Anda di halaman 1dari 9

NAMA : CINDY FIRLLY DESSINTALIA

NIM : D10121416
TUGAS 1
HAK EKONOMI

Hak ekonomi adalah hak yang dimiliki seorang untuk mendapatkan keuntungan
atas ciptaannya. Hak ekonomi pada setiap undang-undang hak cipta selalu berbeda,
baik teknologinya, jenis hak yang diliputinya dan ruang lingkup dari setiap jenis hak
ekonomi tersebut. Secara umum setiap negara, minimal mengenal dan mengatur hak
ekonomi yang meliputi jenis hak sebagai berikut.
1. Hak reproduksi atau pengadaan (reproduction right).
2. Hak adaptasi (adaptation right).
3. Hak distribusi (distribution right).
4. Hak pertunjukan (public performance right).
5. Hak penyiaran (broadcasting right).
6. Hak program kabel (cablecasting right).
7. Droid de suite.
8. Hak pinjam masyarakat.
Keterangan:

• Hak reproduksi atau pengadaan (reproduction right)

Hak pencipta untuk penggandakan ciptaannya ini merupakan penjabaran dari hak
ekonomi si pencipta. Dalam istilah undang-undang hak cipta, hak reproduksi sama
dengan hak perbanyakan, yaitu menambah jumlah sesuatu ciptaan dengan pembuatan
yang sama, hampir atau menyerupai ciptaan tersebut dengan mempergunakan bahan-
bahan yang sama maupun tidak sama, termasuk pengalihwujudan sesuatu ciptaan.
Bentuk penggandaan atau perbanyakan ini baik bisa dilakukan secara tradisional
maupun proses modern. Hak reproduksi ini juga mencangkup musik, pertunjukan
drama, juga pembuatan duplikat dalam rekaman suara atau film.
HAK MORAL

Hak moral adalah hak yang melindungi kepentingan pribadi si pencipta konsep
hak moral. Ini berasal dari sistem hukum kontinental yaitu perancis. Menurut konsep
hukum kontinental, hak pengarang (droid d’aueteur, author right) terbagi menjadi hak
ekonomi untuk mendapatkan keuntungan yang bernilai ekonomi seperti uang, dan hak
moral yang menyangkut perlidungan atas reputasi si pencipta.

Hak moral dan hak cipta disebut sebagai hak yang bersifat asasi,
sebagai natural right yang dimiliki manusia. Pengakuan serta perlindungan terhadap
hak moral selanjutnya menumbuhkan rasa aman bagi pencipta karena ia tetap
merupakan bagian dari hasil karya atau ciptaannya. Pada gilirannya pun pengakuan dan
perlindungan hak moral ini akan mampu menjamin stimulasi untuk memunculkan
karya-karya cipta baru.

Hak moral ini dikenal dalam negara yang menganut sistem hukum Anglosaxon.
Undang-undang di Inggris, misalnya memiliki hukum moral: moral right (1998), yang
secara substansial menganut, yaitu:

1. Paternity, yaitu hak untuk diakui sebagai pencipta atau pemegang hak cipta;
2. Privacyright, yaitu hak untuk dilindungi dalam hal berhubungan dengan
publikasi atau pembanyakan film atau fotografi;
3. Integrity right, yaitu hak dari pencipta melekat atas ciptaannya.

Pemilik atas hak cipta dapat dipindahkan kepada pihak lain, tetapi hak moralnya
tetap tidak terpisahkan dari penciptanya. Hak moral merupakan hak khusus, serta kekal
yang dimiliki si pencipta atas hasil ciptaannya, dan hak itu tidak dipisahkan dari
penciptanya. Hak moral ini mempunyai 3 dasar, yaitu hak untuk mengumumkan (the
right of publication), hak paterniti (the right of paternity), dan hak integritas (the right
of integrity). Sementara itu, Komen dan Verkade menyatakan bahwa hak moral yang
dimiliki seorang pencipta itu meliputi:
1. Larangan mengadakan perubahan dalam ciptaan;
2. Larangan mengubah judul;
3. Larangan mengubah penentuan pencipta; dan
4. Hak untuk mengadakan perubahan.
Sekarang konsep moral ini telah merupakan ketentuan yang tercantum dalam
konvensi berne. Ketentuan tersebut dimasukkan dalam konvensi berne, yaitu pada
revisi Roma 1929, dan dicantumkan pada pasal 5 bis. Kemudian, terus disempurnakan
pada revisi di Brussel dengan menambahkan keharusan adanya orisinalitas, dan revisi
stockholm dengan menambahkan ketentuan tentang jangka waktu hak moral tersebut.
Pasal 6 bis ayat (2) ditentukan bahwa hak moral perlindungan sama dengan lamanya
perlindungan hak cipta.

