Anda di halaman 1dari 73

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kementerian kesehatan RI merilis laporan target Millenium Development Goals

(MDG)-1 dibidang kesehatan yang terkait dengan kemiskinan dan kelaparan.

Target paling paling menentukan adalah prevalensi gizi kurang dan gizi buruk. Prevalensi

Gizi Kurang telah menurun secara signifikan, dari 31.0 % pada tahun 1989 menjadi 17.9 %

pada tahun 2010. Dalam pada itu prevalensi gizi buruk turun dari 12.8% pada tahun 1995

menjadi 4.9 % pada tahun 2010. Menteri Kesehatan mengatakan, berbagai upaya perbaikan

gizi masyarakat melalui kegiatan yang mencakup peningkatan program ASI Ekslusif, upaya

penanggulangan gizi mikro melalui pemberian Vitamin A, Taburia, tablet besi bagi bumil,

dan iodisasi garam serta tata laksana kasus gizi buruk dan gizi kurang.

Pertumbuhan seorang anak bukan hanya sekedar gambaran perubahan antopometri

(berat badan, tinggi badan/ ukuran tubuh lainnya) dari waktu ke waktu, tetapi lebih dari itu

memberikan gambaran tentang perkembangan keadaan keseimbangan antara asupan dan

kebutuhan zat gizi seorang anak untuk proses biologis termasuk untuk tumbuh dan

berkembang. Status gizi seorang balita dapat dilihat dari peningkatan berat badannya, dimana

status gizi tersebut dipengaruhi oleh perilaku. Perilaku seseorang dalam hal ini adalah

perilaku konsumsi dari Ibu Rumah Tangga dalam menentukan dan memilih kebutuhan nutrisi

untuk bayinya.

Salah satu tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan status gizi yang

diarahkan pada peningkatan kecerdasan, produktivitas, prestasi kerja serta penurunan angka
2

penderita gizi kurang dan gizi lebih. Status gizi, angka kelahiran, kesakitan dan kematian

merupakan indikator utama kesehatan dan kualitas manusia.

UNICEF menyatakan 30 ribu kematian bayi di Indonesia dan 10 juta kematian anak

balita di dunia tiap tahun bisa dicegah melalui pemberian ASI secara eksklusif selama enam

bulan sejak tanggal kelahirannya tanpa harus memberikan makanan serta minuman tambahan

kepada bayi. bukti ilmiah yang dikeluarkan oleh jurnal Paediatrics pada 2006. Terungkap

data bahwa bayi yang diberi susu formula memiliki kemungkinan meninggal dunia pada

bulan pertama kelahirannya. Dan peluang itu 25 kali lebih tinggi daripada bayi yang disusui

oleh ibunya secara eksklusif. Banyaknya kasus kurang gizi pada anak-anak berusia di bawah

2 tahun yang sempat melanda beberapa wilayah Indonesia dapat diminimalisasi melalui

pemberian ASI secara eksklusif. Karena itu, sudah sewajarnya ASI eksklusif dijadikan

prioritas program di negara berkembang ini.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Amalia Sari

Gumelar mengatakan, tingkat pemberian air susu ibu di Indonesia masih rendah. Menteri

menjelaskan, menurut data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada tahun 2007-2008

cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi usia nol hingga enam bulan di Indonesia

menunjukkan penurunan dari 62,2 persen pada 2007 menjadi 56,2 persen pada 2008.

Sedangkan cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi sampai enam bulan turun dari 28,6

persen pada 2007 menjadi 24,3 persen pada 2008, sementara jumlah bayi di bawah enam

bulan yang diberi susu formula meningkat dari 16,7 persen pada 2002 menjadi 27,9 persen

pada 2003, Karena itu kami mengeluarkan Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan

Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 3 Tahun 2010 tentang Penerapan Sepuluh

Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui sepuluh langkah menuju keberhasilan menyusui


3

akan menegaskan kembali bahwa keberhasilan Ibu dalam menyusui membutuhkan dukungan

dan komitmen semua pihak.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh MRC Childhood Nutrition

Research Centre di University College London,Inggris Pada 21 Mei 2020 diperoleh

keterangan bahwa anak dapat mengalami obesitas pada usia 5 tahun karena susu formula. Hal

ini juga dapat memicu gangguan kesehatan bagi bayi anda mulai jantung hingga diabetes.

Penelitian ini juga melibatkan bayi-bayi di rumah sakit daerah Cambridge, Nottingham,

Leicester dan Glasgow, Inggris.Bayi yang diberikan banyak susu formula cenderung obesitas

pada usia lima tahun.

Selama kurun waktu 20 tahun angka kematian bayi (AKB) telah diturunkan secara

tajam, namun AKB menurut SDKI 2002-2003 adalah 35 per 1000 KH. Angka tersebut masih

tinggi dan saat ini mengalami penurunan secara lambat. Dalam Rencana Pembangunan

jangka panjang Menengah Nasional (RPJMN) salah satu sasarannya adalah menurunkan

AKB dari 35 1000 KH menjadi 26 per 1000 KH pada tahun 2009. Oleh karena itu perlu

dilakukan intervensi terhadap masalah-masalah penyebab kematian bayi untuk mendukung

upaya percepatan penurunan AKB di indonesia.

Dalam beberapa tahun terakhir AKB di Jawa Timur mengalami penurunan, dari 36,65

per 1.000 kelahiran hidup (tahun 2005) menjadi 31,28 per 1.000 kelahiran hidup (tahun

2010). Apabila diperhatikan menurut jenis kelamin, angka kematian bayi pada laki-laki selalu

lebih tinggi dibandingkan dengan bayi perempuan, yaitu 35,72 untuk bayi laki-laki dan 26,62

bayi perempuan pada tahun 2010. Angka-angka ini harus terus diupayakan lagi untuk turun

meskipun angka yang dicapai sudah cukup baik, karena menurunnya AKB merupakan

gambaran adanya peningkatan dalam kualitas hidup dan pelayanan kesehatan masyarakat.

Hal ini seringkali dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilan di bidang kesehatan di Jawa
4

Timur. Turunnya angka kematian bayi ini antara lain didukung karena adanya peningkatan

penolong persalinan oleh tenaga medis, keberhasilan program KB, peningkatan pelayanan

dan penyediaan fasilitas kesehatan yang telah dilakukan oleh pemerintah, seiring itu pula

semakin baiknya pengetahuan masyarakat akan kesehatan. Ada 19 kabupaten/kota yang

AKB-nya telah lebih baik dari angka yang ingin dicapai Jawa Timur pada tahun 2010

(31,28).

Di Ngawi, AKB mencapai 36,62 per 1000 kelahiran. AKB Ngawi ini sudah di bawah

angka nasional yang mencapai 40 per 1000 kelahiran. Sementara target dari Millenium

Development Goal’s mencapai 11 per 1000 kelahiran di tahun 2015. Pertambahan

Berat Badan yang dikategorikan normal dibagi menjadi beberapa tahapan. Pada triwulan

pertama, pertambahan Berat Badan sekitar 150-250 gram per bulan. Pada triwulan kedua

sekitar 500-600 gram per bulan, sedangkan pada triwulan ketiga mencapai 350-450 gram per

bulan. Lalu, pada triwulan keempat pertambahan Berat Badan berkisar antara 250-350 gram

per bulan. Dari patokan di atas terlihat kalau dalam 3 bulan pertama setelah lahir,

pertambahan Berat Badan berlangsung biasa-biasa saja. Kemudian, pada usia 3-6 bulan

pertambahan Berat Badan terkesan melesat, dan mulai melambat saat usia di atas 6 bulan.

Berdasarkan study pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 1 Maret 2020 terhadap

20 orang ibu yang mempunyai balita melalui observasi Kartu Menuju Sehat (KMS)

pertumbuhan bayi di Puskesmas Tambakboyo Menujukan Bayi yang mendapatkan ASI

Ekslusif memiliki Berat Badan Normal terdapat 8 bayi (40%) dan Bayi yang memiliki berat

badan tidak normal terdapat 1 bayi (5%), dan Bayi yang mendapatkan Susu Formula

memiliki Berat Badan Normal terdapat 1 bayi (5%) dan Bayi yang memiliki berat badan

tidak normal terdapat 10 Bayi (50%). Dari data tersebut menunjukan bayi yang memiliki

berat badan tidak normal mengalami obesitas sebanyak (50%) dan Gizi Buruk (5%) dan
5

terdapat berbagai masalah yaitu Pada Pernafasan, infeksi saluran pencernaan, dan

terlambatnya Perkembangan pada bayi.

Penyebab Teoritis dari bayi yang obesitas adalah faktor keturunan, Ibu yang obesitas,

Pertambahan berat badan ibu pada waktu hamil yang berlebihan, Ibu diahetes/pradiahetes

dan Penyebab Praktisi yaitu Bayi yang minum susu formula yang selalu dipaksakan oleh

ibunya, bahwa setiap kali minum harus habis. Kebiasaan untuk memberikan minuman /

makanan setiap kali anak menangis. Pemberian makanan tambahan tinggi kalori pada usia

yang terlalu dini. Jenis susu yang diherikan osinolaritasnya tinggi (terlalu kental, terlalu

manis, kalorinya tinggi), sehingga bayi selalu haus/minta minum.

Dampak Makro yaitu Obesitas pada masa Bayi berisiko tinggi menjadi obesitas

dimasa dewasa dan berpotensi mengalami penyakit metabolik dan penyakit degeneratif

dikemudian hari. berisiko mengalami gangguan ortopedik, penyakit kardiovaskuler, Diabetes

Mellitus tipe 2, Obstruktive Sleep Apnea, Gangguan Ortopedik​, Pseudotumor Serebri,

Dampak Mikro yaitu. Pada bayi, obesitas merupakan resiko terjadinya infeksi saluran

pernafasan bagian bawah, karena terbatasnya kapasitas paru-paru. Adanya hipertrofi tonsil

dan adenoid akan mengakibatkan obstruksi saluran nafas bagian atas, sehingga

mengakibatkan anoksia dan saturasi oksigen rendah, yang disebut sindrom Chubby Puffer.

Obstruksi kronis saluran pernafasan dengan hipertrofi tonsil dan adenoid, dapat

mengakibatkan gangguan tidur, gejala-gejala jantung dan kadar oksigen dalam darah yang

​ rinsip dari tatalaksana obesitas adalah


abnormal. Keluhan lainnya adalah nafas yang pendek P

mengurangi asupan energi serta meningkatkan keluaran energi, dengan cara pengaturan diet,

peningkatan aktifitas fisik, dan mengubah/ modifikasi pola hidup

Berdasarkan survey pendahuluan yang menunjukkan adanya bayi yang obesitas

tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang perbedaan pertumbuhan
6

Berat Badan bayi usia 0–6 bulan antara yang mendapat ASI eksklusif dengan susu formula di

Puskesmas Tambakboyo Kecamatan Mantingan Kabupaten Ngawi. Dengan harapan hasil

penelitian ini dapat bermanfaat untuk ibu – ibu rumah tangga dalam menentukan dan memilih

kebutuhan nutrisi yang tepat untuk bayinya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, dengan demikian dapat dirumuskan

suatu permasalahan yaitu adakah perbedaan pertumbuhan berat badan bayi usia 0 – 6

bulan antara yang mendapat ASI eksklusif dengan susu formula di Puskesmas

Tambakboyo Kecamatan Mantingan Kabupaten Ngawi tahun 2020?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Mengetahui perbedaan pertumbuhan Berat Badan bayi usia 0– 6 bulan antara

yang mendapat ASI eksklusif dengan susu formula di Puskesmas Tambakboyo

Kecamatan Mantingan Kabupaten Ngawi tahun 2020.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Mengidentifikasi pertumbuhan Berat Badan bayi yang mendapat ASI eksklusif di

Puskesmas Tambakboyo Kecamatan Mantingan Kabupaten Ngawi tahun 2020.

2. Mengidentifikasi pertumbuhan Berat Badan bayi yang mendapat susu formula di

Puskesmas Tambakboyo Kecamatan Mantingan Kabupaten Ngawi tahun 2020.

3. Menganalisa perbedaan pertumbuhan Berat Badan bayi usia 0-6 bulan antara yang

mendapat ASI eksklusif dengan susu formula di Puskesmas Tambakboyo

Kecamatan Mantingan Kabupaten Ngawi tahun 2020


7

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi tempat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi pada pihak yang

terkait dalam rangka untuk menentukan kebijakan dan intervensi gizi dalam upaya

memilih nutrisi yang tepat untuk bayi demi masa pertumbuhannya.

1.4.2 Bagi institusi pendidikan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi institusi pendidikan

khususnya bagi Akademi Kebidanan sebagai masukan menambah pengetahuan

tentang perbedaan pertumbuhan Berat Badan bayi usia 0-6 bulan antara yang

mendapat ASI eksklusif dengan susu formula.

1.4.3 Bagi peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan pembelajaran dalam hal

menganalisa tentang perbedaan pertumbuhan Berat Badan bayi usia 0-6 bulan antara

yang mendapat ASI eksklusif dengan susu formula dan peneliti dapat terjun secara

langsung dalam masyarakat untuk meneliti masalah tersebut diatas.

1.4.4 Bagi masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi pada masyarakat

tentang pentingnya pemilihan asupan nutrisi yang terbaik untuk bayi demi masa

pertumbuhannya.

