Adina Hasani - KAJIAN LMK Dan LMKN Serta Keuangan Royalti Oleh LMKN
Adina Hasani - KAJIAN LMK Dan LMKN Serta Keuangan Royalti Oleh LMKN
Definisi Hak Cipta sendiri dapat kita lihat dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun
2014 tentang Hak Cipta. Undang-undang tersebut merumuskan bahwa Hak Cipta adalah hak
eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu
ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemegang Hak Cipta ialah pencipta sebagai
Pemilik Hak Cipta, pihak yang mendapatkan hak-hak tersebut secara sah. Salah satu ciptaan
yang dilindungi oleh hak cipta adalah lagu atau musik. Hak eksklusif yang dimaksud dalam
dalam Hak Cipta adalah Hak Moral dan Hak Ekonomi. Secara umum Hak Moral mencakup
hak agar ciptaan tidak diubah atau dirusak tanpa persetujuan, dan hak untuk diakui sebagai
pencipta ciptaan tersebut. Dalam Undang-Undang Hak Moral merupakan hak yang melekat
pada pribadi pencipta tersebut secara abadi yang tidak dapat dilepaskan atau dihilangkan
dengan alasan apapun jika Pencipta masih hidup. Selain dengan Hak Moral, Pemilik Hak
Cipta mendapatkan Hak Eksklusif yakni Hak Ekonomi. Pada umumnya Hak Ekonomi
merupakan hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaannya. Pencipta dijamin hak
ekonominya terkait dengan mendapatkan imbalan berupa upah atau royalti.
Royalti dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai uang jasa
yang dibayarkan orang lain atas sesuatu yang diproduksi suatu pihak yang memiliki hak
paten atasnya. Singkatnya, royalti adalah sejumlah uang yang akan diterima seseorang atas
karya intelektual miliknya. Royalti adalah suatu hal yang sering diperbincangkan di kalangan
para seniman atau atau seorang yang memiliki hak paten atas sesuatu. Menurut Pasal 1
Angka 21 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, Royalti adalah imbalan
atas pemanfaatan Hak Ekonomi suatu Ciptaan atau Produk Hak Terkait yang diterima oleh
Pencipta atau Pemilik Hak Terkait. Namun dalam praktiknya para pemegang Hak Cipta atau
Pencipta tidak dapat maksimal dalam menikmati royalti yang merupakan hak nya, sehingga
diperlukannya lembaga untuk membantu pencipta untuk untuk mengelola royalti atas
penggunaan karya ciptaannya. Di Indonesia sendiri terdapat lembaga yang menjembatani
antara pencipta dengan pengguna karya ciptaan nya, lembaga ini lazim disebut dengan
Lembaga Manajemen Kolektif (LMK)
Menurut Pasal 1 Angka 22 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
jo. Pasal 1 Angka 10 Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun 2021 Tentang Pengelolaan Royalti
Hak Cipta Lagu dan/atau Musik Lembaga Manajemen Kolektif adalah institusi yang
berbentuk badan hukum nirlaba yang diberi kuasa oleh Pencipta, Pemegang Hak Cipta,
dan/atau pemilik Hak Terkait guna mengelola hak ekonominya dalam bentuk menghimpun
dan mendistribusikan royalti. LMK juga memiliki kewajiban untuk melaksanakan audit
keuangan oleh akuntan publik dan mempublikasinya kepada publik. Dalam Undang-Undang
No.28 Tahun 2014 LMK diatur pada Pasal 87 sampai dengan Pasal 89. Selain pada pasal
tersebut, LMK sedikit disinggung dalam Pasal 23 ayat (5) yang menyatakan bahwa Setiap
Orang dapat melakukan Penggunaan Secara Komersial Ciptaan dalam suatu pertunjukan
tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada Pencipta dengan membayar imbalan kepada
Pencipta melalui Lembaga Manajemen Kolektif. Pada penjelasan pasal tersebut yang
dimaksud dengan “ imbalan kepada penciptanya” adalah royalti. Pada Pasal 87 dinyatakan
bahwa setiap Pencipta atau pemegang hak cipta, pemilik hak terkait untuk mendapatkan hak
ekonomi terlebih dahulu menjadi anggota LMK agar dapat menarik imbalan yang wajar dari
pengguna karya ciptaannya dan pengguna Hak Cipta dan Hak Terkait membayar royalti
pemegang hak melalui LMK dengan membuat perjanjian kewajiban untuk membayar royalti
atas Hak Cipta dan Hak Royalti yang digunakan. Pada pasal 88 menyatakan bahwa untuk
melaksanakan yang terdapat pada Pasal 87, LMK harus mengajukan permohonan izin
operasional kepada Menteri Hukum dan HAM. Pasal 89, 90, 91, dan 92 mengatur mengenai
kewenangan LMK dalam menarik royalti, kewajiban untuk melaksanakan audit keuangan
dan
audit kinerja yang dilaksanakan oleh akuntan publik, pengaturan mengenai dana operasional
royalti dan evaluasi dari menteri terhadap LMK. Di Indonesia terdapat beberapa LMK yang
telah berdiri dan legal melaksanakan tugasnya diantaranya adalah Yayasan Karya Cipta
Indonesia (YKCI), ASIRINDO, Wahana Musik Indonesia (WAMI), Asosiasi Industri
Rekaman Indonesia (ASIRI), dsb.