Anda di halaman 1dari 28

TUGAS KOMUNIKASI

MERANGKUM

DOSEN PENILAI:
IDA YANRIATUTI, Ns., M.kep

Di susun Oleh :

NI KADEK SARI SAVITRI ANJANI

NIM: DK21081

TINGKAT: 1B

PRODI D3 KEPERAWATAN

STIKES BALA KESELAMATAN PALU


SULAWESI TENGAH
TAHUN 2022
MERANGKUM

1. Teknik komunikasi pada remaja

2. Teknik komunikasi pada lansia

3. Teknik komunikasi pada pasien kebutuhan khusus

JAWABAN
1. Fase Remaja adalah masa transisi atau peralihan dari anak-anak menuju masa
dewasa. Pada masa transisi ini remaja banyak mengalami kesulitan yang
membutuhkan kemampuan adaptasi. Remaja sering tidak mendapat tempat
untuk mengekspresikan ungkapan hatinya dan cenderung tertekan. Hal ini
akan dapat mempengaruhi komunikasi remaja terutama komunikasi dengan
orang tua atau orang dewasa lainnya. Terkait dengan permasalahan di atas,
dalam berkomunikasi dengan remaja perawat atau orang dewasa lain harus
mampu bersikap sebagai “SAHABAT” buat remaja. Tidak meremehkan atau
memperlakukan dia sebagai anak kecil dan tidak membiarkan dia berperilaku
sebagai orang dewasa. Pola asuh remaja perlu cara khusus. Walau usia masih
tergolong anak-anak, ia tak bisa diperlakukan seperti anak kecil. Remaja
sudah mulai menunjukkan jati diri. Biasanya remaja lebih senang berkumpul
bersama teman sebaya ketimbang dengan orang tua. Berikut ini sikap
perawat, orang tua, atau orang dewasa lain yang perlu diperhatikan saat
berkomunikasi dengan remaja.
a. Menjadi pendengar yang baik dan memberi kesempatan pada mereka
untuk mengekspresikan perasaannya, pikiran, dan sikapnya
b. Mengajak remaja berdiskusi terkait dengan perasaan, pikiran, dan
sikapnya
c. Jangan memotong pembicaraan dan jangan berkomentar atau berespons
yang berlebihan pada saat remaja menunjukkan sikap emosional

1
d. Memberikan support atas segala masalah yang dihadapi remaja dan
membantu untuk menyelesaikan dengan mendiskusikannya
e. Perawat atau orang dewasa lain harus dapat menjadi sahabat buat remaja,
tempat berbagi cerita suka dan duka
f. Duduk bersama remaja, memeluk, merangkul, mengobrol, dan
bercengkerama dengan mereka serta sering melakukan makan bersama

Dengan demikian pola pikir dan tingkah lakunya merupakan peralihan dari
anak-anak menjadi orang dewasa. Anak harus diberi kesempatan untuk belajar
memecahkan masalah secara positif. Apabila anak merasa cemas dan stress,
jelaskan bahwa ia dapat mengajak bicara teman sebayanya dan/atau orang
dewasa yang ia percaya terutama orang tua dan termasuk juga perawat yang
selalu bersedia menemani dan mendengarkan keluhannya. Menghargai
keberadaan identitas diri dan harga dirinya merupakan hal yang prinsip untuk
diperhatikan dalam berkomunikasi. Luangkan waktu bersama dan tunjukkan
ekspresi wajah yang bersahabat dengannya, jangan memotong pembicaraan
saat ia sedang mengekspresikan perasaan dan pikirannya, menghargai
pandangan remaja serta menerima perbedaan. Hindari perkataan yang
menyinggung harga dirinya, hindari mengkritik atau menghakimi, hindari
pertanyaan yang menyelidiki atau interogasi. Kita harus menghormati
privasinya dan berikan dukungan atas hal yang telah dicapainya secara positif
dengan selalu memberikan reinforcement positif.

Tujuan Komunikasi Remaja


Tujuan melakukan komunikasi terapeutik pada klien remaja adalah sebagai
berikut.
a. Membangun hubungan yang harmonis dengan remaja
b. Membentuk suasana keterrbukaan dan mendengar
c. Membuat remaja mau berbicara ketika mempunyai masal
d. Membuat remaja mau mendengar dan menghargai saat mereka berbicara
e. Membantu remaja menyelesaikan masalah

2
Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Remaja
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi komunikasi pada remaja, yaitu
sebagai berikut.
a. Pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka komunikasi
berlangsung secara efektif
b. Pengetahuan
Semakin banyak pengetahuan yang didapat maka komunikasi berlangsung
secara efektif
c. Sikap
Bila komunikan bersifat pasif atau tertutup maka komunikasi tidak
berlangsung efektif
d. Usia tumbang dan status kesehatan remaja
Bila ingin berkomunikasi, maka harus sesuaikan dengan tingkat usia agar
komunikasi tersebut berlangsung efektif
e. Saluran
Saluran sangat penting dalam berkomunikasi agar pesan dapat
tersampaikan ke komunikan dengan baik
f. Lingkungan

Teknik Komunikasi pada Remaja


Komunikasi dengan remaja merupakan sesuatu yang penting dalam
menjaga hubungan dengan remaja, melalui komunikasi ini pula perawat dapat
memudahkan mengambil berbagai data yang terdapat pada diri remaja yang
selanjutnya dapat diambil dalam menentukan masalah keperawatan. Beberapa
cara yang digunakan dalam berkomunikasi dengan remaja, yaitu sebagai
berikut.
a. Melalui orang lain atau pihak ketiga

3
Cara berkomunikasi ini pertama dilakukan oleh remaja dalam
menumbuhkan kepercayaan diri remaja, dengan menghindari secara
langsung berkomunikasi dengan melibatkan orang tua secara langsung
yang sedangberada disamping anak. Selain itu dapat digunakan dengan
cara memberikan komentar tentang sesuatu.

b. Bercerita
Melalui cara ini pesan yang akan disampaikan kepada anak remaja
dapat mudah diterima, mengingat anak sangat suka sekali dengan
cerita, tetapi cerita yang disampaikan hendaknya sesuai dengan pesan
yang akan disampaikan, yang akan diekspresikan melalui tulisan.

