Anda di halaman 1dari 54

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Matematika adalah induk dari segala ilmu pengetahuan yang ada.

Matematika dan perluasan dari ilmu hitungnya banyak digunakan di berbagai

bidang disiplin ilmu lainnya seperti biologi, kimia, fisika, pertanian, teknik,

komputer, industri dan ekonomi (Sriyanto, 2007). Matematika digunakan oleh

masyarakat untuk memenuhi kebutuhan praktis dan memecahkan masalah dalam

kehidupan sehari-hari.Misalnya, untuk berhitung, untuk menghitung isi dan berat,

untuk mengumpulkan, mengolah, menyajikan dan menafsirkan data.Selain itu,

matematika dapat digunakan dalam berdagang dan berbelanja, dapat

berkomunikasi melalui tulisan/gambar seperti membaca grafik dan persentase,

dapat membuat catatan-catatan dengan angka, dan lain-lain.Artinya, matematika

memainkan peranan yang sangat vital dalam kehidupan sehari hari.

Peran dari matematika sangatlah banyak, sehingga matematika perlu

dibelajarkan kepada semua peserta didik tingkat sekolah dasar sampai dengan

perguruan tinggi.Terutama di sekolah dasar, matematika harus ditekankan dengan

sangat baik agar anak memiliki pondasi yang kuat untuk mempelajari matematika

tingkat lanjut dan penerapannya.Menurut Japa dan Suarjana (2012), penanaman

matematika dilakukan untuk membekali mereka berbagai kemampuan, seperti

kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif, serta kemampuan

bekerja sama. Kemampuan-kemampuan ini sangat perlu dikembangkan pada anak

Sekolah Dasar (SD).

1
2

Umumnya usia siswa SD berkisar antara 6 tahun sampai 13 tahun.

Menurut Piaget (dalam Heruman, 2008), siswa SDmasih berada pada fase

operasional konkret.Artinya, proses pembelajaran siswa SD masih difokuskan

pada objek konkret (nyata)yang dapat ditangkap oleh panca indera. Karena masih

difokuskan pada objek konkret (nyata)maka dalam proses pembelajaran

khususnya pembelajaran matematika, siswa memerlukan media atau alat peraga

yang dapat memperjelas materi sehingga siswa lebih cepat memahami dan

mengerti apa yang dipelajarinya.

Selain media, model pembelajaran juga menentukan keberhasilan guru

dalam mengajarkan suatu konsep matematika kepada siswa.Model sangat penting

peranannya dalam pembelajaran matematika, karena melalui pemilihan model

yang tepat dapat mengarahkan guru pada kualitas pembelajaran efektif.Trianto

(2007) menyatakan bahwa “setiap model pembelajaran diawali dengan upaya

menarik perhatian siswa dan memotivasi siswa agar terlibat dalam proses belajar

mengajar”. Artinya, penggunaan model pembelajaran yang tepat dapat

menimbulkan motivasi siswa untuk belajar matematika.

Dalam proses belajar mengajar matematika, motivasi merupakan salah

satu faktor yang diduga besar pengaruhnya terhadap hasil belajar. Menurut

Hawley (dalam Prayitno, 1989:3),“siswa yang termotivasi dengan baik dalam

belajar melakukan kegiatan lebih banyak dan lebih cepat, dibandingkan dengan

siswa yang kurang termotivasi dalam belajar.Prestasi yang diraih akan lebih baik

apabila mempunyai motivasi yang tinggi”.Siswa yang motivasinya tinggi diduga

akan memperoleh hasil belajar yang baik. Pentingnya motivasi belajar siswa

terbentuk antara lain agar terjadi perubahan belajar ke arah yang lebih positif.
3

Namun pada kenyataannya, pembelajaran matematika di SD belum

mampu menumbuhkan motivasi belajar siswa.Hal serupa juga terjadi di kelas IV

SD Negeri 1 Kubutambahan.Berdasarkan observasi tanggal 17 November 2015,

tampak bahwa matematika masih menjadi salah satu pelajaran yang ditakuti

siswa.Hal ini menyebabkan rendahnya motivasi siswa untuk belajar

matematika.Berdasarkan indikator motivasi untuk bersaing, motivasi untuk

mendapatkan nilai bagus, dan motivasi takut mendapat hukuman, hanya 15%

siswa yang memenuhi indikator tersebut.Sebagai contoh,pada saat guru

menjelaskan di depan kelas, ada 12 siswa yang mengobrol tentang tayangan TV

yang menjadi primadona anak-anak saat ini. Ada pula siswa yang menggambar

ketika guru menjelaskan pelajaran.Ketika ditanya alasannya tidak mendengarkan

guru, siswa menjawab bahwa menggambar lebih menyenangkan dibandingkan

belajar matematika.Siswa yang mengobrol juga tidak takut terhadap

guru.Fenomena ini terlihat dari saat guru menegur salah satu siswa untuk tidak

mengobrol, mereka malah melanjutkan obrolannya.Lebih lanjut,kurangnya

motivasi siswa untuk mendapatkan nilai bagus terlihat dari adanya 7 orang siswa

tidak mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru dengan alasan tugas yang

diberikan susah. Susah yang dimaksudkan yaitu contoh yang diberikan oleh guru

lebih mudah diselesaikan dibandingkan dengan tugas yang diberikan kepada

siswa.Dari hasil observasi tersebut, dapat dikatakan bahwa persentase rata-rata

motivasi untuk belajar matematika siswa kelas IV di SD Negeri 1 Kubutambahan

adalah 60%.Persentase tersebut berada pada kategori rendah.

Rendahnya motivasi siswa belajar ternyata berpengaruh terhadap hasil

belajarnya. Berdasarkan hasil studi dokumen tanggal 17 November 2015,


4

persentase rata-rata hasil belajar matematika siswa kelas IV pada pertengahan

semester ganjil tahun 2015 adalah 62,5%. Persentase tersebut berada pada

kategori rendah.

Berdasarkan wawancara dan refleksi guru tanggal 18 November 2015,

diperoleh beberapa penyebab rendahnya motivasi dan hasil belajar matematika

siswa. Pertama, pembelajaran masih berpusat pada guru, sehingga siswa tidak

diberikan kesempatan untuk lebih aktif dalam proses pembelajaran. Hal itu terlihat

dari guru menjelaskan semua materi pelajaran, siswa tidak diberi kesempatan

untuk membaca terlebih dahulu materi yang akandiajarkan oleh guru. Selain itu,

setelah menyampaikan materi dan memberikan contoh soal, guru langsung

menyuruh siswa untuk mengerjakan soal-soal yang ada di buku paket.Kedua,

dalam proses belajar mengajar guru hanya mengandalkan media pembelajaran

yang diberikan oleh pemerintah pusat. Maksudnya, jika ada media pembelajaran

yang diberikan oleh pemerintah pusat sesuai dengan materi yang akandiajarkan

maka guru akan menggunakan media pembelajaran pada saat mengajar. Apabila

media pembelajaran yang diberikan oleh pemerintah pusat tidak ada yang sesuai

dengan materi yang akan diajarkan, maka guru tidak menggunakan media

pembelajaran pada saat mengajar.

Berdasarkan uraian di atas, untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar

siswa kelas IV semester genap di SD Negeri 1 Kubutambahan, maka diperlukan

sebuah pembelajaran yang aktif, efektif, dan menyenangkan. Salah satu model

yang dianggap tepat untuk menciptakan pembelajaran yang demikian adalah

model pembelajaran Make A Match. Lie (2004:55) menyatakan bahwa “make a

match (mencari pasangan), dimana siswa mencari pasangan sambil belajar


5

mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan”. Langkah-

langkah pembelajaran menggunakan model pembelajaran make a match menurut

Rusman (2010, 223-224) adalah sebagai berikut.

1) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa


konsep/topik yang cocok untuk sesi review (satu sisi kartu berupa
kartu soal dan sisi sebaliknya berupa kartu jawaban); (2) Setiap siswa
mendapat satu kartu dan memikirkan jawaban atau soal dari kartu
yang dipegang; (3) Siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu
yang cocok dengan kartunya (kartu soal/kartu jawaban); (4) Siswa
yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin;
(5) Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat
kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.

Sebelum guru memberikan siswa kartu, guru menjelaskan secara singkat materi

yang akan dibahas kemudian siswa diberikan waktu untuk membaca buku tentang

materi yang akan dibahas. Setelah itu guru membagi siswa yang ada dikelas

menjadi dua kelompok. Dua kelompok tersebut akan diberikan kartu, kelompok A

mendapat kartu soal dan kelompok B mendapat kartu jawaban. Selanjutnya siswa

berdiri berhadap-hadapan dan memikirkan jawaban/soal dari kartu yang di

pegang.Selanjutnya guru membunyikan pluit dan siswa memulai mencocokkan

kartu yang dipegang, siswa yang dapat mencocokkan kartu sebelum batas waktu

diberi poin.Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu

yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.Dengan langkah-langkah

pembelajaran make a match di atas, semua siswa di kelas akan ikut serta dalam

proses pembelajaran. Tidak ada siswa yang tidak memperhatikan materi

pembelajaran. Dengan pembelajaran make a match, proses pembelajaran menjadi

aktif, efektif, dan menyenangkan. Proses pembelajaran seperti itu akan

meningkatkan motivasi belajar siswa. Siswa yang motivasinya tinggi untuk

belajar akan memperoleh hasil belajar yang baik.


