Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut Sumarni (2017) rumah sakit merupakan salah satu instansi
pemerintah yang bergerak di bidang sektor publik dalam bidang jasa kesehatan.
Kegiatan usaha rumah sakit umum daerah bersifat sosial dan ekonomi yang
mengutamakan pelayanan kesehatan yang terbaik bagi masyarakat. Rumah sakit
umum sebagai salah satu instansi pemerintah harus mampu memberikan
pertanggungjawaban baik secara keuangan maupun non-keuangan kepada
pemerintah dan masyarakat sebagai pengguna jasa. Oleh karena itu, perlu adanya
suatu pengukuran kinerja yang mencakup semua aspek. Berdasarkan undang-
undang nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Bab 11 Pasal 52 tentang
pencatatan dan pelaporan dimana setiap rumah sakit wajib melakukan pencatatan
dan pelaporan tentang semua kegiatan penyelenggaraan rumah sakit dalam bentuk
sistem informasi manajemen rumah sakit. Banyak laporan manajemen akan tetapi
bukan merupakan perangkat manajamen, tetapi sekedar memorandum informasi.
Sebagai perangkat manajemen, laporan manajemen harus mendorong tindakan
secara tepat waktu pada arah yang benar.
Pengukuran kinerja merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi
organisasi bisnis. Di dalam sistem pengendalian manajemen pada suatu organisasi
bisnis, pengukuran kinerja merupakan usaha yang dilakukan pihak manajemen
untuk mengevaluasi hasil-hasil kegiatan yang telah dilaksanakan oleh masing-
masing pusat pertanggung jawaban yang dibandingkan dengan tolak ukur yang
telah ditetapkan. Pengukuran kinerja telah menjadi topik yang hangat di banyak
negara maju. Perusahaan perusahaan nasional maupun internasional berusaha
menjadi yang terdepan dalam mewujudkan lingkungan yang kompetitif.
Pengukuran Kinerja perusahaan merupakan sesuatu yang dihasilkan oleh suatu
perusahaan dalam periode tertentu dengan mengacu pada standar yang ditetapkan.
Dengan demikian penilaian kinerja perusahaan mengandung makna suatu proses
atau sistem penilaian mengenai pelaksanaan kemampuan kerja suatu perusahaan
(organisasi) berdasarkan standar tertentu (Kaplan dan Norton, 1996).

1
Selama ini, pengukuran kinerja hanya dilakukan secara tradisional dan hanya
menitik beratkan pada sisi finansial atau keuangan saja. Padahal jika ditinjau
kembali untuk mengukur kinerja suatu perusahaan yang baik bukan diukur hanya
dengan metode keuangan saja, maka dari itu diciptakan pengukuran kinerja
menggunakan empat perspektif atau yang sering dikenal dengan metode balanced
scorecard yang pertama kali dikembangkan oleh Kaplan dan Norton (1996).
Menurut Mulyadi (2007) Balanced scorecard merupakan suatu metode
pengukuran kinerja perusahaan dengan mempertimbangkan empat perspektif
untuk mengukur kinerja perusahaan yaitu: perspektif keuangan, pelanggan, proses
bisnis internal serta proses pebelajaran dan pertumbuhan. Balanced scorecard
dinilai cocok untuk organisasi sektor publik karena Balanced Scorecard tidak
hanya menekankan pada aspek kuantitatif finansial, tetapi juga aspek kualitatif
dan non-finansial. Hal tersebut sejalan dengan sektor publik yang menempatkan
laba bukan hanya sebagai ukuran kinerja utama, namun pelayanan yang
cenderung bersifat kualitatif dan non keuangan (Mahmudi, 2007).
Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Marselin, dkk (2015)
dengan judul analisis kinerja dan pemetaan strategi instalasi farmasi menggunakan
balanced scorecard menunjukan bahwa kinerja yang baik pada indikator
pertumbuhan dan pembelajaran yang meliputi kepuasan kerja karyawan, dan
turnover karyawan. Untuk pengukuran kepuasan kerja karyawan termasuk pada
kategori sedang dengan nilai rata-rata 2,62 berbeda dengan penelitian oleh
Rikmasari (2014) di IFRS Mitra Idaman Kota Banjar menunjukkan nilai kepuasan
kerja karyawan 2,99 dengan kategori baik, sedangkan untuk tingkat turn over
karyawan di IFRS “X” relatif rendah dengan nilai sebesar 20%, jumlah karyawan
yang mengundurkan diri selama tahun 2014 sebanyak satu orang dari total enam
orang karyawan dengan alasan mengurus keluarga, dan untuk hasil penilaian
budaya organisasi di IFRS “X” termasuk kategori cukup dengan nilai rata-rata
2,45. Hal ini menunjukkan budaya organisasi di IFRS “X” masih lemah.
Sedangkan untuk perspektif Bisnis Internal sudah cukup baik dari 4 indikator
ketersediaan obat sudah mencapai 100%, tingkat kepatuhan formularium cukup
tinggi, persentase stok mati dan perbekalan farmasi yang expired date (ED) sangat

2
baik dimana hasil perbekalan farmasi yang expired date (ED) adalah senilai 0%,
untuk hasil pengukuran dispensing time didapatkan rata-rata waktu 15-18 menit
untuk resep non racikan dan pada resep racikan tidak dapat diukur karena selama
pengambilan data tidak ditemukan sampel resep racikan. Lama dispensing time
resep non racikan hasil penelitian masih belum memenuhi standar yang telah
ditetapkan oleh IFRS “X”.
Penelitian Santoso (2015) dengan judul analisis kinerja instalasi farmasi rumah
sakit sultan agung dengan menggunakan pendekatan balanced scorecard pada
perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, pada penelitian ini menggunakan
pengukuran human capital di IFRS Islam Sultan Agung. Berdasarkan hasil
pengukuran semangat kerja diperoleh persentase karyawan yang memiliki
semangat kerja sangat tinggi sebanyak 43,18% (19 orang), semangat kerja tinggi
sebanyak 43,18% (19 orang) dan semangat kerja cukup tinggi sebanyak 13,64%
(6 orang). Hal ini tentunya akan menunjang kinerja dari karyawan IFRS Islam
Sultan Agung. Untuk hasil pengukuran produktivitas menunjukkan bahwa,
produktifitas langsung karyawan IFRS Islam Sultan Agung sebesar 70%. Pada
tingkat produktifitas kerja, menurut Sinungan (1996), tingkat pemanfaatan waktu
kerja produktif langsung sebesar 75% sudah dapat dikatakan baik.
Penelitian ini dilakukan di salah satu rumah sakit yang ada di Gorontalo yaitu
RSI Gorontalo, RSI Gorontalo ialah satu dari sekian rumah sakit milik Organisasi
Sosial Gorontalo yang berbentuk RSU (Rumah Sakit Umum) yang bertempat di
Jl. KH. Agus Salim No.50, Gorontalo, Indonesia. Rumah sakit islam memiliki
Instalasi farmasi yang di pimpin oleh apoteker dan dibantu oleh beberapa tenaga
teknis kefarmasian dalam upaya melakukan pelayanan kefarmasian. Instalasi
Farmasi Rumah Sakit (IFRS) merupakan salah satu divisi rumah sakit yang
mempunyai pengaruh sangat besar pada perkembangan professional rumah sakit
dan juga terhadap ekonomi dan biaya total rumah sakit. Pelayanan farmasi rumah
sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah
sakit yang utuh dan berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang
bermutu, dan harga terjangkau bagi semua lapisan masyarakat (Siregar, 2004).
Oleh karena itu, perlu adanya suatu pengukuran kinerja yang mencakup semua