c. Memfasilitasi
Memfasilitasi adalah bagian cara berkomunikasi, malalui ini
ekspresi anak atau respon anak remaja terhadap pesan dapat diterima,
dalam memfasilitasi kita harus mampu mengekspresikan perasaan dan
tidak boleh dominan , tetapi anak harus diberikan respons terhadap
pesan yang disampaikan melalui mendengarkan dengan penuh
perhatian dan jangan mereflisikan ungkapan negatif yang menunjukan
kesan yang jelek pada anak remaja tersebut.

d. Meminta untuk menyebutkan keinginan


Ungkapan ini penting dalam berkomunikasi dengan anak dengan
meminta anak untuk menyebutkan keinginan dapat diketahui berbagai
keluhan yang dirasakan anak dan keinginan tersebut dapat menunjukan
persaan dan pikiran anak pada saat itu.

e. Pilihan pro dan kontra


Penggunaan teknik komunikasi ini sangat penting dalam
menentukkan atau mengetahui perasaan dan pikiran anak, dengan

4
mengajukan pasa situasi yang menunjukkan pilihan yang positif dan
negatif yang sesuai dengan pendapat anak remaja.

f. Penggunaan skala
Pengunaan skala atau peringkat ini digunakan dalam
mengungkapkan perasaan sakit pada anak seperti pengguaan perasaan
nyeri, cemas, sedih dan lain-lain, dengan menganjurkan anak untuk
mengekspresikan perasaan sakitnya.

g. Menulis
Melalui cara ini remaja akan dapat mengekspresikan dirinya baik
pada keadaan sedih, marah atau lainnya dan biasanya banyak
dilakukan pada remaja yang jengkel, marah dan diam.

2. Komunikasi efektif pada lansia adalah komunikasi interpersonal yang sangat


penting dalam membangun hubungan yang baik antara perawat dan lansia di
sebuah panti jompo. Melalui komunikasi interpersonal, perawat dapat
mengetahui bagaiana membentuk hubungan yang baik dengan orangtua,
menyebabkan rasa nyaman untuk orangtua di saat menghabiskan hari-harinya
di sebuah panti jompo. Untuk membentuk efektivitas komunikasi interpesonal,
khususnya antara perawat dengan lansia, panti jompo dipengaruhi lima aspek
yang harus dipertimbangkan, yaitu :
- Keterbukaan
- Empati
- Perilaku Positif
- Sikap Mendukung
- Kesetaraan

Komunikasi Terapeutik

5
Ciri hubungan atau komunikasi terapeutik adalah berpusat pada klien
lansia, menghargai klien lansia sebagai individu yang unik dan bebas, serta
meningkatkan kemampuan klien lansia untuk berpartisipasi dengan aktif
dalam mengambil keputusan mengenai pengobatan dan perawatnnya. Selain
itu, juga dengan menghargai keluarga, kebudayaan, kepercayaan, nilai-nilai
hidup, dan hak asasi dari lansia. Perawat harus menghargai pricasi dan
kerahasiaan klien lansia, saling percaya, dan saling menerima. Hubungan
membantu ini akan lebih efektif apabila ada rasa saling percaya dan saling
menerima antara perawat atau pemberi asuhan dengan lansia. selain itu,
perawat sebagai pemberi asuhan harus menunjukkan rasa peduli pada kliennya
(lansia) dan mau membantunya. Seseorang perawat atau pemberi asuhan yang
mendengarkan klien lansia tidak saja memakai telinganya tetapi seluruh
eksistensi dirinya. Perawat atau pemberi asuhan memfokuskan seluruh
perhatiannya tidak pada apa yang disampaikan lansia, tetapi bagaimana lansia
itu menyampaikannya.

Proses Komunikasi pada Lansia


Proses komunikasi merupakan bagian intergral untuk mendapatkan fakta-
fakta yang memicu atau memperburuk perilaku yang sulit. Pengasuh harus
dapat berkomunikasi secara efektif dengan orang tua, keluarga, dan staf lain
secara profesional. Hasilnya, komponen dasar dari proses komunikasi
diperkenalkan dan diterapkan pada lansia. Menurut Jeanny Ivones (2010),
proses komunikasi pada lansia berikut :
a. Perawat membuka wawancara dengan memperkenalkan diri dan
menjelaskan tujuan dan lama wawancara.
b. Berikan waktu yang cukup kepada pasien untuk menjawab, berkaitan
dengan pemumduran kemampuan untuk merespons verbal.
c. Gunakan kata-kata yang tidak asing bagi klien sesuai dengan latar
belakang sosiokulturalnya.
d. Gunakan pertanyaan yang pendek dan jelas karena pasien lansia
kesulitan dalam berfikir abstrak.

6
e. Perawat dapat memperlihatkan dukungan dan perhatian dengan
memberikan respons nonverbal, seperti kontak mata secara langsung
duduk, dan menyentuh pasien.
f. Perawat harus cermat dalam mengidentifikasi tanda-tanda kepribadian
pasien dan distress yang ada.
g. Perawat tidak boleh berasumsi bahwa pasien memahami tujuan dari
wawancara pengkajian.
h. perawat harus memperhatikan respons pasien dengan mendengarkan
dengan cermat dan tetap mengobservasi.
i. Tempat mewancarai diharuskan tidak pada tempat yang baru dan asing
bagi pasien.
j. Lingkungan harus dibuat nyaman dan kursi harus dibuat senyaman
mungkin.
k. Lingkungan harus dimodifikasi sesuai dengan kondisi yang sensitif
terhadap suara berfrekuensi tinggi atau perubahan kemampuan
penglihatan.
l. Perawat harus mengonsultasikan hasil wawancara kepada keluarga
pasien atau orang lain yang sangat mengenal pasien.
m. Memerhatikan kondisi fisik pasien pada waktu wawancara.

Metode Komunikasi pada Lansia


Perawat atau pemberi asuhan harus dapat menunjukkan kesiapan
mendengarkan klien lansia . Kesiapan ini ditunjukkan dengan :
1. Duduk tegak, rileks, dan menghadapkan lansia secara muka dengan muka.
Posisi ini menunjukkan “saya siap dan mau mendengarkan”.
2. Mempertahankan kontak mata.
3. Tubuh perawat atau pemberi asuhan sedikitn membungkuk atau sikap
menghormat ke arah lansia.
4. Mempertahankan sikap tubuh yang terbuka.