6

Penelitian yang terkait dengan permasalahan ini yaitu penelitian dari Ni

Putu Kurmaeni tahun 2012. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan motivasi

dan hasil belajar siswa kelas IVB SD Negeri 1 Kerobokan Kaja Badung setelah

diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match dalam

pembelajaran IPA. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IVB SD Negeri 1

Kerobokan Kaja Badung. Berdasarkan hasil analisis, terjadi peningkatan motivasi

dari siklus I ke siklus II sebesar 10,2% dan hasil belajar dari siklus I ke siklus II

sebesar 3,6%. Ini berarti sudah ada peningkatan secara signifikan. Implikasi dari

penelitian ini bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Make A

Match dalam pembelajaran IPA dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar

siswa kelas IVB di SD Negeri 1 Kerobokan Kaja Badung.Selanjutnya penelitian

dari Luh Meli Artini tahun 2014. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

peningkatan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran matematika melalui model

pembelajaran kooperatif tipe make a match yang berbasis budaya lokal Bali pada

siswa kelas V SD Negeri 2 Cempaga Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng

tahun pelajaran 2013/2014. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri

2 Cempaga Kecamatan Banjar. Berdasarkan hasil analisis, terjadi peningkatan

hasil belajar dari siklus I ke siklus II sebesar 10,15%. Ini berarti sudah ada

peningkatan secara signifikan. Implikasi dari penelitian ini bahwa penerapan

model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match yang berbasis budaya lokal

Bali dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas V di SD Negeri 2

Cempaga Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng.

Berdasarkan paparan di atas, penggunaan model pembelajaran Make A

Matchdiduga dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar matematika siswa


7

kelas IV semester genap tahun ajaran 2015/2016 di SD Negeri 1 Kubutambahan.

Untuk membuktikannya, akan dilakukan penelitian dengan judul Penerapan

Model Pembelajaran Make A Match Untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil

Belajar Matematika Siswa Kelas IV Semester Genap di Sekolah Dasar Negeri 1

Kubutambahan Tahun Ajaran 2015/2016.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka ada dua

permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini. Kedua permasalahan tersebut

dikemukakan secara cermat di bawah ini.

1) Apakah terdapat peningkatan motivasi belajar siswa kelas IV semester genap

di SD Negeri 1 Kubutambahantahun ajaran 2015/2016 setelah diterapkan

model pembelajaran Make A Matchpada pelajaranmatematika?

2) Apakah terdapat peningkatan hasil belajar siswa kelas IV semester genap di

SD Negeri 1 Kubutambahantahun ajaran 2015/2016 setelah diterapkan model

pembelajaran Make A Matchpada pelajaranmatematika?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang hendak dicapai dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Untuk mengetahui peningkatan motivasi belajar siswa kelas IV semester

genap di SD Negeri 1 Kubutambahantahun ajaran 2015/2016 setelah

diterapkan model pembelajaran Make A Matchpada pelajaranmatematika.


8

2) Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa kelas IV semester genap di

SD Negeri 1 Kubutambahantahun ajaran 2015/2016 setelah diterapkan model

pembelajaran Make A Matchpada pelajaranmatematika.

1.4 Manfaat Penelitian

Dengan dilaksanakannya kegiatan penelitian tindakan kelas ini diharapkan

dapat memberikan manfaat dan kontribusi sebagai berikut.

1. Manfaat Teoritis

Hasil yang akan didapatkan dari penelitian ini diharapkan memberikan

kontribusi yang positif terhadap pengembangaan pengetahuan yang berkaitan

dengan pembelajaran yang lebih aktif, kreatif, inovatif, dan menyenangkan.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Guru

Memperoleh pengalaman baru dalam melaksanakan pembelajaran yang

menyenangkan di kelas, untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa.

b. Bagi Sekolah

Dengan meningkatnya kualitas pembelajaran maka akan mengangkat predikat

nama sekolah bersangkutan di lingkungan gugus, kecamatan, kabupaten,

provinsi, tingkat nasional, maupun internasional.

c. Bagi Peneliti Lain

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan dan salah satu

sumber informasi dalam melaksanakan penelitian sejenis yang terkait dengan

penggunaan model pembelajaran Make A Match.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Model Pembelajaran Make A Match

2.1.1 Pengertian dan Keunggulan Model Make A Match

Model make a match dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Make a

match adalah “teknik belajar mengajar mencari pasangan” (Lie, 2004:55).

Selanjutnya Rusman (2010:223) berpendapat bahwa make a match adalah

“membuat pasangan”. Dari kedua pendapat tersebut, dapat dikatakan make a

match adalah suatu model pembelajaran dalam bentuk mencari atau membuat

pasangan.

Dalam penerapannya, ada beberapa hal yang perlu disiapkan. “Hal-hal

yang perlu disiapkan jika menggunakan modelmake a match adalah kartu-kartu.

Kartu-kartu tersebut terdiri dari kartu berisi pertanyaan-pertanyaan dan kartu-

kartu lainnya berisi jawaban dari pertanyaan tersebut” (Suprijono,

2009:94).Penerapan model ini dimulai dengan teknik, yaitu siswa disuruh mencari

pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya.Siswa

yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin.

Ciri utama model make a match adalah siswa diminta mencari pasangan

kartu yang merupakan jawaban atau soal dalam waktu tertentu. “Salah satu

keunggulan teknik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai

suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan” (Lie, 2004:55).

Selanjutnya Rusman (2010:223) berpendapat bahwa “keunggulan dari teknik ini

adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai konsep atau topik dalam

9
10

suasana menyenangkan”. Jadi, dapat disimpulkan bahwa keunggulan dari make a

match adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau

topik dalam suasana yang menyenangkan.

2.1.2 Sintaks Model Make A Match

Menurut Huda (2013:104), langkah-langkah pembelajaran menggunakan

model make a match yaitu sebagai berikut.

Tabel 2.1 Langkah-Langkah Pembelajaran Model Make A MatchMenurut


Huda

Fase Tingkah Laku Guru


Fase-1 Guru menyampaikan/mempresentasikan materi atau memberi tugas
kepada siswa mempelajari materi di rumah
Fase-2 Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau
topik yang cocok untuk review, satu bagian kartu soal dan bagian
lainnya kartu jawaban.
Fase-3 Siswa dibagi menjadi 2 kelompok, kelompok 1 mendapat kartu soal
dan kelompok 2 mendapat kartu jawaban.
Fase-4 Tiap siswa mendapatkan satu kartu yang berisi pertanyaan atau
jawaban.
Fase-5 Setiap siswa mencari pasangan yang cocok dengan kartunya
(pasangan pertanyaan-jawaban) dan peserta didik yang dapat
mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin oleh guru.
Fase-6 Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu
yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.
Fase-7 Kesimpulan, guru memfasilitasi siswa untuk mengkonfirmasi hal-hal
yang telah mereka lakukan yaitu memasangkan pertanyaan dan
jawaban

Selanjutnya menurut Suprijono (2009:94), langkah-langkah pembelajaran model

make a match adalah sebagai berikut.


11

Tabel 2.2 Langkah-Langkah Pembelajaran Model Make A Match Menurut


Suprijono

Fase Tingkah Laku Guru


Fase-1 Guru menyampaikan/mempresentasikan materi secara singkat,
kemudian siswa membaca materi di buku
Fase-2 Guru menyiapkan kartu-kartu yang terdiri dari kartu yang berisi
pertanyaan dan kartu yang berisi jawaban
Fase-3 Guru membagi komunitas kelas menjadi dua kelompok, yaitu
kelompok pembawa kartu pertanyaan dan kelompok pembawa kartu
jawaban. Selanjutnya, pembawa kartu jawaban dan kartu pertanyaan
berjajar saling berhadapan
Fase-4 Setelah guru membunyikan pluit, siswa mencari pasangan
pertanyaan-jawaban yang cocok
Fase-5 Siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi
poin.
Fase-6 Guru memfasilitasi diskusi untuk memberikan kesempatan kepada
seluruh siswa mengkonfirmasikan hal-hal yang mereka telah lakukan
yaitu memasangkan pertanyaan-jawaban.

Dari kedua pendapat di atas, dapat disimpulkan langkah-langkah pembelajaran

model make a matchyang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut.