3
aspek. Balanced Scorecard merupakan pilihan yang tepat untuk melakukan
pengukuran kinerja baik dari aspek keuangan maupun non keuangan.
Penelitian ini hanya berfokus menggunakan dua perspektif saja yaitu bisnis
internal serta pertumbuhan dan pembelajaran, dimana kedua perspektif ini
merupakan penopang dari perspektif lainnya. Karena penerapan balance
scorecard harus dimulai dari akarnya yaitu perspektif pertumbuhan dan
pembelajaran yang dapat mengindentifikasi instruktur yang harus dibangun
perusahaan untuk membentuk pertumbuhan dan perkembangan perusahaan jangka
panjang yang dapat melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas (SDM)
seperti kualitas kariawan yang akan memberikan kontribusi besar pada proses
bisnis internal yang dapat memberikan kepuasan kepada konsumen sehingga
menjadi kekuatan dibidang finansial dan dapat dijadikan evaluasi untuk
meningkatkan kinerja pelayanan kesehatan di instalasi rumah sakit islam
Gorontalo kepada masyarakat
Pada observasi awal di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Islam Gorontalo di
temukan pelayanan yang sudah sesuai dengan kentetuan oleh kementerian
kesehatan yaitu dispensing time yang sudah baik, namun terdapat beberapa hal
yang tidak sesuai dengan ketentuan yaitu tingkat turn over ratio yang berkaitan
jumlah kariawan yang mengundurkan diri dalam setahun, dan telah diketahui
bahwa jumlah kariawan yang mengundurkan diri sebanyak 5 orang dari 7
kariawan hal ini bisa jadi disebabkan oleh bebebrapa faktor yaitu semangat kerja
dan tingkat kepuasan kariawan di instalasi farmasi rumah sakit. Selain itu tingkat
ketersediaan obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Islam Gorontalo belum terlalu
lengkap dilihat dari beberapa resep yang dikembalikan karena tidak tersedianya
obat yang tertulis pada resep tersebut, dan untuk presentasi perbekalan farmasi
yang expire date (ED) dan rusak masih dikategori baik.
Oleh karena itu berdasarkan uraian diatas perlu dilakukan penelitian yang
menganalisis kinerja Instalasi Farmasi Rumah Sakit Islam Gorontalo dengan
pendekatan balance scorecard menggunakan perspektif pertumbuhan dan
pembelajaran serta bisnis internal

4
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana kinerja Instalasi Farmasi Rumah Sakit Islam Gorontalo dengan
metode Balanced Scorecard dengan perspektif pertumbuhan dan pembelajaran
serta bisnis internal?
1.3 Tujuan Penelitian
Mengukur kinerja Instalasi Farmasi Rumah Sakit Islam Gorontalo dengan
pendekatan Balanced Scorecard dengan perspektif pertumbuhan dan
pembelajaran serta bisnis internal
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat dan untuk menambah
wawasan terhadap kinerja instalasi farmasi sehingga dapat meningkatkan
mutu pelayanan rumah sakit
1.4.2 Manfaat Secara Aplikatif
1. Bagi instansi pendidikan
Penelitian ini bisa sebagai bahan informasi terkait evaluasi kinerja di
instalasi farmasi rumah sakit
2. Bagi peneliti
Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan serta wawasan dalam dunia
farmasi khususnya tentang manajemen kefarmasian di instalasi farmasi

5
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengukuran Kinerja
2.1.1 Definisi Pengukuran Kinerja
Pengukuran kinerja merupakan salah satu faktor yang sangat penting
bagi perusahaan karena pengukuran kinerja merupakan usaha memetakan
strategi kedalam tindakan pencapaian target tertentu (Giri, 1998). Sistem
pengukuran kinerja dapat dijadikan sebagai alat pengendalian organisasi,
karena pengukuran kinerja diperkuat dengan menetapkan reward dan
punishment system (Ulum, 2009).
Menurut Larry D.Stout (dalam Yuwono, 2002), Pengukuran kinerja
merupakan proses mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan
dalam arah pencapaian misi (mission accomplishment) melalui hasil-hasil
yang ditampilkan berupa produk, jasa ataupun suatu proses. Sedangkan
kinerja adalah hasil yang diperoleh oleh suatu organisasi baik organisasi
tersebut bersifat profit oriented dan nonprofit oriented yang dihasilkan selama
satu periode waktu dan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan
suatu kegiatan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi
yang tertuang dalam perumusan skema strategis suatu organisasi (Fahmi,
2010).
Sistem pengukuran kinerja dalam manajemen tradisional ditekankan
pada aspek keuangan, karena ukuran keuangan ini mudah dilakukan sehingga
kinerja personal yang diukur hanya berkaitan dengan aspek keuangan. Sistem
pengukuran kinerja pada aspek keuangan memang umum dilakukan, ada
beberapa kelebihan dan kelemahan dalam sistem pengukuran tradisional yang
menitik beratkan pada aspek keuangan. Kelebihannya adalah orientasinya
pada keuntungan jangka pendek dan hal ini akan mendorong manajer lebih
banyak memperbaiki kinerja perusahaan jangka pendek Sulastri, (2001).
Kelemahannya adalah terbatas dengan waktu, mengungkapkan prestasi
keuangan yang nyata tanpa dengan adanya suatu pengharapan yang dapat

6
dilihat dari faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya prestasi itu sendiri,
dan ketidakmampuan dalam mengukur kinerja harta tak tampak (intangible
asset) dan harta intelektual (sumberdaya manusia) perusahaan
(Soetjipto,1997).
2.1.2 Tujuan Pengukuran Kinerja
Pengukuran kinerja merupakan bagian penting bagi proses
pengendalian manajemen bagi sektor publik. Menurut Mahmudi (2010)
terdapat enam tujuan dalam pengukuran kinerja sektor publik yaitu:
1. Untuk mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi.
2. Menyediakan sarana pembelajaran pegawai.
3. Memperbaiki kinerja pada periode berikutnya
4. Memberikan pertimbangan yang sistematik dalam pembuatan keputusan
reward dan punishment.
5. Memotivasi pegawai.
6. Menciptakan akuntabilitas publik.
Sedangakan menurut Mardismo (2002) Secara umum, tujuan
pengukuran kinerja sektor publik adalah :
1. Mengkomunikasikan strategi secara lebih baik
2. Mengukur kinerja finansial dan non-finansial secara berimbang sehingga
dapat ditelusuri perkembangan pencapaian strategi.
3. Mengakomodasi pemahaman kepentingan manajer level menengah dan
bawah serta memotivasi untuk mencapai goal congruence.
4. Alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan individual dan
kemampuan kolektif rasional.
2.1.3 Manfaat Pengukuran Kinerja
Manfaat pengukuran kinerja sektor publik menurut Lynch dan Cross
(1993) adalah:
a. Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga akan membawa
perusahaan lebih dekat kepada pelanggannya dan membuat seluruh orang
dalam organisasi terlibat dalam upaya memberi kepuasan kepada
pelanggan.

