto melebihi Rp 4,8 (empat miliar delapan ratus juta
rupiah). “Setiap bulan Koperasi dikenakan kewajiban untuk membayar PPh Pasal 4
Ayat (2) final sebesar 1% (satu persen) dari omzet per bulan. Kewajiban tersebut
melekat sepanjang omzet dalam satu Tahun Pajak yang diperoleh Koperasi tidak
melebih Rp 4,8 miliar.” Meski terkesan berat dan ketat, sebetulnya meski belum
wajib menjadi Pengusaha Kena Pajak, ada baiknya Koperasi mengajukan diri untuk
menjadi Pengusaha Kena Pajak. Alasannya, hampir semua produk atas kegiatan usaha
Koperasi adalah Barang/Jasa Kena Pajak (kecuali produk horltikultura). Selain itu,
dalam kegiatan operasionalnya, Koperasi juga dipungut PPN oleh pihak lain (Pajak
Masukan) sehingga dengan berstatus PKP, Koperasi dapat mengkreditkan Pajak
Masukan. Harga jual tentunya akan lebih kompetitif.
2.7. Kewajiban Perpajakan dalam Usaha Koperasi
a. Kewajiban memungut
Pajak Penghasilan Pasal 22
Kewajiban Koperasi untuk memungut PPh Pasal 22 muncul sebagai akibat dari
terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-08/PMK.03/2008 tentang
Penunjukan Pemungut PPh Pasal 22, Sifat, Besaran Pungutan, dan Tata Cara
Pelaporan dan Penyetoran. Dalam hal ini Koperasi berkewajiban menjadi pemungut
apabila melakukan pembelian bahan atau produk dari hasil pertanian, perkebunan,
kehutanan, atau perikanan melalui pedagang pengumpul untuk keperluan industri
atau ekspor.
Besarnya tarif pungutan PPh Pasal 22 adalah sebesar 0,25% dari nilai bruto
pembelian (tidak termasuk PPN) sehingga Koperasi hanya membayar nilai bersih
setelah pemungutan. Pengurus Koperasi wajib menerbitkan bukti pemungutan dan
melaporkannya ke dalam SPT Masa PPh Pasal 22 paling lambat tanggal 20 bulan
berikutnya. Sedangkan kewajiban penyetorannya paling lambat tanggal 10 bulan
berikutnya.
Kegiatan pelaporan dan pembayaran ini hanya muncul apabila terjadi transaksi
tersebut dalam suatu Masa Pajak. Keterlambatan pelaporan dan penyetoran dapat
menimbulkan terbitnya Surat Tagihan Pajak sebesar Rp100.000,00 dan sanksi
administrasi sebesar 2% dari nilai yang dipungut. Penegasan lebih jelas terhadap
kewajiban ini diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-
23/PJ/2009 tanggal 12 Maret 2009.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Kewajiban untuk memungut PPN hanya dibebankan kepada Koperasi yang berstatus
sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) atas penyerahan/penjualan jasa/barang kena
pajak. Seperti telah disebutkan di dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-
68/PMK.03/2010 sebagaimana terakhir telah diubah dengan PMK-197/PMK.03/2013
tentang batasan pengusaha kecil Pajak Pertambahan Nilai (PPN), kewajiban untuk
menjadi Pengusaha Kena Pajak bagi Koperasi muncul dalam hal jumlah
peredaran/penerimaan bruto melebihi Rp 4,8 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
b. Kewajiban membayar sendiri
Pajak Penghasilan 1 %
PPh 1 % berlaku atas penghasilan Koperasi yang beromzet di bawah Rp 4,8 miliar.
Sejak Juli 2013, Pemerintah berupaya mengintensifkan peran serta semua pelaku
kegiatan ekonomi untuk membayar pajak, tak terkecuali Koperasi. Koperasi dengan
omzet kurang dari Rp 4,8 miliar dalam setahun termasuk kriteria pengusaha yang
disebutkan di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tanggal 13 Juni
2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau
Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. Ini menyebabkan
setiap bulan Koperasi dikenakan kewajiban untuk membayar PPh Pasal 4 Ayat (2)
final sebesar 1% (satu persen) dari omzet per bulan.
Kewajiban tersebut melekat sepanjang omzet dalam satu Tahun Pajak yang diperoleh
Koperasi tidak melebih Rp 4,8 miliar (empat miliar delapan ratus juta rupiah). Dalam
hal berikutnya omzet yang diperoleh dalam satu tahun pajak atau satu Masa Pajak
dalam suatu Tahun Pajak telah melebihi batas tersebut maka untuk Tahun Pajak
berikutnya, Koperasi tidak lagi dikenakan kewajiban PPh Final Pasal 4 Ayat (2)
sebesar 1% per bulan.

Pajak Penghasilan Masa Pasal 25

Apabila omzet sebuah Koperasi melebihi Rp 4,8 (empat miliar delapan ratus juta
rupiah) maka kewajiban Koperasi adalah menghitung PPh Masa Pasal 25 yang akan
terutang sepanjang suatu Tahun Pajak sebagai Kredit Pajak pada perhitungan PPh
pada akhir tahun. Umumnya, untuk Koperasi yang baru berdiri akan lebih sulit
menghitungnya. Untuk Koperasi yang telah berusia lebih dari satu tahun pajak, lebih
mudah diketahui dan bisa langsung dihitung kewajiban PPh membayar sendiri yang
harus ditanggung di Tahun Pajak berikutnya.
Daftar Pustaka

http://www.pajak.go.id/content/seri-koperasi-perpajakan-bagi-koperasi

https://majalahpajak.net/aspek-perpajakan-pada-koperasi/

Anda mungkin juga menyukai