Tabel 2.3 Sintaks Model Make A Match

Fase Tingkah Guru


Fase-1 Guru menyampaikan/mempresentasikan materi secara singkat,
kemudian siswa membaca materi di buku
Fase-2 Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau
topik yang cocok untuk review (satu sisi kartu berupa kartu soal dan
sisi sebaliknya berupa kartu jawaban).
Fase-3 Siswa dibagi menjadi 2 kelompok, kelompok 1 mendapat kartu soal
dan kelompok 2 mendapat kartu jawaban.
Fase-4 Tiap siswa mendapat satu kartu dan memikirkan jawaban atau soal
dari kartu yang dipegang. Selanjutnya, pembawa kartu jawaban dan
kartu soal berjajar saling berhadapan
Fase-5 Setelah pluit di bunyikan, siswa mencari pasangan yang mempunyai
kartu yang cocok dengan kartunya (kartu soal/kartu jawaban). Siswa
yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.
Fase-6 Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat
kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.
Fase-7 Kesimpulan, guru memfasilitasi siswa untuk mengkonfirmasi hal-
hal yang telah mereka lakukan yaitu memasangkan pertanyaan dan
jawaban
12

2.2 Motivasi Belajar

2.2.1 Pengertian Motivasi Belajar

Motivasi berasal dari kata “motif” yang berarti daya upaya yang

mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu.Menurut Sardiman (2007:73),

“motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam dan di dalam subjek

untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan”. Sejalan

dengan pendapat tersebut, menurut Mc. Donald (dalam Sardiman, 2007:73),

motivasi adalah “perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan

munculnya ‘feeling’ dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan”.

Selanjutnya Sardiman (2007:75) berpendapat bahwa motivasi belajar merupakan

“faktor psikis yang bersifat non intelektual. Peranannya yang khas adalah dalam

hal penumbuhan gairah, merasa senang dan semangat untuk belajar”.Jadi, dapat

dikatakan motivasi belajar merupakan suatu perubahan energi yang ada dalam diri

seseorang yang mampu menumbuhkan gairah belajar seseorang, sehingga orang

tersebut senang dan semangat untuk belajar.

2.2.2 Fungsi Motivasi

Menurut Hanafiah dan Cucu (2009:26), ada beberapa fungsi motivasi,

yaitu sebagai berikut.

1) Motivasi merupakan alat pendorong terjadinya perilaku belajar


peseta didik.
2) Motivasi merupakan alat untuk memengaruhi prestasi belajar
peserta didik.
3) Motivasi merupakan alat untuk memberikan direksi terhadap
pencapaian tujuan pelajaran.
4) Motivasi merupakan alat untuk pembangun sistem pembelajaran
lebih bermakna.
13

Selanjutnya menurut Sardiman (2007:85), ada tiga fungsi motivasi yaitu sebagai

berikut.

1) Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau


motor yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan
motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.
2) Menentukan arah perbuatan yakni ke arah tujuan yang hendak
dicapai. Dengan demikian motivasi dapat mmberikan arah dan
kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya.
3) Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa
yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan
menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi
tujuan tersebut. Seseorang siswa yang akan menghadapi ujian
dengan harapan dapat lulus, tentu akan melakukan kegiatan belajar
dan tidak akan menghabiskan waktunya untuk bermain atau
membaca komik sebab tidak serasi dengan tujuan.

Dari kedua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa fungsi motivasi belajar

yaitu, (1) sebagai pendorong siswa untuk belajar sehingga dengan adanya

dorongan belajar tersebut hasil belajar siswa akan lebih meningkat, (2) dengan

adanya motivasi, tujuan siswa lebih terarah sehingga menghasilkan sesuatu yang

baik.

2.2.3 Jenis-Jenis Motivasi

Menurut Hanafiah dan Cucu (2009:26), ada 2 jenis motivasi yaitu sebagai

berikut.

1) Motivasi intrinsik, yaitu motivasi yang datangnya secara alamiah


atau murni dari diri peserta didik itu sendiri sebagai wujud adanya
kesadaran diri (self awareness) dari lubuk hati yang paling dalam.
2) Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang datangnya disebabkan
faktor-faktor diluar diri peserta didik, seperti adanya pemberian
nasehat dari guru, hadiah, kompetisi sehat antarpeserta didik,
hukuman dan sebagainya.
14

Selanjutnya menurut Uno (2008:33), ada 2 jenis motivasi yaitu sebagai berikut.

1) Motivasi intrinsik, yaitu motif yang muncul tanpa perlu adanya


ganjaran atas perbuatan, dan tidak perlu hukuman untuk tidak
melakukannya.
2) Motivasi ekstrinsik adalah motif yang hanya muncul karena adanya
hukuman atau tidak muncul karena ada hukuman.

Dari kedua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa ada dua jenis motivasi

yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik.Motivasi intrinsik adalah motif

yang timbul dari dalam diri siswa untuk melakukan suatu tindakan, tanpa perlu

adanya ganjaran atas perbuatan, dan tidak perlu hukuman untuk tidak

melakukannya.Selanjutnya motivasi ekstrinsik adalah motif yang datang dari luar

diri siswa dan hanya muncul karena adanya hukuman atau tidak muncul karena

ada hukuman.

2.2.4 Bentuk-Bentuk Motivasi di Sekolah

Ada beberapa bentuk dan cara untuk menumbuhkan motivasi dalam

kegiatan belajar di sekolah. Menurut Sardiman (2007), cara untuk menumbuhkan

motivasi yaitu sebagai berikut.

1) Memberi Angka

Angka dalam hal ini sebagai simbol dari nilai kegiatan belajarnya.Banyak

siswa belajar, yang utama justru untuk mencapai angka/nilai yang baik.Siswa

biasanya mengejar nilai ulangan atau nilai-nilai pada raport angkanya baik-

baik.Angka-angka yang baik itu bagi siswa merupakan motivasi yang sangat kuat.

2) Hadiah

Hadiah dapat juga dikatakan sebagai motivasi, tetapi tidak selalu

demikian. Hadiah tidak akan menarik bagi seseorang yang tidak senang dan tidak
15

berbakat. Contohnya, hadiah yang diberikan untuk gambar yang terbaik mungkin

tidak akan menarik bagi seseorang siswa yang tidak memiliki bakat menggambar.

3) Saingan/Kompetisi

Saingan atau kompetisi dapat digunakan sebagai alat motivasi untuk

mendorong belajar siswa.Persaingan, baik persaingan individual maupun

persaingan kelompok, dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.Persaingan

sangat baik digunakan untuk meningkatkan kegiatan belajar siswa.

4) Ego-involvement

Menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar merasakan pentingnya tugas

dan menerimanya sebagai tantangan dengan mempertaruhkan harga diri adalah

sebagai salah satu bentuk motivasi yang cukup penting. Seseorang akan berusaha

dengan segenap tenaga untuk mencapai prestasi yang baik dengan menjaga harga

dirinya.

5) Memberi ulangan

Siswa akan giat belajar kalau mengetahui akan ulangan. Memberi ulangan

merupakan sarana motivasi.

6) Mengetahui hasil

Dengan mengetahui hasil pekerjaan, apalagi kalau terjadi kemajuan, akan

mendorong siswa untuk lebih giat belajar. Semakin mengetahui bahwa grafik hasil

belajar meningkat, maka ada motivasi pada diri siswa untuk terus belajar, dengan

harapan hasilnya terus meningkat.

7) Pujian

Pujian merupakan bentuk reinforcement yang positif sekaligus merupakan

motivasi yang baik. Pemberian pujian harus tepat sehingga akan memupuk
16

suasana yang menyenangkan, mempertinggi gairah belajar, dan membangkitkan

harga diri.

8) Hukuman

Hukuman adalahreinforcement yang negatif, tetapi kalau diberikan secara

tepat dan bijak bisa menjadi alat motivasi.

9) Hasrat untuk belajar

Hasrat untuk belajar berarti pada diri anak didik itu memang ada motivasi

untuk belajar, sehingga sudah barang tentu hasilnya akan lebih baik.

10) Minat

Minat merupakan alat motivasi yang pokok. Proses belajar itu akan

berjalan lancar kalau disertai minat. Minat bisa dibangkitkan dengan cara

membangkitkan adanya suatu kebutuhan, menghubungkan dengan persoalan

pengalaman yang lampau, memberi kesempatan untuk mendapatkan hasil yang

baik, menggunakan berbagai macam bentuk mengajar.

Dari kesepuluh bentuk motivasi tersebut, ada beberapa bentuk dan cara

untuk menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar yang dapat ditumbuhkan

dengan model make a match antara lain, yaitu (1) memberi angka, (2) hadiah, (3)

ego-involvement, (4) hasrat untuk belajar, dan (5) minat.

2.2.5 Indikator Motivasi

Menurut Uno (2008:23), ada 6 indikator motivasi belajar yaitu sebagai

berikut.