7
b. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata
rantai pelanggan dan pemasok internal.
c. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya
pengurangan terhadap pemborosan tersebut (reduction of waste).
d. Membuat suatu tujuan strategis yang biasanya masih kabur menjadi lebih
konkrit sehingga mempercepat proses pembelajaran.
e. Membangun konsensus untuk melakukan suatu perubahan dengan
memberi reward atas perilaku tersebut.
Menurut Mulyadi (2007) manfaat pengukuran kinerja sebagai berikut :
a. Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui
permotivasian personel secara maksimal
b. Membantu pengambilan keputusan yang berkaitan dengan penghargaan
personel seperti : promosi, transfer, dan pemberhentian
c. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan personel untuk
menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan personel
d. Menyediakan umpan balik bagi personel mengenai bagaimana atasan
mereka menilai kinerja mereka
e. Menyediakan dasar bagi distribusi penghargaan
2.2
2.2 Balance Scorecard
2.2.1 Definisi
Balanced Scorecard merupakan suatu metode pengukuran kinerja
perusahaan dengan mempertimbangkan empat perspektif untuk mengukur
kinerja perusahaan yaitu: perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis
internal serta proses pebelajaran dan pertumbuhan. Dari keempat perspektif
tersebut dapat dilihat bahwa Balanced Scorecard menekankan perspektif
keuangan dan non keuangan. Balanced Scorecard memberi kerangka kerja
untuk penerjemahan strategi ke dalam kerangka operasional (Mulyadi, 2007).
Pengukuran kinerja dengan konsep Balanced Scorecard untuk sebuah
organisasi atau perusahaan telah diperkenalkan oleh Kaplan dan Norton
(1996). Konsep ini merupakan alat manajemen kontemporer (contemporary

8
management tool) yang dapat digunakan oleh perusahaan (termasuk rumah
sakit) untuk menilai kinerja setiap elemen dalam struktur organisasi
perusahaan. Oleh karena itu, konsep Balanced Scorecard sangat relevan untuk
mengukur kinerja instalasi farmasi suatu rumah sakit. Konsep tersebut dapat
digunakan untuk memetakan permasalahan manajemen yang terjadi dalam
instalasi farmasi sehingga dapat menentukan posisinya saat ini, terutama
dalam komparasi atau perbandingan dengan instalasi farmasi rumah sakit
lainnya. Di samping itu, konsep Balanced Scorcard juga dapat digunakan
sebagai indikator untuk menilai keberhasilan suatu rumah sakit (Trisnantoro,
2004).
Balanced Scorcard merupakan sistem pengukuran kinerja bagi
perusahaan untuk berinvestasi jangka panjang. Berbeda dengan konsep
lainya, Balanced Scorecard menentukan strategi organisasi dalam pencapaian
tujuan organisasi secara berimbang pada perspektif proses bisnis internal,
(Yuwono dkk., 2002).
2.2.2 Kelemahan dan kelebihan BSC
Kelemahan dari balanced scorecard yaitu membuat dan memasukan
ukuran dan system manajemen baru ke organisasi sangatlah rumit dan rentan
terhadap sedikitnya empat kelemahan sebagai berikut (Atkinson, et al, 2012)
1. Manajemen senior tidak berkomitmen
2. Tanggung jawab scorecard tidak mengalir kebawah
3. Solusi dirancang berlebihan atau scorecard diperlakuakn sebagai peristiwa
satu kali
4. Balanced scorecard diperlakukan sebagai sistem atau proyek konsultasi
Sedangkan untuk keunggulan balanced scorecard menurut Mulyadi
(2007) mengemukakan bahwa balanced scorecard memiliki keunggulan di
dua aspek:
1. Meningkatkan secara signifikan kualitas perencanaan
2. Meningkatkan kualitas pengelolaan kinerja personel
2.2.3 Pengukuran Balanced Scorecard

9
Menurut Wahyuni dkk (2004), pengukuran kinerja dengan konsep
Balanced Scorecard bertujuan untuk mengetahui pencapaian sasaran yang
diorganisir dalam empat perspektif, yaitu pembelajaran dan pertumbuhan,
customer, proses bisnis internal, serta keuangan.

10
Gambar 2.1 Pengukuran Balance Scorecard
2.2.3.1 Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran
Pada perspektif ini difokuskan untuk melakukan perbaikan dan
menmbah nilai bagi pelanggan dan stakeholder-nya. Tujuan yang ditetapkan
pada perspektif ini akan berpengaruh terhadap perspektif lainnya, beberapa
sasaran dan tujuan untuk perspektif pembelajaran dan pertumbuhan ini antara
lain peningkatan kemampuan pegawai dan peningkatan motivasi pegawai.
Menurut Krismiaji dan Aryani (2011) menjelaskan dalam perspektif proses
pembelajaran dan pertumbuhan, perusahaan melihat tiga faktor utama yaitu
orang, sistem, dan prosedur organisasi, yang berperan dalam pertumbuhan
jangka panjang perusahaan.
Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan mengindentifikasi
instruktur yang harus dibangun perusahaan untuk membentuk pertumbuhan
dan perkembangan perusahaan jangka panjang. Sasaran strategi perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan adalah human capital (Kaplan dan Norton,
2001).
1) Produktivitas kerja
Produktivitas kerja menurut Kisdarto (2001), adalah perbandingan
antara keluaran (output) yang ingin dicapai dengan masukan (input) yang

11
diberikan. Produktivitas juga merupakan hasil dari efesiensi pengelolaan
masukan dan efektivitas pencapaian sasaran. Efektivitas dan efesiensi
yang tinggi akan menghasilkan produktivitas yang tinggi.
2) Kepuasan Kerja
Menurut Hasibuan (2007) kepuasan adalah sikap emosional yang
menyenangkan dan mencintai pekerjaannya.Kepuasan kerja (job
statisfaction) karyawan harus diciptakan sebaik-baiknya supaya moral
kerja, dedikasi, kecintaan, dan kedisiplinan karyawan meningkat.Sikap
ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi kerja
3) Turn Over Kariawan
Tingkat turn over kariawan berkaitan dengan tingkat kemampuan
kariawan. Turn Over kariawan yang tinggi menyebabkan seringnya
terjadi pergantian kariawan, sehingga kariawan belum memiliki
pengalaman dan menguasai permasalahan dalam instalasi farmasi
2.2.3.2 Perspektif Bisnis Internal
Menurut Kaplan dan Norton (2000) dalam proses bisnis internal,
manajer harus bisa mengidentifikasi proses internal yang penting
dimana perusahaan diharuskan melakukan dengan baik karena proses
internal tersebut mempunyai nilai-nilai yang diinginkan konsumen dan
dapat memberikan pengembalian yang diharapkan oleh para pemegang
saham.
1) Dispensing Time
Pengukuran dispensing time dilakukan melalui pengamatan secara
langsung terhadap proses dispensing. Penghitungan waktu dilakukan
mulai sejak pasien menyerahkan resep sampai dengan obat siap
diserahkan kepada pasien, Standar dispensing time menurut WHO (1993)
adalah 30 menit untuk resep non racikan dan 60 menit untuk resep
racikan, Dispensing time menjadi faktor kritis dalam pelayanan farmasi,
karena Intalasi Farmasi Rumah Sakit merupakan barier dan titik jenuh
terakhir sebelum obat diterima dan digunakan oleh pasien. Pasien
menuntut dispensing time dalam pelayanan farmasi sependek mungkin,