7
5. Mempertahankan posisi tubuh yang rileks, memang sulit untuk
mempertahankan posisi tubuh yang rileks penuh karena mendengarkan
dengan seluruh “dirinya” perawat sudah mengeluarkan banyak tenaga.
Akan tetapi, suasana tegang dapat dicegah dengan memberi sedikit waktu
sebelum perawat memberi tanggapannya, memberi waktu untukm
berdiam sejenak, dam menggunakan isyarat yang tepat dan membantu.

Strategi Komunikasi dengan Lansia yang Mengalami Penurunan Fungsi.


A. Teknik komunikasi yang perlu diperhatikan selama berkomunikasi
dengan lansia yang mengalami gangguan penglihatan :
1. Perawat sedapat mungkin mengambil posisi yang dapat dilihat oleh
klien lansia, bila ia mengalami kebutaan parsial atau memberitahu
secara verbal keberadaan atau kehadirannya.
2. Perawat menyebutkan identitasnya dan menyebutkan nama secara
perannya.
3. Perawat berbicara dengan menggunakan nada suaea normal karena
kondisi lansia tidak memungkinnya menerima pesan nonverbal secara
visual.
4. Nada suara perawat memegang peranan besar dan bermakna bagi
lansia.
5. Jelaskan alasan perawat menyentuh sebelum melakukan sentuhan
pada lansia.
6. Ketika perawat akan meninggalkan ruangan atau hendak memutus
komunikasi atau pembicaraan, informasikan kepada lansia.
7. Orientasikan lansia pada suara-suara yang terdengar di sekitarnya.
8. Orentasikan lansia pada suara-suara yang terdengar di sekitarnya.
9. Orientasikan lansia pada lingkungannyabila lansia dipindahkan ke
lingkungan yang asing baginya.

B. Teknik komunikasi yang dapat digunakan ada klien lansia dengan


gangguan pendengaran :

8
a. Orientasika kehadirat perawat dengan menyentuh lansia atau
memposisikan diri di depannya.
b. usahakan menggunakan bahsa yang sederhana dan berbicara dengan
perlahan untuk memudahkan lansia membaca gerak bibir perawat.
c. Usahakan berbicara dengan posisi tepat di depan lansia dan
pertahankannya sikap tubuh serta mimik wajah yang lazim.
d. Jangan melakukan pembicaraan ketikam perawat sedang mengunyah
sesuatu (misalnya permen).
e. Gunakan bahasa pantomim bila memungkinkan dengan gerakan
sederhana dan perlahan.
f. Gunakan bahasa isyarat atau bahasa jari bila diperlukan dan perawat
mampu melakukannya.
g. Apabila ada sesuatu yang sulit untuk dikomunikasikan, sampaikan
pesan dalam bentuk tulisan atau gambar (simbol).

C. Berikut yang perlu diperhatikan dalam berkomunikasi dengan lansia yang


mengalami gangguan wicara:
a. Perawat memerhatikan mimik dan gerak bibir lansia.
b. Usahakan memperjelas hal yang disampaikan dengan mengulang
kembali kata-kata yang diucapkan lansia.\
c. Mengendalikan pembicaraan supaya tidak membahas terlalu banyak
topik.
d. Memerhatikan setiap detail komunikasi sehingga pesan dapat diterima
dengan baik.
e. Bila perlu, gunakan bahasa tulisan dan simbol.
f. Bila memungkinkan, hadirkan orang yang biasa berkomunikasi lisan
dengan lansia untuk menjadi mediator komunikasi.

D. Berikut yang perlu hal-hal diperhatikan dalam berkomunikasi dengan


lansia yang mengalami gangguan kesadaran:

9
a. Perawat harus hati-hati ketikam melakukan pembicaraan verbal dekat
dengan lansia karena ada keyakinan bahwa organ pendengaran
merupakan organ terakhir yang mengalami penurunan kemampuan
menerima rangsangan pada individu yang tidak sadar.

b. Perawat harus mengambil asumsi bahwa lansia dapat mendengar


pembicaraan kita.

c. Perawat harus memberi ungkapan verbal sebelum menyentuh lansia.

d. Upayakan mempertahankan lingkungan setenang mungkin untuk


membantu lansia berfokus pada komunikasi yang dilakukan.

E. Berikut yang perlu hal-hal diperhatikan dalam berkomunikasi dengan


lansia yang mengalami penurunan daya ingat:

a. Lupa kejadian yang baru saja dialami

b. Kesulitan dalam melakukan pekerjaan sehari-hari.

c. Kesulitan dalam berbahasa.

d. Disorientasi waktu dan tempat.

e. Tidak mampu membuat pertimbangan dan keputusan yang tepat.

3. Pasien berkebutuhan khusus adalah seseorang dengan karakteristik khusus


yang berbeda dengan orang pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada
ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Yang termasuk kedalam pasien
berkebutuhan khusus antara lain: tunanetra, tunarungu , tunagrahita ,
tunadaksa ,tunalaras , kesulitan belajar , gangguan prilaku , anak berbakat ,
anak dengan gangguan kesehatan. Istilah lain bagi pasien berkebutuhan
khusus adalah orang luar biasa dan orang cacat . Karena karakteristik dan