(1) Adanya hasrat dan keinginan berhasil, (2) adanya dorongan dan
kebutuhan dalam belajar, (3) adanya harapan dan cita-cita masa
depan, (4) adanya penghargaan dalam belajar, (5) adanya kegiatan
yang menarik dalam belajar, (6) adanya lingkungan belajar yang
17

kondusif, sehingga memungkinkan seseorang siswa dapat belajar


dengan baik.

Selanjutnya menurut Sardiman (2007:110), ada 4 indikator motivasi belajar

yaitu(1) motivasi mendapatkan penghargaan, (2) motivasi untuk bersaing, (3)

motivasi mendapatkan pujian, (4) motivasi takut mendapat hukuman,

mendapatkan nilai yang bagus, kebutuhan untuk berprestasi, dan kebutuhan untuk

berkuasa.

Dari kedua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa ada sembilan

indikator motivasi belajar yaitu (1) adanya hasrat dan keinginan berhasil, (2)

adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar, (3) adanya harapan dan cita-cita

nasa depan, (4) adanya penghargaan dalam belajar, (5) adanya kegiatan yang

menarik dalam belajar, (6) adanya lingkungan belajar yang kondusif, (7) motivasi

untuk bersaing, (8) motivasi mendapatkan pujian, dan (9) motivasi takut mendapat

hukuman, mendapatkan nilai yang bagus, kebutuhan untuk berprestasi, dan

kebutuhan untuk berkuasa. Indikator motivasi belajar yang digunakan dalam

penelitian ini terdiri dari (1) motivasi untuk bersaing, (2) mendapatkan nilai yang

bagus, (3) motivasi takut mendapat hukuman, dan (4) adanya dorongan dan

kebutuhan dalam belajar. Keempat indikator tersebut digunakan karena

disesuaikan dengan hasil observasi di kelas IV SD Negeri 1

Kubutambahan.Motivasi siswa untuk bersaing sangat rendah, hal itu terlihat dari

adanya 12 siswa yang mengobrol pada saat jam pelajaran berlangsung.Kemudian

pada saat ditegur oleh guru, bukannya siswa diam tetapi melanjutkan

obrolannya.Dari hal tersebut, terlihat bahwa siswa tidak takut terhadap

hukuman.Lebih lanjut, siswa kurang mendapat dorongan dari dalam dirinya untuk
18

belajar dan mendapatkan nilai yang bagus.Itu terlihat dari siswa lebih senang

menggambar dibandingkan dengan mendengarkan penjelasan guru. Selain itu ada

7 orang yang tidak mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru dikarenakan tugas

yang diberikan oleh guru lebih susah dibandingkan dengan contoh yang diberikan.

2.3 Hasil Belajar

2.3.1 Pengertian Hasil Belajar

Susanto (2013:5) berpendapat bahwa hasil belajar adalah “kemampuan

yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar”. Selanjutnya Suprijono

(2009:7) berpendapat bahwa hasil belajar adalah “perubahan perilaku secara

keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja. Artinya,

hasil pembelajaran yang dikategorisasi oleh pakar pendidikan sebagaimana

tersebut diatas tidak dilihat secara fragmentaris atau terpisah melainkan

komprehensif”.Selanjutnya menurut K. Brahim (dalam Susanto, 2013:5), hasil

belajar dapat diartikan sebagai “tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari

materi pelajaran disekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil

tes mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu”.Jadi, dapat dikatakan hasil

belajar adalah perubahan tingkah laku anak yang dapat diukur dan dinyatakan

dalam bentuk skor yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar.

2.3.2 Macam-Macam Hasil Belajar

Menurut Susanto (2013), hasil belajar meliputi tiga aspek yaitu

pemahaman konsep (aspek kognitif), keterampilan proses (aspek psikomotor) dan

sikap siswa (aspek afektif).


19

1) Pemahaman Konsep

Pemahaman menurut Bloom (dalam Susanto, 2013:6) adalah seberapa

besar siswa mampu menerima, menyerap, dan memahami pelajaran yang

diberikan oleh guru kepada siswa, atau sejauh mana siswa dapat memahami serta

mengerti apa yang dibaca, yang dilihat, yang dialami, atau yang ia rasakan berupa

hasil penelitian atau observasi langsung yang ia lakukan.

2) Keterampilan Proses

Usman dan Setiawati (dalam Susanto, 2013:9) mengemukakan bahwa

keterampilan proses merupakan keterampilan yang mengarah kepada

pembangunan kemampuan mental, fisik, dan sosial yang mendasar sebagai

penggerak kemampuan yang lebih tinggi dalam diri individu siswa. Keterampilan

berarti kemampuan menggunakan pikiran, nalar, dan perbuatan secara efektif dan

efisien untuk mencapai suatu hasil tertentu termasuk kreativitasnya. Indrawati

(dalam Susanto, 2013:9) menyebutkan ada enam aspek keterampilan proses yang

meliputi: observasi, klasifikasi, pengukuran, mengomunikasikan, memberikan

penjelasan atau interpretasi terhadap suatu pengamatan, dan melakukan

eksperimen.

3) Sikap

Menurut Sardiman (dalam Susanto, 2013:11), sikap merupakan

kecendrungan untuk melakukan sesuatu dengan cara, metode, pola dan teknik

tertentu terhadap dunia sekitarnya baik berupa individu-individu maupun objek-

objek tertentu. Sikap merujuk pada perbuatan, perilaku, atau tindakan seseorang.
20

Dari ketiga aspek tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep

(aspek kognitif) yaitu siswa mampu menerima, menyerap, memahami suatu

pelajaran yang diberikan oleh guru. Keterampilan proses (aspek psikomotor) yaitu

suatu kemampuan menggunakan pikiran, nalar dan perbuatan untuk mencapai

suatu hasil tertentu. Selanjutnya sikap (aspek afektif) adalah kecendrungan untuk

melakukan sesuatu yang dapat dilihat dari perbuatan, perilaku atau tindakan

seseorang. Penelitian ini akan difokuskan pada aspek kognitif (pemahaman

konsep). Hal ini dikarenakan masalah yang muncul dominan pada aspek kognitif.

2.3.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Hasil Belajar

Faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa menurut Wasliman (dalam

Susanto, 2013:12) ada dua yaitu sebagai berikut.

1) Faktor internal; Faktor internal merupakan faktor yang bersumber


dari dalam diri peserta didik, yang memengaruhi kemampuan
belajarnya. Faktor internal ini meliputi kecerdasan, minat dan
perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap, kebiasaan belajar,
serta kondisi fisik dan kesehatan.
2) Faktor eksternal; faktor yang berasal dari luar diri peserta didik
yang memengaruhi hasil belajar yaitu keluarga, sekolah dan
masyarakat. Keadaan keluarga berpengaruh terhadap hasil belajar
siswa. Sekolah merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan
hasil belajar siswa. Semakin tinggi kemampuan belajar siswa dan
kualitas pengajaran di sekolah maka semakin tinggi pula hasil
belajar siswa.

2.4 Pembelajaran Matematika

Menurut James dan James (dalam Suherman dkk, 2003:16), matematika

adalah “ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-

konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak

yang terbagi kedalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan


21

geometri”.Selanjutnyapendapat Ruseffendi (dalam Heruman, 2008:1), matematika

adalah “bahasa simbol; ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara

induktif; ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari

unsur yang tidak didefinisikan ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau

postulat dan akhirnya ke dalil”.Jadi, matematika adalah suatu ilmu yang

strukturnya terorganisasi dan dibagi menjadi tiga bidang, yaitu aljabar, analisis,

dan geometri.

Pembelajaran matematika adalah “proses yang sengaja dirancang dengan

tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan yang memungkinkan seseorang (si

pelajar) melaksanakan kegiatan belajar matematika” (Japa dkk. 2012:3).

Selanjutnya, Heruman (2008:3) memaparkan pembelajaran yang ditekankan pada

konsep-konsep matematika yaitu sebagai berikut.

1) Penanaman Konsep yaitu ketika siswa belum pernah mempelajari


konsep baru matematika, perlu adanya penanaman konsep dimana
penanaman konsep dasar adalah jembatan yang harus dapat
menghubungkan kemampuan kognitif siswa yang konkret dengan
konsep baru matematika yang abstrak. Dalam kegiatan ini
diharapkan adanya media atau alat peraga yang digunakan untuk
membantu kemampuan pola pikir siswa.
2) Pemahaman Konsep yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman
konsep yang bertujuan agar siswa lebih memahami suatu konsep
matematika.
3) Pembinaan Keterampilan yaitu pembelajaran lanjutan dari
penanaman konsep dan pemahaman konsep. Pembelajaran
pembinaan keterampilan bertujuan agar siswa lebih terampil
dalam menggunakan berbagai konsep matematika.

Dari kedua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika

adalah proses yang dirancang untuk menciptakan suasana lingkungan yang

memungkinkan siswa untuk belajar. Dalam proses pembelajaran, matematika


22

ditekankan pada penanaman konsep, pemahaman konsep, dan juga pembinaan

keterampilan.

