Anda di halaman 1dari 5

Pengaruh Pemeringkatan Terhadap Mental Siswa

Kiftirul Aziz
Mahasiswa Program Studi Agroteknologi, Fakultas pertaniaan, Universitas Sebelas Maret,
Surakarta, Indonesia
E-mail: kiftirulaziz27@gmail.com

Abstract. Education in Indonesia is currently still using the ranking system. These government
policies often become the talk and debate in Indonesia when taking report cards. At this time,
schools do not list ranking on report cards. This is based on the understanding that education is
not a place for experimentation. Children should not be focused on results but the process.
However, in reality there are still many schools in Indonesia that give ranks on report cards.
This study seeks to reveal the effect of ranking on students' mentality. Specifically this study
aims (1) whether the importance of ranking, (2) how the influence of scoring for students'
mentality, (3) whether ranking decreases learning motivation. This research uses a qualitative
research method using a questionnaire through social media, ie through google form. Based on
data analysis, the findings of this study can be stated as follows. First, ranking can affect the
mentality of students who get low ranks and cause themselves to be inferior. Second, even
high-ranking students possess a mental burden if their grades decline. Third, each student has a
different way of responding to the ranking, there are those who get a low ranking makes
learning motivation down, but there are also things that actually make the motivation for
learning even harder.

Keywords: Education, ranking system, students' mentality

1. Pendahuluan
Kajian pendidikan merupakan tema klasik yang tidak pernah kering dengan
persoalan yang melingkupinya, baik terkait dengan kurikulum, pembiayaan, raw input,
assesment, metode, media dan lainya. Beberapa hal terkait dengan pendidikan menjadikannya
sebuah instrument menarik dibahas sepajang masa. Tema yang disajikan oleh pendidikan
menjadi suguhan’ menarik untuk dibahas dan didiskusikan oleh segenap lapisan terlebih
masyarakat berpendidikan (wel educated)(Ahmad, 2011).
Pendidikan diharapkan bisa tampil dan berperan dalam membangun serta mewujudkan
peradaban bangsa yang bermartabat, sesuai dengan nilai-nilai pancasila dan berwawasan
kebangsaan(Mulyasa, 2017). Dengan adanya pendidikan dapat menghasikan sumber daya manusia
berkualitas dan profesional sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Di dalam peningkatan mutu pendidikan perlu efisiensi pendidikan, yang
mempunyai arti bahwa proses pendidikan harus mencapai hasil yang maksimal dengan
biaya yang wajar. Dalam pandangan yang lebih luas efisiensi pendidikan berkaitan
dengan profesionalisme dan manajemen pendidikan yang di dalamnya mengandung
disiplin, kesetiaan dan etos kerja. Hal ini kurang disadari oleh para penyelenggara
pendidikan yang berada di daerah pada umumnya, yang pada gilirannya
mengakibatkan munculnya permasalahan pada dunia pendidikan(Maesaroh, 2013).
Keberhasilan atau kegagalan siswa dalam mengikuti pelajaran di sekolah dipengaruhi
