Anda di halaman 1dari 2

Nama : NI KADEK SARI SAVITRI ANJANI

NA : 727121084

Dampak Pandemi COVID-19 Terhadap Kasus Kurang Gizi Anak Di Sulawesi


Tengah

Badan PBB untuk anak-anak (UNICEF) memperkirakan dampak pandemi COVID-19 terhadap kasus
kurang gizi di Indonesia cukup besar, membuat penanganan juga harus memperhatikan aspek ini. Perwakilan
UNICEF untuk Indonesia, Debora Comini, pernah mengatakan sebelum terjadi pandemi, ada sekitar 2 juta
anak menderita gizi buruk dan lebih dari 7 juta anak di bawah usia lima tahun mengalami stunting di
Indonesia.UNICEF juga memperkirakan jumlah anak yang mengalami kekurangan gizi akut di bawah 5 tahun
bisa meningkat 15 persen secara global pada 2020 jika tidak ada tindakan. "Jika tidak segera meningkatkan
layanan pencegahan dan perawatan untuk anak-anak yang mengalami masalah gizi, kita berisiko melihat
peningkatan penyakit dan kematian anak terkait dengan masalah ini," kata Comini dalam keterangan resminya
beberapa waktu lalu. Presiden Joko Widodo juga telah menekankan bahwa program penanganan pandemi
COVID-19 tidak boleh menghentikan program penting nasional lain, termasuk penanganan stunting. Apalagi,
Kementerian Kesehatan, khususnya Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat dan Direktorat Gizi, dinilai
lamban dalam upaya mengantisipasi naiknya prevalensi stunting dan masalah kurang gizi anak Indonesia
paska pandemi.Kekurangan gizi disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan oleh faktor
gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita. Intervensi yang paling menentukan untuk dapat
mengurangi prevalensi stunting adalah intervensi yang dilakukan pada 1000 HPK dari anak balita. Intervensi
anak stunting memerlukan konvergensi lintas program / intervensi dan upaya sinergis pemerintah. Pada tahun
2019, Pemerintah Kabupaten Morowali telah melakukan analisis situasi melalui data Dinas Kesehatan
Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana kabupaten Morowali dari pengukuran balita yang di
monitoring pada Aplikasi e-PPGBM dengan menetapkan 10 desa lokus stunting untuk intervensi spesifik dan
sensitif pada desa lokus tersebut.

Pertanyaan besar, mengapa dampak pandemi COVID-19 berpengaruh terhadap gizi anak di
Sulawesi Tengah ?

Pengetahuan dan pendidikan masyarakat yang rendah tentang mana makanan yang mengandung
gizi saat hamil dan pasca melahirkan, kurangnya sosialisasi pemerintah terhadap masyarakat mengenai
pentingnya makan makanan yang mengandung gizi. Peningkatan jumlah anak kekurangan gizi di Slawesi
Tengah lantaran banyak keluarga kehilangan pendapatan akibat pandemi sehingga tidak mampu membeli
makanan sehat dan bergizi, kurangnya lapangan pekerjaan saat masa pandemi COVID-19 yang
mengakibatkan ekonomi dari masyarakat menurun sehingga kebutuhan asupan makanan yang bernutrisi itu
tidak mampu dibeli oleh masyarakat. fasilitas masyarakat yaitu fasilitas sanitasi masih kurang penggunaan air
bersih dan kurangnya sarana jamban sehat yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit  diare dan cacingan,
di daerah terpencil yang masih buang air air besar di sembarang tempat. Fasilitas kesehatan yaitu kurangnya
perhatian pemerintah daerah dalam hal kurangnya tenaga kesehatan di daerah terpencil dan rendahnya
kualitas tenaga kesehatan sehingga tidak terpantaunya kesehatan ibu hamil dan anak dalam hal ini
pemeriksaan kesehatan ibu hamil (ANC) dan anak secara teratur. Contoh kasus Balita yang mengalami gizi
buruk, terdapat di Desa Tompira, Kecamatan Petasia Timur, Kecamatan Soyo Jaya dan Desa Salubiro,
Kecamatan Bungku Utara. Diaerah ini merupakan daerah yang kalo mau di bilang fasilitas kesehatannya
masih kurang dan fasilitas sanitasinya juga kurang di mana ketersediaan bahan pangan serta pelayanan
kesehatan yang masih kurang menyebabkan kurangnya asupan gizi yang memadai dan layanan kesehatan
terutama antenatal care, post natal care dan pembelajara diri yang berkualitas di samping kurangnya akses air
bersih dan jamban keluarga. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 29 Tahun 2019 Tentang
Penanggulangan Masalah Gizi Bagi Anak Akibat Penyakit mulai diberlakukan pada 29 Agustus 2019. Namun,
untuk pelaksanaan Permenkes ini, Kemenkes harus mengeluarkan Petunjuk Teknis (Juknis) atau Petunjuk
Pelaksanaan (Juklak). “Sayangnya hingga hari ini, sudah hampir dua tahun sejak Permenkes 29/2019
dikeluarkan, Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis Permenkes ini belum ada. Artinya, Permenkes ini
belum dilaksanakan,dan tidak ada juga dorongan dari pemerintah untuk menindaklanjuti anak –anak yang
sudah terkena gizi buruk

Adapun solusi yang diberikan dari permasalahan diatas adalah dengan masyarakat dan pemerintah
bekerjasama untuk meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan di masa pandemi COVID-19 diantaranya
yaitu memberikan edukasi kepada anak  sejak dini, untuk bisa hidup menggunakan pola hidup sehat, yaitu
menjauhi narkoba, minuman keras, merokok. Didalam rumah tangga, harus punya pengetahuan bagaimana
mampu menyiapkan menu yang memenuhi  standar Kesehatan. Jadi tidak hanya terhindar dari narkoba
minuman keras dan lainnya. Tetapi juga makanan apalagi di usia pertumbuhan, sampai usia 5 tahun   betul-
betul membutuhkan keseriusan seorang ibu memperhatikan nutrisi anaknya.  kebijakan pemerintah untuk
mempertahankan ekonomi masyarakat namun harus tetap mengikuti protokol COVID-19 dan juga Menambah
jumlah tenaga kerja yang berkualitas di daerah terpencil

Anda mungkin juga menyukai