1.4.5 Bagi penelitian selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan, wawasan dan ide

untuk melakukan penelitian selanjutnya tentang perbedaan pertumbuhan Berat Badan


8

bayi usia 0-6 bulan antara yang mendapat ASI eksklusif dengan yang mendapat susu

formula

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Gizi

2.1.1 Pengertian

Gizi (nutrisi) juga dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari perihal

makanan serta hubungannya dengan kesehatan (Ester. M, 2005: 4).

Gizi juga diartikan sebagai zat aktif yang terkandung dalam bahan makanan

(Tirtawinata. TC, 2006: 55).

2.1.2 Unsur – Unsur Gizi

Gizi/nutrisi dibagi menjadi 5 kelompok utama yaitu protein, lemak,

karbohidrat, vitamin, dan mineral (Varney. H, 2007: 94). Tapi ada juga sumber yang

menyebutkan bahwa air juga merupakan unsur gizi (Tirtawinata. TC, 2006: 55)

a. Protein

Komponen dasar sel dan dibutuhkan untuk pertumbuhan, penggantian, dan

perbaikan sel. Protein terdiri dari campuran senyawa organik yang dikenal sebagai
9

asam amino. Terdapat asam amino yang harus disediakan oleh makanan. Sumber

protein:

1. Protein hewani: daging, ikan, telur, dan produk susu.

2. Protein nabati: polong-polongan, kacang, dan biji-bijian.

b. Karbohidrat

1. Karbohidrat adalah sumber diet energi utama.

2. Sumber karbohidrat:

3. Biji-bijian, sayuran, buah dan gula.

c. Lemak

Lemak juga merupakan sumber energi dan memberi lebih banyak kalori

pergram daripada protein atau karbohidrat. Jenis-jenis lemak:

1. Kolesterol: zat seperti lemak, terdapat dalam semua jaringan binatang. Sumbernya

seperti daging dan telur.

2. Lemak jenuh: berasal dari sumber binatang dan tanaman seperti dalam lemak,

daging, kacang, produk susu, minyak kelapa, minyak kelapa sawit dan minyak

biji kelapa sawit.

3. Lemak tak jenuh ganda: ditemukan terutama dalam minyak sayur, seperti

bunga matahari, jagung, kacang kedelai.

4. Lemak tak jenuh tunggal: ditemukan terutama dalam minyak sayur seperti

olive, canola, kacang tanah.

d. Vitamin dan Mineral

1. Vitamin dan mineral merupakan zat organik yang digunakan oleh tubuh

sebagai katalis untuk reaksi metabolisme intra selular. Vitamin dibagi menjadi 2

golongan besar, yaitu:


10

a). Vitamin yang larut dalam lemak: vitamin A, D, E, K.

1. Sumber vitamin A: produk susu, kuning telur, wortel, sayuran hijau.

2. Sumber vitamin D: Produk susu, ikan.

3. Sumber vitamin E: Minyak sayur, biji-bijian.

4. Sumber vitamin K: sayuran berdaun hijau, margarin.

b). Vitamin yang larut dalam air: vitamin B, C.

1. Sumber vitamin B: gandum, daging, polong-polongan.

2. Sumber vitamin C: jeruk, tomat

2. Mineral yang dibutuhkan oleh tubuh di antaranya:

a. Asam folat, sumbernya: sayuran hijau, roti.

b. Kalsium, sumbernya: susu, keju.

c. Zat besi, sumbernya: susu, kuning telur.

d. Yodium, sumbernya: garam yodium.

e. Zink, sumbernya: makanan laut.

f. Air. Air merupakan unsur yang sangat vital dalam kehidupan, karena tanpa air

kelangsungan hidup tidak akan dapat bertahan.

2.1.3 Fungsi Gizi

Secara garis besar, fungsi keenam zat gizi untuk keperluan tubuh adalah

sebagai berikut (Tirtawinata. TC, 2006: 56):

a. Sebagai penghasil energi.

Zat gizi yang berperan sebagai penghasil energi adalah karbohidrat, lemak,

dan protein. Energi ini diperlukan untuk aktifitas sehari-hari, misalnya untuk

berjalan, mandi, menulis, bekerja, olahraga dan aktifitas fisik lainnya. Untuk
11

aktivitas internal tubuh sendiri diperlukan juga energi, yaitu untuk kerja

organ-organ tubuh misalnya detak jantung, pernapasan, dan pengaturan suhu

badan. Oleh karena itu, karbohidrat, lemak, dan protein disebut sebagai Zat

Tenaga.

b. Sebagai pembangun tubuh.

Zat gizi yang berfungsi sebagai pembangun tubuh (zat gizi yang membentuk

semua sel-sel jaringan baru untuk pertumbuhan serta mengganti jaringan yang

sudah rusak) adalah terutama protein, vitamin, mineral dan air. Dalam hal ini,

maka protein, vitamin, mineral dan air disebut sebagai Zat Pembangun.

c. Sebagai pengatur berbagai proses kimiawi dalam tubuh,

Zat gizi yang berfungsi sebagai pengatur berbagai proses kimiawi dalam tubuh

misalnya mengatur keseimbangan cairan, mengatur rangsangan pada sel-sel saraf

serta mengatur pembentukan tulang dan gigi adalah protein, vitamin, mineral dan

air. Zat gizi ini disebut juga sebagai Zat Pengatur.

d. sebagai pembentuk zat kekebalan tubuh atau imunitas yang bertugas dalam

mempertahankan tubuh terhadap serangan berbagai kuman penyakit.

2.1.4 Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Makanan

Ada 2 faktor yang mempengaruhi pemilihan makanan, yaitu faktor internal

dan faktor dan faktor ekternal (Barasi. ME, 2007: 22)

1. Faktor Internal

a. Faktor fisiologis

1. Rasa lapar: Kebutuhan untuk makan.


12

2. Rasa kenyang: Menghentikan asupan makanan, mencegah proses

makan selanjutnya.

b. Faktor Psikologis

1. Nafsu makan: Keinginan terhadap makanan tertentu, berdasarkan

pengalaman.

2. Aversi/pantangan: Menghindari makanan tertentu, berdasarkan

pengalaman masa lalu.

3. Preferensi/kesukaan: Dibentuk dari seringnya kontak dengan makanan

tersebut, dan proses belajar dini ( ketika pertama kali diperkenalkan pada

makanan). Mungkin juga berkaitan dengan perbedaan genetik dalam

kepekaan rasa.

4. Emosi: Makanan tertentu dikaitkan dengan emosi positif atau negatif.

5. Tipe kepribadian: Kepekaan terhadap pemicu eksternal dan internal yang

mempengaruhi asupan makanan.

2. Faktor Eksternal

1. Budaya

Budaya adalah penentu utama dari pemilihan makanan. Budaya

mendefinisikan apa yang dapat diterima sebagai makanan, dan mungkin

mengidentifikasi subkelompok mana yang dapat mengonsumsi makanan tersebut.

Misalnya, tidak semua makanan dianggap dianggap cocok untuk anak atau ibu

hamil (misalnya minuman beralkohol).

2. Agama

Beberapa agama di dunia memiliki peraturan tentang makanan

yang diperbolehkan dan kapan makanan tersebut boleh atau tidak boleh
13

dimakan.Penganut agama-agama ini membatasi pilihan makanan mereka, tetapi juga

memperoleh rasa identitas.

3. Keputusan Etis

Ada banyak keprihatinan mengenai cara pemeliharaan hewan

untuk dimakan dan cara bertani yang merusak lingkungan. Pendukung suatu

prinsip etika mungkin mengubah pilihan makanannya agar sesuai dengan prinsip

yang dianutnya.

4. Faktor Ekonomi

Semakin tinggi status ekonominya, semakin banyak jumlah dan

jenis makananyang dapat diperoleh. Sebaliknya, orang yang hidup dalam

kemiskinan atau berpenghasilan rendah memiliki kesempatan yang sangat

terbatas untuk memilih makanan.

5. Norma sosial

Perilaku yang dapat diterima oleh lingkup sosial seseorang, dalam

kaitannya dengan makanan berpengaruh kuat terhadap pemilihan

makanan. Hal ini ditunjukkan melalui tekanan oleh teman sebaya dan

memperkuat keyakinan orang tersebut tentang makanan.

6. Pendidikan/Kesadaran tentang Kesehatan

Faktor ini berasal dari lingkungan eksternal dan menentukan

besarnya perhatian terhadap hal-hal yang berkaitan dengan makanan dan

gizi, dan seberapa jauh masalah kesehatan menentukan pilihan makanan.

7. Media dan Periklanan

Kedua hal ini memberi informasi tentang beberapa makanan,

biasanya makanan yang diproses atau diproduksi di pabrik, dan mungkin


14

kurang baik nilai gizinya karena banyak mengandung lemak, garam, dan

gula. Semakin sering diiklankan, semakin dikenalilah produk tersebut dan

semakin banyak pula permintan akan produk tersebut.

2.1.5 Gizi Tidak Seimbang

Gizi tidak seimbang dibagi menjadi tiga, yaitu:

1. Gizi Lebih

Masalah ini disebabkan karena konsumsi makanan yang melebihi

dari yang dibutuhkan terutama konsumsi lemak yang tinggi dan makanan

dari gula murni. Pada umumnya masalah ini banyak terdapat di daerah

perkotaan.

2. Gizi Kurang

Gizi kurang disebabkan karena konsumsi gizi yang tidak

mencukupi kebutuhannnya dalam waktu tertentu.

3. Gizi Buruk

Bila kondizi gizi kurang berlangsung lama, maka akan berakibat

semakin berat tingkat kekurangannya. Pada keadaan ini dapat menjadi

kwarshiorkor dan marasmus yang biasanya disertai penyakit lain seperti diare,

infeksi, anemia, dll (Paath. EF, 2005: 46).

2.2 Konsep Pertumbuhan

2.2.1 Pengertian pertumbuhan

Pertumbuhan (​growth)​ adalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran dan

fungsi tingkat sel, organ maupun individu. Pertumbuhan adalah peningkatan secara

bertahap dari tubuh, organ dan jaringan dari masa konsepsi sampai remaja.
15

Pertumbuhan yang optimal sangat dipengaruhi oleh potensi biologisnya.

Tingkat pencapaian fungsi biologis seseorang merupakan hasil interaksi berbagai

faktor yang saling berkaitan yaitu: faktor genetik, lingkungan “bio-fisiko-psikososial”,

dan perilaku. Proses itu sangat kompleks dan unik, dan hasil akhirnya berbeda-beda

dan memberikan ciri pada setiap anak

(Supariasa, 2001 : 27).

2.2.2 Jenis-Jenis Pertumbuhan

Menurut Supariasa, 2001 : 34, jenis pertumbuhan dapat dibagi dua yaitu :

pertumbuhan yang bersifat linier dan pertumbuhan masa jaringan. Pertumbuhan linier

menggambarkan status gizi yang dihubungkan pada saat lampau dan pertumbuhan

masa jaringan menggambarkan status gizi yang dihubungkan pada saat sekarang atau

saat pengukuran​.

1. Pertumbuhan linier

Bentuk dari ukuran linier adalah ukuran yang berhubungan dengan panjang.

Contoh dari ukuran linier adalah panjang badan, lingkar dada dan lingkar

kepala. Ukuran linier yang rendah biasanya menunjukkan keadaan gizi yang

kurang akibat kekurangan energi dan protein yang diderita waktu lampau.

Ukuran linier yang paling sering digunakan adalah tinggi dan panjang badan.

2. Pertumbuhan jaringan

Bentuk dan ukuran masa jaringan adalah masa tubuh. Contoh dari ukuran masa

jaringan adalah berat badan, lingkar lengan atas (LLA) dan tebal lemak bawah

kulit. Apabila ukuran ini rendah atau kecil, menunjukkan keadaan gizi kurang

akibat kekurangan energi dan protein yang diderita pada waktu pengukuran
16

dilakukan. Ukuran masa jaringan yang paling sering digunakan adalah berat

badan.

2.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan

Setiap individu berbeda dalam proses pertumbuhan karena pertumbuhan

anak dipengaruhi oleh beberapa faktor, menurut Supariasa, 2001 : 28, faktor-faktor

yang mempengaruhi pertumbuhan adalah faktor internal (genetik) dan faktor

eksternal (lingkungan).

1. Faktor internal (Genetik)

Faktor genetik merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir proses tumbuh

kembang anak. Yang termasuk faktor internal (genetik) adalah faktor bawaan

yang normal dan patologis, jenis kelamin, obstetrik dan ras atau suku bangsa.

2. Faktor eksternal (Lingkungan)

Faktor lingkungan sangat menentukan tercapainya potensi genetik yang optimal.

Apabila kondisi lingkungan kurang mendukung atau jelek, maka potensi genetik

yang optimal tidak akan tercapai. Faktor lingkungan yang mempengaruhi dibagi

dua yaitu: faktor pranatal dan lingkungan pascanatal.

a. Faktor lingkungan pranatal adalah faktor lingkungan yang mempengaruhi

anak pada waktu masih dalam kandungan, antara lain;

1) Mekanis : trauma dan cairan ketuban yang kurang akan menyebabkan

kelainan bawaan pada bayi yang dilahirkan.

2) Gizi pada waktu hamil

3) Toksin/ zat kimia, ibu hamil yang perokok berat/ peminum alkohol.

4) Endokrin, hormon yang sangat berperan pada pertumbuhan janin, misal:

somatomamotropin, hormon plasenta, tiroid dan insulin.


17

5) Radiasi, pada janin usia sebelum kehamilan 18 minggu dapat

menyebabkan kerusakan otak dan cacat bawaan.