oleh faktor5faktor, yaitu: (1) faktor dari dalam diri siswa seperti kemampuan dasar umum,
bakat, minat, motivasi, serta sikap dan kebisaaan belajar, (2) faktor yang berasal dari luar diri
siswa seperti lingkungan fisik, sarana dan prasarana, lingkungan sosial, lingkungan keluarga,
lingkungan masyarakat, dan lingkungan sekolah(Mulyani, 2013).
Berhasil atau tidaknya suatu pendidikan dapat dilihat dari prestasi yang diperolehnya. Di
sekolah prestasi belajar sering disebut peringkat atau ranking. Semakin tinggi ranking semakin
baik prestasinya dan semakin rendah rengkingnya maka semakin buruk prestasi belajarnya.Saat
ini hal pemeringkatan merupakan satu pertanyaan yang kerapkali diajukan orang tua kepada
wali kelas, pada saat pembagian raport. Bukan menanyakan hasil nilai di raport, tetapi
mayoritas orang tua lebih menanyakan, “Dapat juara berapa kamu di sekolah? Mengapa kamu
tidak juara...?”.
Pemeringkatan atau rengking merupakan data siswa berada pada urutan keberapa
berdasarkan jumlah nilai yang tertera pada raport. Pemeringkatan dapat menunjukan tingkat
prestasi siswa pada urutan keberapa dari jumlah siswa yang ada di suatu kelas. Apabila
seorangan anak mendapatkan pemeringkatan semakin atas meka dapat dinilai bahwa anak
tersebut memiliki pemahaman akan pembelajaran yang diikutinya dibandingkan anak yang
lain. Semakin bawah rengking seorang anak maka dapat dinilai bahwa anak tersebut rendah
kan pemahaman pebelajaran yang diikutinnya. Maka dari itu hal yang pertama menjadi sorotan
orang tua siswa pada saat penganmbilan raport yaitu peringkat atau rengking siswa.
Penilitian ini membahas tentang bagaimana pengaruh pemeringkatan terhadap mental
siswa apakah menaikan mental siswa ataukah menurungkan mental siswa. Maka dari itu,
muncullah rumusan masalah yaitu apakah pentingnya pemeringkatan, bagaimana pengaruh
pemerigkatan bagi mental siswa, dan apakah pemeringkatan menurunkan motivasi belajar.
Alasan dilakukanya penelitian ini agar Alasan penelitian ini dilakukan karena dengan
adanya pemeringkatan di sekolah, peneliti ingin mengetahui apakah pemeringkatan di sekolah
memiliki dampak negatif atau positif dan juga apakah pemeringkatan dapat memengaruhi
mental siswa untuk menurunkan motivasi belajar.
2. Metode
Penelitian ini menggunakan metode komulatif.Metode kualitatif berusaha memahami dan
menafsirkan makna suatu peristiwa interaksi tingkah laku manusia dalam situasi tertentu
menurut perspektif peneliti sendiri. Penelitian yang menggunakan penelitian kualitatif
bertujuan untuk memahami obyek yang diteliti secara mendalam(I. Gunawan, 2013).Subjek
dalam penelitian ini peserta didik yang pernah menjalani sistem pemeringkatan dan juga
peserta didik yang masih menjalani pemeringkatan di sokolah. Objek penelitian ini adalah
pengaruh Pemeringkatan terhadap Mental Siswa.
Penelitian ini menggunakan instrumen berupa angket dari goggle form, yang ditujukan
pada peserta didik secara daring, langkah yang digunakan berupa pendekatan melalui media
sosial menggunakan tampilan menarik agar peserta didik tertarik untuk mengisi angket.

