Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

“ASPEK PERPAJAKAN KOPERASI”

Mata Kuliah Perpajakan Lanjutan

Disusun Kelompok 3:

Romi Alfikri (1610531020)


Nisa Multia (1610531021)
Syntia Noverita (1610531022)
Imam Bagus Faisal (1610531023)

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ANDALAS

2018
KATA PENGANTAR

Rasa syukur yang dalam kami sampaikan ke hadirat Tuhan Yang Maha Pemurah, karena
berkat kemurahan-Nya makalah ini dapat kami selesaikan sesuai yang diharapkan. Dalam makalah
ini kami membahas “Aspek Perpajakan Koperasi”, suatu ilmu mengenai penerapan perpajakan
dalam hal koperasi.

Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman mengenai perpajakan dan
sekaligus melakukan apa yang menjadi tugas mahasiswa yang mengikuti mata kuliah “Perpajakan
Lanjutan”. Demikianlah makalah ini kami buat semoga bermanfaat.

Padang, 5 Februari 2018

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR................................................................................ 2

DAFTAR ISI.............................................................................................. 3

BAB I PENDAHULUAN.................................................................... 4

1.1 Latar Belakang..................................................................... 4


1.2 Rumusan Masalah................................................................ 4
1.3 Tujuan dan Manfaat.............................................................. 5

BAB II PEMBAHASAN....................................................................... 6
2.1 Apa itu koperasi................................................................... 6
2.2 Perpajakan dalam koperasi.................................................. 7
2.3 Objek pajak koperasi, kewajiban koperasi sebagai
pemotong pajak, dan bukan objek pajak koperasi............... 13

BAB III KESIMPULAN......................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 25

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perpajakan dan Koperasi merupakan dua hal penting yang perlu dipahami.Perpajakan adalah
hal ikhwal yang berkaitan dengan pajak, sementara koperasi merupakan Badan Hukum yang
menurut Undang-Undang Perpajakan Nomor 17 tahun 2000 sebagai subyek pajak.
Pajak itu sendiri pada hakekatnya adalah iuran masyarakat kepada Negara sebagai bentuk
partisipasi kewajiban untuk membiayai pengeluaran umum sehubungan dengan tugas Negara
untuk menyelenggarakan pemerintahan. Sebagai suatu kewajiban, pajak bagi koperasi ternyata
dimulai sejak tanggal pengesahan akte pendirian Badan Hukum dan telah mempunyai Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP) serta berakhir sejak tanggal koperasi dibubarkan.
Pajak merupakan pengetahuan yang harus dimiliki oleh setiap wajib pajak,penguasaan
terhadap peraturan perpajakan bagi wajib pajak akan meningkatkan kepatuhan kewajiban
perpajakan agar terhindar dari sanksi-sanksi yang berlaku dalam ketentuan umum perpajakan.
Sistem self assesment memberikan kepercayaan penuh tanggung jawab kepada wajib pajak
untuk menghitung, memotong, menyetor dan melaporkan besarnya pajak terutang sesuai dengan
ketentuan. Dalam sistem ini diharapkan wajib pajak memiliki kesadaran terhadap kewajibannya,
kejujuran dalam menghitung pajaknya, memiliki hasrat atau keinginan yang baik untuk membayar
pajak, dan disiplin dalam menjalankan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Berkaitan dengan itu diperlukan upaya terus menerus untuk menggugah dan mendorong
koperasi transparansi dan melaksanakan akuntabilitas dengan mematuhi peraturan perpajakan dan
ketaatan dalam memenuhi kewajiban pajak. Untuk itu kata kunci untuk itu adalah adanya
peningkatan pengetahuan dan pemahaman perpajakan oleh seluruh insan anggota dan pengelola
koperasi merupakan suatu kewajiban yang mengikat baik kepada individu anggota maupun
koperasi sebagai badan usaha.

1.2 Rumusan Masalah


 Apa itu koperasi?
 Bagaimana perpajakan dalam koperasi?

4
 Apa saja objek pajak koperasi, kewajiban koperasi sebagai pemotong pajak, dan bukan
objek pajak koperasi?

2.3 Tujuan dan Manfaat


Dengan membuat makalah ini penulis bertujuan untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen
Perpajakan Lanjutan, Drs. Rinaldi Munaf, Ak, MM, CPA, CA

Adapun manfaatnya antara lain:

 Mengetahui informasi tentang koperasi.