Mengenai konsep hak moral, pengaturannya dalam pasal 24 Undang-Undang


Hak Cipta menyebutkan bahwa:

Pencipta atau ahli warisnya berhak untuk menuntut kepada pemegang hak cipta supaya
nama pencipta tetap dicantumkan dalam ciptaannya. Mencangkup:

• Tidak diperbolehkan melakukan perubahan suatu ciptaan kecuali dengan


persetujuan pencipta atau ahli warisnya;

• Dalam hal pencipta telah menyerahkan hak ciptanya kepada orang lain, selama
penciptanya masih hidup diperlukan persetujuannya untuk mengadakan
perubahan termaksud dan apabila pencipta telah meninggal dunia, izin harus
diperoleh dari ahli waris.

Ketentuan sebagaimana dimaksudkan dalam butir 2 berlaku juga terhadap


perubahan judul dan anak judul ciptaan, pencantuman dan perubahan nama atau nama
samaran pencipta.
TUGAS 2

Pada Kamis 30 Maret 2023, Ahmad Dhani dengan tegas mengumumkan


larangan bagi Once Mekel untuk menyanyikan lagu ciptaannya di luar konser Dewa
19. Larangan ini disebabkan Dewa 19 akan melakukan tur konser sehingga ditakutkan
akan mengurangi antusias penggemar untuk menyaksikan penampilan Dewa 19. Selain
itu, larangan ini juga berkaitan tentang permasalahan royalti antara Ahmad Dhani dan
Once yang belum terselesaikan.

Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik Yang Tidak Terdaftar Pada
LMKN
Pihak Ahmad Dhani menjelaskan bahwa larangan menyanyikan lagu Dewa 19
atas dasar ketentuan Pasal 113 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang
Hak Cipta (UU No. 28 Tahun 2014). Ketentuan tersebut menjelaskan bahwa: “Setiap
orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta
melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (1) huruf c (penerjemahan ciptaan), huruf d (pengadaplasian, pengaransemenan,
pentransformasian ciptaan), huruf f (pertunjukan ciptaan), dan/atau huruf h
(komunikasi ciptaan) untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”

Ketentuan Pasal 113 ayat (2) UU No. 28 Tahun 2014 melarang seorang pelaku
pertunjukan untuk membawakan sebuah lagu secara komersial tanpa izin dari pencipta.
Meskipun demikian, untuk memahami ketentuan ini secara tepat, tidak cukup hanya
membaca satu pasal saja. Ketentuan dalam UU No. 28 Tahun 2014 harus dibaca secara
keseluruhan. Pasal 23 ayat (5) UU No. 28 Tahun 2014 menjelaskan bahwa: “Setiap
orang dapat melakukan penggunaan secara komersial ciptaan dalam suatu
pertunjukan tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada pencipta dengan membayar
imbalan kepada pencipta melalui Lembaga Manajemen Kolektif.”
Pada ketentuan tersebut dijelaskan bahwa sepanjang telah dibayarkan imbalan
kepada Lembaga Manajemen Kolektif (LMK), maka siapa saja diperbolehkan untuk
membawakan lagu dari pencipta dalam suatu pertunjukan. Isu hukum lain yang muncul
dari perseteruan ini adalah terkait kewajiban untuk pencipta tergabung dalam suatu
LMK. Sehubungan dengan itu, ketentuan 87 UU No. 28 Tahun 2014 yang menyatakan
bahwa:

a) Untuk mendapatkan hak ekonomi setiap pencipta, pemegang hak cipta, pemilik
hak terkait menjadi anggota Lembaga Manajemen Kolektif agar dapat menarik
imbalan yang wajar dari pengguna yang memanfaatkan hak cipta dan hak terkait
dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial.
b) Pengguna hak cipta dan hak terkait yang memanfaatkan hak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) membayar royalti kepada pencipta, pemegang hak cipta,
atau pemilik hak terkait, melalui Lembaga Manajemen Kolektif.
c) Pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membuat perjanjian dengan
Lembaga Manajemen Kolektif yang berisi kewajiban untuk membayar royalti
atas hak cipta dan hak terkait yang digunakan.
d) Tidak dianggap sebagai pelanggaran Undang-Undang ini, pemanfaatan ciptaan
dan/ atau produk hak terkait secara komersial oleh pengguna sepanjang pengguna
telah melakukan dan memenuhi kewajiban sesuai perjanjian dengan Lembaga
Manajemen Kolektif.

Ketentuan Pasal 87 UU No. 28 Tahun 2014 tidak mengharuskan seorang pencipta


untuk terdaftar dalam LMK, akan tetapi bergabungnya pencipta dalam LMK secara
tidak langsung diperlukan mengingat mekanisme pembayaran royalti akan lebih
mudah. Lebih lanjut, pada kondisi pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak
terkait belum menjadi anggota dari suatu LMK, maka royalti yang tidak diketahui
dan/atau disimpan dan diumumkan oleh LMKN selama 2 (dua) tahun untuk diketahui
pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait.
Apabila dalam periode 2 (dua) tahun tersebut pencipta, pemegang hak cipta, dan
pemilik hak terkait telah menjadi anggota suatu LMK, maka royalti akan
didistribusikan. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 15 Peraturan Pemerintah
Nomor 56 Tahun 2021 Tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau musik.
Pihak yang berkewajiban membayar royalti dalam konser musik adalah pihak
penyelenggara (Event Organizer / EO). Sementara itu, besaran royalti yang dibayarkan
oleh penyelenggara (Event Organizer / EO) dalam suatu konser musik adalah dari hasil
kotor penjualan tiket dikali 2% (dua persen) ditambah dengan tiket yang digratiskan
dikali 1% (satu persen). Perhitungan lain dari biaya produksi musik dikali 2% (dua
persen). Besaran ini merujuk pada ketentuan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Nomor HKI.2.OT.03.01-02 Tahun 2016 jo. Keputusan LMKN Nomor:
20160512KM/LMKN-Pleno/Tarif Royalti/2016.

Pentingnya Pendaftaran HAKI Untuk Lagu


Hak cipta merupakan hak eksklusif berupa hak moral dan hak ekonomi yang
dimiliki oleh pencipta, yang artinya adalah tidak ada orang lain yang dapat
menggunakan hak tersebut tanpa persetujuan dari pencipta atau pemegang hak cipta
tersebut. Adapun hak moral merupakan suatu hak yang melekat pada pribadi secara
abadi dan tidak bisa dihilangkan ataupun dipisahkan, sedangkan hak ekonomi hak
untuk memperoleh manfaat ekonomi atas karya yang telah diciptakannya.

Fungsi Ekonomis
Bilamana ada pihak lain ingin menggunakan karya lagu yang telah terdaftar
untuk kepentingan tertentu seperti komersial, maka pihak tersebut harus terlebih dahulu
meminta izin kepada pencipta.

Kontak KH

Demikian penjelasan atas kasus yang terjadi mengenai larangan Ahmad Dhani untuk
Once menyanyikan lagu Dewa 19. Kini, kita juga semakin menyadari betapa
pentingnya peran hak cipta atau HAKI atas karya ciptaan yang dihasilkan.
TUGAS 3

Mencari contoh kasus Hak Cipta, yang kamu ketahui dan cara penyelesaiannya!

Kasus Hak Cipta oleh Mal Grand Indonesia

Seperti tak ada kapoknya, kasus pelanggaran hak cipta seringkali terjadi dan
menjadi perdebatan kontroversial dalam dunia bisnis. Salah satu kasus yang sempat
menarik perhatian adalah kasus pelanggaran hak cipta antara Mal Grand Indonesia
dengan ahli waris Henk Ngantung.