3. Hasil danPembahasan
3.1Pentingnya pemeringkatan
Pendekatan penilaian yang digunakan adalah penilaian acuan kriteria (PAK). PAK merupakan penilaian
pencapaian kompetensi yang didasarkan pada kriteria ketuntasan minimal (KKM). KKM merupakan
kriteria ketuntasan belajar minimal yang ditentukan oleh satuan pendidikan dengan mempertimbangkan
karakteristik kompetensi dasar yang akan dicapai(Zuhera, Habibah, & Mislinawati, 2017).
Berdasarkan dari data di atas yang menentukan siswa tustas dalam belajar yaitu kkm
bukanlah pemeringkatan. Tetapi jika dilihat saat ini orang tua hanya melihat berapa peringkat
anak, mereka tidak melihat bagaimana nilai dari anak tersebut. Bisa saja anak akan
mendapatkan peringkat atas tetapi nilai anak tersebut mepet dengan kkm.
Gambar 1. Setuju atau tidak adanya pemeringkatan

Dilihat dari gambar 1 didapat bahwa 53,3% dari responden tidak setuju dengan adanya
pemeringkatan di kelas ataupun di sekolah dan 46,7% dari responden setuju akan adanya
pemeringkatan di sekolah. Peringkatan diperoleh dari data jumlah nilai kemampuan siswa pada
raport yang yang di urutkan dari jumlah terbesar sampai jumlah terkecil. Peringkat hanya
membandingkan nilai akademisnya saja. Namun, nilai akademis yang tercantum di raport pada
umumnya adalah nilai yang diperoleh siswa melalui tes tertulis, seperti nilai ulangan harian,
nilai tugas harian, atau nilai ulangan semesteran. Beberapa siswa mendapatkan nilai melalui cara
yang curang, seperti mencontek atau meminta jawaban ke teman. Hal tersebut akan membuat
anak berfikir belajar hanyalah percuma jika nilai yang mereka peroleh lebih kecil dari pada
siswa lain yang tidak belajar dan menyontek pada saat ulangan dan mendapatan hasil ulangan
yang bagus serta dapat membuat siswa tersebut mendapatkan peringkat atas.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pemeringkatan itu tidak penting. Yang lebih penting adalah
mengetahui apakah kemampuan sudah melampaui batas minimal yang telah ditetapkan.
Pemeringkatan hanya diambil dari nilai pengetahuan saja sedangkan nilai keterampilan dan nilai
sikap tidak ikut dijumlahkan, sedangkan pada saat ini pendidikan Indonesia lebih menekankan
pendidikan karakter. pendidikan karakter adalah suatu usaha yang disengaja untuk membantu
seseorang sehingga ia dapat memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai etika yang
inti(Sudrajat, 2011). Oleh sebab itu, maka pendidikan karakter akan terlaksana jika selaras
dengan sistem pendidikan nasional(Farida, 2014).
3.2 Bagaimana pengaruh pemerigkatan bagi mental siswa
Gambar 2. Penting tidak peringkt bagi orang tua
Gambar 3. Apakah orang tua marah ketika mendpat ringking rendah

Berdasarkan gambar 2 dapat dilihat 60% dari orangtua dari responden masih mementingkan
peringkat anaknya di kelas. Dan berdasarkan gambar 3 siswa atau responden yang mendapatkan
rengking rendah akan dimarahi oleh orangtuanya. Hal seperti itu tentu menjadi tekanan bagi
siswa dan menimbuklan pula beban mental bagi siwa itu sendiri.
Penekanan terhadap kemampuan akademik terhadap anak oleh orangtua akan menjadi
beban fikiran bagi anak. Apalagi jika prestasi akademik hanya ditekankan pada peringkat anak
dikelas. Segi negatif pemberian peringkat dapat menimbulkan kecenderungan untuk memberi
label pada anak. Anak yang memperoleh peringkat atas ( 5 atau 10 besar) di “cap” sebagai siswa
pintar. Sebaliknya, anak yang mendapat peringkat rendah, bukan tidak mungkin mempengaruhi
mental siswa, yaitu akan menjadi anak yang rendah diri.
Tak hanya anak yang peringkatnya rendah yang mendapatkan tekanan, tetapi anak yang
mendapatkan peringkat ataspun juga mendapatkan tekanan. Anak yang berperingkat cenderung
ingin mempertahankan peringkatnya karena takut apabila peringkatnya turun akan dimarai oleh
orangtuanya. Hal tersebut akan menjadi beban mental yang tak jarang membuat mereka
terpuruk. Bahkan pada saat mau menghadapi tes atau ulangan mereka memasakan diri untuk
belajar dan tak jarang sampai mereka mengalami drop.
Maka dari itu pemeringkatan tidak perlu dilakukan. Hal tersebut diakukan agar orangtua
pada saat mengambil raport tidak terpacu pada peringkat anaknya, tetapi lebih melihat nilai
anaknya sudah memenuhi ketutuntasan berdasarkan kkm atau belum.
3.3 Apakah pemeringkatan menurunkan motivasi belajar
(A. W. Gunawan, 2005)“Sistem ranking itu adalah sistem yang tidak adil dan berbahaya bagi
perkembangan konsep diri anak karena yang menjadi patokan selalu nilai rata-rata. Jika sebuah
kelas terdiri dari 40 anak, maka semakin rendah rankingnya berarti semakin bodoh anak itu.
Anak berpikir secara linier dan cenderung akan menerima kenyataan bahwa ia bodoh karena
berada di ranking bawah.”
Gambar 4. Bagaimana responden ketika mendapat peringkat rendah