10
hambatan yang dimilki, mereka memerlukan bentuk pelayanan pendidikan
khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka, contohnya
bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan
Braille dan tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat.
A. Tuna Rungu
Gangguan pendengaran dapat terjadi berupa penurunan
pendengaran hingga tuli. Bentuk tuli yang selama ini dikenal ialah tuli
perspektif dan tuli konduktif. Tuli perspektif adalah tuli yang terjadi akibat
kerusakan sistem saraf, sedangkan tuli konduktif terjadi akibat kerusakan
struktur panghantar rangsang suara.
Tanggapan dan opini umum berpendapat bahwasannya komunikasi
secara lisan adalah media utama dan cara termudah untuk mempelajari dan
menguasai bahasa. Berkomunikasi melalui berbicara adalah cara yang
terbaik. Namun bagi individu yang memiliki masalah pendengaran (karena
kerusakan pendengaran), cara komunikasi lain dapat menggantikan fungsi
berbicara tersebut, terdapat berbagai cara untuk individu yang memiliki
masalah pendengaran, yaitu metode Auditory oral, membaca bibir, bahas
isyarat dan komunikasi universal (Muhammad, 2008) yang meliputi:
a. Metode Auditory oral: Metode ini menekankan pada proses mendengar
serta bertutur kata dengan menggunakan alat bantu yang lebih baik,
seperti alat bantu pendengaran, penglihatan dan sentuhan. Metode ini,
menggunakan bantuan bunyi untuk mengembangkan kemampuan
mendengar dan bertutur kata.
b. Metode membaca bibir: Komunikasi dengan metode ini baik untuk
mereka yang mampu berkonsentrasi tinggi pada bibir penutur bahasa.
Metode ini mengharuskan individu untuk selalu melihat gerakan bibir
penutur bahasa dengan tepat dan dalam situasi ini, penutur bahasa
harus berada di tempat yang terang dan dapat terlihat dengan jelas.
c. Metode bahasa isyarat: Pada umumnya, bahasa isyarat digunakan
secara mudah dengan menggabungkan perkataan dengan makna dasar.

11
Bahasa isyarat yang digunakan pada umumnya adalah isyarat abjad
satu jari.
d. Metode Komunikasi universal : Metode komunikasi adalah salah satu
metode yang menggabungkan antara gerakan jari isyarat, pembacaan
bibir dan penuturan atau auditory oral.

Elemen penting dalam metode ini adalah penggunaan isyarat dan


penuturan secara bersamaan. Pada klien dengan gangguan pendengaran,
media komunikasi yang paling sering digunakan ialah media visual. Klien
menangkap pesan bukan dari suara yang di keluarkan orang lain, tetapi
dengan mempelajari gerak bibir lawan bicaranya. Kondisi visual menjadi
sangat penting bagi klien ini sehingga dalam melakukan komunikasi,
upayakan supaya sikap dan gerakan anda dapat ditangkap oleh indra
visualnya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum berkomunikasi dengan klien
gangguan pendengaran:
1. Periksa adanya bantuan pendengaran dan kaca mata
2. Kurangi kebisingan
3. Dapatkan perhatian klien sebelum memulai pembicaraan
4. Berhadapan dengan klien dimana ia dapat melihat mulut anda
5. Jangan mengunyah permen karet
6. Bicara pada volume suara normal - jangan teriak
7. Susun ulang kalimat anda jika klien salah mengerti
8. Sediakan penerjemah bahasa isyarat jika diindikasikan
Berikut adalah teknik-teknik komunikasi yang dapat digunakan klien
dengan pendengaran :
1. Orientasikan kehadiran diri anda dengan cara menyentuh klien
atau memposisikan diri di depan klien.
2. Usahakan menggunakan bahasa yang sederhana dan bicaralah
dengan perlahan untuk memudahkan klien membaca gerak bibir
anda.

12
3. Usahakan berbicara dengan posisi tepat di depan klien dan
pertahankan sikap tubuh dan mimik wajah yang lazim.
4. Tunggu sampai Anda secara langsung di depan orang, Anda
memiliki perhatian individu tersebut dan Anda cukup dekat
dengan orang sebelum Anda mulai berbicara;
5. Pastikan bahwa individu melihat Anda pendekatan, jika kehadiran
Anda mungkin terkejut orang tersebut;
6. Wajah-keras mendengar orang-langsung dan berada di level yang
sama dengan dia sebisa mungkin;
7. Jangan melakukan pembicaraan ketika anda sedang mengunyah
sesuatu misalnya makanan atau permen karet.
8. Jika Anda makan, mengunyah atau merokok sambil berbicara,
pidato Anda akan lebih sulit untuk mengerti.
9. Gunakan bahasa pantomim bila memungkinkan dengan gerakan
sederhana dan perlahan.
10. Gunakan bahasa isyarat atau bahasa jari bila anda bisa dan
diperlukan.
11. Apabila ada sesuatu yang sulit untuk dikomunikasikan, cobalah
sampaikan pesan dalam bentuk tulisan atau gambar (simbol)
12. Jika orang yang memakai alat bantu dengar dan masih memiliki
kesulitan mendengar, periksa untuk melihat apakah alat bantu
dengar di telinga orang. Juga periksa untuk melihat bahwa
dihidupkan, disesuaikan dan memiliki baterai bekerja. Jika hal-hal
ini baik dan orang yang masih memiliki kesulitan mendengar,
mencari tahu kapan dia terakhir memiliki evaluasi pendengaran;
13. Jauhkan tangan Anda dari wajah Anda saat berbicara;
14. Mengakui bahwa hard-of-mendengar orang mendengar dan
memahami kurang baik ketika mereka lelah atau sakit;
15. Mengurangi atau menghilangkan kebisingan latar belakang
sebanyak mungkin ketika melakukan pembicaraan;

13
16. Bicaralah dengan cara yang normal tanpa berteriak. Melihat
bahwa lampu tidak bersinar di mata orang tuna rungu;
17. Jika seseorang telah memahami sesuatu kesulitan, menemukan
cara yang berbeda untuk mengatakan hal yang sama, bukan
mengulangi kata-kata asli berulang;
18. Gunakan sederhana, kalimat singkat untuk membuat percakapan
anda lebih mudah untuk mengerti;
19. Menulis pesan jika perlu; Biarkan waktu yang cukup untuk
berkomunikasi dengan orang gangguan pendengaran. Berada di
terburu-buru akan senyawa's stres semua orang dan menciptakan
hambatan untuk memiliki percakapan yang berarti.
B. Autisme
Individu ASD (Autism Spektrum Disorder) mengalami kesulitan
dalam menggunakan bahasa dan berbicara, sehingga mereka sulit
melakukan komunikasi dengan orang-orang di sekitarnya. Oleh karena itu
diperlukan alternative berkomunikasi selain dengan verbal bagi mereka
sehingga kesempatan orang autis untuk melakukan interaksi dapat
dilakukan dan secara tidak langsung pula mereka dapat bereksplorasi
terhadap lingkungan secara timbal balik meskipun tidak menggunakan
verbal atau yang disebut bicara. Komunikasi alternatif adalah teknik-
teknik yang menggantikan komunikasi lisan bagi individu yang
mengalami hambatan dalam bicara atau tidak mampu berkomunikasi
melalui bahasa lisan. Sedangkan Komunikasi augmentatif adalah kaidah-
kaidah dan peralatan/media yang dapat meningkatkan kemampuan
komunikasi verbal dalam kenyataan hidup sehari-hari.
Untuk mengatasi masalah seoseorang yang tidak bisa atau tidak
mau bicara tersebut didesain suatu alat yang disebut Augmentative and
alternative communication (AAC) adalah media dan metode serta cara
yang digunakan oleh individu yang mengalami hambatan dalam
berkomunikasi agar dapat berkomunikasi dengan baik dan lancar dengan
orang di sekitarnya. Sistem ini berupa aplikasi gambar yang memudahkan