Bagaimana tidak, pengelola Mal Grand Indonesia sampai dituntut harus


membayar denda ganti rugi sebesar Rp1 miliar karena pelanggaran hak cipta
penggunaan sketsa tugu Selamat Datang sebagai logo mal. Gugatan pelanggaran hak
cipta tersebut diajukan oleh ahli waris Henk Ngantung, yaitu Sena Maya Ngantung,
Geniati Heneve Ngantung, Kamang Solana, dan Christie Priscilla Ngantung.

Gugatan pelanggaran hak cipta awalnya dilayangkan oleh ahli waris Henk
Ngantung pada 30 Juni 2020. Gugatan tersebut terdaftar dengan nomor perkara
35/Pdt.Sus-HKI/Hak Cipta/2020/PN Jkt.Pst. Patut diketahui, Hendrik Hermanus Joel
Ngantung atau dikenal dengan nama Henk Ngantung adalah seniman dan Gubernur
DKI Jakarta pada periode 1964-1965. Henk Ngantung membuat sketsa tugu sepasang
pria dan wanita yang sedang melambaikan tangan pada 1962. Sketsa tersebut
direalisasikan dalam bentuk patung di Bundaran Hotel Indonesia (HI) dan diberi nama
Tugu Selamat Datang.

Sedangkan, Mal Grand Indonesia sendiri baru didirikan dan dibuka di dekat
Bundaran HI pada 2007 lalu. Mal tersebut kemudian menggunakan sketsa Tugu
Selamat Datang sebagai logo Mal Grand Indonesia. Menindaklanjuti gugatan yang
terdaftar, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PNJakpus) pada 2 Desember 2020
mengabulkan tuntutan tersebut dan menjatuhkan denda terhadap Mal Grand Indonesia
sebesar Rp1 miliar. Ya, PN Jakpus memutuskan Mal Grand Indonesia telah melanggar
hak cipta atas sketsa Tugu Selamat Datang. Manajemen mal dinilai telah menggunakan
sketsa logo tersebut tanpa izin dari seniman aslinya. Majelis hakim yang diketuai
Agung Suhendro memutuskan almarhum Henk Ngantung sebagai pencipta sketsa Tugu
Selamat Datang dan ahli warisnya sebagai pemegang hak cipta atas sketsa Tugu
Selamat Datang. Hal ini sesuai dengan Surat Kementerian Hukum dan HAM RI
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Nomor HKI.2-KI.01.01- 193 tertanggal 25
Oktober 2019 tentang pencatatan pengalihan atas ciptaan tercatat nomor 46190.
“Menyatakan bahwa tergugat (Grand Indonesia) telah melanggar hak ekonomi
penggugat atas ciptaan sketsa/gambar Tugu Selamat Datang dengan mendaftarkan
dan/atau menggunakan logo Grand Indonesia yang menyerupai bentuk sketsa Tugu
Selamat Datang,”. Seperti yang dijabarkan dalam putusan, Mal Grand Indonesia
diwajibkan membayar secara penuh dan sekaligus setelah putusan dalam perkara
ditetapkan atau setelah memiliki kekuatan hukum.

“Menghukum tergugat (GI) untuk membayar kerugian materiil yang dialami penggugat
atas penggunaan logo Grand Indonesia sebesar Rp1 miliar,” bunyi amar tersebut,
dikutip dari situs web PN Jakpus. Terkait hal tersebut, Corporate Communication
Manager GI Dinia Widodo menyatakan, pihaknya siap membayar ganti rugi. “Iya,
(siap membayar ganti rugi), kami menghormati ketentuan hukum yang berlaku. Jadi,
apa yang kami harus lakukan kami akan lakukan.” ujar Dinia.

