Dosen Pengampu :
Disusun oleh :
2018
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan kekuatan dan kemampuan, sehingga makalah yang berjudul “Pajak dalam usaha
koperasi” ini dapat diselesaikan. Dengan segala kemampuan kami yang terbatas, makalah ini
mencoba menguraikan tentang pengertian, jenis, proses, ketentuan-ketentuan dan kewajiban
dalam perpajakan. Dan dengan adanya makalah ini kami berharap dapat membantu para
pembaca dan kami sendiri dalam memahami pengertian, jenis, proses, ketentuan-ketentuan
dan kewajiban dalam perpajakan yang baik dan benar.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kami mohon saran dan kritiknya yang bersifat membangun untuk
menyempurnakan makalah ini dengan harapan untuk memperbaiki kualitas makalah.
Kami berharap makalah ini dapat berguna khususnya bagi penulis dan umumnya bagi
semua yang membacanya.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
2. Simpanan
3. Angsuran
Dalam perencanaan proses usaha ini perlu ditentukan tujuan proses sedemikian rupa
hingga serasi dengan tujuan koperasi pada umumnya. Apabila tidak demikian halnya
masing-masing bagian nanti akan mencapai tujuannya sendiri-sendiri. Dalam rangka
pengorganisasian proses usaha ini perlu digariskan secara jelas. Fungsi dan pembagian
fungsi ke dalam : Fungsi Verikal dan Fungsi Horizontal. Sekaligus ditentukan,
Hubungan fungsi, yaitu tentang :Tanggung jawab jabatan, Kekuasaan jabatan dan
Pelaporan. Struktur Organisasi usaha yang dipilih :Garis, Garis dan staff, dan
Fungsional Sehingga diperoleh “wadah” yang baik untuk masing-masing proses usaha
tersebut. Pengarahan meliputi usaha-usaha memberikan perintah yang dikomunikasikan
sedemikian rupa agar yang diminta untuk melaksanakan tindakan itu setelah dimotivasi
tidak merasa dirinya diperintah bahkan dengan sukarela menkalankan kegiatan-
kegiatan yang kreatif inovatif. Pada hakikatnya diusahakan agar tercipta suasana
“Fellowership” dikalangan anggota sehingga tujuan akan dapat dicapai dengan relatif
lebih mudah. Koordinasi ditujukan mendatar antara proses-proses usaha dan vertikal
menelusuri hierarki pelaksanaan satu-satu proses usaha.
b. Pajak Penghasilan 1 %
PPh 1 % berlaku atas penghasilan Koperasi yang beromzet di bawah Rp 4,8
miliar. Sejak Juli 2013, Pemerintah berupaya mengintensifkan peran serta semua
pelaku kegiatan ekonomi untuk membayar pajak, tak terkecuali Koperasi. Koperasi
dengan omzet kurang dari Rp 4,8 miliar dalam setahun termasuk kriteria pengusaha
yang disebutkan di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tanggal 13
Juni 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau
Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. Ini menyebabkan
setiap bulan Koperasi dikenakan kewajiban untuk membayar PPh Pasal 4 Ayat (2)
final sebesar 1% (satu persen) dari omzet per bulan.
Kewajiban tersebut melekat sepanjang omzet dalam satu Tahun Pajak yang
diperoleh Koperasi tidak melebih Rp 4,8 miliar (empat miliar delapan ratus juta
rupiah). Dalam hal berikutnya omzet yang diperoleh dalam satu tahun pajak atau satu
Masa Pajak dalam suatu Tahun Pajak telah melebihi batas tersebut maka untuk Tahun
Pajak berikutnya, Koperasi tidak lagi dikenakan kewajiban PPh Final Pasal 4 Ayat (2)
sebesar 1% per bulan.
Di dalam Surat Edaran Direktur Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-
42/PJ/2013 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013
disebutkan bahwa penyetoran PPh Final Pasal 4 Ayat (2) hanya dilakukan apabila
terdapat omzet/penyerahan pada bulan tersebut dan pembayaran dapat langsung
disetorkan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya melalui Bank/Kantor Pos/ATM.
Sepanjang bukti penyetoran yang diperoleh telah mendapat validasi yang sah dari
kantor penerima maka tidak perlu lagi melaporkan SPT Masa PPh Final Pasal 4 Ayat
(2) tersebut. Lihat juga Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-32/PJ/2014.
