0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
4 tayangan1 halaman
Selama 20 tahun terakhir, jumlah anak penderita stunting di bawah lima tahun telah mengalami penurunan 26,7% secara global. Di Indonesia, prevalensi stunting juga mengalami penurunan di 34 dari 34 provinsi, meskipun masih belum mencapai target RPJMN 2024 sebesar 14%. Pemerintah terus berupaya menurunkan angka stunting melalui program penurunan risiko stunting yang menekankan gizi, kesehatan, dan sanitasi serta
Selama 20 tahun terakhir, jumlah anak penderita stunting di bawah lima tahun telah mengalami penurunan 26,7% secara global. Di Indonesia, prevalensi stunting juga mengalami penurunan di 34 dari 34 provinsi, meskipun masih belum mencapai target RPJMN 2024 sebesar 14%. Pemerintah terus berupaya menurunkan angka stunting melalui program penurunan risiko stunting yang menekankan gizi, kesehatan, dan sanitasi serta
Selama 20 tahun terakhir, jumlah anak penderita stunting di bawah lima tahun telah mengalami penurunan 26,7% secara global. Di Indonesia, prevalensi stunting juga mengalami penurunan di 34 dari 34 provinsi, meskipun masih belum mencapai target RPJMN 2024 sebesar 14%. Pemerintah terus berupaya menurunkan angka stunting melalui program penurunan risiko stunting yang menekankan gizi, kesehatan, dan sanitasi serta
Dunia telah mengalami perbaikan positif mengenai penanganan stunting selama 20 tahun
terakhir. United Nations International Children's Emergency Fund (UNICEF) memperkirakan,
jumlah anak penderita stunting di bawah usia lima tahun sebanyak 149,2 juta pada 2020, turun 26,7% dibandingkan pada 2000 yang mencapai 203,6 juta. Secara global, pada tahun 2010 prevalensi anak pendek sebesar 171 juta anak-anak di mana 167 juta kejadian terjadi di negara berkembang. Prevalensi stunting di Afrika mengalami stagnasi sejak 1990 sekitar 40%, sementara di Asia menunjukkan penurunan dramatis dari 49% pada tahun 1990 menjadi 28% pada tahun 2010. Jumlah balita penderita stunting di Eropa Timur dan Asia Tengah menurun 46,8% dari 4,7 juta pada 2000 menjadi 2,5 juta pada 2020. Secara nasional masalah stunting di Indonesia tergolong kronis, terlebih lagi di 14 provinsi yang prevalensinya melebihi angka nasional. Hampir sebagian besar dari 34 provinsi mengalami penurunan dibandingkan tahun 2019 dan hanya 5 provinsi yang menunjukkan kenaikan. Hal tersebut menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah untuk mendorong percepatan penurunan stunting di Indonesia telah memberi hasil yang cukup baik. Saat ini prevelensi stunting di Indonesia dibawah 20% namun masih belum memenuhi target dari RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) tahun 2024 sebesar 14%. Bahkan jika sudah tercapai 14% bukan berarti Indonesia sudah bebas stunting, tetapi target selanjutnya adalah menurunkan angka stunting sampai kategori rendah atau dibawah 2,5%. Dalam menghadapi stunting pemerintah menjalankan program penurunan stunting yang mengarah pada keluarga beresiko stunting dengan menekankan pada pemenuhan asupan gizi, penyiapan kehidupan berkeluarga, perbaikan pola asuh, peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan dan peningkatan akses air minum dan sanitasi. Selain itu, pemerintah juga melakukan berbagai upaya untuk mengatasi permasalahan stunting. Mulai dari suplementasi zat besi pada remaja putri, program ASI ekslusif, hingga suplementasi makanan pendamping ASI (MPASI). Mengatasi permasalahan stunting secara komprehensif tidak hanya dilakukan sendiri oleh pemerintah. Oleh sebab itu, diperlukan kerja sama dari berbagai pihak lain untuk ikut terlibat di dalam gerakan pencegahan stunting. Salah satu pihak yang potensial untuk dilibatkan dalam program ini adalah masyarakat, yaitu lebih menyasar pada calon pengantin. Tidak hanya terpusat pada calon pengantin namun juga pada ibu hamil, dengan menerapkan layanan ANC-Ante Natal Care (pelayanan kesehatan untuk ibu selama masa kehamilan), Post Natal Care (pelayanan kesehatan untuk ibu setelah melahirkan), dan pembelajaran dini yang berkualitas juga sangat penting. Hal ini terkait dengan konsumsi sumplemen zat besi yang memadai saat hamil, pemberian ASI eksklusif dan Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI) yang optimal.