14
penderiata ASD dan orang tua melakukan komunikasi dan memudakan
dalam melakukan aktifitas sehari-hari. Sistem aplikasi ACC sebagai suatu
sistem multimodal yang terdiri dari empat komponen yang dapat
digunakan dalam berbagai kombinasi untuk meningkatkan kemampuan
berkomunikasi pada individu dengan ASD. Augmentative and Alternative
Communication (AAC) merupakan alat yang digunakan dalam melakukan
komunikasi pada anak dengan berkebutuhan khusus seperti pada seseorang
dengan autism. Komunikasi dapat diberikan berupa gambar atau kata-kata
dengan memperhatikan komponen AAC yang meliputi:
1. Teknik komunikasi
2. Sistem symbol
3. Kemampuan berkomunikasi.

Pada seseorang dengan autism sering mengalami kesulitan dalam


berbicara khususnya dengan autism spektrum disorder (ASD). Kurang
lebih sekitar 50% dari anak autis tidak berbicara, mereka cenderung sangat
visual. Di beberapa Negara berkembang sekolah khusus dengan seseorang
autism telah menggunakan dan memasukkan program AAC visual yang
baik menggunakan komunikasi visual atau suara-output bantuan
komunikasi atau disebut juga dengan istilah voice-output communication
aid (VOCAs).
Perangkat Elektronik Augmentative and Alternative
Communication (AAC) merupakan alat yang dibuat sangat menarik bagi
individu dan memberikan motivasi untuk berpartisipasi dan fokus pada
berbagai keterampilan dan kegiatan selama di lingkungan. Setiap jenis
sistem representasi visual dapat ditempatkan pada perangkat output suara
sederhana untuk seseorang untuk mengakses dengan dorongan sederhana
dari sebuah Sebagian besar perangkat ini dioperasikan dengan baterai dan
mudah dioperasikan untuk merekam pesan “tombol.” Sistem
Augmentative and Alternative Communication (AAC) dalam bentuk
software juga dirancang untuk dapat membantu seseorang yang

15
berkebutuhan khusus yang telah mencoba program pengembangan bahasa
tapi masih merasa sulit untuk berbicara dengan cara yang dimengerti.
ACC dapat menjadi cara yang efektif bagi seseorang untuk belajar
kata-kata awal karena mereka menaruh kata yang diucapkan bersama-
sama dengan gambar atau isyarat yang mewakili kata itu - misalnya,
dengan mengatakan ‘apel’ dan menahan gambar apel. Menggunakan
prompt visual dapat mendorong seseorang yang berkebutuhan khusus
untuk melakukan kontak mata dengan mendapatkan perhatian mereka.
Kontak mata adalah bagian penting dari komunikasi dan seringkali perlu
diajarkan kepada seseorang dengan ASD. Sistem software AAC dapat
mengurangi stres bagi keluarga dan seseorang yang berkebutuah khusus
karena keluarga dapat memahami perilaku seseorang dengan ASD.

C. Tuna Grahita
Komunikasi sangat penting bagi setiap manusia, bahkan bagi
seseorang yang retardasi mental sekalipun. Namun berbagai halangan fisik
dan mental membuat seseorang ini menghadapi kesulitan untuk
mempelajari keterampilan berkomunikasi, sehingga mereka pun
kesulitan untuk berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya. Pada
seseorang tersebut memiliki kemampuan di bawah rata-rata dengan
kemampuan intelegensi yang amat rendah, bahkan jika diukur tes
intelegensi hanya berada di bawah 80 sehingga besar kemungkinan
seseorang tersebut sangat rendah kemampuan berbahasa karena
dipengaruhi kemampuan intelegensi dalam menangkap dan merekam
informasi yang berkaitan bahasa, baik kosa kata maupun kemampuan
dalam mengucapkannya. Kondisi semakin sulit ketika lingkungan
sosialpun tidak berusaha untuk memberikan keterampilan berkomunikasi
yang fungsional bagi seseorang retardasi mental. Kondisi retardasi mental
telah menempatkan seseorang tersebut berada pada kondisi yang sulit
untuk mempelajari keterampilan komunikasi yang kompleks, seperti

16
menggunakan ucapan dan tulisan. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan
oleh Eny Indriani tentang Penggunaan PECS untuk Meningkatkan
Kemampuan Berkomunikasi pada Seseorang Retardasi Mental dengan
Gangguan Komunikasi, menjelaskan tentang peran medium komunikasi
yang dianggap paling sederhana, yaitu menggunakan gambar sebagai alat
pertukaran pesan. Picture Exchange Communication System (PECS) atau
dalam bahasa Indonesia berarti sistem berkomunikasi dengan gambar,
diyakini oleh beberapa peneliti terdahulu sebagai cara yang efektif untuk
meningkatkan keterampilan berkomunikasi pada beberapa kelompok.
Berdasarkan hasil penelitian aksi (action research) yang dilakukan
terhadap anak retardasi mental yang mengalami gangguan berkomunikasi
diperoleh hasil bahwa dengan menggunakan Picture Exchange
Communication System (PECS) sebagai alat bantu dalam melakukan
intervensi kepada subjek penelitian di temukan bahwa PECS terbukti
dapat meningkatkan aspek ekspresif kemampuan berkomunikasi seseorang
retardasi mental. Sementara itu, PECS belum berhasil meningkatan aspek
reseptif kemampuan berkomunikasi.
Keluarga seseorang yang berkebutuhan khusus, apakah tunagrahita
atau dengan hambatan lainnya, sering merasakan bahwa bicara adalah
kebutuhan yang sangat tinggi. Dalam kenyataannya, bagi seseorang
tersebut untuk belajar bicara, prioritas pertama biasanya meningkatkan
kemampuan dan keinginan mereka untuk berkomunikasi. Suatu saat anak
mengembangkan kebiasaan berkomunikasi, kebiasaan itu menjadi lebih
mudah untuk memecahkan masalah bicara atau bahasa. Keluarga
sebaiknya mendorong seseorang yang berkebutuah khusus untuk
berkomunikasi sebanyak mungkin, apakah yang diucapkan dimengerti,
dan sebaiknya merespon sewajarnya ketika mereka mencoba untuk
berkomunikasi. Keluarga sebaiknya siap untuk mendorong komunikasi
setiap saat dalam sehari, selama semua aktivitas seseorang yang
berkebutuah khusus, tidak hanya dari pelajaran bahasa yang telah
dirancang. Banyak seseorang tunagrahita dapat belajar bicara dengan cara

