Anda di halaman 1dari 17

Klasifikasi 1

Setelah dilakukan pengolahan data menggunakan algoritma C4.5 metode

Decision Tree, terdapat 7 klasifikasi yang mempengaruhi mahasiswa dalam

memperoleh IP Semester pada semester 7, yaitu:

1. Klasifikasi 1

Jika mahasiswa dengan tingkat pendidikan ayah (D3, SD, SMP) dengan

jumlah uang saku (<1 juta) maka mahasiswa tersebut masuk pada kategori

IP Rendah.

Penelitian yang dilakukan (Fauzi dkk, 2019) menyatakan bahwa tingkat

pendidikan yang rendah memiliki hubungan negatif dengan pekerjaan

yang bersifat sedenter, dimana pekerjaan sedenter identik dengan pekerja

kerah putih yang aktivitas fisiknya lebih rendah dibandingkan dengan

orang yang bukan pekerja kerah putih yang memiliki aktifitas fisik yang

lebih tinggi.

Berdasarkan variabel yang muncul pada pohon keputusan, dapat dianalisis

bahwa tingkat pendidikan ayah dengan lulusan (D3, SD, SMP) terindikasi

lulusan dengan pekerjaan yang mengandalkan aktivitas fisik atau physical

activity (PA) disertai pendapatan yang tergolong rendah. Tingkat

pendidikan dan jenis pekerjaan merupakan faktor yang mempengaruhi

pendapatan (Putri dalam Cahyono, 1998). Semakin tinggi tingkat

pendidikan maka semakin tinggi tingkat pendapatan. Begitupun

sebaliknya, semakin rendah tingkat pendidikan maka semakin rendah pula

pendapatan (Utari dan Dewi, 2014). Sehingga dalam pemenuhan


kebutuhan anaknya, dukungan materil dalam bentuk uang saku yang

diterima (<1 juta). Menurut (Hidayah & bowo, 2018) Apabila uang saku

yang didapatkan dari orang tua tidak sebanding dengan besarnya

peningkatan pengeluaran mahasiswa tersebut, maka tidak sedikit pula

mahasiswa yang memilih untuk kuliah sambil bekerja dalam membiayai

pemenuhan kebutuhannya. Selain itu, sedikitnya jumlah SKS yang diambil

pada semester 7, para mahasiswa lebih banyak memiliki waktu luang

dibandingkan dengan mahasiswa pada tahun sebelum-sebelumnya, hal ini

juga menjadi pemicu para mahasiswa mencari kegiatan demi mengisi

waktu luang yang dimilikinya. Mahasiswa yang bekerja sedikit banyak

akan berkurang waktunya karena sebagian waktunya digunakan untuk

bekerja. Kelelahan fisik akan mempengaruhi intensitas belajar mereka dan

menyebabkan capaian hasil belajar mengalami penurunan.

Berdasarkan hasil analisis pada klasifikasi 1, maka usulan yang dapat di

upayakan adalah dengan melakukan pemantauan dan memberikan

warning system kepada mahasiswa yang masuk pada kondisi tersebut oleh

program studi Teknik industri (Pembimbing akademik)

2. Klasifikasi 2

Jika mahasiswa dengan tingkat pendidikan ayah (D3, SD, SMP) dengan

jumlah uang saku (1 juta-1.5 juta, 1.5 juta-2 juta, 2 juta-2.5 juta, > 2.5

juta), intensitas bermain sosial media (rendah, sedang) dan mahasiswa


tersebut menjadi asisten praktikum, maka mahasiswa tersebut masuk pada

kategori IP sedang.

Penelitian yang dilakukan (Fauzi dkk, 2019) menyatakan bahwa tingkat

pendidikan yang rendah memiliki hubungan negatif dengan pekerjaan

yang bersifat sedenter, dimana pekerjaan sedenter identik dengan pekerja

kerah putih yang aktivitas fisiknya lebih rendah dibandingkan dengan

orang yang bukan pekerja kerah putih yang memiliki aktifitas fisik yang

lebih tinggi.

Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat dianalisis bahwa tingkat

pendidikan ayah dengan lulusan (D3, SD, SMP) terindikasi lulusan dengan

pekerjaan yang mengandalkan aktivitas fisik atau physical activity (PA)

disertai pendapatan yang tergolong rendah. Namun, tidak semua tingkat

pendidikan yang rendah disertai dengan pendapatan yang rendah, bisa saja

tingkat pendidikan yang rendah disertai dengan pendapatan yang tinggi.

Pernyataan ini didukung oleh (Hasanah dkk, 2020) dalam penelitiannya,

hasil yang diperoleh bahwa faktor tingkat pendidikan tidak memberikan

pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan, sehingga pekerjaan dengan

tingkat pendidikan yang rendah maupun tinggi memiliki kesempatan yang

sama untuk meningkatkan pendapatan dalam pekerjaannya. Oleh karena

itu, tingkat pendidikan yang rendah bisa saja disertai dengan penghasilan

rendah maupun penghasilan tinggi. Ketika pendidikan ayah dengan

penghasilan yang cukup untuk membiayai kehidupan anaknya, membuat

jumlah uang saku yang diterima anaknya pun antara rentang (1 juta-1.5
juta, 1.5 juta-2 juta, 2 juta-2.5 juta, > 2.5 juta). Menurut (Haryono, 2009)

menyatakan bahwa salah satu brand image kota yogyakarta sebagai kota

pelajar selain biaya pendidikan yang relatif terjangkau, biaya dalam

pemenuhan kebutuhan hidup pun juga relatif murah. Oleh karena itu,

antara jumlah uang saku yang diterima dengan biaya kebutuhan hidup

yang relatif murah terindikasi bisa menyebabkan gaya hedonisme pada

kalangan mahasiswa, tak terkecuali mahasiswa yang menjadi asisten

praktikum. Menurut (Kamarudin, 2022) menyatakan bahwa gaya hidup

hedonisme biasanya lebih senang mengisi waktu luang nongkrong di mall,

kafe dan restoran-restoran siap saji (fast food), serta memiliki sejumlah

barang-barang dengan merek prestisius. Fenomena yang terjadi pada

mahasiswa, masih tingginya intensitas bertemu mahasiswa (nongkrong)

dalam seminggu (1-5 kali bahkan >6 kali) dan intensitas bermain sosial

media (1-3 jam) dalam sehari, yang terjadi seperti ini terindikasi akan

mempengaruhi prestasi belajar mahasiswa secara akademik, dikarenakan

banyaknya waktu luang yang dimiliki, namun tidak digunakan untuk

belajar, sehingga prestasi belajar mengalami penurunan.

Berdasarkan hasil analisis pada klasifikasi 2, maka usulan yang dapat di

upayakan adalah dengan melakukan pemantauan dan memberikan

warning system kepada mahasiswa yang masuk pada kondisi tersebut oleh

program studi Teknik industri (Pembimbing akademik)


3. Klasifikasi 3

Jika mahasiswa dengan tingkat pendidikan ayah (D3, SD, SMP) dengan

jumlah uang saku (1 juta-1.5 juta, 1.5 juta-2 juta, 2 juta-2.5 juta, > 2.5

juta), intensitas bermain sosial media (rendah, sedang) dan mahasiswa

tersebut tidak menjadi asisten praktikum, maka mahasiswa tersebut masuk

pada kategori IP tinggi.

Penelitian yang dilakukan (Fauzi dkk, 2019) menyatakan bahwa tingkat

pendidikan yang rendah memiliki hubungan negatif dengan pekerjaan

yang bersifat sedenter, dimana pekerjaan sedenter identik dengan pekerja

kerah putih yang aktivitas fisiknya lebih rendah dibandingkan dengan

orang yang bukan pekerja kerah putih yang memiliki aktifitas fisik yang

lebih tinggi.

Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat dianalisis bahwa tingkat

pendidikan ayah dengan lulusan (D3, SD, SMP) terindikasi lulusan dengan

pekerjaan yang mengandalkan aktivitas fisik atau physical activity (PA)

disertai pendapatan yang tergolong rendah. Namun, tidak semua tingkat

pendidikan yang rendah disertai dengan pendapatan yang rendah, bisa saja

tingkat pendidikan yang rendah disertai dengan pendapatan yang tinggi.

Pernyataan ini didukung oleh (Tarigan, 2006), yang membandingkan

empat tesis mahasiswa pasca sarjana yang membahas secara langsung atau

tidak langsung tentang keterkaitan antara tingkat pendidikan dengan


tingkat pendapatan. Dari ke empat tesis, terdapat salah satu penelitian yang

menyatakan tingkat pendidikan tidak mempunyai pengaruh terhadap

tingkat pendapatan. Sehingga pendapatan dengan tingkat pendidikan yang

rendah maupun tinggi memiliki kesempatan yang sama untuk

meningkatkan pendapatan dalam pekerjaannya. Oleh karena itu, tingkat

pendidikan yang rendah bisa saja disertai dengan pendapatan rendah

maupun pendapatan tinggi. Ketika pendidikan ayah dengan penghasilan

yang cukup untuk membiayai kehidupan anaknya, membuat jumlah uang

saku yang diterima anaknya pun antara rentang (1 juta-1.5 juta, 1.5 juta-2

juta, 2 juta-2.5 juta, > 2.5 juta). Uang saku tersebut diterima dari orang

tuanya dan dikelola dengan baik oleh mahasiswa. Salah satu bentuk

pengelolaan keuangan yang baik adalah tidak adanya gaya hedonisme

yang terjadi dikalangan mahasiswa karena memiliki kemampuan yang

baik dalam pengelolaan keuangan. Hal ini dapat dibuktikan dengan

intensitas bermain sosial media, bermain game dan nonton film/series

tergolong (rendah dan sedang). Penelitian yang dilakukan (Megayanti,

2018) sebanyak 32 (60%) mahasiswa sering menghabiskan uang saku

untuk membeli paket internet. Hal ini menunjukkan bahwa rendahnya

penggunaan internet dalam penggunaan media sosial, bermain game dan

menonton film/series berdampak pada rendahnya pengeluaran uang saku

dan akan memiliki lebih banyak waktu luang yang bisa digunakan untuk

belajar. Apalagi masih terdapat mahasiswa yang tidak mengikuti

organisasi (Organisasi akademik dan non akademik) sehingga banyaknya


waktu luang yang dimiliki mahasiswa dimanfaatkan dengan baik untuk

belajar baik dikampus maupun di kos/rumah. Berdasarkan fenomena yang

terjadi, perolehan Indeks prestasi semester 7 mahasiswa masuk pada

kategori tinggi karena pengaruh literasi keuangan dan manajemen waktu

yang baik. Hal ini didukung penelitian yang dilakukan (assyfa, 2020)

semakin baik tingkat literasi keuangan mahasiswa maka semakin tinggi

perolehan IPK mahasiswa.

Berdasarkan hasil analisis pada klasifikasi 3, maka usulan yang dapat di

upayakan adalah dengan menjadikan mahasiswa pada kondisi ini sebagai

contoh kepada mahasiswa yang terindikasi gaya hidup hedonism. Hal ini

dapat disampaikan program studi Teknik industri (pembimbing akademik)

kepada mahasiswa yang terindikasi gaya hedonism pada saat perwalian

bahwa pentingnya tingkat literasi keuangan yang baik.