6) Infeksi intrauterin yang sering menyebabkan cacat bawaan adalah TORCH

(​toxoplasmosis, rubella, cytomegalovirus, herpes simplex​).

7) Stress yang dialami ibu pada waktu hamil dapat mempengaruhi tumbuh

kembang janin, antara lain cacat bawaan, kelainan kejiwaan.

8) Anoksia embrio, menurunnya oksigenasi janin melalui gangguan pada

plasenta/ talpus.

b. Faktor lingkungan pascanatal adalah faktor lingkungan yang mempengaruhi

pertumbuhan anak setelah lahir, antara lain :

1) Lingkungan biologis : ras/ suku bangsa, jenis kelamin, umur, gizi,

perawatan kesehatan, kepekaan terhadap penyakit, penyakit kronis, fungsi

metabolisme, hormon.

2) Faktor fisik : cuaca, musim, keadaan geografis suatu daerah, sanitasi,

keadaan rumah, radiasi.

3) Faktor psikososial : stimulasi, motivasi belajar, ganjaran atau hukuman

yang wajar, kelompok sebaya, stress, sekolah, cinta dan kasih sayang.

4) Faktor keluarga dan adat istiadat : pekerjaan/ pendapatan keluarga,

pendidikan ayah dan ibu, jumlah saudara, jenis kelamin dalam keluarga,

stabilitas rumah tangga.

2.2.4 Hal-hal yang dapat mendukung pertumbuhan dan perkembangan

Menurut Soetjiningsih, 1995 : 10, hal-hal yang dapat mendukung pertumbuhan dan

perkembangan sebagai berikut :


18

1. Orang tua memiliki pengetahuan sederhana mengenai kesehatan terutama

kesehatan ibu dan anak

2. Orang tua tidak mempunyai masalah kejiwaan dan tidak menelantarkan anak

3. Perawatan dan pemeliharaan rumah sebagai tempat tinggal yang rapi, bersih,

nyaman dan sehat

4. Keluarga mampu mencari nafkah dan dapat mengatur keuangan keluarga

5. Orang tua mengikuti program keluarga berencana (KB)

6. Keluarga mempunyai kegiatan sehari – hari yang teratur

7. Hubungan antara anggota dalam keluarga, antara keluarga dengan tetangga,

antara keluarga dengan masyarakat dalam keadaan harmonis, bersahabat, gotong

royong, saling menghormati dan sebagainya.

2.3 Konsep Pertumbuhan Berat Badan

2.3.1 Pengertian Pertumbuhan Berat Badan (BB)

BB merupakan hasil peningkatan/ penurunan semua jaringan yang ada pada

tubuh antara lain: tulang, lemak, otot, cairan tubuh dan lainnya (Soetjiningsih, 1995 :

38).

Berat Badan merupakan ukuran antopometrik terpenting, dipakai pada setiap

kesempatan memeriksa kesehatan anak pada semua kelompok umur. Pada masa

balita, berat badan dipakai sebagai indikator yang terbaik pada saat ini untuk

mengetahui keadaan gizi dan digunakan untuk memantau laju pertumbuhan fisik

maupun status gizi. Berat Badan merupakan pilihan utama karena berbagai

pertimbangan, antara lain (Supariasa, 2001 : 39) :

1. Parameter yang paling baik, mudah terlihat perubahan dalam waktu singkat

karena perubahan–perubahan konsumsi makanan dan kesehatan.


19

2. Memberikan gambaran status gizi sekarang dan kalau dilakukan secara periodik

memberikan gambaran yang baik tentang pertumbuhan.

3. Merupakan antopometri yang sudah dipakai secara umum di Indonesia dan

ketelitian pengukuran tidak banyak dipengaruhi ketrampilan pengukur.

4. Kartu Menuju Sehat (KMS) yang digunakan sebagai alat yang baik untuk

memonitor kesehatan anak menggunakan juga BB sebagai dasar pengisiannya.

5. Karena masalah umur merupakan masalah penting untuk penilaian status gizi, BB

terhadap tinggi badan sudah dibuktikan dimana-mana sebagai indeks yang tidak

tergantung pada umur.

2.3.2 Persyaratan alat yang digunakan untuk menimbang

Menurut Supariasa, 2001 : 39, penentuan berat badan dilakukan dengan

cara menimbang. Alat yang digunakan di lapangan sebaiknya memenuhi beberapa

persyaratan, antara lain:

1. Mudah digunakan dan dibawa dari satu tempat ke tempat yang lain

2 Mudah diperoleh dan relatif murah harganya

3. Penyimpangan penimbangan sebaiknya maksimum 0,1 kg

4. Skalanya mudah dibaca dan cukup aman untuk menimbang balita

Alat yang dapat memenuhi persyaratan dan kemudian dipilih dan

dianjurkan untuk digunakan dalam penimbangan anak balita adalah dacin.

Penggunaan dacin mempunyai beberapa keuntungan:

1. Dacin sudah dikenal umum sampai di pelosok pedesaan

2. Dibuat di Indonesia, bukan import dan mudah didapat

3. Ketelitian dan ketepatan cukup baik


20

Dacin yang digunakan sebaiknya minimum 20 kg dan maksimum 25 kg.

Alat lain yang diperlukan selain dacin untuk menimbang adalah kantong celana

timbang atau kain sarung, kotak atau keranjang yang tidak membahayakan anak

terjatuh pada waktu ditimbang. Diperlukan tali atau sejenisnya yang cukup kuat

untuk menggantungkan dacin.

Gambar 2.1 Timbangan dacin

2.3.3 Langkah-langkah penimbangan

Dalam buku petunjuk kader (2000), diberikan buku petunjuk menimbang

balita dengan menggunakan dacin. Langkah-langkah tersebut dengan 9 langkah

penimbangan, antara lain (Supariasa, 2001 : 40) :

Langkah 1

Gantungkan dacin pada:

a. Dahan pohon

b. Palang rumah, atau

c. Penyangga kaki tiga


21

Langkah 2

Periksalah apa dacin sudah tergantung kuat. Tarik batang dacin ke bawah kuat-kuat.

Langkah 3

Sebelum dipakai letakkkan bandul geser pada angka 0 (nol). Batang dacin dikaitkan

dengan tali pengaman.

Langkah 4

Pasanglah celana timbang, kotak timbang atau sarung timbang yang kosong pada

dacin. Ingat bandul geser pada angka nol.

Langkah 5

Seimbangkan dacin yang sudah dibebani celana timbang, sarung timbang atau kotak

timbangan dengan cara memasukkan pasir ke dalam kantong plastik

Langkah 6

Anak ditimbang dan seimbangkan dacin.

Langkah 7

Tentukan berat badan anak, dengan membaca angka di ujung bandul geser.

Langkah 8

Catat hasil penimbangan diatas secarik kertas

Langkah 9

Geserlah bandul ke angka nol, letakkan batang dacin dalam tali pengaman, setelah itu

bayi atau anak dapat diturunkan.

Harus selalu diingat bahwa sebelum anak ditimbang, jarum harus

menunjukkan timbangan pada skala nol setelah ditambahkan celana timbang/ kotak
22

timbang/ keranjang timbang. Pakaian juga harus dibuat seminimal mungkin. Sepatu,

topi, pakaian tebal dan mainan yang dipegang anak harus dilepas

2.3.4 Pertumbuhan Berat Badan bayi usia 0-6 bulan

Berat bayi akan bertambah 2 kali lipat pada bulan keempat yaitu dari 3,2 kg

menjadi 6,4 kg. Setelah itu pertumbuhan akan sedikit melambat. Berat Badan bayi

laki-laki dan perempuan pada umur <6 bulan tidak terdapat perbedaan, namun mulai

umur 6 bulan terdapat perbedaan yang lebih nyata. Semakin tua umur bayi, semakin

berbeda hasil pengukuran dalam penelitian dengan baku Pertumbuhan Berat Badan

menurut WHO. Pada 6 bulan pertama, bayi harus bertambah Berat Badan sekitar

100-225 gram tiap minggu, lalu beratnya akan menjadi 2 kali lipat pada usia 5-6 bulan

(Aritonang, 1996 : 94)​.

Tabel 2.1 Kenaikan Berat Badan rata-rata Berdasarkan Umur Bayi


Umur Berat (Gram) Tinggi (Cm)
Standar 80% Standar Standar 80% Standar
Lahir 3.400 2.700 50.5 40.5
0 - 1 Bulan 4.300 3.400 55.0 43.5
2 Bulan 5.000 4.000 58.0 46.0
3 Bulan 5.700 4.500 60.0 48.0
4 Bulan 6.300 5.000 62.5 49.5
5 Bulan 6.900 5.500 64.5 51.0
6 Bulan 7.400 5.900 66.0 52.5

Sumber : Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI,2010

Tabel 2.2 Perkembangan Fisik Bayi Usia 0-6 Bulan


Usia Berat Badan (kg) Panjang Badan (cm) Lingkar Kepala (cm)
1 Bulan 3,0 - 4,3 49,8 – 54,6 33 – 39
2 Bulan 3,6 – 5,2 52,8 – 58,1 35 – 41
3 Bulan 4,2 – 6,0 55,5 – 61,1 37 – 43
4 Bulan 4,7 – 6,7 57,8 – 63,7 38 – 44
5 Bulan 5,3 – 7,3 59,8 – 65,9 39 – 45
6 Bulan 5,8 – 7,8 61,6 – 67,8 40 – 46
Sumber : Majalah ayah bunda Edisi 11-24 Sept’2006
23

2.4 Konsep ASI dan ASI Eksklusif

2.4.1 Pengertian ASI

ASI adalah makanan yang terbaik untuk bayi tumbuh dengan sehat dan kuat

(Arisman, 2004 : 41).

ASI adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktose dan garam- garam

organik yang disekresi oleh kedua kelenjar payudara ibu, sebagai makanan utama bayi

(Soetjiningsih, 1997 : 20).

2.4.2 Pengertian ASI Eksklusif

ASI Eksklusif adalah Pemberian Air Susu Ibu saja (tanpa makanan/ minuman

pendamping termasuk air putih maupun susu formula) selama 6 bulan

(​www.Medicastore.com​, 2004).​.

ASI Eksklusif adalah ASI yang diberikan pada bayi sejak lahir sampai umur 4

atau 6 bulan dengan kriteria yaitu segera setelah dilahirkan, tidak mendapat makanan

pengganti ASI pada awal penyisian dan hanya minum ASI saja, tanpa tambahan

cairan lain (susu formula, air teh, madu, air putih) atau tanpa bantuan makanan padat

seperti pisang, nasi yang dilembutkan, biskuit, bubur susu, bubur nasi dan tim hingga

bayi berumur 4 atau 6 bulan (Mellyna, 2003 : 69).

2.4.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan ASI

Menurut Soetjiningsih, 1997 : 17, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

penggunaan ASI antara lain:

1. Perubahan sosial budaya


24

a. Ibu-ibu bekerja atau kesibukan sosial lainnya

b. Meniru teman, tetangga atau orang terkemuka yang memberikan susu botol

c. Merasa ketinggalan zaman jika menyusui bayinya

2. Faktor psikologis

a. Takut kehilangan daya tarik sebagai seorang wanita

b. Tekanan batin

3. Faktor fisik ibu

Ibu sakit misalnya: Mastitis, panas dan sebagainya

4. Faktor kurangnya petugas kesehatan, sehingga masyarakat kurang mendapat

penerangan atau dorongan tentang manfaat pemberian ASI

5. Meningkatkan promosi susu kaleng sebagai pengganti ASI

6. Penerangan yang salah justru datangnya dari petugas kesehatan sendiri yang

menganjurkan penggantian ASI dengan susu kaleng.

2.4.4 Kendala-kendala pemberian Asi Eksklusif

Menurut ​www.Medicastore.com​, 2004, kendala-kendala pemberian ASI

eksklusif adalah sebagai berikut :

1. Kurang dimengertinya konsep dan pentingnya ASI eksklusif baik bagi para ibu

maupun tenaga kesehatan.

2. Adanya pendapat bahwa dengan pemberian ASI, bentuk payudara akan berubah.

3. Kurangnya waktu bagi wanita pekerja untuk memberikan ASI secara langsung

4. Adanya pelanggaran cara-cara promosi tertentu yang dapat menyesatkan para ibu

untuk mempercayai bahwa susu formula sama baiknya dengan ASI .

2.4.5 Komposisi ASI


25

ASI mengandung zat-zat gizi berkualitas tinggi yang berguna untuk

pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan bayi, menurut Mellyna, 2003 : 69,

beberapa hal yang membuat ASI istimewa :

2. ASI mudah dicerna karena selain mengandung zat gizi yang sesuai, juga

mengandung enzim-enzim untuk mencernakan zat-zat gizi yang terdapat dalam

ASI tersebut.

3. Protein dalam ASI sangat mudah dicerna oleh bayi. Protein ASI mengandung

asam amino sistin dan asam amino taurin. Sistin diperlukan dalam pertumbuhan

somatik, sedangkan taurin diperlukan untuk otak. ASI juga memiliki

perbandingan antara ​whey dan ​casein protein yang sesuai untuk bayi. ​Casein

adalah protein yang sukar dicerna dan ​whey adalah protein yang memproses isi

pencernaan bayi menjadi lebih lembut sehingga mudah dicerna oleh usus bayi.

Rasio ​whey dengan ​casein yang tinggi pada ASI membantu pencernaan bayi dan

mengurangi waktu pengosongan lambung.