Ada banyak tujuan dibelajarkannya matematika di sekolah. Tujuan

dibelajarkannya matematika di sekolah, khusus di Sekolah Dasar (SD) atau

Madrasah Ibtidiyah (MI) sesuai Depdiknas (dalam Japa dkk, 2012:3) adalah agar

peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.

1) Memahami konsep matematika, mengetahui keterkaitan antar


konsep dan mampu mengaplikasikan konsep atau algoritma
matematika itu secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam
pemecahan masalah.
2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan
manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun
bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan-pernyataan
matematika.
3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami
masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan
menafsirkan/mengintrepretasikan solusi yang diperoleh.
4) Mengkomunikasikan gagasan dengan diagram, atau media lain
untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam
kehidupam yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat
dalam mempelajari matematika serta sikap ulet dan percaya diri
dalam pemecahan masalah.

Untuk mencapai tujuan dibelajarkannya matematika di sekolah, perlu

adanya patokan dalam proses pembelajarannya. Salah satunya yaitu Standar

Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang digunakan untuk menilai

ketercapaian hasil belajar siswa dan menjadi tolak ukur sejauh mana penguasaan

siswa terhadap suatu pokok bahasan. Ruang lingkup pelajaran matematika dalam

kurikulum 2006 pada kelas IV SD/MI meliputi operasi hitung bilangan, kelipatan

dan faktor, pengukuran, bangun datar, bilangan bulat, bilangan pecahan, bilangan

romawi, bangun ruang dan simetri. Pada penelitian ini akandigunakan materi

pecahan dengan SK, KD, dan indikator sebagai berikut.


23

Tabel 2.4 SK, KD, dan Indikator Materi Pecahan

Standar Kompetensi Dasar Indikator


Kompetensi (KD)
(SK)
6. Menggunakan 6.1 Menjelaskan 6.1.1 Menjelaskan arti pecahan
pecahan arti pecahan 6.1.2 Menyajikan bentuk pecahan menjadi
dalam dan urutannya bentuk gambar
pemecahan 6.1.3 Membandingkan pecahan dengan
masalah menggunakan luas daerah
6.1.4 Membuat garis bilangan berdasarkan
pecahan yang diberikan
6.1.5 Mengurutkan pecahan berpenyebut
sama
6.1.6 Mengurutkan pecahan yang
berpenyebut tidak sama
6.2 Menyederhanak 6.2.1 Menyebutkan pecahan-pecahan yang
an berbagai senilai dari suatu pecahan
bentuk pecahan
6.2.2 Menyajikan bentuk pcahan senilai
dalam bentuk gambar
6.2.3 Menyederhanakan pecahan
6.3 Menjumlahkan 6.3.1 Menjumlahkan pecahan biasa yang
pecahan penyebutnya sama
6.3.2 Menjumlahkan pecahan biasa yang
penyebutnya tidak sama
6.3.3 Menyelesaikan soal-soal yang berkaitan
dengan penjumlahan pecahan
6.4 Mengurangkan 6.4.1 Mengurangkan pecahan biasa yang
pecahan penyebutnya sama
6.4.2 Mengurangkan pecahan biasa yang
penyebutnya tidak sama
6.4.3 Menyelesaikan soal-soal yang berkaitan
dengan pengurangan pecahan
24

6.5 Menyelesaikan 6.5.1 Memecahkan masalah sehari-hari yang


masalah yang melibatkan penjumlahan pecahan
berkaitan
dengan 6.5.2 Memecahkan masalah sehari - hari
pecahan yang melibatkan pengurangan pecahan
6.5.3 Memecahkan sehari-hari yang
melibatkan penjumlahan dan pengu-
rangan pecahan

2.5 Penelitian yang Relevan

Adapun penelitian yang relevan terkait dengan penerapan model

pembelajaran make a match yaitu penelitian yang dilaksanakan oleh Ni Putu

Kurmaeni (2012) yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

Make A Match Untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas

IVB SD Negeri 1 Kerobokan Kaja Badung”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

terjadi peningkatan motivasi dari siklus I ke siklus II sebesar 10,2% dan hasil

belajar dari siklus I ke siklus II sebesar 3,6%. Selanjutnya penelitian dari Luh

Meli Artini (2014) dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

Make A Match Berbasis Budaya Lokal Bali Untuk Meningkatkan Hasil Belajar

Matematika Siswa Kelas V Sd N 2 Cempaga Pada Semester I Tahun Pelajaran

2013/2014”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan hasil

belajar dari siklus I ke siklus II sebesar 10,15%.

2.6 Kerangka Berpikir

Matematika bersifat abstrak karena menggunakan simbol-simbol. Dalam

proses pembelajarannya, lebih tepat menggunakan pembelajaran yang berpusat

pada siswa. Model pembelajaran yang digunakan harus tepat sehingga membuat

siswa aktif dan semangat untuk belajar.Siswa yang aktif dan semangat dalam
25

belajar dikelas merupakan salah satu ciri anak sudah termotivasi untuk belajar.

Jika siswa sudah termotivasi untuk belajar maka akan berpengaruh terhadap hasil

belajar siswa.

Dari pemaparan di atas, model pembelajaran make a match cocok

diterapkan untuk meningkatkan motivasi siswa untuk belajar matematika.

Penerapan make a match ini dimulai dengan membagikan kartu soal/jawaban

kepada siswa. Kemudian guru menugaskan siswa mencari pasangan kartu yang

merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokkan

kartunya diberi poin.Keunggulan dari model ini adalah siswa mencari pasangan

sambil belajar mengenai suatu konsep/topik dalam suasana yang menyenangkan.

Dengan pembelajaran make a match, proses pembelajaran menjadi aktif, efektif

dan menyenangkan. Proses pembelajaran seperti itu akan meningkatkan motivasi

belajar siswa. Jika siswa sudah termotivasi untuk belajar akan berpengaruh

terhadap hasil belajar siswa. Siswa yang motivasinya tinggi akan memperoleh

hasil belajar yang baik. Kerangka berpikir tersebut dapat dibagankan sebagai
Model
berikut.
Pembelajaran
Make A Match

Motivasi Hasil
Belajar Belajar

2.7 Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang akan diuji kebenarannya adalah sebagai berikut.

1) Apabila Model Pembelajaran Make A Match diterapkan secara tepat dan

efektif maka akan dapat meningkatkan motivasi belajar matematika siswa


26

kelas IV semester genap di SD Negeri 1 Kubutambahantahun ajaran

2015/2016.

2) Apabila Model Pembelajaran Make A Match diterapkan secara tepat dan

efektif maka akan dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas

IV semester genap di SD Negeri 1 Kubutambahantahun ajaran 2015/2016.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian ini

dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas. Perbaikan kualitas

proses dan hasil pembelajaran dalam penelitian ini dilakukan pada mata pelajaran

matematika.

Penelitian tindakan kelas yang dilakukan menggunakan jenis penelitian

tindakan kelas kolaboratif. Penelitian kolaboratif dilakukan secara berpasangan

antara pihak yang melakukan tindakan dan pihak yang mengamati proses jalannya

tindakan. Dikelas, pihak yang melakukan tindakan adalah penelitidan pihak yang

melakukan pengamatan adalah guru.

3.2 Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri 1

Kubutambahan Tahun Ajaran 2015/2016 yang berjumlah32 orang, terdiri dari 14

orang laki – laki dan 18 orang perempuan. Selanjutnya objek penelitian ini adalah

motivasi dan hasil belajar matematika siswasetelah menggunakan model

pembelajaran Make A Match.

3.3 Prosedur Penelitian

Dalam penelitian tindakan kelas ini, kegiatan penelitian dilakukan dalam 2

siklus.Kegiatan setiap siklus meliputi perencanaan tindakan, pelaksanaan

27
28

tindakan, observasi dan evaluasi, serta refleksi.Alur kegiatannya tampak pada

bagan dibawah ini.

Siklus II
2
4
3

1
Data Awal

4 Siklus I
2

Keterangan:
1. Perencanaan
2. Tindakan
3. Observasi/Evaluasi
4. Refleksi
Diadaptasi dari Agung (2005)

Berikut dipaparkan masing-masing tahapan dalam setiap siklus.

1. Perencanaan Tindakan

Sebelum melaksanakan tindakan, beberapa hal yang dipersiapkan agar

tindakan yang dilaksanakan berjalan lancar dan sesuai dengan tujuan adalah

sebagai berikut.

a) Peneliti bersama guru menganalisis silabus untuk menyesuaikan pokok

bahasan dan tujuan pembelajaran yang harus dikembangkan.


29

b) Peneliti dan guru mendiskusikan dan menyamakan persepsi mengenai

prosedur penerapan model pembelajaran Make A Match dalam pelajaran

matematika.

c) Bersama-sama guru, peneliti menyusun RPP sebagai acuan saat melaksanakan

proses belajar mengajar.

d) Peneliti bersama guru menyusun instrumen penelitian, berupa tes uraian

berdasarkan wacana yang diberikan untuk mengetahui hasil belajar siswa.