4. Klasifikasi 4

Jika mahasiswa dengan tingkat pendidikan ayah (D3, SD, SMP) dengan

jumlah uang saku (1 juta-1.5 juta, 1.5 juta-2 juta, 2 juta-2.5 juta, > 2.5

juta), serta intensitas bermain sosial media (tinggi), maka mahasiswa

tersebut masuk pada kategori IP tinggi.

Penelitian yang dilakukan (Fauzi dkk, 2019) menyatakan bahwa tingkat

pendidikan yang rendah memiliki hubungan negatif dengan pekerjaan

yang bersifat sedenter, dimana pekerjaan sedenter identik dengan pekerja


kerah putih yang aktivitas fisiknya lebih rendah dibandingkan dengan

orang yang bukan pekerja kerah putih yang memiliki aktifitas fisik yang

lebih tinggi.

Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat dianalisis bahwa tingkat

pendidikan ayah dengan lulusan (D3, SD, SMP) terindikasi lulusan dengan

pekerjaan yang mengandalkan aktivitas fisik atau physical activity (PA)

disertai pendapatan yang tergolong rendah. Namun, tidak semua tingkat

pendidikan yang rendah disertai dengan pendapatan yang rendah, bisa saja

tingkat pendidikan yang rendah disertai dengan pendapatan yang tinggi.

Penelitian yang dilakukan (Hasanah dkk, 2020) menunjukkan bahwa

faktor tingkat pendidikan tidak memberikan pengaruh yang signifikan

terhadap pendapatan, sehingga pekerjaan dengan tingkat pendidikan yang

rendah maupun tinggi memiliki kesempatan yang sama untuk

meningkatkan pendapatan dalam pekerjaannya. Pernyataan ini didukung

oleh (Tarigan, 2006), yang membandingkan empat tesis mahasiswa pasca

sarjana yang membahas secara langsung atau tidak langsung tentang

keterkaitan antara tingkat pendidikan dengan tingkat pendapatan. Dari ke

empat tesis, terdapat salah satu penelitian yang menyatakan tingkat

pendidikan tidak mempunyai pengaruh terhadap tingkat pendapatan.

Sehingga pendapatan dengan tingkat pendidikan yang rendah maupun

tinggi memiliki kesempatan yang sama untuk meningkatkan pendapatan

dalam pekerjaannya. Oleh karena itu, tingkat pendidikan yang rendah bisa
saja disertai dengan pendapatan rendah maupun pendapatan tinggi.

Pendapatan yang cukup untuk membiayai kehidupan anaknya membuat

jumlah uang saku yang diterima mahasiswa pun antara rentang (1 juta-1.5

juta, 1.5 juta-2 juta, 2 juta-2.5 juta, > 2.5 juta). Berdasarkan fenomena

yang terjadi, tingginya intensitas mahasiswa dalam bermain sosial media

akan berpengaruh langsung terhadap uang saku yang diberikan oleh orang

tuanya yang digunakan untuk membeli paket internet. Penelitian yang

dilakukan (Megayanti, 2018) menjelaskan bahwa sebanyak 32 responden

60% sering menghabiskan uang saku untuk membeli paket internet, 27

responden (51%) mengaku tidak meminta uang saku tambahan untuk

membeli paket internet, dan sebanyak 42 responden (72,25%) juga

mengakui bahwa mereka sering menyisihkan uang saku untuk membeli

paket internet. Namun, hal tersebut tidak selalu berpengaruh buruk

terhadap prestasi belajar mahasiswa. Selain dapat berkomunikasi dengan

teman dan keluarga, bermain sosial media juga digunakan mahasiswa

untuk proses pembelajaran. (Sunardi & Irawaty, 2022) juga menyatakan

hal yang sama bahwa bermain media sosial tidak memiliki dampak buruk

dengan perolehan indeks prestasi. Penggunaaan media sosial tidak selalu

berpengaruh buruk, karena media sosial dapat berpengaruh baik sesuai

dengan kebijakan diri kita. Dalam menggunakan media sosial seperti

menggunakan media sosial untuk keperluan belajar, sehingga indeks

prestasi dapat meningkat meskipun durasi penggunaan media sosial

berlangsung tinggi.
5. Klasifikasi 5

Jika mahasiswa dengan tingkat pendidikan ayah (SMA/sederajat dan

S1/D4) dengan intensitas bermain game (Sedang), serta diikuti dengan

pendidikan ibu (D3, S2, SMP), maka mahasiswa tersebut masuk pada

kategori IP sedang.