12
akan tetapi semakin cepat pelayanan obat potensial error juga semakin
besar. Kondisi ini menuntut Intalasi Farmasi Rumah Sakit harus
mengupayakan sistem pelayanan yang bermutu (Indriyani, 2015)
2) Ketersediaan Obat
Tingkat ketersediaan obat adalah kemampuan instalasi farmasi dalam
menyediakan obat sesuai dengan resep atau permintaan pasien pada
pelayanan resep. Kekosongan obat sangat terkait dengan manajemen
pengadaan dan pengendalian obat di IFRS yang akan mempengaruhi
proses pelayanan (Satibi dkk.,2011).
2.2.3.3 Perpektif Pelanggan
Perspektif pelanggan (customer) adalah pengukuran tingkat
keterjaringan pelanggan. Tingkat keterjaringan pasien yang tinggi akan
meningkatkan pendapatan rumah sakit, demikian pula sebaliknya. Tingkat
keterjaringan pasien mengukur proporsi jumlah resep yang terlayani atau
ditebus di instalasi farmasi dibandingkan dengan jumlah pasien yang
mendapatkan resep dalam periode hari yang sama (Fitriah, 2013).
Menurut Kaplan dan Norton (2000), Dalam perspektif pelanggan
Balanced Scorecard, para manajer mengidentifikasi pelanggan. Ukuran
utama tersebut terdiri atas kepuasan pelanggan, retensi pelanggan,
akuisisi pelanggan baru, profitabilitas pelanggan, dan pangsa pasar di
segmen sasaran.
Perspektif pelanggan berfokus pada bagaimana organisasi
memperhatikan pelanggannya agar berhasil. Suatu organisasi juga harus
memberikan insentif kepada manager dan kariyawan yang dapat memenuhi
harapan pelanggan (Mulyadi, 2005).
2.2.3.4 Perspektif Keuangan
Perspektif keuangan tetap menjadi perhatian dalam Balanced
Scorecard, karena ukuran keuangan merupakan ikhtisar dari konsekuensi
ekonomi yang terjadi yang disebabkan oleh pengambilan keputusan
(Sugiyanto dan Anwar, 2003).

13
Menurut Kaplan dan Norton (2000), Balanced Scorecard tetap
menggunakan perspektif finansial karena ukuran kinerja finansial
memberikan petunjuk apakah strategi perusahaan, implementasi dan
pelaksanaannya memberikan kontribusi atau tidak kepada peningkatan laba
perusahaan. Aspek keuangan menunjukkan apakah perencanaan,
implementasi dan pelaksanaan dari strategi memberikan perbaikan yang
mendasar. Tolak ukur kinerja keuangan yaitu seperti laba bersih dan ROI
(Return On Investment), karena tolok ukur tersebut secara umum digunakan
dalam organisasi yang mencari keuntungan/provit.
Menurut Mulyadi (2005) tolak ukur keuangan di design dengan bik
dapat memberikan gambaran yang akurat untuk keberhasilan suatu organisasi.
Tolak ukur keuangan adalah penting, akan tetapi tidak cukup untuk
mengarahkan kinerja dalm menciptkana nilai (value), tolak ukur non
keuangan juga tidak memadai untuk menyatakan angka paling bawah.
2.3 Rumah sakit
2.3.1 Definisi Rumah Sakit
Undang-undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit menyatakan
bahwa rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna,
yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat.
Sebagai upaya penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara paripurna, maka
rumah sakit harus memiliki komponen pelayanan. Menurut Undang-Undang
No. 44 tahun 2009, komponen pelayanan di rumah sakit mencakup 20
pelayanan sebagai berikut:
1. Administrasi dan manajemen
2. Pelayanan medis,
3. Pelayanan gawat darurat,
4. Kamar operasi,
5. Pelayanan intensif,
6. Pelayanan perinatal risiko tinggi,
7. Pelayanan keperawatan,

14
8. Pelayanan anastesi,
9. Pelayanan radiologi,
10. Pelayanan farmasi,
11. Pelayanan laboratorium,
12. Pelayanan rehabilitasi medis,
13. Pelayanan gizi,
14. Rekam medis,
15. Pengendalian infeksi di rumah sakit,
16. Pelayanan sterilisasi sentral,
17. Keselamatan kerja, kebakaran dan kewaspadaan bencana alam
18. Pemeliharaan sarana,
19. Pelayanan lain, dan
20. Perpustakaan.
Menurut Undang-Undang No. 44 tahun 2009 pengertian Rumah Sakit
adalah sebagai berikut :
a. Rumah Sakit adalah pusat dimana pelayanan kesehatan masyarakat,
pendidikan serta penelitian kedokteran diselenggarakan.
b. Rumah sakit adalah suatu alat organisasi yang terdiri dari tenaga medis
professional yang terorganisir serta sarana kedokteran yang permanen
menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan yang
berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang diderita oleh
pasien.
c. Rumah sakit adalah tempat dimana orang sakit mencari dan menerima
pelayanan kedokteran serta tempat dimana pendidikan klinik untuk
mahasiswa kedokteran, perawat dan tenaga profesi kesehatan lainnya
diselenggarakan.
d. Rumah Sakit adalah sarana upaya kesehatan menyelenggarakan kegiatan
pelayanan kesehatan serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga
kesehatan dan penelitian.
Fungsi rumah sakit tidak secara keseluruhan dapat dilakukan oleh
seluruh rumah sakit milik pemerintah atau swasta, tetapi tergantung pada

15
klasifikasi rumah sakit. Berdasarkan klasifikasi rumah sakit dapat diketahui
bahwa rumah sakit dengan kategori/kelas A, mempunyai fungsi, jumlah
dan kategori ketenagaan, fasilitas, dan kemampuan pelayanan yang lebih
besar daripada rumah sakit dengan kelas lainnya yang lebih rendah,
seperti klas B, C, dan kelas D (Undang-Undang No. 44 tahun 2009).
2.3.2 Profil Rumah Sakit Islam
Gagasan pendirian rumah sakit islam Gorontalo pada awalnya berasal
dari Brigjen Piola Isa, SH yang didukung oleh tokoh-tokoh masyarakat
Gorontalo baik yang berada di Gorontalo maupun yang berada di perantauan.
Melalui berbagai usaha dan pendekatan serta pertemuan antara para tokoh
masyarakat, konsultasidengan pemerintah daerah, maka dibentuklah yayasan
kesejahteraan umat “Khasanah” Gorontalo yang dikukuhkan dengan Akta
Notaris Jotje Nento, SH nomor :36 tanggal 15 oktober 1988.
Pembangunan RSI Gorontalo diawali dengan sebuah gedung berukuran
30 M × 13 M diatas tanah berukuran 2.500 M 2 di kelurahan Liluwo
Kecamatan Kota Utara Kota Gorontal, tepatnya pada jalan Protokol Km 5, Jl.
K.H Agus Salim no 457 Gorontalo Pendirian Gedung ini di danai oleh tokoh-
tokoh yayasan, para dermawan dan bantuan pemerintah daerah serta
masyarakat islam Gorontalo di kelurahan Liluwo.
Pelaksanaan operasional RSI Gorontalo dimulai dengan pembuatan
“Poliklinik Sederhana” di gedung pertama yang dibangun tahun 1991. Pada
tahun1995 “Poliknilik Sederhana” ini dikembangkan menjadi rumah sakit
dengan nama Rumah Sakit Islam Gorontalo.
Adapun Visi dan Misi RSI Gorontalo ialah :
1. Visi : Menjadi Rumah Sakit Pilihan Pertama dan Terkemuka di Gorontalo
dengan pelayanan yang berkualitas berdasarkan nilai-nilai islami
2. Misi
1) Memberikan, menjaga dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang
profesional
2) Menerapkan budaya kerja bernuansa islami yng berorientasi pada
kepuasan pelanggan