 Mengetahui perpajakan dalam koperasi
 Mengetahui objek pajak koperasi, kewajiban koperasi sebagai pemotong pajak, dan
bukan objek pajak koperasi

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Apa itu Koperasi


Berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian Pasal 1 ayat 1
Pengertian Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum
koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai
gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.

Bentuk dan jenis koperasi menurut Pasal 15 dan Pasal 16 UU Koperasi, dibedakan atas
bentuk dan jenisnya. Bentuk koperasi didasarkan atas keanggotaan, sedangkan jenis koperasi
berdasarkan dari kesamaan aktivitas, kepentingan dan kebutuhan ekonomi para anggotanya.

 Bentuk Koperasi terdiri dari Koperasi Primer dan Sekunder.

Koperasi Primer adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang-seorang,

Koperasi Sekunder adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan Koperasi.

 Jenis Koperasi ditentukan oleh kesamaan aktivitas, kepentingan, dan kebutuhan ekonomi
anggotanya. Misalnya Koperasi Simpan Pinjam, Koperasi Konsumen, Koperasi Produsen,
Koperasi Pemasaran, dan Koperasi Jasa.

Dalam hal mendirikan Koperasi tentu harus memperhatikan sumber modal. Modal
Koperasi terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman. Modal Sendiri diperoleh dari :
Simpanan Pokok, Simpanan Wajib, Dana Cadangan, dan Hibah. Sedangkan Modal pinjaman
berasal dari : anggota, Koperasi lain / anggotanya, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya,
Obligasi, dan sumber lain yang sah.

Dalam dunia Koperasi, dua faktor yang paling menentukan berlangsungnya kegiatan usaha
adalah modal dan Sumber Daya Manusia (SDM), banyak kini koperasi yang tidak aktif
(vakum) dari kegiatan usaha karena ketiadaan Sumber Daya Manusia atau modal.

6
2.2 Perpajakan Koperasi

Dalam ketentuan perpajakan yang ada, bentuk kegiatan usaha berupa koperasi termasuk
Wajib Pajak Badan. Sesuai dengan bunyi penjelasan Pasal 2 ayat (1) huruf b Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, yaitu:

“Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang
melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas,
perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik
daerah dengan nama dan bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan,
perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya,
lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha
tetap.”

Berdasarkan ketentuan tersebut maka Koperasi termasuk sebagai Wajib Pajak badan yang
ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan termasuk pemungut pajak atau pemotong
pajak tertentu.

Secara umum kewajiban perpajakan koperasi adalah :

o Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP dan/atau PKP

a. Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib ajak sebagai
sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri
atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
b. Data pendukung yang perlu disiapkan oleh Wajib Pajak untuk mengisi formulir
permohonan pendaftaran untuk mendapatkan NPWP:
1) Akte Pendirian dan perubahan atau surat penunjukan dari kantor pusat bagi bentuk
usaha tetap;
2) NPWP pimpinan/penanggung jawab badan (koperasi);
3) Kartu Tanda Penduduk bagi penduduk Indonesia, atau paspor bagi orang asing
sebagai penanggung jawab;

7
Pelaporan Usaha untuk Pengukuhan PKP

Koperasi yang sampai dengan suatu masa pajak dalam suatu tahun buku seluruh nilai
peredaran bruto telah melampaui batasan yang ditentukan sebagai pengusaha kecil (600
Juta), wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP paling lambat akhir
masa pajak berikutnya. Dengan pengukuhan sebagai PKP maka Koperasi terikat
pemenuhan kewajiban Pajak Pertambahan Nilai.

o Menyetorkan dan Melaporkan Pajak Penghasilan Badan

Penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat
dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan,
dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk :

 Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang
pensiun atau imbalan dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan lain dalam Undang-
undang Pajak Penghasilan;
 Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan;
 Laba usaha;
 Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
a. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan
lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
b. Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya karena
pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota ;
c. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan
atau pengambilalihan usaha;
d. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan,
kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu
derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau
pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan,

8
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau
penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
e. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak
penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam
perusahaan pertambangan.
 Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya;
 Bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;
 Dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan
asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
 Royalty atau imbalan atas penggunaan hak;
 Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
 Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
 keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
 Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing;
 Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
 Premi asuransi;
 Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari WP
yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
 Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak;
 Penghasilan dari usaha berbasis syariah;
 Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur
mengenai Ketentuan umum dan Tata Cara Perpajakan;
 Surplus Bank Indonesia.

Biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah biaya untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk:

o Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara
lain:
a. Biaya pembelian bahan;

9
b. Biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji,honorarium,
bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang;
c. Bunga, sewa, dan royalti;
d. Biaya perjalanan;
e. Biaya pengolahan limbah;
f. Premi asuransi;
g. Biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan;
h. Biaya administrasi; dan
i. Pajak kecuali Pajak Penghasilan;
o Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas
pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat
lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A;
o Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan;
o Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam
perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan;
o Kerugian selisih kurs mata uang asing;
o Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia;
o Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan;
o Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:
a. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
b. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada
Direktorat Jenderal Pajak; dan
c. Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi
pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis
mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang
bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau
adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah
utang tertentu;

10
d. Syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan
piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)
huruf k UU Pajak Penghasilan; yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
o Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur
dengan Peraturan Pemerintah;
o Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan
di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
o Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah;
o Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah; dan
o Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan
bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan:

1. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk
dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan
pembagian sisa hasil usaha koperasi;
2. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham,
sekutu, atau anggota;
3. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali:
a. Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang
menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan
konsumen, dan perusahaan anjak piutang;
b. Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk
oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
c. Cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan;
d. Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;
e. Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan

11
f. Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri
untuk usaha pengolahan limbah industri, yang ketentuan dan syarat-syaratnya
diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
4. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan
asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar
oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak
yang bersangkutan;
5. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam
bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh
pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah
tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
6. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada
pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan
pekerjaan yang dilakukan;
7. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m UU Pajak Penghasilan serta zakat
yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau
disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk
agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk
atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Pemerintah;
8. Pajak Penghasilan;
9. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau
orang yang menjadi tanggungannya;
10. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer
yang modalnya tidak terbagi atas saham;
11. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa
denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan.

12
2.3 Objek Pajak Koperasi, Kewajiban Koperasi sebagai Pemotong Pajak, Bukan Objek
Pajak Koperasi

A. Penghasilan yang menjadi objek pajak koperasi ialah :

 Bunga Simpanan Koperasi

Bunga simpanan koperasi merupakan imbalan yang diberikan koperasi kepada anggota
berdasarkan simpanan wajib dan sukarela yang disetorkan kepada koperasi.

Dasar Hukum

1. PP 15 Tahun 2009 (berlaku sejak 1 Januari 2009) tentang PPh atas bunga simpanan
yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi Orang Pribadi
2. PMK-112/PMK.03/2010 (berlaku sejak 14 Juni 2010) tentang Tata Cara
Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan atas Bunga Simpanan yang dibayarkan oleh
Koperasi kepada anggota koperasi Orang Pribadi

Tarif

1. 0% untuk penghasilan berupa bunga simpanan sampai dengan Rp.240.000,00 per


bulan
2. 10% untuk jumlah bruto bunga untuk penghasilan berupa bunga simpanan lebih dari
Rp.240.000,00 per bulan

Saat Terutang dan Saat Pemotongan Oleh Koperasi

1. Yaitu Saat Pembayaran (pasal 3 PMK-112/PMK.03/2010)


2. Koperasi Wajib membuat Bukti Potong PPh Pasal 4 ayat (2) termasuk penghasilan
dari bunga simpanan yang dikenakan tarif 0%.

Saat Penyetoran dan Pelaporan

1. Saat Penyetoran : Tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir


2. Saat Pelaporan : Paling lama 20 hari setelah masa pajak berakhir

13
3. Formulir Pelaporan SPT Masa PPh Final Pasal 4 ayat (2) ada di PER-53/PJ/2009

 Sisa Hasil Usaha (SHU) Koperasi

a) Sisa Hasil Usaha (SHU) adalah pendapatan koperasi yang diperoleh dalam satu tahun
buku dikurangi dengan biaya-biaya operasional dan kewajiban lainnya termasuk
pajak dalam tahun buku yang bersangkutan.
b) SHU merupakan bagian laba yang diberikan kepada anggota atas simpanan
pokoknya.
c) Pemberian SHU tidak dijanjikan di awal, tetapi tergantung pada laba yang diperoleh
koperasi.
d) Berdasarkan pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000, SHU
termasuk ke dalam pengertian dividen yang merupakan objek PPh sehingga harus
dilaporkan dalam SPT Tahunnan penerima.
e) Namun, pembagian SHU tersebut bukan merupakan objek PPh Pasal 23 oleh pihak
lain (Lihat pasal 23 ayat (4) huruf f Undang-Undang nomor 17 Tahun 2000).