berdasarkan hasil dari observasi data penelitian ini, menunjukkan

bahwa dari 296 mahasiswa program studi Teknik industri yang dijadikan

sampel, terdapat 149 (50%) tingkat pendidikan ayah dengan lulusan

SMA/sederajat dan 70 (24%) tingkat pendidikan ayah dengan lulusan

S1/D4. Sedangkan tingkat pendidikan ibu, dari 296 mahasiswa program

studi Teknik industri yang dijadikan sampel, terdapat 16 (0,054%) dengan

lulusan D3, terdapat 7 (0,024%) dengan lulusan S2 dan terdapat 40

(0,14%) dengan lulusan SMP. Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat

lulusan pendidikan orang tua mahasiswa yang belum dan sudah

menempuh pendidikan tinggi.

Menurut (Putri dalam Cahyono, 1998) Tingkat pendidikan

merupakan faktor yang mempengaruhi pendapatan. Semakin tinggi tingkat

pendidikan maka semakin tinggi tingkat pendapatan. Namun, pernyataan

tersebut berbeda dengan apa yang disampaikan oleh (Nainggolan, 2016)

Tinggi atau rendahnya tingkat pendidikan tidak berpengaruh terhadap

penghasilan yang diperoleh, implikasinya adalah tidak perlu sekolah yang

tinggi bila sekedar mendapatkan penghasilan sebesar UMR. Oleh karena


itu, pendapatan dengan tingkat pendidikan yang rendah maupun tinggi

memiliki kesempatan yang sama untuk meningkatkan pendapatan dalam

pekerjaannya. Pendapatan yang cukup untuk membiayai kehidupan

anaknya membuat jumlah uang saku yang diterima mahasiswa pun antara

rentang (1-2,5 juta/ bulan).

Menurut (Haryono, 2009) menyatakan bahwa salah satu brand

image kota yogyakarya sebagai kota pelajar selain biaya pendidikan yang

relatif terjangkau, biaya dalam pemenuhan kebutuhan hidup pun juga

relatif murah. Oleh karena itu, antara jumlah uang saku yang diterima

dengan biaya kebutuhan hidup yang relatif murah terindikasi bisa

menyebabkan gaya hedonisme pada kalangan mahasiswa. (Kamarudin,

2022) menyatakan bahwa gaya hidup hedonis meliputi lebih senang

mengisi waktu luang nongkrong di mall, kafe dan restoran-restoran siap

saji (fast food), serta memiliki sejumlah barang-barang dengan merek

prestisius. Fenomena yang terjadi pada mahasiswa, masih tingginya

intensitas bertemu mahasiswa (nongkrong) dalam seminggu (1-5 kali

bahkan >6 kali) dan dibarengi dengan bermain game dengan rentang (1-3

jam) dalam sehari, yang terjadi seperti ini terindikasi akan mempengaruhi

prestasi belajar mahasiswa secara akademik, dikarenakan banyaknya

waktu luang yang dimiliki pada semester 7, namun tidak digunakan untuk

belajar, sehingga prestasi belajar mengalami penurunan.