17
yang sama seperti pada seseorang pada umumnya, tetapi mereka
belajarnya lebih lambat. Mereka memerlukan banyak dorongan dengan
cara yang sewajarnya sesuai tingkat perkembangan mereka.
Perkembangan bahasa mereka terlambat tetapi tidak luar biasa. Beberapa
mempunyai masalah dengan beberapa keterampilan bahasa permulaan,
seperti imitasi, yang memerlukan latihan khusus.
Banyak orang tunagrahita juga mengalami kehilangan
pendengaran, yang akan mempengaruhi perkembangan bicara dan
keterampilan bahasa. Beberapa dari mereka, kehilangan pendengaran
dapat menjadi permanen. Pada yang lain, kehilangan pendengaran dapat
terjadi karena radang selaput lendir di hidung dan tenggorok atau infeksi
pendengaran yang berlangsung lama. Dalam implementasinya, keluarga
maupun individu yang berada di sekitar orang yang berkebutuhan khusus
harus mengobservasi orang yang berkebutuah khusus dan melihat
beberapa jenis pesan yang dicoba oleh individu untuk dikomunikasikan,
dan apakah dia menggunakan isyarat gerak tubuh, suara atau kata-kata.
Keluarga atau siapapun yang bersama seseorang berkebutuhan khusus juga
perlu mengetahui apakah seseorang berkebutuhan khusus mampu untuk
memulai komunikasai atas keinginannnya sendiri, atau apakah dia
berkomunikasi hanya merespon pertanyaan orang lain. Ketika kita
mengetahui bagaimana setiap orang berkomunikasi secara individual, ada
tiga kemungkinan yang biasa dilakukan, yaitu:
1. Memungkinkan orang itu mengkomunikasikan lebih banyak jenis
pesan.
2. Untuk mengajar dia keduanya yaitu merespon pada yang lain dan
juga mendorong seseorang mulai suatu percakapan.
3. Untuk mengajar keterampilan komunikasi yang lebih tinggi,
misalnya: biasanya orang lain itu dapat lebih mudah memahami
dan itu dapat digunakan untuk mengkomunikasikan gagasan yang
lebih kompleks, seperti mengemukakan keinginan untuk
memulainya, keluarga atau orang sekitar dapat meminta seseorang

18
yang berkebutuhan khusus untuk mengemukakan sejumlah jenis
pesan yang seseorang yang berkebutuhan khusus coba untuk
komunikasikan.

Urutan melakukan ini diperlukan cara yang bisa membuat seseorang


yang berkebutuah khusus berminat untuk berkomunikasi. Bayi kecil
menyampaikan keinginannya dengan spontan, misal: tanpa memikirkan
yang sedang dilakukan. Setelah beberapa bulan, bayi yang normal itu
mengemukakan dengan sengaja. Perubahan itu terjadi karena bayi itu
belajar berhubungan dengan orang lain. Dia mulai mengetahui bahwa, dia
bisa merubah situasinya dengan komunikasi, contoh: saat seseorang yang
berkebutuah khusus dapat menerima orang lain untuk melakukan sesuatu
untuk dia yang dia tidak dapat lakukan sendiri. Oleh karena itu, seseorang
yang berkebutuhan khusus yang tidak dapat berkomunikasi, pertama harus
dibantu untuk berhubungan dengan orang lain dan untuk menyadari bahwa
komunikasi mereka banyak dipengaruhi berbagai hal dan orang di
sekitarnya. Keluarga dapat membantu seorang yang berkebutuhan khusus
untuk berhubungan dengan orang lain melalui bermain dengannya seperti
menggunakan beberapa stimulasi berupa kontak fisik seperti: menggelitik,
memeluk, mengayun-ayunkan, memantul dengan lutut, dengan ketawa
keras dan banyak kontak mata.
Belajar meniru (imitasi) apa yang orang lain lakukan atau katakana
merupakan suatu keterampilan yang penting untuk berkomunikasi, bahasa,
dan bicara. Seorang sangat mudah belajar meniru tindakan. Ketika
seseorang itu melakukan suatu tindakan seperti meregangkan lengannya,
atau menggosok hidungnya, keluarga sebaiknya menirunya. Bila anak
mengulang tindakan itu, hendaknya sebagai keluarga lansung member
respon yang positif seperti member hadiah sebagai upaya pengutan
perilaku bagi mereka, sebagaimana yang di perkenalkan dalam teori
psikologi Behavioristik.. Beberapa suara yang dihasilkan oleh seseorang
yang berkebutuah khusus, keluarga mengulang dengan cara yang sama.