B. Kewajiban Koperasi sebagai Pemotong Pajak

1. Memotong PPh pada saat pembayaran atau terutangnya bunga dan memberikan bukti
pemotongan kepada anggota yang menerima bunga simpanan koperasi.

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21

Kewajiban pemotongan PPh Pasal 21 pada dasarnya muncul jika koperasi membayarkan
penghasilan kepada pihak lain yang berstatus sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi
sehubungan dengan pekerjaan, kegiatan atau jasa yang dilakukannya untuk koperasi itu
sendiri. Pengurus koperasi harus memahami dengan baik setiap konteks pembayaran
sehubungan dengan pekerjaan kepada pihak lain (Orang Pribadi) karena ini terkait erat
dengan tata cara penghitungan dan pengenaan PPh Pasal 21 yang harus dipotong oleh
koperasi.

14
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23

Kewajiban memotong PPh pasal 23 ini muncul jika koperasi melakukan pembayaran
yang atas pembayaran itu terutang PPh Pasal 23 sebagaimana diatur di dalam Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Peraturan perundang-
undangan perpajakan menyebutkan bahwa Objek PPh Pasal 23 juga meliputi penghasilan
yang bersumber dari permodalan (Dividen, Bunga, dan Royalti), tetapi dalam kaitannya
dengan koperasi yang memberikan Bunga Simpanan dan/atau Sisa Hasil Usaha kepada
anggotanya, maka atas keduanya bukan merupakan Objek PPh Pasal 23 (diatur di dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2009). Kewajiban koperasi untuk memotong PPh
Pasal 23 juga muncul dalam hal koperasi memberikan hadiah kepada pihak lain yang
berbentuk badan. Mengenai tarif, PPh Pasal 23 hanya mengenal dua jenis tarif yaitu 15%
(untuk Dividen, Bunga, Royalti, dan hadiah) dan 2% (untuk sewa aset/harta kecuali
tanah/bangunan) yang keduanya dihitung dari nilai bruto.

Pajak Penghasilan (PPh) Final Pasal 4 Ayat (2)

a. Sewa Tanah/Bangunan

Dalam menjalankan kegiatannya, pengurus koperasi tentu memerlukan tempat atau


ruangan yang digunakan sebagai lokasi usaha. Bagi sebagian koperasi, mereka
memiliki tempat sendiri, tetapi bagi sebagian yang lain mereka harus menyewa dari
pihak lain. Sebetulnya dari segi kegiatan usaha koperasi mungkin ini tidak terlalu
menjadi soal. Namun, dari sisi pajak, jelas ada perbedaannya. Untuk koperasi yang
memiliki lokasi usaha sendiri, tidak ada aspek perpajakan atas kegiatan mendiami
lokasi tersebut, sedangkan untuk koperasi yang menyewa gedung, ia wajib
memotong PPh Final sebesar 10% dari nilai sewanya.

b. Pengalihan hak atas Tanah/Bangunan

Dalam kasus di mana koperasi menjual atau mengalihkan hak kepemilikan atas tanah
dan/atau bangunan, maka terdapat pengenaan Pajak Penghasilan Final Pasal 4 ayat
(2) Final sebesar 5% dari nilai bruto/kotor penjualan yang lebih tinggi antara yang
tertera di dalam akta penjualan dengan nilai NJOP (Nilai Jual Objek Pajak). Dasar
hukum yang mengatur aspek pengenaan pajak atas transaksi ini adalah Peraturan

15
Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008 tanggal 4 November 2008 tentang Pembayaran
PPh atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.

c. Bunga simpanan yang dibayarkan koperasi kepada anggota Orang Pribadi

Secara periodik, koperasi membayarkan Bunga atas simpanan kepada anggota Orang
Pribadi. Ini merupakan bentuk timbal balik manfaat yang diterima anggota atas
kontribusinya dalam menyimpan sejumlah dana di koperasi. Khususnya pada
koperasi simpan pinjam. Perihal ini telah diatur khusus di dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 15 Tahun 2009 tanggal 9 Februari 2009 tentang Pajak
Penghasilan atas Bunga Simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota
Orang Pribadi.

d. Pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) Koperasi

Penegasan perihal SHU yang dibagikan koperasi dijelaskan di dalam Peraturan


Menteri Keuangan Nomor PMK-111/PMK.03/2010 tanggal 14 Juni 2010 tentang
Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan atas Dividen
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri.