16
3) Meningkatkan kinerja profitabilitas untuk kepentingan kemaslahatan
umat manusia
3. Tujuan
1) Memiliki citra pelayanan dengan standar prima
2) Memiliki citra pelayanan dengan budaya islam
3) Menjadi yang berfokus pada kepuasan pelanggan
4) Memiliki citra profitabilitas
5) Mampu meminimalkan Turn Over Rate Kriawan karena ketidakpuasan
kerja dan pelanggan disiplin
4. Falsafah Rumah Sakit Islam Gorontalo adalah : Rumah Sakit Islam
Gorontalo adalah perwujudan dari iman, sebagai amal shaleh
kepada Allah SWT dan menjadikannya sebagai sarana ibadah
5. Motto : “Pelayananku adalah Ibadahku”
2.4 Instalasi Farmasi Rumah Sakit
2.4.1 Definisi Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Instalasi Farmasi Rumah Sakit secara umum dapat diartikan
sebagai suatu departemen atau unit atau bagian dari suatu rumah sakit
dibawah pimpinan seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa orang
apoteker yang memenuhi persyaratan perundang-undangan yang berlaku
dan bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan kefarmasian, yang
terdiri dari pelayanan paripurna mencakup perencanaan, pengadaan,
produksi, penyimpanan perbekalan kesehatan atau sediaan farmasi,
dispensing obat berdasarkan resep bagi penderita saat tinggal maupun
rawat jalan, pengendalian mutu dan pengendalian distribusi dan
penggunaan seluruh perbekalan kesehatan di rumah sakit. Didalam
keputusan Menteri Kesehatan Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah
Sakit, Persyaratan kefarmasian harus menjamin ketersediaan sediaan
farmasi dan alat kesehatan yang bermutu, bermanfaat, aman dan
terjangkau. Pelayanan sediaan farmasi di Rumah Sakit harus
mengikuti standar pelayanan kefarmasian. Pengelolaan alat kesehatan,
sediaan farmasi, dan bahan habis pakai di Rumah Sakit harus dilakukan

17
oleh Instalasi farmasi sistem satu pintu. Besaran harga perbekalan
farmasi pada instalasi farmasi Rumah Sakit harus wajar dan berpatokan
kepada harga patokan yang ditetapkan Pemerintah.
2.4.2 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSI Gorontalo

Kepala Instalasi Farmasi Rumah


Sakit Islam Gorontalo
Siti nurtia arsyad S.Farm.,Apt

IT
Aditya Tumiwa

Asisten Apoteker Asisten Apoteker


Asisten Apoteker
Nurnaningsing husain, Dessy Stenli Gani,
Delya Suno, S.Farm
Amd. Farm Amd. Farm

Gambar 2.2 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSIG


Asisten Apoteker Asisten Apoteker
2.5 Penelitian Yang Relevan
Shintiya Utiah, Amd. Elfira R Hamid,
2.5.1 Sumarni dkk (2017)
Farm S.Farm

18
Penelitian ini tentang evaluasi kinerja organisasi dengan menggunakan
kerangka balanced scorecard pada Rumah Ibnu Sina dilaksanakan pada bulan
Maret – April 2016. Jenis penelitian yang digunakan adalah probability
sampling yaitu menggunakan simple random sampling. Teknik ini
mengambil sampel yang dilakukan secara acak (random) sehingga setiap
elemen dalam populasi memiliki kesempatan yang sama besar untuk dipilih
sebagai sampel penelitian.
Hasil penelitian yang meliputi perspektif pembelajaran dan
pertumbuhan, proses bisnis internal, pelanggan, dan keuangan maka kinerja
Rumah Sakit Ibnu Sina berada pada kategori tinggi. Hubungan sebab-akibat
dari masing-masing perspektif, dimulai dengan perspektif pertumbuhan dan
pembelajaran yang merupakan modal awal suatu organisasi, kemudian
meningkatkan kualitas pemberian jasa melalui proses bisnis internal sehingga
menghasilkan kuaitas hubungan dengan customer pada perspektif pelanggan
dan juga akan berdampak pada pertumbuhan pendapatan Rumah Sakit.
Kinerja di Rumah Sakit Ibnu Sina berdasarkan perspektif pembelajaran dan
pertumbuhan berada pada kategori tinggi, yang berarti tingginya kepuasan
pegawai serta komitmen pegawai dalam bekerja. Berdasarkan perspektif pro-
ses bisnis internal terkait pencapaian standar pelayanan minimal dan prosedur
pelayanan berada pada kategori tinggi. Diharapkan dengan tingginya ku-
antitas jasa pelayanan yang diberikan rumah sakit akan memberikan dampak
pada pilihan customer dalam berkunjung kembali. Berdasarkan perspektif
pelanggan dengan dimensi pengukuran kepuasan pelanggan, jumlah
pelanggan komplain, layanan purna jual, dan retensi pelanggan berada pada
kategori tinggi. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan perspektif
keuangan berada pada kategori tinggi. Proses bisnis internal yang ada di
rumah dakit Ibnu Sina sudah berjalan baik dan apa yang ada saat ini peru
dipertahankan dan tingkatkan utamanya waktu tunggu pelayanan dokter. Pada
Perspektif customer pihak manajemen perlu lebih mampu memaksimalkan
keadaan fisik dan keandalan dari petugas dalam memberikan pelayanan ke-
pada customer sehingga dapat meningkatkan minat kunjungan balik. Dalam