2. Pelaksanaan Tindakan

Tindakan ini dilakukan sesuai dengan RPP yang telah dibuat oleh peneliti

bersama guru. Dalam penelitian ini, guru sebagai pihak yang melakukan tindakan

kelas, sedangkan yang melakukan pengamatan terhadap berlangsungnya proses

tindakan adalah peneliti. Pelaksanaan tindakan tiap siklus dilakukan sebanyak dua

kali pertemuan menggunakan model pembelajaran Make A Match.

Langkah penerapan model Make A Match yang dilaksanakan, yaitu

sebagai berikut.

1) Guru menyampaikan/mempresentasikan materi secara singkat, kemudian

siswa membaca materi di buku.

2) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang

cocok untuk review (satu sisi kartu berupa kartu soal dan sisi sebaliknya

berupa kartu jawaban).

3) Siswa dibagi menjadi 2 kelompok, kelompok 1 mendapat kartu soal dan

kelompok 2 mendapat kartu jawaban.


30

4) Tiap siswa mendapat satu kartu dan memikirkan jawaban atau soal dari kartu

yang dipegang. Selanjutnya, pembawa kartu jawaban dan kartu soal berjajar

saling berhadapan.

5) Setelah pluit di bunyikan, siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu

yang cocok dengan kartunya (kartu soal/kartu jawaban). Siswa yang dapat

mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.

6) Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang

berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.

7) Kesimpulan, guru memfasilitasi siswa untuk mengkonfirmasi hal-hal yang

telah mereka lakukan yaitu memasangkan pertanyaan dan jawaban.

3. Observasi/Evaluasi

Observasi dilakukan untuk mencatat semua kegiatan belajar mengajar

yang dilakukan oleh guru dan siswa, khususnya dalam pelajaran matematika

dengan penerapan model pembelajaran Make A Match. Selain itu, observasi ini

dilakukan untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan pada setiap tindakan yang

dilaksanakan sehingga dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan tindakan

selanjutnya.

Evaluasi dilaksanakan pada akhir siklus.Evaluasi didasarkan pada hasil tes

untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap suatu konsep matematika. Tes

dilakukan oleh siswa secara individual dengan cara menjawab pertanyaan yang

telah disiapkan.
31

4. Refleksi

Refleksi ini dilaksanakan pada akhir siklus untuk menganalisis masalah

atau hambatan yang terjadi selama pembelajaran dan juga untuk melihat

keberhasilan atau kelebihan.Hasil refleksi ini dijadikan dasar untuk

penyempurnaan pelaksanaan tindakan berikutnya, sehingga tujuan yang

diinginkan tercapai.Pelaksanaan tindakan dihentikan jika hasil yang diinginkan

sudah tercapai.

3.4 Metode dan Instrumen Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, data tentang motivasi belajar dikumpulkan dengan

metode angket.Selanjutnya, data tentang hasil belajar dikumpulkan dengan

metode tes.Angket dan tes diberikan di akhir siklus.Skor yang diperoleh dari

angket dan tes dapat dijadikan petunjuk mengenai taraf kemampuan yang akan

diukur.

Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah angket dan tes

uraian. Kisi-kisi masing-masing instrumen tampak seperti di bawah ini.

Tabel 3.1 Indikator Angket Motivasi Belajar

No Indikator No Item Jumlah


Positif Negatif
1 Motivasi untuk bersaing 1,2 3,4 4
2 Mendapatkan nilai yang bagus 5,6 7,8 4
3 Motivasi takut mendapat hukuman 9,10 11,12 4
4 Adanya dorongan dan kebutuhan dalam 13,14 15, 16 4
belajar
Jumlah 8 8 16
32

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Soal Siklus I

SK/KD Indikator Soal Jumlah Bentuk No Soal Skor


Soal Tes C1 C2 C3 C4 C5 C6
6. Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah
6.1 6.1.1 Menjelaskan arti 2 Uraian 1 5
Menjelaskan pecahan 2 5
arti pecahan 6.1.2 Menyajikan 2 Uraian 3 5
dan uru- bentuk pecahan 4 5
tannya. menjadi bentuk
gambar

6.1.3 Membandingkan 2 Uraian 5 5


pecahan dengan 6 5
menggunakan luas
daerah
6.1.4 Membuat garis 1 Uraian 7 5
bilangan
berdasarkan
pecahan yang
diberikan
6.1.5 Mengurutkan 1 Uraian 8 5
pecahan yang
berpenyebut sama
6.1.6 Mengurutkan 1 Uraian 9 5
pecahan yang
berpenyebut tidak
sama
6.2 6.2.1 Menyebutkan 1 Uraian 10 5
Menyederhan pecahan-
akan berbagai pecahan yang
bentuk senilai dari
pecahan suatu pecahan
6.2.2 Menyajikan 1 Uraian 11 5
bentuk pecahan
senilai dalam
bentuk gambar
6.2.3 Menyederhanak 1 Uraian 12 5
an pecahan
33

Tabel 3.3 Kisi-Kisi Soal Siklus II

SK/KD Indikator Soal Jumlah Bentuk No Soal Skor


Soal Tes
C1 C2 C3

6. Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah

6.3 Menjumla 6.3.1 Menjumlahkan 1 Uraian 1 5


hkan pe- pecahan biasa yang
cahan penyebutnya sama
6.3.2 Menjumlahkan 1 Uraian 2 5
pecahan biasa yang
penyebutnya tidak
sama

6.3.3 Menyelesaikan soal- 1 Uraian 3 5


soal yang berkaitan
dengan penjumlahan
pecahan

6.4 Menguran 6.4.1 Mengurangkan 1 Uraian 4 5


gkan pe- pecahan biasa yang
cahan penyebutnya sama
6.4.2Mengurangkan 1 Uraian 5 5
pecahan biasa yang
penyebutnya tidak
sama
6.4.3 Menyelesaikan soal- 1 Uraian 6 5
soal yang berkaitan
dengan pengurangan
pecahan
6.5 Menyeles 6.5.1 Memecahkan 1 Uraian 7 5
aikan ma- masalah sehari-hari
salah yang melibatkan
yang ber- penjumlahan pecahan
kaitan 6.5.2 Memecahkan masalah 1 Uraian 8 5
dengan sehari-hari yang meli-
pecahan batkan pengurangan
pecahan
6.5.3 Memecahkan sehari-hari 2 Uraian 9 5
yang melibatkan pen-
jumlahan dan pengu- 10 5
rangan pecahan
34

Dalam penelitian ini, perlu uji coba instrument.Hal ini dilakukan untuk

mendapatkan gambaran secara empirik apakah instrumen motivasi dan hasil

belajar layak digunakan sebagai instrument penelitian.Setelah dilaksanakannya uji

coba, data yang diperoleh dipilih dan dipakai dalam analisis data.Uji instrumen

yang digunakan dalam penelitian adalah uji validitas.Uji validitas instrumen

dilakukan untuk mengetahui ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam

melakukan fungsi ukurnya. Uji validitas akan dilakukan pada instrumen motivasi

dan hasil belajar matematika siswa. Uji validitas dilakukan dengan uji validitas

Gregory atas penilaian dari ahli dengan rumus:

Tabel 3.4 Uji Validitas Gregory

Judges Judges I
Penilaian Judges Kurang Relevan Sangat Relevan
Judges II Kurang Relevan A (-,-) B (+,-)
Sangat Relevan C (-.+) D (+,+)

Dari tabel di atas dapat dicari validitas konten (content validity) menggunakan

rumus Gregory:

D
VC  (dalam Koyan, 2004)
A BC  D

Keterangan:
VC = validitas konten
D = kedua judges setuju
A = kedua judges tidak setuju
B = jduges I setuju, judges II tidak setuju
C = judges I tidak setuju, judges II setuju

Uji Gregory dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif yaitu melalui

bimbingan dan konsultasi dengan kedua judges terkait dengan soal maupun

instrumen lain yang tepat untuk mengukur motivasi dan hasil belajar siswa. Selain
35

itu, penilaian instrumen oleh judges dilihat ketepatan ranah soal yang diukur.

Selanjutnya dilakukan proses revisi indikator soal dan revisi soal, kemudian

dilanjutkan dengan bimbingan kembali sehingga indikator dan soal yang akan

digunakan benar-benar siap untuk diujikan. Itulah tahapan validasi oleh judges

yang dilakukan. Instrumen motivasi disajikan pada lampiran 11 dan 20, serta

instrumen hasil belajar disajikan pada lampiran 8 dan 17.

3.5 Metode Analisis Data

Setelah data terkumpul, data dianalisis dengan teknik analisis deskriptif

kuantitatif.Deskriptif kuantitatif merupakan teknik analisis menggunakan angka-

angka. Metode analisis deskriptif kuantitatif ini digunakan untuk menentukan

tingkatan motivasi dan hasil belajar pada mata pelajaran matematika yang

dikonversikan ke dalam Penilaian Acuan Patokan (PAP) skala lima. Aspek yang

dihitung adalah rata-rata dan persentase rata-rata.