Oleh karena itu, ketika SHU yang hendak dibagikan tersedia, maka pengurus
koperasi harus melakukan pemotongan sebelum dibagikan dan menerbitkan bukti
pemotongan Pajak Penghasilan Final Pasal 4 ayat (2) kepada para anggota yang telah
dipotong SHU-nya. Disebutkan pula dalam pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan
Nomor PMK-111/PMK.03/2010 bahwa koperasi harus melaporkan transaksi
pemotongan tersebut paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak
dilakukan pemotongan dan menyetorkan ke kas negara, paling lambat tanggal 10
setelah masa pajak dilakukan pemotongan berakhir.

2. Menyetorkan secara kolektif PPh selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya


(menggunakan SSP dimana kolom nama dan NPWP SSP diisi dengan nama dan NPWP
koperasi).

3. Melaporkan ke KPP terkait selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya


(menggunakan SPT Masa PPh Pasal 23/26).

16
C. Penghasilan Koperasi yang Bukan Objek Pajak

a. Bantuan atau sumbangan yang diterima oleh koperasi sepanjang tidak ada hubungan
dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan (Pasal 4 ayat (3) huruf a Undang-
undang Nomor 17 Tahun 2000).

b. Harta hibahan yang diterima oleh koperasi sepanjang antara pemberi hibah dengan
koperasi tersebut tidak ada hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan
dengan syarat bahwa nilai aktiva (nilai kekayaan koperasi sebelum dikurangi dengan
hutang) tidak termasuk tanah dan bangunan pada saat akan menerima hibah, tidak lebih
dari Rp 600.000.000,00.

c. Dividen atas bagian laba dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan
bertempat kedudukan di Indonesia (Pasal 4 ayat (3) huruf f)

d. Sisa hasil usaha yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya.

e. Bunga simpanan yang tidak melebihi Rp 240.000,00 setiap bulannya (pasal 23 ayat (4)
huruf g)

Menghitung Pajak Terhutang

1. Penghasilan Kena Pajak dikalikan dengan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf b UU Pajak
Penghasilan sebagai berikut:

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak


untuk seluruh lapisan Penghasilan Kena Pajak 25%

2. * Mulai Tahun Pajak 2010, tarif Pasal 17 ayat (1) huruf b menjadi 25%.
Contoh:
Penghasilan Kena Pajak Rp. 51.000.000.000,00, maka perhitungan pajak terutangnya:
25% X Rp. 51.000.000.000,00 = Rp. 12.750.000.000,00
3. Koperasi yang peredaran bruto setahun tidak melebihi Rp 50.000.000.000,00 dan
Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00.

17
Contoh : Peredaran bruto sebesar Rp30.000.000.000,00 dengan Penghasilan Kena Pajak
sebesar Rp3.000.000.000,00

Cara penghitungannya :

a. Jumlah PKP dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas:


(Rp4.800.000.000,00 : Rp30.000.000.000,00) x Rp3.000.000.000,00 =
Rp480.000.000,00
b. Jumlah PKP dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas:
Rp3.000.000.000,00- Rp480.000.000,00 = Rp2.520.000.000

Pajak Penghasilan yang terutang:

c. (50% x 25%) x Rp480.000.000,00 = Rp 60.000.000,00


d. 25% x Rp2.520.000.000,00 = Rp630.000.000,00 (+)

Jumlah Pajak Penghasilan yang terutang Rp690.000.000,00

o Melakukan Pemotongan Pajak Penghasilan

b) PPh Final/ Pasal 4 ayat (2)

a) 10% dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan atau bangunan dan bersifat final.
b) 5% dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dan
bersifat final.
c) 1% dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas Rumah Sederhana dan Rumah
Susun Sederhana yang dilakukan oleh WP yang usaha pokoknya melakukan
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.
d) 25% dari jumlah bruto hadiah undian (nilai uang atau nilai pasar apabila hadiah
tersebut diserahkan dalam bentuk natura).
e) 2% dari jumlah bruto, yang diterima Wajib Pajak penyedia jasa pelaksanaan
konstruksi bagi yang bersertifikasi usaha kecil, dan bersifat final.
f) 3% dari jumlah bruto, yang diterima Wajib Pajak penyedia jasa pelaksanaan
konstruksi bagi yang bersertifikasi usaha menengah dan besar, dan bersifat final.