19
meningkatkan kinerja keuangan menjadi baik dapat dilakukan melalui produk
dan jasa yang menghasilkan nilai bagi customer, Rumah Sakit Ibnu Sina
mampu mendatangkan arus pendapatan (revenue) yang menjadi komponen
penting dalam penciptaan kekayaan untuk membangun shareholder value
dengan memperhatikan ke empat perspektif lainnya.
2.5.2 Marselin dkk (2015)
Penelitian termasuk jenis penelitian non eksperimental dengan
rancangan deskriptif. Pengambilan data dilakukan dengan metode retrospektif
dan prospektif. Metode retrospektif digunakan untuk melihat data laporan
keuangan tahunan IFRS. Metode prospektif digunakan untuk data dengan
kuesioner, wawancara mendalam, dan pengamatan langsung. Pengujian
validitas menggunakan teknik korelasi product moment, sedangkan uji
reliabilitas menggunakan teknik Cronbach’s Alpha.
Hasil penelitian melalui empat perspektif, yaitu keuangan, pelanggan,
bisnis internal, pertumbuhan dan pembelajaran dengan indikator dengan hasil
kinerja yang baik, yaitu dari pertumbuhan pendapatan, kepuasan pelanggan,
ketersediaan obat, keterjaringan pelanggan, pertumbuhan pelanggan,
kepatuhan formularium, persentase stok mati, persentase perbekalan farmasi
expired date (ED) dan rusak, analisis unit dose dispensing, produktivitas
karyawan, turn over karyawan, kepemimpinan, dan kerja tim. Hasil kinerja
yang kurang baik sehingga memerlukan perhatian dan perbaikan antara lain
pada indikator inventory turn over ratio (ITOR), dispensing time, kepuasan
kerja karyawan, pelatihan karyawan, budaya organisasi, keselarasan, dan
kapabilitas sistem informasi. Hasil analisis SWOT menunjukkan berada pada
posisi kuadran strategi WO yaitu posisi dengan memperbaiki kelemahan
faktor internal untuk memanfaatkan kesempatan dan menghadapi ancaman
faktor eksternal yang akan datang.
2.5.3 Indriyati dkk (2015)
Penelitian tentang Analsis Kinerja Instalasi Farmasi RSU Daerah X
dengan Pendekatan Balanced Scorecars pada Perpektif Bisnis Internal

20
bersifat survey non eksperimental dan dianalisis secara dekstriptif. Data
diambil secara retrospektif dan prospektif.
Hasil penelitian Kinerja Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah
X ditinjau dari perspektif proses bisnis internal memperlihatkan bahwa rata-
rata Dispensing time rata-rata untuk resep racikan 21 menit dan resep non
racikan15 menit. Tingkat ketersediaan obat pada tahun 2012 sebesar 98% dan
keterjaringan pasien rawat jalan umum sebesar 99%. Berdasarkan
pengamatan peneliti dan wawancara dengan petugas IF RSUD X, lamanya
waktu penyediaan obat terjadi dipengaruhi oleh beberapa faktor. Kurangnya
jumlah tenaga kefarmasian akan memperlama dispensing time. Sementara itu
beban volume pekerjaan semakin bertambah, terlebih pada jam kunjungan
tinggi (pada shif I), sehingga perlu penambahan jumlah karyawan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas, praktik dokter di tiap
poliklinik yang seharusnya buka pada jam 08.00-12.00 baru mulai buka pada
jam 10.00, sehingga menyebabkan pasien yang akan melakukan periksaan
kesehatan menjadi menumpuk pada jam 11.00. Resep-resep yang masuk di
IFRS juga akan menumpuk pada jam-jam tersebut, sehingga waktu tunggu
pasien menjadi lama karena harus antri. Berdasarkan hasil wawancara dengan
kepala IF RSUD X, faktor-faktor yang menyebabkan ketersediaan obat belum
mencapai 100% di IF RSUD X adalah adanya persediaan yang kecil untuk
obat-obat tertentu seperti obat yang jarang diresepkan dan obat slow moving,
lead time yang berbeda-beda dari tiap Pedagang Besar Farmasi (PBF). PBF
juga terkadang mengalami kekosongan obat karena keterlambatan datangya
barang (obat) dari industri farmasi. Selain itu, ada beberapa obat-obatan yang
diresepkan memang tidak tersedia di IF RSUD X.
2.5.4 Rikmasari (2014)
Penelitian ini merupakan pengukuran kinerja instalasi farmasi rumah
sakit X dengan pendekatan balance scorecard dengan menggunakan studi
deskriptif. Subjek penelitian adalah seluruh karyawan IFRS X, pasien rawat
jalan serta dokter dan perawat. Data diperoleh dari data primer dan data
sekunder. Analisa yang digunakan sesuai dengan masing – masing indikator

21
kinerja berdasarkan tujuan strategik pada keempat perspektif BSC. Hasil
penelitian perspektif pembelajaran dan pertumbuhan tidak baik mengingat
dari 10 indikator yang diukur hanya 3 indikator yang menunjukkan hasil baik
yaitu kepuasan kerja karyawan yang berada pada tingkat puas dan karyawan
berada pada tingkat tidak stress dan budaya organisasi baik. Perspektif proses
bisnis internal menunjukkan hasil cukup baik, dari 8 indikator kinerja yang
diukur dispensing time sudah memenuhi standar, tingkat ketersediaan obat
dan kepatuhan terhadap formularium hampir mencapai 100 %., persentase
stok mati, perbekalan farmasi ED dan rusak serta persentase stok akhir
minimal, pembelian IFRS mendekati nilai perencanaan sedangkan frekuensi
melakukan Drug Use Review masih kurang. Perspektif customer
menunjukkan hasil yang tidak baik karena kepuasan customers baik eksternal
dan internal tidak puas walaupun tingkat keterjaringan pasien sudah
menunjukkan persentase 94,12 %. Perspektif keuangan menunjukkan cukup
baik, yaitu ITOR 13,3 kali, Gross profit Margin 22,1 % pertumbuhan
pendapatan 22,15 % dan persentase penerimaan IFRS terhadap penerimaan
RS 55,9 %.
2.5.5 Santoso dkk (2015)
Penelitian tentang Analsis Kinerja Instalasi Farmasi Rumah Sakit Islam
Sultan Agung dengan menggunakan pendekatan balance scorecard pada
perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui kinerja Instalasi Farmasi Rumah Sakit Islam Sultan Agung
dengan menggunakan pengukuran Balanced Scorecard ditinjau dari perspektif
pertumbuhan dan pembelajaran. Penelitian ini bersifat non eksperimental.
Data yang diperoleh yaitudata kuantitatif berdasarkan hasil kuesioner. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa komitmen dan rasa nyaman dalam bekerja
menghasilkan semangat kerja lebih tinggi dan membuahkan hasil kerja yang
memuaskan. Hasil Human Capital IFRS Islam Sultan Agung memperlihatkan
tingkat karyawan yang memiliki semangat kerja sangat tinggi sebanyak
43,18% (19 orang), semangat kerja tinggi sebanyak 43,18% (19 orang) dan
semangat kerja cukup tinggi sebanyak 13,64% (6 orang), hasil produktivitas

22
langsung termasuk tinggi dengan persentase 70%.HumanCapital di IFRS
Islam Sultan Agung termasuk dalam kriteria baik pada perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan.