• Pentingnya pendaftran Hak Cipta atas Logo

Pendaftaran hak cipta merupakan langkah yang sangat penting bagi para pelaku
bisnis dalam melindungi karya kreatif mereka, termasuk logo. Kasus pelanggaran hak
cipta antara Mal Grand Indonesia dengan ahli waris Henk Ngantung menjadi contoh
yang memperlihatkan pentingnya langkah ini. Dimana ketika sketsa Tugu Selamat
Datang digunakan sebagai logo oleh Mal Grand Indonesia tanpa izin, pihak Henk
Ngantung sebagai pihak pencipta dapat mengajukan gugatan pelanggaran hak cipta
sebagai bentuk perlindungan atas karya tersebut. Selain itu, berikut adalah beberapa
alasan lainnya mengapa pendaftaran hak cipta sangat penting dilakukan:

1) Perlindungan Hukum yang Kuat

Dengan mendaftarkan hak cipta atas logo, pencipta karya memperoleh


perlindungan hukum yang kuat terhadap penggunaan tanpa izin oleh pihak lain. Jika
terjadi pelanggaran, pencipta karya dapat mengambil langkah hukum untuk melindungi
hak cipta mereka dan menuntut ganti rugi yang pantas.

2) Mencegah Pelanggaran yang Tidak Disengaja

Pendaftaran hak cipta menunjukkan kepada orang lain bahwa logo tersebut
dilindungi oleh undang-undang hak cipta dan bahwa pencipta karya bersedia untuk
menegakkan hak- haknya. Hal ini dapat menjadi faktor pencegah yang efektif, karena
orang lain mungkin enggan untuk menggunakan atau menyalin logo tersebut karena
risiko terkena tuntutan hukum atau sanksi.
3) Kemudahan dalam Penegakan Hukum

Pendaftaran hak cipta memudahkan pencipta karya untuk mengejar pelanggaran hak
cipta secara hukum. Dengan pendaftaran yang resmi, pencipta karya memiliki bukti
yang kuat untuk menunjukkan kepemilikan dan keabsahan hak cipta. Jika terjadi
pelanggaran, pencipta karya dapat dengan mudah mengambil langkah-langkah hukum
untuk melindungi hak- haknya.

4) Nilai Komersial yang Lebih Tinggi


Pendaftaran hak cipta dapat meningkatkan nilai komersial logo. Hak cipta yang
didaftarkan merupakan aset yang dapat dihargai dan diperhitungkan dalam bisnis.
Dalam situasi dimana pencipta karya ingin menjual atau melisensikan logo mereka
kepada pihak lain, pendaftaran hak cipta akan meningkatkan daya tarik dan nilai jual
logo tersebut.

5) Keuntungan dalam Negosiasi dan Lisensi

Pendaftaran hak cipta memperkuat posisi pencipta karya dalam negosiasi dan
lisensi logo kepada pihak ketiga. Dengan hak cipta yang terdaftar, pencipta karya
memiliki kekuatan untuk menetapkan persyaratan yang jelas dan melindungi hak-
haknya dalam perjanjian lisensi. Pihak ketiga juga akan merasa lebih percaya diri
bekerja sama dengan pihak yang memiliki hak cipta yang terdaftar.

• Cara penyelesaian Kasus Hak Cipta oleh Mal Grand Indonesia

Penyelesaian sengketa Hak Cipta dapat dilakukan melalui alternatif


penyelesaian sengketa, arbittrase, atau pengadilan (Pasal 95 ayat 1 Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta). Pengadilan yang berwenang adalah
Pengadilan Niaga, selain Pengadilan Niaga tidak berwenang menangani penyelesaian
sengketa Hak Cipta. Di mana dalam peraturan perundang- undangan ini juga
membahas mengenai hak moral, hak ekonomi, hak terkait, pembatasan hak cipta, masa
berlaku, pencatatan ciptaan, lisensi hingga Lembaga manajemen kolektif dan
penyelesaian sengketa, sanksi serta ketentuan pidana. Selain itu terdapat pengaturan
hukum mengenai hak cipta di Indonesia di mana telah diatur di dalam Berne
Convention for the Protection of Literary and Artistic Works (konvensi Berne tentang
Perlindungan Karya Seni dan sastra) pada tahun 1886, Universal Copy Right (UCC)
pada tahun 1955, dan TRIPs Agrement (Trade Related Aspects of Intellectual Property
Rights atau aspek – aspek perdagangan yang berhubungan dengan hak milik
intelektual) pada tahun 1996.

Anda mungkin juga menyukai