18
g) 4% dari jumlah bruto, yang diterima Wajib Pajak penyedia jasa pelaksanaan
konstruksi bagi yang tidak bersertifikasi usaha konstruksi, dan bersifat final.
h) 4% dari jumlah bruto, yang diterima Wajib Pajak penyedia jasa perencanaan dan
pengawasan konstruksi bagi yang bersertifikasi usaha konstruksi, dan bersifat final.
i) 6% dari jumlah bruto, yang diterima Wajib Pajak penyedia jasa perencanaan
konstruksi dan jasa pengawasan konstruksi bagi yang tidak bersertifikasi usaha
konstruksi, dan bersifat final.

c) PPh Pasal 21 atas Penghasilan Karyawan

PPh Pasal 21 merupakan pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diterima oleh
orang pribadi dari pekerjaan, jasa atau kegiatan yang dilakukannya

d) Kewajiban Pemotongan PPh Pasal 23


sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas :

a. dividen;
b. bunga;
c. royalti;
d. hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21;

sebesar 2% (dua persen) dari penghasilan bruto tanpa PPN atas penghasilan dari
jasa lainnya sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No.
244/PMK.03/2008 yang terbit tanggal 31 Desember 2008.

o Melakukan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai

Jika Koperasi melakukan penyerahan Barang Kena Pajak maupun Jasa Kena
Pajak dan peredaran bruto setahun telah melebihi Rp600.00.000,00 , maka koperasi
memiliki kewajiban melakukan pemungutan PPN sebesar 10%, serta menyetorkan dan
melaporkan PPN yang terhutang setiap bulan.

Pada prinsipnya seluruh Barang dan Jasa merupakan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena
Pajak kecuali atas barang-barang dan jasa-jasa yang dikecualikan sebagai berikut:

19
1. Kelompok Barang yang Tidak dikenai PPN:
a. barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari
sumbernya, yaitu : minyak mentah (crude oil), gas bumi, panas bumi, pasir dan
kerikil, batubara sebelum diproses menjadi briket batubara dan bijih besi, bijih
timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, dan bijih perak serta bijih bauksit;
b. barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, yaitu
: beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, dan garam baik yang beryodium maupun yang
tidak beryodium;
c. makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung,
dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat
ataupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh jasa boga
atau catering;
d. uang, emas batangan, dan surat-surat berharga.

2. Kelompok Jasa yang Tidak dikenai PPN


a. jasa pelayanan kesehatan medis;
b. jasa pelayanan sosial;
c. jasa pengiriman surat dengan perangko;
d. jasa keuangan;
e. jasa asuransi;
f. jasa keagamaan;
g. jasa pendidikan;
h. jasa kesenian dan hiburan;
i. jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan;
j. jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri;
k. jasa tenaga kerja;
l. jasa perhotelan;
m. jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan
pemerintahan secara umum;
n. jasa penyediaan tempat parkir;

20
o. jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam;
p. jasa pengiriman uang dengan wesel pos; dan
q. jasa boga atau katering.

21
BAB III
KESIMPULAN

Didalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian Pasal 1 ayat 1 telah
dijelaskan bahwa Koperasi ialah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan
hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus
sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.

Bentuk dan jenis koperasi menurut Pasal 15 dan Pasal 16 UU Koperasi :

 Berdasarkan Bentuknya, Koperasi terdiri dari Koperasi Primer dan Sekunder. Koperasi
Primer adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang-seorang,Koperasi
Sekunder adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan Koperasi.

 Berdasarkan kesamaan aktivitas, kepentingan, dan kebutuhan ekonomi anggotanya.


Misalnya Koperasi Simpan Pinjam, Koperasi Konsumen, Koperasi Produsen, Koperasi
Pemasaran, dan Koperasi Jasa.