6. Klasifikasi 6
Jika mahasiswa dengan tingkat pendidikan ayah (SMA/sederajat dan

S1/D4) dengan intensitas bermain game (Sedang), serta diikuti dengan

pendidikan ibu (D3, S2, SMP), maka mahasiswa tersebut masuk pada

kategori IP Tinggi.

berdasarkan hasil dari observasi data penelitian ini, menunjukkan

bahwa dari 296 mahasiswa program studi Teknik industri yang dijadikan

sampel, terdapat 149 (50%) tingkat pendidikan ayah dengan lulusan

SMA/sederajat dan 70 (24%) tingkat pendidikan ayah dengan lulusan

S1/D4. Sedangkan tingkat pendidikan ibu, dari 296 mahasiswa program

studi Teknik industri yang dijadikan sampel, terdapat 133 (45%) dengan

lulusan SMA/sederajat, terdapat 65 (22%) dengan lulusan S1/D4 dan

terdapat 35 (12%) dengan lulusan SD. Hal ini menunjukkan bahwa masih

terdapat lulusan pendidikan orang tua mahasiswa yang belum dan sudah

menempuh pendidikan tinggi

Penelitian yang dilakukan (Putriku, 2018) menyatakan bahwa

perbedaan antara orang tua yang berpendidikan tinggi dan yang kurang

berpendidikan adalah ketika mereka memberikan nasihat dan motivasi.

Orang tua harus siap membantu dalam mengatasi kesulitan-kesulitan yang

dialami anak selama menempuh perkuliahan. Hal itu mudah dilakukan

oleh orang tua yang memiliki tingkat pendidikan yang memadai, karena

dengan bekal itu orang tua dapat memberikan bimbingan dan solusi dalam

pemecahan masalah kesulitan belajar yang dihadapi anak (Pratiwi, 2015).


Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dari 296 responden yang

dijadikan sampel, yang memiliki dukungan orang tua mayoritas adalah

dukungan dengan kategori sedang dan tinggi yaitu (Teguran orang tua

44% sedang dan 19% tinggi, Sharing Kegiatan 37% sedang dan 47%

tinggi, solusi orang tua 34% sedang dan 38% tinggi, perhatian kuliah 43%

sedang dan 43% tinggi, arahan orang tua 32% sedang dan 46% tinggi) dan

memiliki prestasi belajar yang baik dengan kategori IP tinggi sebesar 33%.

Hal tersebut disebabkan karena untuk peningkatan prestasi belajar bukan

hanya dukungan orang tua, namun faktor lain juga berperan penting dalam

peningkatan restasi belajar mahasiswa (Syamsudin dkk, 2022). Oleh

karena itu, karena dukungan dan perhatian keluarga yang tinggi ini akan

menentukan seseorang mahasiswa dapat mencapai prestasi belajar yang

tinggi.

Dari hasil penelitian juga didapatkan mahasiswa memiliki dukungan orang

tua rendah, namun memiliki prestasi belajar yang tinggi. Menurut (Safitri

dan Yuniwati, 2016) menyatakan bahwa beberapa orang tua ada yang

tidak memberikan selamat ataupun tidak memberikan penghargaan kepada

anaknya agar sang anak merasa senang dan dihargai sehingga anak dapat

lebih giat lagi dalam belajarnya. Pernyataan tersebut didukung oleh

(Syamsudin dkk, 2022) yang menjelaskan bahwa dukungan sosial orang

tua bisa berupa kepercayaan terhadap apa yang dilakukan anaknya selama

perkuliahan.
7. Klasifikasi 7

Jika mahasiswa dengan tingkat pendidikan ayah (SMA/sederajat, S1/D4,

S1, S2) dengan intensitas bermain game (rendah dan tinggi), maka

mahasiswa tersebut masuk pada kategori IP Tinggi.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dari 296 responden yang dijadikan

sampel, yang masuk pada klasifikasi ini berjumlah 149 (50%) mahasiswa,

diantaranya 104 (70%) dengan lulusan SMA/sederajat, 40 (27%) dengan

lulusan S1/D4, 4 (3%) dengan lulusan S2, dan 1 (1%) dengan lulusan S3.

Penelitian yang dilakukan (Putriku, 2018) menyatakan bahwa

perbedaan antara orang tua yang berpendidikan tinggi dan yang kurang

berpendidikan adalah ketika mereka memberikan nasihat dan motivasi.