Motivasi adalah salah satu hal yang berpengaruh pada kesuksesan aktifitas pembelajaran siswa.
Tanpa motivasi, proses pembelajaran akan sulit mencapai kesuksesan yang optimum (Hamdu &
Agustina, 2011). Dapat dilihat bahwa data di atas dengan gambar 4 memiliki perbedaan. Pada
gambar 4 menunjukkan bahwa responden yang mendapatkan peringkat rendah justru
termotivasi untuk lebih meningkatkan belajar. Jadi dengan adanya pemeringkatan belum tentu
menurunkan motivasi belajar anak. Akan tetapi jika anak hanya ingin mendapatkan peringkat
atas tak jarang anak akan menghalalkan segala cara agar mendapatkan nilai tinggi dan
menempati peringkat atas. Hal tersebut tidaklah benar karena sesungguhnya tujuan utama
dalam belajar yaitu mencari ilmu.
4. Simpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa pemeringkatan memiliki
dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif dari pemeringkatan yaitu apabila anak
mendapatkan nilai rendah mereka akan termotivasi untuk meningkatkan belajarnya. Akan
tetapi, pemeringkatan memiliki banyak dampak negatif salah satunya yang mempengaruhi
mental anak yaitu mereka akan merasa rendah diri karena mendapat peringkat rendah.
Namum, tak jarang anak yang mendapat peringkat tinggi memiliki beban mental apabila
peringkatnya menurun.
5. DaftarPustaka
Ahmad, S. (2011). Ahmad Salim. (MANAJEMEN PENDIDIKAN KARAKTER DI
MADRASAH (Sebuah Konsep dan Penerapannya)), 1–16.
Farida, S. (2014). Pendidikan Karakter dalam Prespektif Kebudayaan. 1(1), 3.
Gunawan, A. W. (2005). Apakah IQ anak bisa di-tingkatkan?: dan masalah-masalah lain
seputar pendidikan anak yang sering dihadapi orangtua dan guru. Gramedia Pustaka
Utama.
Gunawan, I. (2013). Metode penelitian kualitatif. JAKARTA: BUMI AKSARA.
Hamdu, G., & Agustina, L. (2011). PENGARUH MOTIVASI BELAJAR SISWA TERHADAP
PESTASI BELAJAR IPA DI SEKOLAH DASAR (Studi Kasus terhadap Siswa Kelas IV
SDN Tarumanagara Kecamatan Tawang Kota Tasikmalaya). Jurnal Penelitian Pendidikan,
12(1), 81–86.
Maesaroh, S. (2013). Peranan Metode Pembelajaran Terhadap Minat Dan Prestasi Belajar
Pendidikan Agama Islam. Jurnal Kependidikan, 1(1), 150–168.
https://doi.org/10.24090/jk.v1i1.536
Mulyani, D. (2013). Hubungan Kesiapan Belajar Siswa Dengan Prestasi Belajar. Konselor, 2(1),
27–31. https://doi.org/10.24036/0201321729-0-00
Mulyasa, E. (2017). Prosiding seminar nasional 20 program pascasarjana universitas pgri
palembang 25 november 2017. Prosiding Seminar Nasional 20 Program Pascasarjana
Universitas PGRI Palembang 25 November 2017, (November), 188–192.
Sudrajat, A. (2011). Mengapa Pendidikan Karakter. Jurnal Pendidikan Karakter, 1(1), 47–58.
https://doi.org/10.21831/jpk.v1i1.1316
Zuhera, Y., Habibah, S., & Mislinawati. (2017). Kendala Guru dalam Memberikan Penilaian
Terhadap Sikap Siswa dalam Proses Pembelajaran Berdasarkan Kurikulum 2013 di SD
Negeri 14 Banda Aceh. Ilmiah Pendidikan Guru Sekolah Dasar, 2(1), 73–87. Retrieved
from https://media.neliti.com/media/publications/187406-ID-kendala-guru-dalam-
memberikan-penilaian.pdf

Anda mungkin juga menyukai