Rata-rata (Mean) dapat dihitung melalui rumus berikut.

M
X (dalam Agung, 2014)
N

Keterangan:

M : nilai rata-rata

∑X : jumlah skor seluruh siswa

N : banyaknya siswa

Selanjutnya, rumus yang digunakan untuk analisis dalam menentukan rata-rata

persentase adalah sebagai berikut.

 M 
M%   x 100% (dalam Agung, 2014)
 SMI 
36

Keterangan:

M% : persen rata-rata skor siswa

M : mean

SMI : Skor Maksimal Ideal

Hasil data motivasi dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika

dikonversikan menggunakan pedoman konversi nilai absolut skala lima. Pedoman

konversi nilai absolut skala lima dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.5 Pedoman Konversi Nilai Absolut Skala Lima

Persentase Kriteria Motivasi Kriteria Hasil Belajar


Penguasaan
90-100 Motivasi Sangat Tinggi Sangat Tinggi
80-89 Motivasi Tinggi Tinggi
65-79 Motivasi Sedang Sedang
55-64 Motivasi Rendah Rendah
0-54 Motivasi Sangat Rendah Sangat Rendah
Sumber: Dokumen SD Negeri 1 Kubutambahan

3.6 Kriteria Keberhasilan

Sebagai tolak ukur keberhasilan dalam penelitian ini maka ditetapkan

kriteria keberhasilan.Adapun kriteria keberhasilan penelitian ini sebagai berikut.

1. Persentase skor rata-rata motivasi belajar siswa pada mata pelajaran

matematika minimal 80% (berada pada kategori tinggi).

2. Persentase skor rata-rata hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika

minimal 80% (berada pada kategori tinggi).

Penelitian dihentikan dan dianggap berhasil apabila hasil yang diperoleh

pada penelitian ini telah memenuhi kriteria keberhasilan.


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Penelitian tindakan kelas di kelas IV SD Negeri 1 Kubutambahan

dilaksanakan pada bulan Mei 2016 dengan menerapkan model pembelajaran make

a matchpada mata pelajaran matematika. Hasil penelitian pada masing-masing

siklus dijelaskan sebagai berikut.

4.1.1 Deskripsi Hasil Penelitian Siklus I

4.1.1.1 Perencanaan Siklus I

Kegiatan perencanaan meliputi kegiatan 1) menyamakan persepsi dengan

guru mata pelajaran matematika kelas IV mengenai penerapan model

pembelajaran make a match, 2) menyiapkan materi pembelajaran siklus I tentang

pecahan, 3) menyusun RPP, 4) menyusun LKS yang digunakan, 5) menyiapkan

instrument penelitian yang berupa tes hasil belajar siklus I dan angket motivasi

belajar, dan 6) menyiapkan kartu soal dan kartu jawaban yang digunakan siswa

untuk melakukan kegiatan mencocokkan kartu.

4.1.1.2 Pelaksanaan Tindakan

Pembelajaran siklus I dilaksanakan pada tanggal 3-5 Mei 2016 dalam 4

kali pertemuan, yaitu 3 kali pertemuan untuk pelaksanaan pembelajaran dan 1 kali

pertemuan untuk tes akhir siklus I. Pada akhir siklus juga dilakukan pengisian

angket motivasi belajar untuk memperoleh data motivasi belajar siswa.

37
38

Tindakan pembelajaran dilaksanakan sesuai dengan RPP model

pembelajaran make a match yang telah disusun untuk siklus I (lampiran 4-6,

halaman 53-76). Materi yang dibahas pada pertemuan ini adalah menjelaskan arti

pecahan dan urutannyaserta menyederhanakan berbagai bentuk pecahan.

Selanjutnya, pada pertemuan akhir siklus dilaksanakan pada Kamis, 5 Mei

2016. Pada pertemuan ini siswa diuji kemampuan dan pemahamannya tentang

materi yang telah dipelajari menggunakan tes hasil belajar siklus I. Selain itu,

pada pertemuan ini siswa juga mengisi angket motivasi untuk mengetahui

motivasi belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran.

4.1.1.3 Data Hasil Penelitian Siklus I

a. Motivasi Belajar

Skor motivasi belajar siswa pada siklus I dapat dilihat pada lampiran 12

halaman 86.Berdasarkan data tersebut, diketahui jumlah skor motivasi (X)

seluruh siswa kelas IV adalah 1877 dan jumah siswa (N) yaitu 32 orang siswa.

Selanjutnyarata-rataskor motivasi siswa (M) pada siklus I dihitung sebagai

berikut.

M
X
N

1877
M
32

M  58,65

Berdasarkan rata-rata skor motivasi di atas, diperoleh persentase rata-rata skor

motivasi (M%) siswa kelas IV pada siklus I sebagai berikut.


39

 M 
M %  x 100%
 SMI 

 58,65 
M%  x 100%
 80 

M %  73,31%

Untuk menentukan kriteria motivasi belajar siswa, persentase rata-rata

tersebut dikonversi terhadap kriteria PAP Skala 5.Hasil konversi menunjukkan

bahwa motivasi belajar siswa berada pada rentangan 65 – 79.Rentangan tersebut

menunjukkan kriteria motivasi sedang.

b. Hasil Belajar

Skor hasil belajar siswa pada siklus I dapat dilihat pada lampiran 9

halaman 81.Berdasarkan data tersebut, diketahui jumlah skor hasil belajar (X)

seluruh siswa kelas IV adalah 1321 dan jumah siswa (N) yaitu 32 orang siswa.

Selanjutnya rata-rata skor hasil belajar siswa (M) pada siklus I dihitung sebagai

berikut.

M
X
N

1321
M
32

M  41,28

Berdasarkan rata-rata skor hasil belajar di atas, diperoleh persentase rata-rata skor

hasil belajar (M%) siswa kelas IV pada siklus I sebagai berikut.

M
M % x 100%
100

41,28
M % x 100%
60
40

M %  68,8%

Untuk menentukan kriteria hasil belajar siswa, persentase rata-rata tersebut

dikonversi terhadap kriteria PAP Skala 5.Hasil konversi menunjukkan bahwa

hasil belajar siswa berada pada rentangan 65 – 79.Rentangan tersebut

menunjukkan kriteria hasil belajarsedang.

4.1.1.4 Refleksi Siklus I

Setelah pembelajaran dengan model pembelajaran make a match

diterapkan, hasil belajar matematika siswa kelas IV pada siklus I cenderung

mengalami peningkatan dibandingkan hasil belajar matematika pada data awal.

Hal ini terlihat dari peningkatan rata-rata hasil belajar matematika siswa dari

62,5% pada pra siklus menjadi 68,8% pada siklus I. Begitu pula dengan motivasi

belajar siswa, meningkat dari 60% pada pra siklus menjadi 73,31% pada siklus I.

74 PRA SIKLUS SIKLUS I


73.31
72
70
68.8
68
66
64
62 62.5

60 60

MOTIVASI BELAJAR HASIL BELAJAR

Gambar 4.1 Grafik Data Motivasi dan Hasil Belajar Matematika Siswa Sebelum
Tindakan (Pra Siklus) dan Siklus I

Berdasarkan hasil analisis data motivasi dan hasil belajar matematika

siswa pada siklus I di atas, maka dilakukan pengkajian atas kekurangan dan

kelemahan pembelajaran yang dialami pada siklus I. Pengkajian tersebut


41

dilakukan berdasarkanhasil observasi selama kegiatan pembelajaran

berlangsung.Hasil kajian adalah sebagai berikut.

1) Selama proses pembelajaran berlangsung, motivasi siswa untuk terlibat dan

menambah pengetahuan, keaktifan untuk menjawab dan bertanya,

antusiasme, interaksi siswa dengan siswa lain, maupun dengan guru

sehubungan dengan materi pembelajaran masih tampak rendah. Secara

umum, hal ini dikarenakan tidak semua siswa mau terlibat dalam kegiatan

kelompok. Hanya delapan orang siswa yang mau mengerjakan tugas dengan

baik. Mereka umumnya belum mampu mengorganisir dirinya dalam

kelompok, kurang mampu berdiskusi, dan bekerjasama untuk menyelesaikan

tugasnya.

2) Siswa belum mampu memanfaatkan buku secara optimal sebagai pemandu

dan sumber belajar yang dapat membantunya mengerjakan tugas-tugas yang

diberikan. Siswa enggan untuk membaca dan membangun pengetahuannya

sendiri.

3) Dalam hal mengemukakan pendapat, memberi tanggapan atau bertanya,

hanya lima siswa yang mampu menunjukkan keberaniannya. Hal ini

disebabkan oleh siswa masih merasa malu dan takut bila pendapat,

tanggapan, dan pertanyaannya salah.