Orang tua harus siap membantu dalam mengatasi kesulitan-kesulitan yang

dialami anak selama menempuh perkuliahan. Hal itu mudah dilakukan

oleh orang tua yang memiliki tingkat pendidikan yang memadai, karena

dengan bekal itu orang tua dapat memberikan bimbingan dan solusi dalam

pemecahan masalah kesulitan belajar yang dihadapi anak (Pratiwi, 2015).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dari 296 responden yang dijadikan

sampel, yang memiliki dukungan orang tua mayoritas adalah dukungan

dengan kategori sedang dan tinggi yaitu (Teguran orang tua 44% sedang

dan 15% tinggi, Sharing Kegiatan 36% sedang dan 54% tinggi, solusi
orang tua 33% sedang dan 40% tinggi, perhatian kuliah 43% sedang dan

43% tinggi, arahan orang tua 32% sedang dan 46% tinggi) dan memiliki

prestasi belajar yang baik dengan kategori IP tinggi sebesar 50%%. Dari

hasil penelitian juga didapatkan mahasiswa memiliki dukungan orang tua

rendah, namun memiliki prestasi belajar yang tinggi. Menurut (Safitri dan

Yuniwati, 2016) menyatakan bahwa beberapa orang tua ada yang tidak

memberikan selamat ataupun tidak memberikan penghargaan kepada

anaknya agar sang anak merasa senang dan dihargai sehingga anak dapat

lebih giat lagi dalam belajarnya. Pernyataan tersebut didukung oleh

(Syamsudin dkk, 2022) yang menjelaskan bahwa dukungan sosial orang

tua bisa berupa kepercayaan terhadap apa yang dilakukan anaknya selama

perkuliahan.

Peningkatan prestasi belajar bukan hanya dukungan orang tua,

namun faktor lain juga berperan penting dalam peningkatan restasi belajar

mahasiswa (Syamsudin dkk, 2022). Faktor lain yang berperan penting

pada klasifikasi ini adalah faktor waklu luang mahasiswa. Sedikitnya

jumlah SKS yang diambil pada semester 7, para mahasiswa lebih banyak

memiliki waktu luang dibandingkan dengan mahasiswa pada tahun

sebelum-sebelumnya.

Hal ini dibuktikan dengan intensitas bermain game, dari 149 (50%)

mahasiswa yang masuk pada kategori ini, mayoritas waktu bermain game

online adalah rendah 123 (83%) mahasiswa. Oleh karena itu rendahnya

intensitas mahasiswa dalam bermain game, serta dengan dukungan orang


tua tergolong tinggi, akan menjadi pemicu para mahasiswa untuk

memanfaatkan waktu luangnya untuk belajar.

Dari hasil penelitian juga didapatkan mahasiswa memiliki intensitas

bermain game yang tergolong tinggi tinggi, yaitu 26 (17%) mahasiswa,

namun memiliki prestasi belajar yang tinggi. Hal ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh (Prawiro, 2018) bermain game online

dengan durasi lama tidak didapati pengaruh buruk terhadap perolehan

Indeks Prestasi. Hal ini menunjukkan bermain game online bisa membantu

dalam proses belajarnya. Penelitian dari (granic dkk, 2013) menemukan

bahwa terdapat beberapa manfaat positif dari bermain game. Salah satunya

adalah meningkatnya kemampuan spasial yang berperan penting dalam

prestasi di bidang teknologi, permesinan, dan matematika. Selain itu,

dinyatakan pula bahwa siswa yang rutin bermain game akan memiliki

pemusatan perhatian yang lebih baik yang juga berlaku dibidang

akademik. Maka dari itu, peneliti menarik kesimpulan variabel intensitas

bermain game online dengan intensitas yang tinggi memiliki pengaruh

baik terhadap perolehan IP Semester.

Anda mungkin juga menyukai