19
Saat keluarga meniru apa yang dilakukan keluarga atau orang disekitarnya,
hendaknya ada upaya untuk menghargai atas usahanya untuk menirukan
perilaku tersebut.
Maka seseorang berkebutuhan khusus akan belajar bahwa meniru
adalah suatu kegiatan yang baik. Seseorang yang lebih tua akan belajar
keterampilan meniru dengan lebih sulit hingga dia dapat meniru kata dan
kalimat yang kompleks. Sering seorang yang berkebutuah khusus seperti
meniru suara binatang atau suara mobil sebelum dia dapat mengucapkan
kata- kata yang nyata. Aktivitas ini dapat dilakukan dengan sekelompok
orang yang beberapa telah dapat membuat bunyi dengan lebih mudah.
seseorang yang berkebutuah khusus yang masih sedang belajar kemudian
akan ikut serta dengan lebih baik.
Namun yang tidak dapat diabaikan disini adalah dari kesemua model
komunikasi yang di tawarkan pada anak berkebutuhan khusus, elemen
perhatian dan kasih sayanglah yang paling berkontribusi besar dalam
membentuk kemampuan komunikasi mereka. Menurut Bettelheim, dalam
terapi yang telah berhasil diberikan pada anak autis sehingga ia mampu
memiliki kemampuan komunikasi yang mendekati kemampuan orang
normal ada beberapa unsur yang sangat berpengaruh yakni;
1. Banyaknya cinta dan perhatian,
2. Membangun kepercayaan bahwa mereka mampu melangkah
menuju tindakan otonom mereka sendiri,
3. Menguatkan penghargaan dalam setiap kemajuan yang mereka
capai,
4. Hendaknya komunikasi yang dibangun dengan mereka
menonjolkan usaha kita untuk memahami pengalaman unik
mereka (Crain, 2007).
Dengan ke empat sikap yang di kukuhkan dalam setiap komunikasi
dengan seseorang yang berkebuthan khusus, maka akan dapat dibangun
kepercayaan diri dari mereka sehingga dapat mendukung dinamika

20
kehidupan mereka baik dalam melakukan adaptasi maupun aktualisasi
secara mandiri.

D. Tuna Netra
Tuna netra adalah suatu kondisi seseorang yang mengalami
gagguan atau hambatan dalam indra penglihatannya. Berdasar tingkat
gangguannya Tuna netra dibagi menjadi dua yaitu buta total (total blind)
dan yang masih memiliki sisa penglihatan ( Low Visioan) . Tuna netra
memiliki alat bantu khusus yaitu tongkat yang berwarna putih dengan
garis merah horizontal.
Dengan memiliki kekurangan itu penyandang tunanetra berusaha
untuk memaksimalkan fungsi indra-indra yang lain seperti indra peraba,
penciuman, pendengaran agar para penyandang tunanetra ini setidaknya
bisa memiliki kemampuan yang sama dengan orang normal lainnya.
Komunikasi yang dilakukan harus mengoptimalkan fungsi
pendengaran dan sentuhan karena fungsi penglihatan sedapat mungkin
harus digantikan oleh informasi yang dapat ditransfer melalui indra yang
lain.
Berikut adalah teknik-teknik yang diperhatikan selama
berkomunikasi dengan klien yang mengalami gangguan penglihatan:
1. Sedapat mungkin ambil posisi yang dapat dilihat klien bila ia
mengalami kebutaan parsial atau sampaikan secara verbal
keberadaan / kehadiran kita ketika berada didekatnya
2. Identifikasi diri kita dengan menyebutkan nama (dan peran) kita
Berbicara menggunakan nada suara normal karena kondisi klien
tidak memungkinkanya menerima pesan verbal secara visual.
3. Nada suara kita memegang peranan besar dan bermakna bagi
klien
4. Terangkan alasan kita menyentuh atau mengucapkan kata – kata
sebelum melakukan sentuhan pada klien

21
5. Informasikan kepada klien ketika kita akan meninggalkanya /
memutus komunikasi
6. Orientasikan klien dengan suara – suara yang terdengar
disekitarnya
7. Orientasikan klien pada lingkungannya bila klien dipindah ke
lingkungan / ruangan yang baru.
Untuk membantu tunanetra beraktivitas di sekolah luar biasa mereka
belajar mengenai Orientasi dan Mobilitas. Orientasi dan Mobilitas
diantaranya mempelajari bagaimana tunanetra mengetahui tempat dan arah
serta bagaimana menggunakan tongkat putih (tongkat khusus tunanetra
yang terbuat dari alumunium). Dalam melakukan komunikasi terapeutik
dengan pasien dengan gangguan sensori penglihatan, perawat dituntut
untuk menjadi komunikator yang baik sehingga terjalin hubungan
terapeutik yang efektif antara perawat dan klien, untuk itu syarat yang
harus dimiliki oleh perawat dalam berkomunikasi dengan pasien dengan
gangguan sensori penglihatan adalah :
1. Adanya kesiapan artinya pesan atau informasi, cara penyampaian,
dan saluarannya harus dipersiapkan terlebih dahulu secara matang.
2. Kesungguhan artinya apapun ujud dari pesan atau informasi
tersebut tetap harus disampaikan secara sungguh-sungguh atau
serius.
3. Ketulusan artinya sebelum individu memberikan informasi atau
pesan kepada indiviu lain pemberi informasi harus merasa yakin
bahwa apa yang disampaikan itu merupakan sesuatu yang baik dan
memang perlu serta berguna untuk sipasien.
4. Kepercayaan diri artinya jika perawat mempunyai kepercayaan
diri maka hal ini akan sangat berpengaruh pada cara
penyampaiannya kepada pasien.
5. Ketenangan artinya sebaik apapun dan sejelek apapun yang akan
disampaikan, perawat harus bersifat tenang, tidak emosi maupun

22
memancing emosi pasien, karena dengan adanya ketenangan maka
iinformasi akan lebih jelas baik dan lancar.
6. Keramahan artinya bahwa keramahan ini merupakan kunci sukses
dari kegiatan komunikasi, karena dengan keramahan yang tulus
tanpa dibuat-buat akan menimbulkan perasaan tenang, senang dan
aman bagi penerima.
7. Kesederhanaan artinya di dalam penyampaian informasi,
sebaiknya dibuat sederhana baik bahasa, pengungkapan dan
penyampaiannya. Meskipun informasi itu panjang dan rumit akan
tetapi kalau diberikan secara sederhana, berurutan dan jelas maka
akan memberikan kejelasan informasi dengan baik.
Agar komunikasi dengan pasien dengan gangguan sensori penglihatan
dapat berjalan lancar dan mencapai sasarannya, maka perlu juga
diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Dalam berkomunikasi pertimbangkan isi dan nada suara
2. Periksa lingkungan fisik
3. Perlu adanya ide yang jelas sebelum berkomunikasi
4. Komunikasikan pesan secara singkat
5. Komunikasikan hal-hal yang berharga saja.
6. Dalam merencanakan komunikasi, berkonsultasilah dengan pihak
lain agar memperoleh dukungan.