2.6 Kerangka Pikir

Instalasi Farmasi Rumah


Sakit Islam Gorontalo

Balance Scorecard

Bisnis Internal Pertumbuhan dan


1. Dispensing Time Pembelajaran
2. Ketersediaan Obat 1. Kepuasan Kariawan
3. Kepatuhan 2. Tingkat Turn Over
Formularium kariawan
4. Presentasi perbekalan 3. Semangat Kerja
farmasi (expire date kariawan
dan Rusak)

23
Kinerja Instalasi Farmasi Rumah
Sakit Islam Gorontalo

Gambar 2.3 Kerangka Konsep Balance Scorecard RSI Gorontalo


Kerangka konsep disusun berdasarkan konsep Balanced Scorecard
dimana Balanced Scorecard sebagai alternatif dari pengukuran kinerja
perusahaan karena pengukuran kinerja tradisional (standar nasional) yang
mempunyai banyak keterbatasan. BSC merupakan pendorong kinerja
meliputi perspektif pelanggan, bisnis internal, serta pertumbuhan dan
pembelajaran, diturunkan dari proses penerjemahan strategi perusahaan yang
dilaksanakan secara ekspilit dan ketat ke dalam berbagai tujuan dan ukuran
yang nyata (Suhendra, 2004).
Pada penelitian ini menggunakan dua perspektif yaitu bisnis internal,
pertumbuhan dan pembelajaran dimana kedua perspektif ini saling
berhubungan dalam keberhasilan pelayanan dan keberhasilan perusahaan,
untuk Perspektif bisnis internal merupakan manajemen yang sangat penting
dimana pada perspektif ini mengukur dispensing time, ketersediaan obat,
kepatuhan formularium, dan presentasi perbekalan farmasi dan perspektif
pertumbuhan dan pembelajaran mengukur kepuasan pegawai, tingkat turn
over pegawai, dan semangat kerja kariawan

24
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini direncanakan pada bulan Maret 2019 sampai April 2019 di
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Islam Gorontalo
3.2 Desain Penelitian
Penelitian ini bersifat non eksperimen dan observatif bersifat cross sectional.
Pengambilan data dengan metode konkuren, data konkuren digunakan untuk
melihat data dengan observasi langsung dan wawancara. Data yang dianalisis
terdiri data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari kuesioner dan
Data sekunder diperoleh dari arsip kepegawaian rumah sakit dan laporan
persediaan obat di instalasi farmasi rumah sakit Islam Gorontalo
3.3 Sampel dan Subjek Penelitian
Adapun jumlah populasi rata-rata pasien yang memasukan resep selama
periode 2019 adalah 10.950 resep
1. Perspektif Bisnis Internal
a) Dispensing Time
Penetapan sampel menggunakan Rumus Slovin sebagai berikut :

25
N
n=
1+ N ¿ ¿
Keterangan :
N = Jumlah Populasi
n = Jumlah Sampel
e = 10%
Melalui Rumus diatas dapat dihitung sebagai berikut :
10.950
n= = 99,09 dibulatkan menjadi 100
1+10.950 ¿ ¿
Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus slovin, jumlah rata-
rata populasi yang memasukan resep di instalasi farmasi rumah sakit
Islam Gorontalo dengan tingkat kesalahan 10% adalah 100 resep yang
dibagi menjadi resep racik dan non racik, yaitu 50 resep racik dan 50
resep non racik

b) Ketersediaan Obat
Untuk mengukur ketersediaan Obat menggunakan keseluruhan
stok obat yang ada di instalasi farmasi rumah sakit Islam Gorontalo
c) Kepatuhan Formularium
Untuk kepatuhan formularium menggunakan data tingkat
kepatuhan formularium rumah sakit islam gorontalo
d) Presentasi perbekalan farmasi expire date (ED) Dan Rusak
Data yang digunakan adalah data perbekalan Instalasi Farmasi
Rumah Sakit Islam Gorontalo
2. Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran
a) Kepuasan kerja karyawan
Pengambilan data menggunakan kuesioner dan dibagikan kepada
karyawan di instalasi farmasi rumah sakit Islam Gorontalo yakni 7
orang
b) Semangat kerja

26
Pengambilan data menggunakan kuesioner dan dibagikan kepada
karyawan di instalasi farmasi rumah sakit Islam Gorontalo yakni 7
orang
c) Turn Over
Pengambilan data dilihat pada data kepegawaian Rumah Sakit
Islam Gorontalo
3.4 Instrumen Penelitian
Data yang akan diperoleh pada penelitian ini menggunakan kuisioner pada
kariawan instalasi farmasi Rumah Sakit Islam Gorontalo dengan observasi
langsung.

3.5 Definisi Operasional


Bisnis Internal
Variabel Definisi Parameter Indikator
operasional
Dispensing Dapat Menghitung waktu Menurut WHO
Time mengitung lama dilakukan dispensing standar pelayanan
waktu mulai sejak pasien minimal yaitu ≤30
pelayanan resep menyerahkan resep menit untuk resep
sampai dengan obat non racikan dan
siap diserahkan ≤60 menit untuk
kepada pasien resep racikan
Ketersediaa Tingkat membandingkan Tingkat
n obat ketersediaan banyaknya jumlah ketersediaan obat
obat adalah obat yang diserahkan dikatakan baik jika
kemampuan dengan obat yang

27
instalasi farmasi diresepkan di Instalasi mencapai 100%
dalam Farmasi
menyediakan
obat sesuai
dengan resep
atau permintaan
pasien pada
pelayanan resep
Kepatuhan tingkat membandingkan Menurut WHO
formularium kepatuhan jumlah obat pada (1993) kepatuhan
formularium formularium dengan formularium yang
menggambarkan jumlah resep obat baik adalah 100%
pasien tidak total.
harus menebus
resep diluar
rumah sakit
Presentase Untuk menilai membandingkan Dikatakan baik jika
perbekalan kerugian rumah jumlah perbekalan tidak ada obat yang
farmasi yang sakit farmasi ED dan rusak mengalami ED
expire date dibandingkan dengan maupun Rusak
(ED) jumlah total stok obat
yang ada di instalasi
farmasi

Pertumbuhan dan Pembelajaran


Variabel Definisi Parameter Indikator
operasional
Semangat Semangat kerja 1. Kedisiplinan 1 = Sangat Puas
Kerja karyawan dilakukan 2. Kecintaan 2 = Puas
karyawan pengukuran dengan 3. Moral 3 = Kurang puas
membagikan

28
kuesioner kepada 4 = Tidak puas
karyawan 5 = Sangat tidak
puas
Tingkat Tingkat Turn Over Jumlah karyawan Dikatakan baik jika
Turn Over berkaitan dengan yang tidak ada kariawan
karyawan belum mengundurkan yang
memiliki diri dalam setahun mengundurkan diri
pengalaman dan selama setahun
menguasai masalah
instalasi farmasi
Kepuasan Kepuasan kerja 1. Gaji 1 = Sangat Puas
Kerja dilakukan 2. Jabatan 2 = Puas
pengukuran dengan 3. Rekan kerja 3 = Kurang puas
membagikan 4. Pimpinan 4 = Tidak puas
kuesioner kepada 5 = Sangat tidak
karyawan puas

3.5 Teknik Pengumpulan Data


3.5.1 Binis Internal
1. Dispensing Time
Menghitung waktu dilakukan dispensing mulai sejak pasien menyerahkan
resep sampai dengan obat siap diserahkan kepada pasien baik resep
racikan maupun non racikan.
2. Ketersediaan Obat
Membandingkan banyaknya jumlah obat yang tersedia di instalasi farmasi
dengan obat yang diserahkan kepada pasien dengan menggunakan rumus
di bawah ini
jumlah kumulatif obat yang tersedia di instalasi
×100%
jumlah ( n ) resep yang masuk × jumlah totalitem obat indikator
3. Kepatuhan Formularium