4. Karbohidrat yang utama terdapat dalam ASI adalah laktosa. Dimana laktosa ini

akan diubah menjadi asam laktat yang memberikan suasana asam di dalam usus

bayi yang bermanfaat untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang patologis.

5. Lemak merupakan sumber kalori (energi) utama dalam ASI dengan kadar yang

cukup tinggi, yaitu sebesar 50%. ASI adalah kandungan lemak esensial, yaitu

Decosahexanoic Acid (DHA) dan ​Arachnoid Acid (AA). Asam lemak ini penting

untuk pertumbuhan sel-sel otak sejak trimester tiga kehamilan sampai dengan

tahun pertama setelah bayi lahir.

6. Garam dan mineral


26

ASI merupakan susu dengan kadar garam dan mineral yang rendah sehingga

tidak merusak fungsi ginjal bayi. Berikut ini beberapa mineral yang terdapat

dalam ASI :

a. Zat besi, jumlah zat besi dalam ASI termasuk sedikit, tetapi mudah diserap.

Persediaan besi ini jika ditambah dengan zat besi dalam ASI akan mencukupi

kebutuhan bayi sampai usia enam bulan. Dengan menyusu ASI, bayi akan

jarang kekurangan zat besi.

b. Seng diperlukan untuk pertumbuhan, perkembangan, imunitas dan untuk

mencegah penyakit akrodermatitis enteropatika, yaitu penyakit kulit dan

sistem pencernaan yang fatal bagi bayi.

7. ASI merupakan sumber air yang secara metabolik adalah aman. Air yang relatif

tinggi dalam ASI ini akan meredakan rangsangan haus dari bayi

8. Vitamin, ASI yang berasal dari ibu dengan pola makan memadai cukup

mengandung vitamin yang diperlukan bayi. Kandungan vitamin E dalam ASI,

terutama kolostrum tergolong tinggi.

9. ASI juga mengandung bermacam-macam substansi antiinfeksi yang melindungi

bayi terhadap infeksi saluran pernapasan, diare dan infeksi saluran pencernaan.

Berikut ini faktor-faktor proteksi yang terdapat dalam ASI :

a. Immunoglobulin, semua jenis Immunoglobulin terdapat dalam ASI, seperti IgA,

IgG, IgM, IgD dan IgE yang berguna untuk imunitas terhadap penyakit.

b. Lisosim, enzim lisosim dalam ASI berguna untuk memecah dinding bakteri dan

antiinflamasi. Kadarnya dalam ASI sangat tinggi.

c. Laktoperoksidase, membantu membunuh streptokokus.


27

d. Faktor pertumbuhan ​lactobacillus bifidus,​ ​lactobacillus bifidus cepat tumbuh dan

berkembang biak dalam saluran pencernaan bayi yang mendapat ASI. Kuman ini

akan mengubah laktosa yang banyak terdapat dalam ASI menjadi asam laktat dan

asam asetat. Situasi asam akan menghambat pertumbuhan bakteri patogen, seperti

shigella sp, salmonella sp dan E.Coli,​ yaitu jenis kuman yang paling sering

menyebabkan diare pada bayi.

e. Laktoferin dan transferin, Kedua zat ini merupakan protein dalam ASI yang

menghambat pertumbuhan stafilokoki dan E.​Coli.​ Caranya dengan mengikat zat

besi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan sehingga kuman tersebut tidak

mendapatkan zat besi.

f. Komplemen C3 dan C4, komplemen ini sangat berguna sebagai faktor pertahanan

g. Sel makrofag, ASI mengandung 90% sel makrofag yang berfungsi membunuh

kuman dan membentuk komplemen C3, C4, lizosim dan laktoferin.

h. Lipase, ASI mengandung lipase yang merupakan zat antivirus.

2.4.6 Keuntungan ASI dan kontra indikasi pemberian ASI

1. Keuntungan ASI menurut Soetjiningsih, 1997 : 17, antara lain :

a. Komplit zat gizi dan selalu tersedia dengan suhu yang optimal

b. Mengandung anti infeksi (antibody) yang dapat menghambat pertumbuhan

atau membunuh kuman atau virus

c. Murah, mudah, praktis, steril dan aman dari pencernaan kuman

d. Volume/ produksi disesuaikan dengan kebutuhan bayi

e. Bayi aman (tidak mudah tersedak)

f. Rahang bayi jadi kuat dan bahaya alergi tidak ada

2. Kontra indikasi pemberian ASI


28

Suatu keadaan dimana ASI tidak boleh diberikan kepada bayi karena adanya

indikasi penyakit kronis, baik untuk kepentingan ibu maupun bayinya (seperti

penyakit menular yang diderita ibu) (Pudjiati, 2003 : 27).

2.4.7 Manfaat pemberian ASI

1. Manfaat ASI bagi bayi

Bayi yang diberikan ASI eksklusif maka kebutuhan gizinya akan

tercukupi sehingga daya tahan tubuh bayi akan meningkat dan akan

berpengaruh terhadap pertumbuhannya karena ASI merupakan satu- satunya

makanan utama dan terbaik bagi bayi hingga usia 6 bulan. Bayi yang

minum ASI mempunyai kecenderungan memiliki berat badan yang normal

(Mellyna, 2003 : 69).

Dengan memberikan ASI pada bayi akan terjalin hubungan yang

lebih erat antara bayi dengan ibunya karena secara alami dengan adanya

kontak kulit, bayi merasa aman. Hal ini sangat penting bagi perkembangan

psikis dan emosi dari bayi (Soetjiningsih, 1997 : 18).

2. Manfaat Menyusui bagi ibu

Menurut Mellyna, 2003 : 70, manfaat menyusui bagi ibu, antara

lain:

a. Pemberian ASI akan membantu menghentikan perdarahan ibu setelah

melahirkan dan dapat melindungi ibu terhadap penyakit kanker payudara

dan kekroposan tulang (osteoporosis)

b. Bagi beberapa wanita, memberikan ASI bagi bayi tanpa makanan

tambahan bisa melindungi mereka dari kemungkinan hamil lagi

(membantu keluarga berencana)


29

c. Dengan menyusui menyebabkan uterus berkontraksi sehingga

pengembalian uterus ke keadaan fisiologis (sebelum kehamilan) lebih

cepat

2.4.8 Pemberian ASI eksklusif

Menurut Johnson, 2004 : 306, pemberian ASI eksklusif dapat mempengaruhi

tumbuh kembang bayi. Jika pada umur 0-6 bulan, bayi mendapatkan ASI yang cukup

dan disusui dengan cara yang benar maka pertumbuhan bayi akan berlangsung baik.

Adanya kesalahan dalam menyusui dapat menyebabkan asupan susu yang kurang.

Akibatnya makanan bayi tidak terpenuhi dan dapat mengakibatkan penurunan berat

badan yang dapat berpengaruh pada tumbuh kembangnya.

Secara keseluruhan pemberian ASI eksklusif mencakup hal – hal sebagai berikut

(​www.Medicastore.com​, 2004) :

1. Hanya ASI sampai umur 4 bulan

2. Menyusui dimulai segera setelah bayi lahir

3. Tidak memberikan makanan pralakteal seperti air gula atau air tajin kepada bayi

baru lahir.

4. Menyusui sesuai kebutuhan bayi (​on demand)​

5. Menyusui sesering mungkin, termasuk pemberian ASI pada malam hari

6. Cara lain yang dibolehkan hanya vitamin/ mineral dan obat dalam bentuk drop/

sirup

2.4.9 Keunggulan ASI dibanding Susu Formula

Menurut www. Medicastore.com, 2004, keunggulan ASI dibanding susu

formula, antara lain :

a. Sumber gizi sempurna


30

1. ASI : mengandung zat gizi berkualitas tinggi yang berguna untuk

pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan bayi. Antara lain, faktor pembentuk

sel-sel otak, terutama DHA, dalam kadar tinggi. Protein dalam ASI lebih mudah

diserap oleh tubuh bayi

2. Susu formula : Tidak seluruh zat gizi yang terkandung di dalamnya dapat

diserap oleh tubuh bayi. Misalnya, protein susu sapi tidak mudah diserap

karena mengandung lebih banyak ​casein.​ Perbandingan ​whey : casein​ susu

sapi adalah 20:80.

b. Mudah dicerna

1. ASI : ASI mudah dicerna bayi karena mengandung enzim-enzim yang

dapat membantu proses pencernaan, antara lain lipase (untuk menguraikan

lemak), amilase (untuk menguraikan karbohidrat) dan protase (untuk menguraikan

protein).

2. Susu formula : sulit dicerna karena tidak mengandung enzim pencernaan.

Akibatnya, lebih banyak sisa pencernaan yang dihasilkan dari proses metabolisme

yang membuat ginjal bayi harus bekerja keras.

c. Komposisi sesuai kebutuhan

1. ASI : komposisi zat gizi ASI sejak hari pertama menyusui biasanya berubah dari

hari ke hari. Perubahan komposisi ASI ini terjadi dalam rangka menyesuaikan diri

dengan kebutuhan zat gizi bayi. Misalnya, kolostrum (cairan bening kekuningan

yang keluar pada awal kelahiran sampai kira-kira seminggu sesudahnya) terbukti

mempunyai kadar protein yang lebih tinggi, serta kadar lemak dan laktosa (gula

susu) yang lebih rendah dibanding ASI mature. Kandungan kolostrum yang

seperti ini akan membantu sistem pencernaan bayi baru lahir yang memang belum
31

berfungsi optimal. Selain itu, komposisi ASI pada saat menyusui (​fore milk​)

berbeda dengan komposisi pada akhir menyusui (​hind milk)​ . Kandungan protein

fore milk (berwarna bening dan encer) tinggi, tetapi kandungan lemaknya rendah

bila dibandingkan ​hind milk​ (berwarna putih dan kental).

2. Susu formula : komposisi zat gizinya selalu sama untuk setiap kali minum (sesuai

aturan pakai).

d. Mengandung zat pelindung

1. ASI : mengandung zat pelindung, antara lain imunoglobulin dan sel-sel darah

putih hidup, yang perlu untuk membantu kekebalan tubuh bayi. Selain itu ASI

juga mengandung faktor ​bifidus yang melindungi usus bayi dari perdangan dan

zat ini tidak terdapat dalam susu sapi dan tidak dapat dibuat tiruannya dalam susu

formula.

2. Susu formula : hanya sedikit mengandung imunoglobulin dan sebagian besar

berupa jenis yang ”salah” (tidak dibutuhkan oleh tubuh bayi). Selain itu tidak

mengandung sel-sel darah putih dan sel-sel lain dalam keadaan hidup.

e. Ciri rasa bervariasi

1. ASI : cita rasa ASI bervariasi sesuai dengan jenis senyawa atau zat yang

terkandung di dalam makanan dan minuman yang dikonsumsi ibu.

2. Susu formula: bercita rasa sama dari waktu ke waktu

2.5 Konsep Susu Formula

2.5.1 Pengertian

Susu formula adalah makanan pengganti ASI yang diberikan kepada bayi, oleh

karena suatu sebab Ibu tidak dapat memberikan ASI pada bayinya (Pudjiadi, 2003 :

27).
32

Susu formula adalah makanan yang diberikan kepada bayi yang dapat berupa

ASI maupun makanan tambahan lainnya, seperti air teh, madu, air putih atau dengan

bantuan makanan padat seperti pisang, nasi yang dilembutkan, biskuit, bubur nasi tim

dan sebagainya (Suhardjo, 1992 : 102).

Susu formula dapat berbentuk larutan siap saji, tetapi yang lebih murah adalah

yang berbentuk bubuk yang harus dilarutkan. Ada beberapa susu formula yang dibuat

untuk tujuan tertentu, misal untuk bayi preterm , alergi susu atau vegetarianisme,

formula khusus ini hanya dapat digunakan setelah berkonsultasi dengan dokter anak

(Arisman, 2004 : 42).

Disamping itu berbagai keadaan tidak memungkinkan ibu untuk memberi ASI

pada bayinya walaupun produksinya cukup, seperti (Pudjiadi, 2003 : 27) :

1. Penyakit yang dilarang oleh dokter untuk menyusui, baik untuk kepentingan ibu

(seperti penyakit: gagal jantung) maupun untuk bayinya (seperti penyakit menular

yang diderita ibu)

2. Bayi dilahirkan dengan kelainan metabolik bawaan yang akan bereaksi jelek jika

bayi tersebut mendapat ASI

3. Ibu dirawat di rumah sakit dan dipisahkan dari bayinya

4. Ibu bekerja atau berdagang, sedangkan tempat kerja atau tokonya terletak jauh dari

tempat tinggalnya

2.5.2 Macam susu formula

Macam susu formula dibedakan menjadi (www. Medicastore. com, 2004) :

1. Susu formula untuk 6 bulan ke bawah

Bayi yang berusia 6 bulan ke bawah, ususnya belum mampu mencerna

nutrien susu dengan baik. Jadi, susu untuk bayi usia ini haruslah susu formula
33

yang adaptif, artinya susu formula yang komposisi nutriennya sudah disesuaikan

dengan kemampuan bayi usia ini. Diantaranya rendah lemak dan karbohidratnya

tidak mengandung laktosa. Khusus untuk kelompok usia 6 ke bawah ini pun

harus dibedakan lagi :

a. Untuk bayi 6 bulan ke bawah yang lahir kurang bulan/ berat badan lahir

rendah (BBLR), komposisi nutriennya di formulasikan lebih rendah dari susu

formula untuk bayi 6 bulan ke bawah yang cukup bulan. Ini dimaksudkan

sebagai penyesuaian pada kondisi bayi yang kemampuan daya serapnya

terhadap nutrien masih kurang alias belum optimal, terutama ginjalnya.

b. Untuk bayi 6 bulan ke bawah dengan status normal, bisa dilihat di kemasan

tiap produk. Sedangkan susu formula bagi bayi 6 bulan ke bawah dengan

status khusus amat dianjurkan untuk bertanya langsung ke ahlinya.