Dalam dunia Koperasi, ada faktor yang paling menentukan berlangsungnya kegiatan usaha
adalah modal. Untuk sumber Modal Koperasi terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman.
Modal Sendiri diperoleh dari : Simpanan Pokok, Simpanan Wajib, Dana Cadangan, dan Hibah.
Sedangkan Modal pinjaman berasal dari : anggota, Koperasi lain / anggotanya, Bank dan
Lembaga Keuangan Lainnya, Obligasi, dan sumber lain yang sah. Selain modal, faktor lain
untuk meningkatkan kualitas koperasi adalah Sumber Daya Manusia yang handal. Hal ini
disebabkan karena SDM adalah penggerak atau motorik dari kekuatan suatu koperasi. Namun
pada era ini banyak koperasi yang tidak aktif (vakum) dari kegiatan usaha karena ketiadaan
Sumber Daya Manusia atau modal yang kurang mumpuni dalam menjalankan operasional
koperasi.

Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana
terakhir telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan, dijelaskan bahwa koperasi adalah salah satu bentuk badan usaha yang ada di

22
indonesia. Maka dari itu, dalam penetapan pajaknya ditetapkan berdasarkan aturan pungutan
pajak untuk badan usaha.

Ada beberapa kewajiban koperasi selaku badan usaha dalam perpajakan di indonesia yaitu:

o Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP dan/atau PKP. Nomor Pokok Wajib Pajak
adalah nomor yang diberikan kepada Wajib ajak sebagai sarana dalam administrasi
perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak
dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya

o Menyetorkan dan Melaporkan Pajak Penghasilan Badan

Untuk perhitungan besarnya pajak terutang koperasi, perhitungan berdarkan pungutan


pajak terhadap badan usaha.

o Melakukan Pemotongan Pajak Penghasilan. Menghitung PPh Final/ Pasal 4 ayat (2), PPh
Pasal 21 atas Penghasilan Karyawan, Kewajiban Pemotongan PPh Pasal 23

o Melakukan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai. koperasi memiliki kewajiban


melakukan pemungutan PPN sebesar 10%, serta menyetorkan dan melaporkan PPN yang
terhutang setiap bulan.

Penghasilan koperasi yang menjadi objek pajak adalah :

 Bunga Simpanan Koperasi. Untuk ketentuannya telah diatur didalam PP 15 Tahun 2009
(berlaku sejak 1 Januari 2009) tentang PPh atas bunga simpanan yang dibayarkan oleh
koperasi kepada anggota koperasi Orang Pribadi dan PMK-112/PMK.03/2010 (berlaku
sejak 14 Juni 2010) tentang Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan atas
Bunga Simpanan yang dibayarkan oleh Koperasi kepada anggota koperasi Orang Pribadi

 Sisa Hasil Usaha (SHU) Koperasi

23
Penghasilan koperasi yang bukan termasuk objek pajak adalah :

1. Bantuan atau sumbangan yang diterima oleh koperasi sepanjang tidak ada hubungan
dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan (Pasal 4 ayat (3) huruf a Undang-
undang Nomor 17 Tahun 2000).

2. Harta hibahan yang diterima oleh koperasi sepanjang antara pemberi hibah dengan
koperasi tersebut tidak ada hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan
dengan syarat bahwa nilai aktiva (nilai kekayaan koperasi sebelum dikurangi dengan
hutang) tidak termasuk tanah dan bangunan pada saat akan menerima hibah, tidak lebih
dari Rp 600.000.000,00.

3. Dividen atas bagian laba dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan
bertempat kedudukan di Indonesia (Pasal 4 ayat (3) huruf f)

4. Sisa hasil usaha yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya.

5. Bunga simpanan yang tidak melebihi Rp 240.000,00 setiap bulannya (pasal 23 ayat (4)
huruf g)

24
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

http://www.kopdit-merpati.com/mengenal-aspek-perpajakan-pada-koperasi-2

http://www.pajak.go.id/content/seri-koperasi-perpajakan-bagi-koperasi

http://www.pajak.go.id/content/seri-pph-tarif-pph-atas-bunga-simpanan-yang-
dibayarkan-koperasi-kepada-anggota-koperasi

25

Anda mungkin juga menyukai