29
Membandingkan kesesuaian daftar jumlah obat yang tertera pada
formularium dengan jumlah resep obat total dengan menggunakan rumus
di bawah ini
jumlah resep obat sesuai formularium
kepatuhan= ×100%
jumlah resep obat yang ditulis
3.5.2 Pertumbuhan dan Pembelajaran
1. Semangat Kerja Karyawan
Semangat kerja diukur dengan data primer menggunakan kuesioner yang
dibagikan kepada pegawai instalasi farmasi rumah sakit islam Gorontalo
2. Tingkat Turn Over
Tingkat Turn Over dilihat jumlah karyawan instalasi farmasi yang
mengundurkan diri selama 1 tahun pada data kepegawaian rumah sakit
islam Gorontalo dengan menggunakan rumus LTO (Labour Turnover)
(karyawan keluar−karyawan diterima)
Turnover= 1 ×100
(karyawan awal+ karyawan akhir)
2

3. Tingkat Kepuasan
Semangat kerja diukur dengan data primer menggunakan kuesioner yang
dibagikan kepada pegawai instalasi farmasi rumah sakit islam Gorontalo
3.6 Analisis Data
Data yang diperoleh yaitu data kuantitatif. Data kuantitatif yaitu data yang
diperoleh melalui observasi langsung dengan penyebaran kuesioner yang di isi
langsung oleh responden di IFRS Islam Gorontalo data dianalisis secara statistik
dan disajikan dalam bentuk tabel dan disajikan dalam bentuk deskriptif untuk
menggambarkan kinerja IFRS Islam Gorontalo. Data kuantitatif berupa hasil
survey
dengan kuesioner menggunakan skala Likert.

30
DAFTAR PUSTAKA

Ayu, F.D, Satibi, Fudholi. A. 2013. Analisis Kinerja Instalasi Farmasi Rumah
Sakit X Purwekerto Ditinjau Dari Perspektif Customer Balanced
Sorecard. Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada: Fakultas Farmasi
Amanda marselin, Satibi, P. E. Wardani. 2015. Analisis Kinerja dan Pemetaan
Strategi Instalasi Farmasi menggunakan Balance Scorecard. Jogyakarta
Atkinson, Robert S. Kaplan, Ella Mae Matsumura, S. Mark Young. 2012.
Akuntansi Manajemen. Edisi Kelima. Jilid 2. Jakarta: PT INDEKS.
Depkes RI, 2004, Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Fahmi, Irham. 2010 . Manajemen Kinerja Teori dan Aplikasi. Gegerkalong Hilir.,
Bandung : Alfabeta

31
Giri, Efraim Ferdinan. Januari-April 1998. Balanced Scorecard: Suatu Sistem
Pengukuran Kinerja Strategik. Kajian Bisnis, No 13, 35-46.
Hasibuan ,Malayu S.P, 2007, Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan,
Bandung, PT. Bumi Aksa.
Indayani V., 2015, Evaluasi Kinerja Farmasi Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Yogyakarta dengan Pendekatan Balanced Scorecard, Tesis, Fakultas
Farmasi, Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta
Lynch, Richard L. dan Cross, Kelvin. (1993). Performance Measurement
System, Handbook of Cost Management. New York : Warren Gorham
Lamont.
Kaplan, R.,S., & Norton, David,P. (1996) : “The Balanced Scorecard:
Translating Strategy Into Action”, Massachusetts, Harvard Business
School Press
Kaplan, R.,S. dan David P. Norton, (2000), “Balanced Scorecard: Menerapkan
strategi menjadi aksi”, Erlangga, Jakarta.
Kaplan, R.,S., and Norton, P. David, 2001, The Strategy Focused Organization,
How Balanced Scorecard Companies Thrive in the New Business
Environment, Harvard Business School Press, Boston, Massachusetts
Krisdarto, Atmo, Soeprapto. 2001. Menuju SDM Berdaya. Alex Media
Kompatindo: Jakarta
Krismiaji, & Aryani. (2011). Akuntansi Manajemen. Edisi Kedua. Unit Penerbit
dan Percetakan Sekolah Tinggi Ilmi Manajemen YKPN. Jogyakarta
Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Andi : Yogyakarta.
Mahmudi. 2010. Manajemen Kinerja Sektor Publik, UPP STIM YKPN :
Yogyakarta.
Mulyadi, 2005, Sistem Manajemen Strategik Berbasis Balanced Scorecard, UPP
AMP YKPN, Yogyakarta
Mulyadi, 2007, Balanced Scorecard, Salemba Empat, Jakarta.
Mulyadi, 2008, Balanced Scorecard as A Core of Strategic Management System
Balanced Scorecard,MFF,17(3):83-90

32
Okwo, I.M., Marire, I.M., Performance Measurement in Business Organizations:
An Empirical Analysis of The Financial Performance in Some Breweries
in Nigeria, Research Journal of Finance and Accounting, Volume 3
number 11, p.48-57
Pemerintah RI. 2009, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tentang
Kesehatan, Jakarta, Pemerintah Republik Indonesia.
Rikmasari, Y. 2014, Pengukuran Kinerja Instalasi Farmasi Rumah Sakit Mitra
Idaman Kota Banjar Dengan Pendekatan Balanced Scorecard, Tesis,
M.Sc., Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Satibi, Fudholi A., Kusnanto H. dan Jogiyanto, 2011, Pengaruh Pembelajaran
dan Pertumbuhan terhadap Proses Bisnis Internal: Studi Kasus Instalasi
Farmasi Rumah Sakit DIY, MFI, 22(3), 238-250
Siregar, C., Amalia, L. 2004, Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Soetjipto, Budi W.1997. “Mengukur Kinerja Bisnis dengan Balanced scorecard”
Sulastri, Atik, 2001. “Penerapan Balanced scorecard sebagai sistem penilaian
kinerja pada Rumah Sakit Islam Surakarta”. Skripsi, Tidak
Dipublikasikan, Fakultas Ekonomi, Universitas Sebelas Maret.
Sulistyaningrum, I.H. Satibi., Andayani, T.M., 2013, Analisis Kinerja Instalasi
Farmasi RSUD Sunan Kalijaga Kabupaten Demak dengan Pendekatan
Sumarni. 2017. Analisis Implementasi Patient Safety Terkait Peningkatan Mutu
Pelayanan Kesehatan Di Rumah Sakit. Jurnal Ners dan Kebidanan
Indonesia. Vol. 5 No. 2.
Suryanegara, F.D.A., 2012, Analisis Kepuasan Pasien Rawat Jalan Instalasi
Farmasi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto, Jurnal
Medicoeticolegal dan Manajemen Rumah Sakit, Vol.1 No.1, p.114-121
Trisnantoro, Laksono, 2004. Aspek Strategis Manajemen Rumah Sakit,
Antara Misi Sosial dan Tekanan Pasar, Andi, Yogyakarta
Ulum, Ihyatul. 2009. Intelectual Capital: Konsep dan Kajian Empiris.
Yogyakarta: Graha Ilmu

33
Wahyuni, E., Tomo, H.S., Tangkilisan H.N.S. 2004, Balanced Scorecard untuk
Manajemen Publik, YPAPI,Yogyakarta
WHO, 1993, How To Investigate Drug Use In Health Facilities, WHO, Geneva
Yuwono, Sony. 2002. Petunjuk Praktis Penyusunan Balanced Scorecard: Menuju
Organisasi yang Berfokus pada Strategi. PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.

34

Anda mungkin juga menyukai