2. Susu formula untuk bayi 6 bulan ke atas

Untuk bayi 6 bulan ke atas hampir semua merek susu dari yang murah

sampai yang mahal memproduksi susu formula. Untuk anak usia ini biasanya

dinamai dengan susu tahap 1 dan seterusnya. Soalnya anak usia 6 bulan ke atas

organ tubuhnya sudah mulai kuat dan baik untuk mencerna apa yang ada,

termasuk yang terkandung dalam susu.

2.5.3 Komposisi susu formula

Menurut Suhardjo, 1992 : 104, komposisi susu formula, antara lain :

1. Susu formula dari susu sapi

Susu sapi yang telah bebas dari kandungan lemak (seperti susu kim) adalah

komponen yang terpenting. Karena rasio karbohidrat dengan protein dalam susu

rendah lemak kecil, maka laktosa ditambahkan lebih banyak. Kemudian


34

dicampurkan ​whey ​protein dengan susu bebas lemak. Rasio ​whey protein dengan

casein​ dibuat sedemikian rupa sehingga mendekati rasio ASI.

2. Susu formula dari kedelai

Pada mulanya tepung kedelai yang dipergunakan sebagai sumber protein, tetapi

karena dalam tepung kedelai terdapat stakhiosa dan rafinosa yaitu karbohidrat

yang tak dapat dicerna, menyebabkan bayi lebih banyak buang air besar. Formula

yang kemudian menggunakan protein dari isolasi kedelai dapat mengatasi masalah

ini, sehingga sekarang hampir tak ada lagi yang mempergunakan kedelai dalam

bentuk tepung

3. Susu formula dari protein hidrolisa

Tipe formula jenis ini diberikan kepada bayi yang tidak tahan terhadap susu

formula dari susu sapi atau dari kedelai. Formula ini terdiri dari ​casein hidrolisa,

sukrosa dan tapioka sebagai sumber karbohidrat. Susu formula ini diperuntukkan

kepada bayi yang sering diare, atau kelainan pencernaan.

2.5.4 Kerugian dalam memberikan susu formula

Menurut Suhardjo, 1992 : 107, bayi yang telah mendapatkan makanan padat

sebelum usia 4 bulan akan menyebabkan gangguan pertumbuhan karena pencernaan

bayi masih belum siap untuk menerima makanan padat. Gangguan pertumbuhan

(​growth faltering)​ pada bayi dimulai ketika bayi berumur 2-3 bulan terutama pada

bayi yang tidak mendapat ASI.

Menurut Arisman, 2004 : 43, kerugian dalam memberikan susu formula :


35

1. Pemberian susu formula dapat memaparkan bayi pada alergen dalam jumlah

besar, sementara SIgA tidak tersedia

2. Jika penyiapan pemberian susu formula tidak memenuhi syarat kebersihan maka

memberikan susu formula melalui botol hampir identik dengan menanam bibit

penyakit ke dalam tubuh bayi (sumber infeksi)

3. Bayi peminum susu botol bersifat pasif yaitu menanti tetesan susu dari botol

sehingga bayi peminum susu botol tidak akan berhenti meneguk susu kecuali

botolnya telah kosong, hal ini cepat mengarah pada obesitas

4. Angka kejadian diare meningkat karena susu buatan boleh jadi berperan sebagai

wahana pembiakan bakteri, sehingga kejadian diare tersebut dapat mengganggu

laju pertumbuhannya (James Akre, 1994 : 172).

5. Penggunaan susu formula yang terlalu encer dapat mengakibatkan kurangnya

asupan nutrisi yang dibutuhkan sehingga bayi akan terjatuh dalam kondisi status

gizi kurang yang akan mempengaruhi pertumbuhannya (Johnson, 2004 : 306).

6. Adanya kebiasaan pemberian makanan tambahan yang terlalu dini pada bayi

usia kurang dari 6 bulan akan menyebabkan bayi menyusu lebih sedikit, hal ini

disebabkan ukuran perut bayi masih kecil sehingga mudah penuh, sedangkan

kebutuhan gizi belum terpenuhi akibatnya proses pertumbuhan akan terganggu

(Pudjiadi, 2003 : 36).

2.5.5 Tehnik persiapan dan pemberian susu formula

Menurut Johnson, 2004 : 306, ada beberapa prinsip penting berkaitan dengan

persiapan susu formula:

1. Alat harus benar-benar disterilkan dan siap untuk digunakan, cuci tangan terlebih

dahulu
36

2. Air sudah harus matang dan dingin. Masukkan air ke dalam botol dengan jumlah

tepat sebelum susu bubuk dimasukkan kedalamnya.

3. Pengambilan susu dengan sendoknya tidak boleh terlalu banyak atau terlalu

sedikit, tetapi harus rata. Aturan umumnya adalah satu sendok takar untuk setiap

satu ons air. Tanggal kadaluwarsa harus diperiksa. Susu bubuk dimasukkan ke

dalam botol, dot dan tutupnya dipasang kemudian dilakukan pengocokan secara

perlahan agar susu larut dalam air secara sempurna

4. Temperatur susu harus diperiksa sebelum diberikan pada bayi dengan

meneteskannya ke pergelangan tangan ibu bagian dalam.

5. Jaga agar dot bayi tidak tersentuh supaya tetap steril

6. Setelah bayi selesai minum, bayi disendawakan. Botol, dot dan tutupnya dicuci

dengan air sabun, dibilas dan disterilkan

7. Susu yang telah siap dan tidak digunakan dalam 24 jam harus dibuang

Bayi yang mendapat susu formula biasanya mempunyai pola minum yang

teratur, yaitu kira-kira setiap 4 jam, tetapi dapat bervariasi. Waktu pemberian minum

harus menyenangkan dan cukup sesuai dengan kebutuhan bayi karena kesalahan

dalam menyusui dapat menyebabkan asupan susu yang kurang sehingga kebutuhan

makanan bayi tidak terpenuhi hal ini mengakibatkan penurunan berat badan yang

dapat mempengaruhi pertumbuhannya.

Ada dua area utama kesalahan dalam pemberian susu formula antara lain

(Johnson, 2004 : 307) :

1. Sterilisasi alat yang tidak benar menyebabkan infeksi


37

2. Pembuatan larutan yang tidak tepat, menyebabkan malnutrisi dan berat badan kurang

(bila susu terlalu cair) dan kelebihan berat badan serta konstipasi (bila susu terlalu

kental). Ketidakseimbangan elektrolit juga dapat terjadi bila larutan terlalu kental

Tabel 2.3 Petunjuk Penggunaan Susu Formula


Berat Usia Setiap kali minum Penggunaan
Badan (bulan) Sendok Air matang selama 24 jam
(kg) peres* (ml)
2,5 – 3 0 – 0,5 3 90 6
3 – 3,5 0,5 – 1 4 120 5
3,5 – 4 2 5 150 5
4–5 3 6 180 5
5–7 4 7 210 4
7 keatas 6 7 210 3
Sumber: Brosur SGM
* 1 Sendok peres = 4,4 gram = 21 kkal

Tabel 2.4 Perbandingan unsur protein dalam ASI dan Susu Formula
Unsur ASI Susu Formula (g/ dl)
Casein 0,2 2,7
Whey 0,7 0,6
Alpha lactalbumin​5 0,26 0,11
Lactoferin* 0,17 Sedikit
Beta Lactalbumin 0 0,36
Lysozyme* 0,05 Sedikit
Albumin 0,05 0,04
IgA* 0,10 0,03
Peroxidase Sedikit -
Bifidus faktor* Sedikit -
Nonprotein nitrogen 0,20 0,03
Sumber: Arisman, 2004
* Perangkat Anti infeksi dalam ASI
2.6 Konsep Bayi

Masa bayi dimulai dari usia 0-12 bulan yang ditandai dengan pertumbuhan

dan perubahan fisik yang cepat disertai dengan perubahan dalam kebutuhan zat gizi

(Notoatmodjo, 2007). Selama periode ini, bayi sepenuhnya tergantung pada

perawatan dan pemberian makan oleh ibunya.


38

Nursalam, (2005) mengatakan bahwa tahapan pertumbuhan pada masa bayi

dibagi menjadi masa neonatus dengan usia 0-28 hari dan masa pasca neonatus dengan

usia 29 hari-12 bulan. Masa bayi merupakan bulan pertama kehidupan kritis karena

bayi akan mengalami adaptasi terhadap lingkungan, perubahan sirkulasi darah, serta

mulai berfungsinya organ-organ tubuh, dan pada pasca neonatus bayi akan mengalami

pertumbuhan yang sangat cepat (Perry & Potter, 2005).

2.7 Perbedaan Pertumbuhan BB Bayi usia 0 – 6 bulan antara yang Mendapat ASI

Eksklusif dengan Susu Formula

Pada suatu penelitian dimana dibandingkan dengan kecepatan pertumbuhan

antara bayi yang mendapat susu formula dengan bayi yang mendapat ASI didapatkan

bahwa bayi yang mendapat ASI peningkatan BBnya lebih lambat demikian juga

pertumbuhan panjang dan lingkaran kepala lebih lambat pada 2 bulan pertama (bayi

yang dibandingkan memiliki masa gestasi antara 28-32 minggu) (Soetjiningsih, 1997 :

23).

Pertumbuhan BB digunakan untuk menilai dan menentukan status gizi seorang

bayi. Status gizi terutama pertumbuhan seorang bayi sangat dipengaruhi oleh perilaku

seseorang khususnya ibu-ibu rumah tangga dalam menentukan dan memilih

kebutuhan nutrisi yang tepat untuk bayinya dimana Ibu Rumah tangga yang memiliki

banyak waktu di rumah menyempatkan memberikan ASI pada bayinya, sedangkan

ibu-ibu rumah tangga yang ikut bekerja untuk mencari nafkah dan mereka tidak dapat

menyusui bayi dengan teratur sehingga mereka memilih alternatif terbaik untuk

memberikan Susu Formula bagi bayinya. Kondisi gizi yang baik dan optimal pada

masa bayi adalah suatu hal yang menentukan kesehatan dan pertumbuhan yang baik

untuk bayi dimasa yang akan datang (Arisman, 2004 : 43).


39

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bayi yang diberi susu formula

memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami obesitas di kemudian hari.

Penelitian pada 15.000 anak yang menjadi peserta Nurses’Health Study II di Harvard

menemukan anak-anak yang mendapatkan ASI secara eksklusif atau hampir eksklusif

dalam 6 bulan pertama kehidupannya memiliki resiko lebih rendah untuk mengalami

obesitas ketimbang anak yang mendapatkan susu formula secara eksklusif atau

hampir eksklusif. Resiko berat badan berlebih juga lebih rendah diantara anak-anak

yang mendapatkan ASI lebih lama. Hal ini disebabkan karena seorang bayi yang

menyusui cenderung mengambil sesuai yang diperlukannya dan kemudian berhenti,

sedangkan bayi yang diberi susu botol cenderung mengambil lebih banyak kalori

(Walker, 2005 : 33).

Bayi yang diberi ASI dan susu formula secara umum memiliki pola

pertumbuhan yang sedikit berbeda. Bayi yang diberi ASI tampak tumbuh lebih cepat

dalam dua atau tiga bulan pertama, tetapi kemudian bayi yang diberi susu formula

rata-rata akan menjadi sedikit lebih tinggi dan lebih berat (Walker, 2005 : 75).

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN


40

3.1 Kerangka Konseptual

Input ​ ​Proses ​Output ​Outcome

= area yang tidak diteliti

= area yang diteliti

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual

Dari gambar 3.1 diatas menunjukkan bahwa pertumbuhan berat badan dipengaruhi

faktor internal yaitu genetik dan faktor eksternal yang meliputi lingkungan biologis,

lingkungan fisik, faktor psikososial, faktor keluarga. Pemberian ASI eksklusif dan susu

formula sangat mempengaruhi pertumbuhan Berat Badan bayi usia 0-6 bulan.

Pertumbuhan BB tersebut dikategorikan dengan pertumbuhan yang normal dan

tidak normal. Penelitian ini untuk mengetahui adakah perbedaan pertumbuhan Berat Badan

bayi usia 0-6 bulan antara yang mendapat ASI eksklusif dan yang mendapat susu formula.

3.2 Hipotesis Penelitian


41

Berdasarkan Data dari latar belakang maka hipotesa dari penelitian ini adalah

H​1​: Ada perbedaan pertumbuhan Berat Badan bayi usia 0-6 bulan antara yang mendapat

ASI eksklusif dan yang mendapat susu formula di Puskesmas Tambakboyo

Kecamatan Mantingan Kabupaten Ngawi,

Selanjutnya Hipotesa ini dapat diubah secara statistik yang berbunyi:

H​0​ : Tidak Ada perbedaan pertumbuhan Berat Badan bayi usia 0-6 bulan antara yang

mendapat ASI eksklusif dan yang mendapat susu formula di Puskesmas Tambakboyo

Kecamatan Mantingan Kabupaten Ngawi.