Terhadap Koperasi yang termasuk dalam kriteria omzet tidak lebih dari Rp 4,8 (empat
miliar delapan ratus juta rupiah) ini, maka pembayaran PPh Final Pasal 4 Ayat (2)
yang dilakukan akan menjadi pengganti pajak terutang di akhir tahun. Sehingga status
SPT Tahunan PPh Badan pada Tahun Pajak tersebut menjadi Nihil (tidak ada lagi PPh
Pasal 29 terutang) yang harus dihitung, Koperasi hanya cukup melampirkan catatan
pembayaran PPh Final Pasal 4 Ayat (2) yang telah dilakukan sepanjang tahun
tersebut.
c. Pajak Penghasilan Masa Pasal 25
Apabila omzet sebuah Koperasi melebihi Rp 4,8 (empat miliar delapan ratus
juta rupiah) maka kewajiban Koperasi adalah menghitung PPh Masa Pasal 25 yang
akan terutang sepanjang suatu Tahun Pajak sebagai Kredit Pajak pada perhitungan
PPh pada akhir tahun. Umumnya, untuk Koperasi yang baru berdiri akan lebih sulit
menghitungnya. Untuk Koperasi yang telah berusia lebih dari satu tahun pajak, lebih
mudah diketahui dan bisa langsung dihitung kewajiban PPh membayar sendiri yang
harus ditanggung di Tahun Pajak berikutnya.
Pasal 23 ayat (1)a dan Pasal 4 ayat (2)a Undang-Undang Pajak Penghasilan
PP 15 Tahun 2009 (berlaku sejak 1 Januari 2009) tentang PPh atas bunga
simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi Orang Pribadi
PMK nomor 112/PMK.03/2010 tentang tata cara pemotongan, penyetoran, dan
pelaporan pajak penghasilan atas bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi
kepada anggota koperasi Orang Pribadi.
Penghitungan Pajak
Atas bunga simpanan koperasi yang diterima atau diperoleh anggota dipotong PPh
Pasal pasal 4 ayat 2 dan bersifat final oleh koperasi hal ini sebagaimana disebutkan
dalam Pasal 4 ayat (2)a yang menyatakan “penghasilan berupa bunga deposito dan
tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang
dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi“.
Atas batasan penghasilan dan tarif diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor
PMK-112/PMK.03/2010 dalam pasal 2(b) yang menyatakan demikian “Besarnya
Pajak Penghasilan Atas penghasilan berupa bunga simpanan yang dibayarkan oleh
koperasi yang didirikan di Indonesia kepada anggota koperasi orang pribadi
dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final 10% (sepuluh persen) dari jumlah
bruto bunga untuk penghasilan berupa bunga simpanan lebih dari Rp 240.000,00
(dua ratus empat puluh ribu rupiah) per bulan.”
Di dalam ketentuan pajak pasal 4 ayat 1(g) disebutkan “dividen, dengan nama dan
dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang
polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi“, dalam UU tentang perkoperasian
istilah Sisa Hasil Usaha koperasi dikenal dengan istilah Selisih Hasil Usaha, kedua
hal ini memiliki pengertian yang sama dalam maksud tulisan ini.
Selisih Hasil Usaha (SHU) adalah Surplus Hasil Usaha atau Defisit Hasil Usaha
yang diperoleh dari hasil usaha atau pendapatan Koperasi dalam satu tahun
buku setelah dikurangi dengan pengeluaran atas berbagai beban usaha (Pasal 1 ayat
(12) UU Nomor 17 tahun 2012. SHU merupakan bagian laba yang diberikan kepada
anggota atas simpanan pokoknya. Pemberian SHU tidak dijanjikan di awal, tetapi
tergantung pada laba yang diperoleh koperasi. SHU biasanya dibagikan pada bulan
ke ke tiga setelah tutup tahun buku, namun kadang dapat melampaui waktu tersebut
karena permasalahan penghitungan yang berdampak terundanya pembagian SHU.
Dasar Hukum
Penghitungan Pajak
Pengertian dividen dalam pasal 4 ayat (1)g UU PPh salah satunya adalah pembagian
sisa hasil usaha koperasi. Dalam pasal 1 PMK nomor 111/PMK.03/2010 disebutkan
Atas penghasilan berupa dividen yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang
pribadi dalam negeri dikenai Pajak Penghasilan sebesar 10% (sepuluh persen) dari
jumlah bruto dan bersifat final.
Apabila omzet sebuah Koperasi melebihi Rp 4,8 (empat miliar delapan ratus juta
rupiah) maka kewajiban Koperasi adalah menghitung PPh Masa Pasal 25 yang akan
terutang sepanjang suatu Tahun Pajak sebagai Kredit Pajak pada perhitungan PPh
pada akhir tahun. Umumnya, untuk Koperasi yang baru berdiri akan lebih sulit
menghitungnya. Untuk Koperasi yang telah berusia lebih dari satu tahun pajak, lebih
mudah diketahui dan bisa langsung dihitung kewajiban PPh membayar sendiri yang
harus ditanggung di Tahun Pajak berikutnya.
Daftar Pustaka
http://www.pajak.go.id/content/seri-koperasi-perpajakan-bagi-koperasi
https://majalahpajak.net/aspek-perpajakan-pada-koperasi/