Tiap klien tidak sama oleh karena itu diperlukan penerapan teknik
berkomunikasi yang berbeda pula, diantaranya adalah :
1. Mendengarkan dengan penuh perhatian
Berusaha mendengarkan klien menyampaikan pesan non-verbal
bahwa perawat perhatian terhadap kebutuhan dan masalah klien.
Mendengarkan dengan penuh perhatian merupakan upaya untuk
mengerti seluruh pesan verbal dan non-verbal yang sedang
dikomunikasikan.

23
2. Menunjukkan penerimaan
Menerima tidak berarti menyetujui. Menerima berarti bersedia
untuk mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan keraguan atau
tidak setuju.

3. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan


Tujuan perawat bertanya adalah untuk mendapatkan informasi
yang spesifik mengenai klien.

4. Mengulang ucapan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri.


Dengan mengulang kembali ucapan klien, perawat memberikan
umpan balik sehingga klien mengetahui bahwa pesannya dimengerti
dan mengharapkan komunikasi berlanjut.

5. Klarifikasi
Apabila terjadi kesalah pahaman, perawat perlu menghentikan
pembicaraan untuk mengklarifikasi dengan menyamakan pengertian,
karena informasi sangat penting dalam memberikan pelayanan
keperawatan.

6. Memfokuskan
Metode ini dilakukan dengan tujuan membatasi bahan pembicaraan
sehingga lebih spesifik dan dimengerti.

7. Menawarkan informasi
Memberikan tambahan informasi merupakan pendidikan kesehatan
bagi klien. Selain ini akan menambah rasa percaya klien terhadap
perawat.

24
8. Diam
Diam memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk
mengorganisir pikirannya. Diam memungkinkan klien untuk
berkomunikasi terhadap dirinya sendiri, mengorganisir pikirannya, dan
memproses informasi.

9. Meringkas
Meringkas adalah pengulangan ide utama yang telah
dikomunikasikan secara singkat. Metode ini bermanfaat untuk
membantu topik yang telah dibahas sebelum meneruskan pada
pembicaraan berikutnya.

10. Memberikan penghargaan


Memberi salam pada klien dengan menyebut namanya,
menunjukkan kesadaran tentang perubahan yang terjadi menghargai
klien sebagai manusia seutuhnya yang mempunyai hak dan tanggung
jawab atas dirinya sendiri sebagai individu.

11. Menawarkan diri


Seringkali perawat hanya menawarkan kehadirannya, rasa tertarik,
tehnik komunikasi ini harus dilakukan tanpa pamrih.

12. Menganjurkan klien unutk menguraikan persepsinya


Apabila perawat ingin mengerti klien, maka ia harus melihat segala
sesungguhnya dari perspektif klien.

E. Tuna Wicara
Indra wicara merupakan organ kompleks yang terdiri atas sistem
saraf pengatur wicara pada korteks serebri, pusat pengatur pernafasan di
pons, struktur mulut dan tenggorok, serta paru-paru sebagai pensuplai
udara yang digunakan untuk menghasilkan suara. Sebenarnya suara yang

25
timbul dari mulut kita merupakan udara yang dihembuskan paru-paru
melewati pita suara sehingga dihasilkan suara. Proses ini disebut vonasi.
Suara yang muncul akibat getaran pita suara masih merupakan suara murni
sehingga terdengar seperti suara “aaaa”. Suara yang muncul dari
tenggorok selajutnya dipantulkan melalui langit-langit (palatal), lidah
(lingual) dan bibir (labial), yang kemudian membentuk susunan vokal dan
konsonan serta membentuk kata-kata kompleks. Proses ini disebut
artikulasi.
Gangguan wicara dapat terjadi akibat kerusakan organ lingual,
kerusakan pita suara, ataupun gangguan persyarafan. Berkomunikasi
dengan klien dengan gangguan wicara memerlukan kesabaran supaya
pesan dapat dikirim dan ditangkap dengan benar. Klien yang mengalami
gangguan wicara umumnya telah belajar berkomunikasi dengan
menggunakan bahasa isyarat atau menggunakan tulisan dan gambar.

Pada saat berkomunikasi dengan klien dengan gangguan wicara,


hal-hal berikut perlu diperhatikan :
1. Perawat benar-benar dapat memperhatikan mimik dan gerak bibir
klien.
2. Usahakan memperjelas hal yang disampaikan dengan mengulang
kembali kata-kata yang diucapkan klien.
3. Mengendalikan pembicaraan supaya tidak membahas terlalu
banyak topik.
4. Mengendalikan pembicaraan sehingga menjadi lebih rileks dan
pelan.
5. Memperhatikan setiap detail komunikasi sehingga pesan dapat
diterima dengan baik.
6. Apabila perlu, gunakan bahasa tulisan dan simbol.
7. Apabila memungkinkan, hadirkan orang yang terbiasa
berkomunikasi lisan dengan klien untuk menjadi mediator
komunikasi.

26
Teknik dalam berkomunikasi dengan klien gangguan wicara :
1. Dengarkan dengan penuh perhatian, kessabaran, dan jagan
menginterupsi
2. Ajukan pertanyaan sederhana yang hanya membutuhkan jawaban
“ya” dan “tidak”.
3. Berikan waktu untuk terbentuknya pemahaman dan respon.
4. Gunakan petunjuk visual ( kata-kata, gambar, dan objek ) jika
mungkin.
5. Hanya ijinkan satu orang untuk berbicara pada satu waktu.
6. Jangan berteriak atau berbicara terlalu keras, Beritahu klien jika
anda tidak mengerti.
7. Bekerja sama dengan ahli terapi bicara jika dibutuhkan.
Alat bantu yang digunakan untuk berkomunikasi dengan klien gangguan
wicara :
1. Papan tulis dan spidol
2. Papan komunikasi dengan kata, huruf, atau gambar yang umum
untuk menunjukkan kebutuhan dasar, alarm pemanggil, bahasa
isyarat
3. Penggunaan kedipan mata atau gerakan jari untuk respon
sederhana ( “ya” dan “tidak” )

27

Anda mungkin juga menyukai