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian


42

Rancangan penelitian ini berdasarkan lingkup penelitian termasuk inferensial,

berdasarkan tempat penelitian termasuk jenis lapangan, berdasarkan waktu pengumpulan

data termasuk longitudinal, berdasarkan cara pengumpulan data termasuk survey,

berdasarkan ada atau tidaknya perlakuan termasuk penelitian eksperimental, berdasarkan

tujuan penelitian termasuk Analitik Komparasi dan berdasarkan sumber data yang

diperlukan termasuk penelitian primer.

4.2 Populasi, Sampel, Besar Sampel, dan Tehnik Pengambilan Sampel

4.2.1​ Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah ibu dan semua bayi usia 0 - 6 bulan Seluruh

Bayi yang berada di Puskesmas Tambakboyo Kecamatan Mantingan Kabupaten

Ngawi sejumlah 40 bayi

4.2.2​ ​Sample

Sample dalam penelitian ini adalah Seluruh bayi usia 0 - 6 bulan yang berada

di Puskesmas Tambakboyo Kecamatan Mantingan Kabupaten Ngawi

4.2.3 ​Besar Sample

Besarnya sample pada penelitian ini sebanyak 40 bayi yang berada di

Puskesmas Tambakboyo Kecamatan Mantingan Kabupaten Ngawi

4.2.4 Teknik Pengambilan Sample

Pengambilan sample dalam penelitian ini menggunakan tehnik ​consecutif

sampling y​ aitu pemilihan sample dengan menetapkan subyek yang memenuhi kriteria

dan dimasukan dalam penelitian sampai kurun waktu tertentu.

4.3 Variabel Penelitian

4.3.1 klasifikasi Variabel


43

Adapun variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Variabel independent (Bebas)

Dalam penelitian ini variabel independentnya (X1) adalah Pemberian Asi Ekslusif

2. Variabel independent (Bebas)

Dalam penelitian ini variabel independentnya (X2) adalah Pemberian Susu

Formula

3. Variabel dependent (Terikat)

Dalam penelitian ini variabel dependentnya (Y) adalah Pertumbuhan Berat

Badan Bayi

4.3.2 Definisi Operasional


44

Tabel 4.1 Definisi Operasional


N Definisi
Variabel Alat ukur Cara ukur Skala Kategori
o operasional
1. Variabel Y: Bertambahnya KMS Melakukan Ordinal Kurang​: Jika Berat
Pertumbuhan besar dalam Pertumbu observasi dengan Badan Bayi kurang dari
Berat Badan ukuran fisik, han Balita menganalisa standar
Bayi Usia yaitu bertambah pertumbuhan BB Normal :​ Jika Berat
0-6 bulan besar dan berat bayi melalui Badan Bayi sesuai
secara bertahap KMS standar
bayi usia 0-6 Lebih :​ Jika Berat Badan
bulan Bayi Melebihi standar

2. Variabel X1: Bayi hanya Kuesioner Melakukan Nominal Ya: Bila bayi diberikan
Pemberian diberikan ASI observasi dengan ASI Eksklusif
ASI Ekslusif sejak lahir hingga menganalisa hasil Tidak: Bila bayi tidak
6 bulan pertama kuesioner diberikan ASI Eksklusif
kehidupannya

3. Variabel X2: Pemberian Kuesioner Melakukan Nominal Ya: Bila bayi diberikan
Pemberian nutrisi bayi usia observasi dengan susu formula
Susu 0-6 bulan yang menganalisa hasil Tidak: Bila bayi tidak
Formula dapat berupa ASI kuesioner diberikan susu formula
eksklusif atau
susu formula

4.4 Bahan Penelitian

Bahan yang dipergunakan untuk mengetahui perkembangan berat badan bayi

yaitu dengan menggunakan KMS (Kartu Menuju Sehat) Pertumbuhan Balita,

timbangan dan menggunakan kuesioner untuk mengetahui asupan yang diberikan


45

pada bayi. Serta alat penunjang lainnya seperti timbangan gantung, alat tulis, lila.

meteran dan lain sebagainya.

4.5 Instrumen Penelitian

Instrumen yang diperlukan untuk mengetahui pertumbuhan berat badan bayi

adalah KMS, dan untuk mengetahui asupan yang diberikan pada bayi adalah

kuesioner.

4.6 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Tambakboyo Kecamatan Mantingan

Kabupaten Ngawi pada bulan Maret 2020

4.7 Prosedur Pengumpulan Data

4.7.1 Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah proses pendekatan kepada subyek dan proses

pengumpulan karakteristik subyek yang diperlakukan dalam suatu penelitian

(Nursalam, 2003). Pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh dari buku

KMS dan kuesioner yang dibagikan pada responden

4.7.2 Proses Pengumpulan Data

Setelah data terkumpul, maka dilakukan pengolahan data melalui tahapan

editing, coding, skoring,​ dan ​tabulating.

1. Editing

Dilakukan saat semua data terkumpul selanjutnya data-data tersebut diedit,

kegiatannya adalah menjumlahkan dan mengoreksi data-data yang sudah

terkumpul apa sudah benar apa ada yang salah

2. Coding
46

Untuk variabel Pemberian Nutrisi kepada bayi diberi kode P yaitu jika

diberikan Asi Eksklusif (P1), jika Tidak diberikan Asi Ekslusif (P2).Untuk

variabel Pertumbuhan Berat Badan Bayi diberi kode B, yaitu jika Berat Badan

Kurang (B1). Jika Berat Badan Normal (B2), jika Berat Badan Lebih (B3),

Scoring

Setelah hasil perhitungan diinterpretasikan menurut skala guttman

dengan interpretasi penilaian skor ya nilainya 1 dan apabila skor tidak nilainya

0.

3. Tabulating

Pekerjaan tabulasi adalah pekerjaan membuat tabel. Jawaban-jawaban

yang sudah diberi kode kategori dan skor kemudian dimasukkan dalam tabel

Menurut grafik pada KMS bayi yang mendapat ASI eksklusif akan

tumbuh lebih lambat sebelum usia 4 sampai 6 bulan. Bayi yang mendapat susu

formula akan tumbuh lebih cepat setelah 6 bulan, dan seringkali hal ini

dihubungkan dengan risiko obesitas di kemudian hari. Berdasarkan Survei

Kesehatan dan Nutrisi Nasional III di Amerika Serikat didapatkan bahwa bayi

yang mendapat ASI eksklusif selama 4 bulan (saat itu batasan ASI eksklusif 4

bulan), pada usia 8-11 bulan, mempunyai rerata berat badan, panjang badan

dan lingkar lengan atas lebih rendah dibanding yang mendapatkan susu

formula. Namun pada bayi yang mendapat ASI eksklusif akan terjadi catch up

growth (tumbuh kejar), sehingga pada usia 5 tahun tidak didapatkan perbedaan

antara bayi yang mendapat ASI dengan bayi yang mendapat susu formula

(IDAI, 2010).
47

Dan berikut ini adalah standar penambahan berat badan berdasarkan

Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1995/MENKES/SK/XII/2010 :

Gambar 2.1 Standar Penambahan Berat Badan


48

4.8 Cara Analisa Data


49

Data yang dikumpulkan kemudian dianalisa dan dibuat dalam bentuk

tabel distribusi frekuensi dan selanjutnya diuraikan dalam bentuk narasi sesuai

literature yang ada. Jenis analisis yang dilakukan adalah :

1. Analisa Univariat

Untuk menganalisa Pemberian makanan kepada bayi dilakukan

dengan menggunakan lembar kuesioner. Bayi diberikan ASI eksklusif

didapatkan prosentase 100% dan Bayi Tidak diberikan Asi Ekslusif

didapatkan prosentase <100%. Rumus yang digunakan:

Keterangan:

P = Prosentase

F = Jumlah jawaban ya

n = Jumlah skor maksimal jika semua jawaban ya

Menurut Arikunto (2003) pada data yang bersifat kuantitatif dapat

diinterpretasikan :

1. 100 % : seluruhnya

2. 76 -99 % : hampir seluruhnya

3. 51-75 % : sebagian besar

4. 50% : satengahnya

5. 26 -49% : hampir setengahnya

6. 1-25% : sebagian kecil

0% : tidak satupun
50

2. Analisa Bivariat

Analisa ini digunakan untuk mengetahui Perbedaan antara variabel

independen (Pertumbuhan Berat Badan Bayi) dengan variabel dependen

(Pemberian makanan kepada bayi). Dari hasil analisis ini akan diketahui

variabel independen yang bermakna secara statistik dengan variabel

dependen. Teknik analisis yang digunakan adalah uji Mann Whitney U-Test

dengan tingkat kepercayaan 95% (p < 0,05). Jika P < 0,05, untuk melihat

hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Uji

Statistik ini dengan bantuan system SPSS.

Pertimbangan :

1. Tujuan Uji :Komparasi

2. Jumlah Sampel : ada dua sampel yaitu antara bayi yang menerima ASI eksklusif

dan bayi yang menerima susu formula

3. Jenis sampel :sampel bebas

4. Skala data kedua variabel : nominal - ordinal

5. Uji yang digunakan adalah uji t sample

Untuk menghitung dapat diukur dengan rumus :

Dimana t =

Keterangan :

t : koefisien t

x1​ : Rata-rata nilai KPSP dari kelompok yang menerima ASI Eksklusif
51

x2​ : Rata-rata nilai KPSP dari kelompok yang tidak menerima ASI

Eksklusif

S​12​ : Standar Deviasi (SD) dari nilai KPSP untuk kelompok bayi yang

menerima ASI Eksklusif

S​22​ : Standar Deviasi (SD) dari nilai KPSP untuk kelompok bayi yang

tidak menerima ASI Eksklusif

n​1 : Jumlah sampel dari kelompok bayi yang menerima ASI Eksklusif

n​2 : Jumlah sampel dari kelompok bayi yang tidak menerima ASI

Eksklusif

Interpretasi hasil analisis: Nilai statistic uji > nilai tabel atau nilai tingkat

kemaknaan yang diperoleh (p) <α, α=0,05.

a. Jika p < α maka H0 ditolak H1 diterima maka ada perbedaan bermakna

pertumbuhan berat badan bayi usia 0-6 bulan antara yang mendapat ASI

eksklusif dan susu formula.

b. Jika p > α maka H0 diterima H1 ditolak maka tidak ada perbedaan bermakna

pertumbuhan berat badan bayi usia 0-6 bulan antara yang mendapat ASI

eksklusif dan susu formula.


52

BAB 5
ANALISA HASIL PENELITIAN

5.1 Data Umum

5.1.1 Data Responden Berdasarkan tingkat Pendidikan Ibu

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi tingkat pendidikan Ibu di Puskesmas


Tambakboyo Kecamatan Mantingan Kabupaten Ngawi

Pendidikan ibu Frekuensi (f) Presentasi (%)


Dasar 16 40%
Menengah 18 45%
Tinggi 6 15%
Total 40 100%
sumber : Data Primer Penelitian Tahun 2020

Berdasarkan Tabel 5.1 menjelaskan bahwa hampir sebagian

responden (45%) mempunyai pendidikan menengah.

5.1.2 Data Responden Berdasarkan tingkat Pekerjaan Ibu

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi tingkat pekerjaan Ibu di Puskesmas


Tambakboyo Kecamatan Mantingan Kabupaten Ngawi

Pekerjaan ibu Frekuensi (f) Presentasi (%)


Tidak Bekerja 34 85%
Bekerja 6 15%

Total 40 100%
sumber : Data Primer Penelitian Tahun 2020

Berdasarkan Tabel 5.2 menjelaskan bahwa hampir seluruh

responden (85%) tidak bekerja atau ibu rumah tangga.


53

5.1.3 Data responden berdasarkan umur ibu

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi umur ibu di Puskesmas Tambakboyo


Kecamatan Mantingan Kabupaten Ngawi

Umur ibu Frekuensi (f) Presentasi (%)


< 21 4 10%
21-35 32 80%
>35 4 10
Total 40 100%
sumber : Data Primer Penelitian Tahun 2020

Berdasarkan Tabel 5.3 menjelaskan bahwa hampir seluruh

responden (80%) berada pada kategori umur 21-35 tahun.

5.1.4 Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Bayi

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Bayi di Puskesmas


Tambakboyo Kecamatan Mantingan Kabupaten Ngawi

Jenis kelamin bayi Frekuensi (f) Presentasi (%)


Laki-laki 15 37,5%
Perempuan 25 62,5%

Total 40 100%
sumber : Data Primer Penelitian Tahun 2020

Berdasarkan Tabel 5.4 menunjukkan bahwa sebagian besar

responden adalah bayi laki-laki


54

5.2 Data Khusus

5.2.1 Pertumbuhan berat badan dengan Asi Eksklusif

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Pertumbuhan berat badan dengan Asi Ekslusif
di Puskesmas Tambakboyo Kecamatan Mantingan Kabupaten
Ngawi

No Pertumbuhan berat badan Frekuensi Prosentase


dengan Asi Eksklusif

1 Buruk 0 0
2 Kurang 3 25,0
3 Normal 9 75,0
4 Lebih 0 0
Jumlah 12 100
sumber : Data Primer Penelitian Tahun 2020

Berdasarkan Tabel 5.5 Menunjukkan bahwa sebagian besar Pertumbuhan

Berat Badan Bayi dengan Asi Eksklusif adalah Normal.

5.2.2 Pertumbuhan berat badan dengan Susu Formula

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Pertumbuhan berat badan dengan Susu


Formula di Puskesmas Tambakboyo Kecamatan Mantingan
Kabupaten Ngawi

N Pertumbuhan berat badan Frekuensi Prosentase


o dengan Susu Formula
1 Buruk 0 0
2 Kurang 0 0
3 Normal 0 0
4 Lebih 28 100
Jumlah 28 100
sumber : Data Primer Penelitian Tahun 2020
55

Berdasarkan Tabel 5.6 Menunjukkan bahwa seluruh Pertumbuhan

Berat Badan Bayi dengan Susu Formula adalah Lebih.

5.2.2 Perbedaan Pertumbuhan berat badan bayi antara yang mendapatkan ASI

Ekslusif dan Susu Formula

Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Perbedaan Pertumbuhan berat badan bayi


antara yang mendapatkan Asi Ekslusif dan Susu Formula di
Puskesmas Tambakboyo

No Penerimaan Asi Pertumbuhan Berat badan Total

Buruk kurang Normal Lebih

f % f % f % f % f %
1 Asi Eksklusif 0 0 3 25 9 75 0 0 12 100
2 Susu Formula 0 0 0 0 0 0 28 100 28 100
0 0 3 7,5 9 22, 28 70 40 100
5
​ρ = 0,008 α = 0,05
sumber : Data Primer Penelitian Tahun 2020

Berdasarkan Tabel 5.7 Menunjukkan bahwa sebagian besar

Pertumbuhan Berat Badan Bayi dengan Asi Ekslusif adalah Normal dan

seluruh pertumbuhan berat badan bayi dengan susu formula adalah Lebih.

Berdasarkan Uji Statistik non parametik uji komparasi Mann Whitney dengan

kemaknaan 0,05 didapatkan hasil ρ = 0,008, Hal ini berarti Ho ditolak H​1

diterima, artinya ada perbedaan pertumbuhan berat badan bayi dengan

pemberian asi ekslusif dan susu formula.

5.3 Pembahasan

5.3.1 Pertumbuhan Berat Badan Bayi dengan Asi Ekslusif


56

Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar

pertumbuhan berat badan Bayi dengan ASI ekslusif adalah normal. ASI

Eksklusif adalah ASI yang diberikan pada bayi sejak lahir sampai umur 4 atau

6 bulan dengan kriteria yaitu segera setelah dilahirkan, tidak mendapat

makanan pengganti ASI pada awal penyisian dan hanya minum ASI saja,

tanpa tambahan cairan lain (susu formula, air teh, madu, air putih) atau tanpa

bantuan makanan padat seperti pisang, nasi yang dilembutkan, biskuit, bubur

susu, bubur nasi dan tim hingga bayi berumur 4 atau 6 bulan

Bayi yang diberikan ASI eksklusif maka kebutuhan gizinya akan

tercukupi sehingga daya tahan tubuh bayi akan meningkat dan akan

berpengaruh terhadap pertumbuhannya karena ASI merupakan satu-satunya

makanan utama dan terbaik bagi bayi hingga usia 6 bulan.

Bayi yang minum ASI mempunyai kecenderungan memiliki berat

badan yang normal. Dengan memberikan ASI pada bayi akan terjalin

hubungan yang lebih erat antara bayi dengan ibunya karena secara alami

dengan adanya kontak kulit, bayi merasa aman. Hal ini sangat penting bagi

perkembangan psikis dan emosi dari bayi. Sehingga bisa menjadi acuan untuk

orang tua memberikan ASI ekslusif kepada bayinya agar pertumbuhan bayi

mereka dapat tumbuh dengan baik.

5.3.2 Pertumbuhan Berat badan bayi dengan Susu Formula

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh

Pertumbuhan Berat Badan Bayi dengan Susu Formula adalah Lebih. Susu

formula adalah makanan pengganti ASI yang diberikan kepada bayi, oleh

karena suatu sebab Ibu tidak dapat memberikan ASI pada bayinya. Susu
57

formula adalah makanan yang diberikan kepada bayi yang dapat berupa ASI

maupun makanan tambahan lainnya, seperti air teh, madu, air putih atau

dengan bantuan makanan padat seperti pisang, nasi yang dilembutkan, biskuit,

bubur nasi tim dan sebagainya.

Bayi yang telah mendapatkan makanan padat sebelum usia 4 bulan

akan menyebabkan gangguan pertumbuhan karena pencernaan bayi masih

belum siap untuk menerima makanan padat. Gangguan pertumbuhan (​growth

faltering)​ pada bayi dimulai ketika bayi berumur 2-3 bulan terutama pada bayi

yang tidak mendapat ASI. Bayi peminum susu botol bersifat pasif yaitu

menanti tetesan susu dari botol sehingga bayi peminum susu botol tidak akan

berhenti meneguk susu kecuali botolnya telah kosong, hal ini cepat mengarah

pada obesitas.

5.3.3 Perbedaan Pertumbuhan Berat Badan Bayi Usia 0-6 Bulan Antara yang

Mendapatkan ASI Ekslusif dan Susu Formula

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar

Pertumbuhan Berat Badan Bayi dengan ASI Ekslusif adalah Normal dan

pertumbuhan berat badan bayi dengan susu formula adalah Lebih. Hal ini bisa

dilihat dari hasil Uji statistik dengan menggunakan uji SPSS Mann-Whitney

Test pada tingkat kemaknaan (α) = 0,05 diperoleh ρ​value ​(0,008)<α (0.05) yang

berarti Ho ditolak dan H​1 diterima yang artinya ada perbedaan pertumbuhan

berat badan bayi usia 0-6 bulan antara yang mendapatkan ASI ekslusif dan susu

formula.

Adanya perbedaan tersebut dikarenakan bayi usia 0-6 bulan di

Puskesmas Tambakboyo Kecamatan Mantingan Kabupaten Ngawi mempunyai


58

pertumbuhan berat badan Lebih. Tingginya bayi yang obesitas karena sebagian

besar dari mereka diberikan susu formula. Pada bayi, obesitas merupakan resiko

terjadinya infeksi saluran pernafasan bagian bawah, karena terbatasnya

kapasitas paru-paru. Adanya hipertrofi tonsil dan adenoid akan mengakibatkan

obstruksi saluran nafas bagian atas, sehingga mengakibatkan anoksia dan

saturasi oksigen rendah, yang disebut sindrom Chubby Puffer. Obstruksi kronis

saluran pernafasan dengan hipertrofi tonsil dan adenoid, dapat mengakibatkan

gangguan tidur, gejala-gejala jantung dan kadar oksigen dalam darah yang

​ rinsip dari tatalaksana


abnormal. Keluhan lainnya adalah nafas yang pendek. P

obesitas adalah mengurangi asupan energi serta meningkatkan keluaran energi,

dengan cara pengaturan diet, peningkatan aktifitas fisik, dan mengubah/

modifikasi pola hidup.

5.3.4 Keterbatasan Hasil Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, antara lain:

1. Bayi yang diteliti sebagian besar mengonsumsi susu formula. Sampel dari

penelitian ini seharusnya sama antara bayi yang mendaptkan ASI Ekslusif

dan bayi yang mendapatkan Susu Formula.

2. Penelitian ini hanya memperhitungkan satu faktor yaitu dari nutrisi berupa

riwayat pemberian ASI eksklusif tanpa memperhitungkan faktor-faktor lain

yang berpengaruh seperti misalnya tinggi badan orangtua dari bayi, etnis

dari bayi, lingkungan tempat tinggal sang bayi, kualitas dan kuantitas

pemberian ASI oleh ibu dari bayi, jenis makanan pendamping ASI yang

diberikan, riwayat sakit dari sang bayi dan juga riwayat imunisasi dari sang

bayi.
59

BAB 6

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan pada

bab sebelumnya, maka pada bagian ini akan diuraikan beberapa kesimpulan dari

penelitian ini yakni sebagai berikut:

1 Pertumbuhan berat badan bayi dengan ASI Eksklusif di Puskesmas Tambakboyo

Kecamatan Mantingan Kabupaten Ngawi tahun 2020 adalah sebagian besar

Normal.

2 Pertumbuhan berat badan bayi dengan susu formula di Puskesmas Tambakboyo

Kecamatan Mantingan Kabupaten Ngawi tahun 2020 adalah sebagian besar

Lebih.

3 Ada perbedaan pertumbuhan berat badan bayi antara yang mendapatkan ASI

eksklusif dan susu formula di Puskesmas Tambakboyo Kecamatan Mantingan

Kabupaten Ngawi Tahun 2020.


60

7.2 Saran

1 Bagi Tempat Penelitian

Dengan ditemukanya perbedaan pertumbuhan berat badan bayi usia usia 0-6

bulan antara yang mendapatkan ASI ekslusif dan susu formula agar dapat

meningkatkan penyuluhan-penyuluhan atau melakukan pendekatan pada ibu yang

memiliki bayi untuk memberikan ASI nya secara eksklusif pada bayinya agar

bayinya dapat tumbuh dengan baik dan sehat.

2 Bagi Institusi

Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagi bahan tambahan wacana dalam

pelaksanaan pemberian ASI secara eksklusif pada bayinya

3 Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan pada penelti selanjutnya bisa mengembangkan ilmu serta teori yang

diperoleh dari kejadian nyata tentang adanya perbedaan pertumbuhan berat badan

bayi usia usia 0-6 bulan antara yang mendapatkan asi ekskl usif dan susu formula.

4 Bagi Masyarakat

Dengan ditemukanya perbedaan pertumbuhan berat badan bayi usia usia 0-6

bulan antara yang mendapatkan ASI eksklusif dan susu formula agar ibu

memberikan ASI secara Eksklusif pada bayinya agar bayinya dapat tumbuh

dengan baik dan sehat.


61

DAFTAR PUSTAKA

Akre J. (1994). ​Pemberian Makanan untuk Bayi (Dasar-Dasar Fisiologis)​. Perinasia :


Jakarta.

Arikunto S. (2006). ​Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.

Aritonang I. (1996). ​Pemantauan Pertumbuhan Balita​. Yogyakarta : Kanisius.

Arisman. (2004). ​Gizi dalam Daur Kehidupan.​ Jakarta : EGC.

Azrul A. (1999). ​Pengantar Epidemiologi​. Jakarta: Binarupa Aksara.

Depkes. (1997). ​Petunjuk Pelaksanaan Deteksi Tumbuh Kembang Balita​. Jakarta: Depkes RI.

Dinkes. (2006). ​Dokumen Kebijakan ASI. From ​www.Dinkes-Kota Semarang.go.id.


Retrieved at March 10, 2007.

Direktorat Bina Gizi Masyarakat. (1997). ​Petunjuk Pelaksanaan Peningkatan ASI Eksklusif.​
From ​www.Pedoman- Gizi​.net. Retrieved at March 18, 2007

Huliana. (2003). ​Perawatan Ibu Pasca Melahirkan.​ Jakarta : Puspa swara.

Johnson. (2004). ​Buku Ajar Praktik Kebidanan​. Jakarta : EGC.


62

Krisnatuti dan Yenrina. (2000). ​Menyiapkan Makanan Pendamping ASI.​ Jakarta:


Puspa Swara.
Lewis. (2002). ​Makanan Pertamaku.​ Jakarta : Erlangga.

Medicastore. (2004). ​Konsultasi Ilmiah ASI Versus Susu Formula. From


www.Medicastore.com​. Retrieved at March 10, 2007.

Notoatmodjo. (2005). ​Metodologi Penelitian Kesehatan.​ Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Nursalam. (2003). ​Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.​ Jakarta
: Salemba Medika.

Nursalam. (2005). ​Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak(untuk perawat dan Bidan).​ Jakarta :
Salemba Medika.

Pudjiati. (2000). ​Ilmu Gizi Klinis pada Anak.​ Jakarta : Gaya Baru.

Soetjiningsih. (1997). ​ASI Petunjuk untuk Tenaga Kesehatan.​ Jakarta : EGC.

Soetjiningsih. (1995). ​Tumbuh Kembang Anak.​ Jakarta : EGC.

Sugiyono. (2006). ​Statistika untuk Penelitian​. Bandung : CV Alvabeta.

Suhardjo. (2003). ​Pemberian Makanan Pada Bayi dan Anak​. Jakarta : Kanisius.

Sumarlan. (2006). ​Masalah Utama yang banyak dijumpai pada Bayi dan Balita di
Indonesia..​ From ​www.Suara​ karya.online.com Retrieved at March 10, 2007

Supartini. (2004). ​Konsep Dasar Keperawatan Anak.​ Jakarta : EGC

Supariasa. (2001). ​Penilaian Status Gizi​. Jakarta : EGC

Walker. (2005). ​Makanan yang Sehat untuk Bayi dan Anak.​ Jakarta : PT. Bhuana Ilmu
Populer.
63

PERMOHONAN
KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN

Dengan Hormat,
Saya yang bertanda tangan dibawah ini, mahasiswi Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Kadiri :
Nama : Santi Eka Sulistyawati
NIM : 19600224
Bermaksud akan melakukan penelitian dengan judul ​Perbedaan Pertumbuhan Berat
Badan Bayi Usia 0-6 Bulan antara yang mendapat ASI Eksklusif dengan Susu Formula
yang bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan pertumbuhan BB antara bayi
yang mendapat ASI Eksklusif dengan Susu Formula.
Sehubungan dengan hal tersebut, saya dengan ini meminta kesediaan ibu-ibu untuk
menjadi responden dengan mengisi formulir yang diberikan dengan benar dan sukarela
dimana jawaban yang diberikan akan dijaga kerahasiaannya.
64

Atas kesediaan dan bantuannya saya sampaikan terima kasih.

Hormat Saya

( Santi Eka Sulistyawati )

LEMBAR PERSETUJUAN BERSEDIA MENJADI RESPONDEN


(​Informed Consent)​

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama :
Umur :
Alamat :
Menyatakan dengan sadar dan tanpa paksaan dari pihak manapun
Bersedia / Tidak Bersedia *
Untuk berpartisipasi dan berperan serta sebagai responden dalam penelitian yang dilakukan
oleh Irera Pratidina Mahasiswi Akademi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Kadiri yang
berjudul “​Perbedaan Pertumbuhan Berat Badan Bayi Usia 0-6 bulan antara Yang
Mendapat ASI Eksklusif dengan Susu Formula​“.
65

Saya yakin bahwa penelitian ini tidak akan menimbulkan keraguan apapun pada saya
dan keluarga. Dan saya telah mempertimbangkan serta telah memutuskan untuk
berpartisipasi dalam penelitian ini.

Ngawi, 2020

( )

Keterangan​ :
* Coret yang tidak dipilih

KUESIONER

PERBEDAAN PERTUMBUHAN BB BAYI USIA 0 – 6 BULAN


ANTARA YANG MENDAPAT ASI EKSKLUSIF DENGAN SUSU FORMULA
DI UPT PUSKESMAS TAMBAKBOYO KECAMATAN MANTINGAN
KABUPATEN NGAWI

Nomor responden :

I IDENTITAS RESPONDEN

1. IDENTITAS ORANG TUA


NO IDENTITAS
66

1 Nama

2 Umur

3 Pendidikan

4 Pekerjaan

2. IDENTITAS ANAK
1. Nama Anak :
2. Tanggal lahir :
3. Anak ke :
4. Umur : bulan
6. BB Lahir : gram
7. BB Sekarang : gram

Keterangan : * Coret yang tidak perlu

II PEMBERIAN ASI
Petunjuk pengisian : Beri tanda silang (x) pada masing-masing jawaban yang menurut anda
sesuai dan dianggap paling benar.

1. Sebelum bayi disusui untuk pertama kali, apakah bayi diberi cairan atau makanan?
a. ya b. tidak
2. Apakah bayi ibu hanya diberi ASI saja hingga umur 6 bulan
a. ya b. tidak
3. Jika “tidak”, pada usia berapa bayi ibu diberikan makanan selain ASI
a. 1 bulan c. 3 bulan
b. 2 bulan d. 4 bulan
67

4. Makanan pendamping apa yang pertama kali diberikan pada bayi yang berumur dibawah
6 bulan
a. bubur susu
b. kerokan pisang
c. susu formula
d. nasi lembek
e. lain-lain, sebutkan :………..

Mendapat ASI eksklusif / Susu formula*


Keterangan​ :
ASI eksklusif : Bila bayi sampai dengan umur 6 bulan hanya diberi ASI saja tanpa
makanan tambahan apapun
Susu formula : Bila bayi tidak diberikan ASI eksklusif/ diberi ASI dengan bantuan
makanan tambahan (susu formula)
* Coret yang tidak perlu

Statistics
Umur Pendidikan Pekerjaan Anak ke Jenis Kelamin BB Lahir BB Sekarang Penerimaan
Ibu Ibu Ibu ASI
N Valid 40 40 40 40 40 40 40 40
Missing 0 0 0 0 0 0 0 0
Mean 2,00 1,75 1,15 1,68 3025,00 6975,00
Median 2,00 2,00 1,00 2,00 2850,00 7050,00
Std. Deviation ,453 ,707 ,362 ,572 334,932 786,016
Skewness ,000 ,401 2,038 ,119 ,866 -,064
Std. Error of Skewness ,374 ,374 ,374 ,374 ,374 ,374
Kurtosis 2,441 -,879 2,263 -,588 -,951 -1,900
Std. Error of Kurtosis ,733 ,733 ,733 ,733 ,733 ,733

Frequency Table
68

Umur Ibu
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
1 4 10,0 10,0 10,0
2 32 80,0 80,0 90,0
Valid 3 4 10,0 10,0 100,0
Total 40 100,0 100,0

Pendidikan Ibu
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
1 16 40,0 40,0 40,0
2 18 45,0 45,0 85,0
Valid 3 6 15,0 15,0 100,0
Total 40 100,0 100,0

Pekerjaan Ibu
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
1 34 85,0 85,0 85,0
Valid 2 6 15,0 15,0 100,0
Total 40 100,0 100,0

Anak ke
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
1 15 37,5 37,5 37,5
2 23 57,5 57,5 95,0
Valid 3 2 5,0 5,0 100,0
Total 40 100,0 100,0

Jenis Kelamin
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
L 15 37,5 37,5 37,5
Valid P 25 62,5 62,5 100,0
Total 40 100,0 100,0

BB Lahir
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
2700 6 15,0 15,0 15,0
2800 14 35,0 35,0 50,0
2900 5 12,5 12,5 62,5
3000 2 5,0 5,0 67,5
Valid 3100 1 2,5 2,5 70,0
3200 2 5,0 5,0 75,0
3500 4 10,0 10,0 85,0
3600 6 15,0 15,0 100,0
Total 40 100,0 100,0
69

BB Sekarang
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
5800 1 2,5 2,5 2,5
5900 2 5,0 5,0 7,5
6000 2 5,0 5,0 12,5
6200 4 10,0 10,0 22,5
6300 6 15,0 15,0 37,5
6400 4 10,0 10,0 47,5
Valid 6500 1 2,5 2,5 50,0
7600 7 17,5 17,5 67,5
7700 3 7,5 7,5 75,0
7800 6 15,0 15,0 90,0
7900 4 10,0 10,0 100,0
Total 40 100,0 100,0

Penerimaan ASI
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
ASI 21 52,5 52,5 52,5
Valid SUF 19 47,5 47,5 100,0
Total 40 100,0 100,0

CROSSTABS
/TABLES=Umur_ibu BY Penerimaan_ASI
/FORMAT=AVALUE TABLES
/CELLS=COUNT ROW COLUMN RESID
/COUNT ROUND CELL.

Crosstabs

Notes
Output Created 06-AUG-2020 17:04:18
Comments
Active Dataset DataSet0
Filter <none>
Input Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data File 40
User-defined missing values are treated
Definition of Missing
as missing.
Missing Value Handling Statistics for each table are based on all
Cases Used the cases with valid data in the specified
range(s) for all variables in each table.
CROSSTABS
/TABLES=Umur_ibu BY
Penerimaan_ASI
Syntax
/FORMAT=AVALUE TABLES
/CELLS=COUNT ROW COLUMN RESID
/COUNT ROUND CELL.
Processor Time 00:00:00,02
Resources Elapsed Time 00:00:00,01
Dimensions Requested 2
70

Cells Available 174734

[DataSet0]

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Umur Ibu * Penerimaan ASI 40 100,0% 0 0,0% 40 100,0%

Umur Ibu * Penerimaan ASI Crosstabulation


Penerimaan ASI Total
ASI SUF
Count 1 3 4
% within Umur Ibu 25,0% 75,0% 100,0%
1 % within Penerimaan ASI 4,8% 15,8% 10,0%
Residual -1,1 1,1
Count 18 14 32
% within Umur Ibu 56,3% 43,8% 100,0%
Umur Ibu 2 % within Penerimaan ASI 85,7% 73,7% 80,0%
Residual 1,2 -1,2
Count 2 2 4
% within Umur Ibu 50,0% 50,0% 100,0%
3 % within Penerimaan ASI 9,5% 10,5% 10,0%
Residual -,1 ,1
Count 21 19 40
Total % within Umur Ibu 52,5% 47,5% 100,0%
% within Penerimaan ASI 100,0% 100,0% 100,0%

CROSSTABS
/TABLES=Pendidikan_ibu BY Penerimaan_ASI
/FORMAT=AVALUE TABLES
/CELLS=COUNT ROW COLUMN RESID
/COUNT ROUND CELL.

Crosstabs

Notes
Output Created 06-AUG-2020 17:04:54
Comments
Active Dataset DataSet0
Filter <none>
Input Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data File 40
User-defined missing values are treated
Definition of Missing
as missing.
Missing Value Handling Statistics for each table are based on all
Cases Used the cases with valid data in the specified
range(s) for all variables in each table.
Syntax CROSSTABS
71

/TABLES=Pendidikan_ibu BY
Penerimaan_ASI
/FORMAT=AVALUE TABLES
/CELLS=COUNT ROW COLUMN RESID
/COUNT ROUND CELL.
Processor Time 00:00:00,02
Elapsed Time 00:00:00,05
Resources
Dimensions Requested 2
Cells Available 174734

[DataSet0]

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Pendidikan Ibu * Penerimaan ASI 40 100,0% 0 0,0% 40 100,0%

Pendidikan Ibu * Penerimaan ASI Crosstabulation


Penerimaan ASI Total
ASI SUF
Count 7 9 16
% within Pendidikan Ibu 43,8% 56,3% 100,0%
1 % within Penerimaan ASI 33,3% 47,4% 40,0%
Residual -1,4 1,4
Count 11 7 18
% within Pendidikan Ibu 61,1% 38,9% 100,0%
Pendidikan Ibu 2 % within Penerimaan ASI 52,4% 36,8% 45,0%
Residual 1,6 -1,6
Count 3 3 6
% within Pendidikan Ibu 50,0% 50,0% 100,0%
3 % within Penerimaan ASI 14,3% 15,8% 15,0%
Residual -,2 ,2
Count 21 19 40
Total % within Pendidikan Ibu 52,5% 47,5% 100,0%
% within Penerimaan ASI 100,0% 100,0% 100,0%

CROSSTABS
/TABLES=Pekerjaan_ibu BY Penerimaan_ASI
/FORMAT=AVALUE TABLES
/CELLS=COUNT ROW COLUMN RESID
/COUNT ROUND CELL.

Crosstabs

Notes
Output Created 06-AUG-2020 17:05:19
Comments
Active Dataset DataSet0
Input Filter <none>
Weight <none>
72

Split File <none>


N of Rows in Working Data File 40
User-defined missing values are treated
Definition of Missing
as missing.
Missing Value Handling Statistics for each table are based on all
Cases Used the cases with valid data in the specified
range(s) for all variables in each table.
CROSSTABS
/TABLES=Pekerjaan_ibu BY
Penerimaan_ASI
Syntax
/FORMAT=AVALUE TABLES
/CELLS=COUNT ROW COLUMN RESID
/COUNT ROUND CELL.
Processor Time 00:00:00,00
Elapsed Time 00:00:00,01
Resources
Dimensions Requested 2
Cells Available 174734

[DataSet0]

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Pekerjaan Ibu * Penerimaan ASI 40 100,0% 0 0,0% 40 100,0%

Pekerjaan Ibu * Penerimaan ASI Crosstabulation


Penerimaan ASI Total
ASI SUF
Count 19 15 34
% within Pekerjaan Ibu 55,9% 44,1% 100,0%
1 % within Penerimaan ASI 90,5% 78,9% 85,0%
Residual 1,2 -1,2
Pekerjaan Ibu
Count 2 4 6
% within Pekerjaan Ibu 33,3% 66,7% 100,0%
2 % within Penerimaan ASI 9,5% 21,1% 15,0%
Residual -1,2 1,2
Count 21 19 40
Total % within Pekerjaan Ibu 52,5% 47,5% 100,0%
% within Penerimaan ASI 100,0% 100,0% 100,0%

CROSSTABS
/TABLES=Anak_ke BY Penerimaan_ASI
/FORMAT=AVALUE TABLES
/CELLS=COUNT ROW COLUMN RESID
/COUNT ROUND CELL.

Crosstabs

Notes
Output Created 06-AUG-2020 17:05:42
Comments
73

Active Dataset DataSet0


Filter <none>
Input Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data File 40
User-defined missing values are treated
Definition of Missing
as missing.
Missing Value Handling Statistics for each table are based on all
Cases Used the cases with valid data in the specified
range(s) for all variables in each table.
CROSSTABS
/TABLES=Anak_ke BY Penerimaan_ASI
Syntax /FORMAT=AVALUE TABLES
/CELLS=COUNT ROW COLUMN RESID
/COUNT ROUND CELL.
Processor Time 00:00:00,00
Elapsed Time 00:00:00,02
Resources
Dimensions Requested 2
Cells Available 174734

[DataSet0]

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Anak ke * Penerimaan ASI 40 100,0% 0 0,0% 40 100,0%

Anak ke * Penerimaan ASI Crosstabulation


Penerimaan ASI Total
ASI SUF
Count 7 8 15
% within Anak ke 46,7% 53,3% 100,0%
1 % within Penerimaan ASI 33,3% 42,1% 37,5%
Residual -,9 ,9
Count 14 9 23
% within Anak ke 60,9% 39,1% 100,0%
Anak ke 2 % within Penerimaan ASI 66,7% 47,4% 57,5%
Residual 1,9 -1,9
Count 0 2 2
% within Anak ke 0,0% 100,0% 100,0%
3 % within Penerimaan ASI 0,0% 10,5% 5,0%
Residual -1,1 1,1
Count 21 19 40
Total % within Anak ke 52,5% 47,5% 100,0%
% within Penerimaan ASI 100,0% 100,0% 100,0%

Anda mungkin juga menyukai