Berdasarkan hasil refleksi siklus I di atas, penelitian dilanjutkan ke siklus

II agar mencapai hasil yang diharapkan sesuai dengan kriteria keberhasilan yang

telah ditetapkan sebelumnya.Perbaikan yang dilakukan pada siklus II yaitu

sebagai berikut.
42

1) Media gambar yang digunakan pada siklus I diganti menjadi media konkret

pada siklus II. Benda konkret yang dimaksud berupa apel, kapur, dan roti.

2) Memberikan bimbingan intensif kepada siswa yang malu-malu dan takut maju

ke depan kelas untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh

guru.

3) Mengajak dan mengarahkan siswa untuk menjawab LKS bersama kelompok,

bukan individual.

4.1.2 Deskripsi Hasil Penelitian Siklus II

4.1.2.1 Perencanaan Siklus II

Kegiatan perencanaan meliputi kegiatan 1) menyamakan persepsi dengan

guru mata pelajaran matematika kelas IV mengenai penerapan model

pembelajaran make a match, 2) menyiapkan materi pembelajaran siklus II tentang

pecahan, 3) menyusun RPP, 4) menyusun LKS yang digunakan, 5) menyiapkan

instrument penelitian yang berupa tes hasil belajar siklus II dan angket motivasi

belajar, dan 6) menyiapkan kartu soal dan kartu jawaban yang digunakan siswa

untuk melakukan kegiatan mencocokkan kartu.

4.1.2.2 Pelaksanaan Siklus II

Pembelajaran siklus II dilaksanakan pada tanggal 10-12 Mei 2016 dalam 4

kali pertemuan, yaitu 3 kali pertemuan untuk pelaksanaan pembelajaran dan 1 kali

pertemuan untuk tes akhir siklus II. Pada akhir siklus juga dilakukan pengisian

angket motivasi belajar untuk memperoleh data motivasi belajar siswa.


43

Tindakan pembelajaran dilaksanakan sesuai dengan RPP model

pembelajaran make a match yang telah disusun untuk siklus II (lampiran 13-15,

halaman 87-110). Materi yang dibahas pada pertemuan ini adalah menjumlahkan

pecahan, mengurangkan pecahan serta menyelesaikan masalah yang berkaitan

dengan pecahan.

Selanjutnya, pada pertemuan akhir siklus dilaksanakan pada Kamis, 12

Mei 2016.Pada pertemuan ini siswa diuji kemampuan dan pemahamannya tentang

materi yang telah dipelajari menggunakan tes hasil belajar siklus II.Selain itu,

pada pertemuan ini siswa juga mengisi angket motivasi untuk mengetahui

motivasi belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran.

4.1.2.3 Data Hasil Penelitian Siklus II

a. Motivasi Belajar

Skor motivasi belajar siswa pada siklus II dapat dilihat pada lampiran

21halaman 119.Berdasarkan data tersebut, diketahui jumlah skor motivasi (X)

seluruh siswa kelas IV adalah 2057 dan jumah siswa (N) yaitu 32 orang siswa.

Selanjutnya rata-rata skor motivasi siswa (M) pada siklus II dihitung sebagai

berikut.

M
X
N

2057
M
32

M  64,28

Berdasarkan rata-rata skor motivasi di atas, diperoleh persentase rata-rata skor

motivasi (M%) siswa kelas IV pada siklus II sebagai berikut.


44

 M 
M %  x 100%
 SMI 

 64,28 
M %  x 100%
 80 

M %  80,35%

Untuk menentukan kriteria motivasi belajar siswa, persentase rata-rata

tersebut dikonversi terhadap kriteria PAP Skala 5.Hasil konversi menunjukkan

bahwa motivasi belajar siswa berada pada rentangan 80 – 89.Rentangan tersebut

menunjukkan kriteria motivasi tinggi.

b. Hasil Belajar

Skor hasil belajar siswa pada siklus II dapat dilihat pada lampiran

18halaman 114.Berdasarkan data tersebut, diketahui jumlah skor hasil belajar

(X) seluruh siswa kelas IV adalah 1339 dan jumah siswa (N) yaitu 32 orang

siswa. Selanjutnya rata-rata skor hasil belajar siswa (M) pada siklus II dihitung

sebagai berikut.

M
X
N

1339
M
32

M  41,84

Berdasarkan rata-rata skor hasil belajar di atas, diperoleh persentase rata-rata skor

hasil belajar (M%) siswa kelas IV pada siklus II sebagai berikut.

M
M % x 100%
100

41,84
M % x 100%
50
45

M %  83,68%

Untuk menentukan kriteria hasil belajar siswa, persentase rata-rata tersebut

dikonversi terhadap kriteria PAP Skala 5.Hasil konversi menunjukkan bahwa

hasil belajar siswa berada pada rentangan 80– 89.Rentangan tersebut

menunjukkan kriteria hasil belajar tinggi.

4.1.2.4 Refleksi Siklus II

Berdasakan refleksi pada siklus I, telah dilakukan perbaikan dalam

pelaksanaan siklus II.Hasilnya adalah motivasi dan hasil belajar siswa pada mata

pelajaran matematika di siklus II mengalami peningkatan jika dibandingkan

dengan siklus I. Persentase rata-rata motivasi belajar pada siklus I adalah 73,31%

mengalami peningkatan sebesar 7,04% menjadi 80,35% pada siklus II. Persentase

rata-rata hasil belajar pada siklus I adalah 68,8% mengalami peningkatan sebesar

14,88% menjadi 83,68% atau berada pada kategori tinggi pada siklus II.

Berdasarkan hal tersebut, diketahui bahwa persentase rata-rata skormotivasi dan

hasil belajar telah memenuhi kriteria yang ditetapkan.

85 SIKLUS I SIKLUS II
83.68

80 80.35

75
73.31

70
68.8

65

MOTIVASI BELAJAR HASIL BELAJAR

Gambar 4.2 Grafik Data Motivasi dan Hasil Belajar Matematika Siswa Pada
Siklus I dan Siklus II
46

Berdasarkan data di atas, maka di bawah ini dipaparkan hasil analisis

terhadap pelaksanaan pembelajaran sehingga menyebabkan terjadinya

peningkatan motivasi dan hasil belajar siswa.Hasil analisis tersebut adalah sebagai

berikut.

1) Selama proses pembelajaran berlangsung, motivasi untuk terlibat dan

menambah pengetahuan, keaktifan untuk menjawab dan bertanya, antusiasme,

interaksi siswa dengan siswa lain maupun dengan guru sehubungan dengan

materi pembelajaran sudah tampak baik. Semua siswa sudah mau terlibat

dalam kegiatan kelompok. Mereka sudah mampu mengorganisir dirinya dalam

kelompok, mampu berdiskusi, dan bekerjasama untuk menyelesaikan

tugasnya.

2) Siswa sudah memanfaatkan buku secara optimal sebagai pemandu dan sumber

belajar yang dapat membantunya mengerjakan tugas-tugas yang diberikan.

3) Dalam hal mengemukakan pendapat, memberi tanggapan atau bertanya, 15

orang siswa sudah menunjukkan keberaniannya. Siswa tidak lagi merasa malu

dan takut untuk menyampaikan pendapat, tanggapan, dan pertanyaannya. Hal

ini terjadi karena guru tidak pernah mengatakan salah atau meremehkan

jawaban yang disampaikan siswanya. Siswa dimotivasi dan dibimbing oleh

guru untuk menemukan jawaban yang paling tepat.

4) Siswa merasa senang mengikuti kegiatan pembelajaran dengan menerapkan

model pembelajaran make a match berbantuan media benda konkret. Hal

tersebut terlihat dari antusias dan keceriaan siswa selama mengikuti kegiatan

pembelajaran.
47

Berdasarkan hasil refleksi siklus II di atas, maka penelitian telah dikatakan

berhasil karena kriteria keberhasilan yang ditetapkan sudah terpenuhi.Kendala-

kendala yang ditemui pada siklus I juga sudah dapat diatasi pada siklus II. Dengan

demikian, penelitian dengan menerapkan model pembelajaran make a match

dihentikan pada siklus II.

4.2 Pembahasan

Model pembelajaran make a match yang diterapkan di kelas IV SD Negeri

1 Kubutambahan menyebabkan peningkatan pada motivasi dan hasil belajar

matematika siswa. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan persentase rata-rata skor

motivasi dan hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II. Persentase rata-rata skor

motivasi belajar siswa pada siklus I adalah sebesar 73,31%. Selanjutnya

persentase rata-rata skor hasil belajar siswa pada siklus I adalah sebesar 68,8%.

Setelah dilaksanakan siklus II, persentase rata-rata skor motivasi belajar

meningkat sebesar 7,04% menjadi 80,35% (kategori tinggi) dan persentase rata-

rata skor hasil belajar siswa meningkat sebesar 14,88% menjadi 83,68% (kategori

tinggi).

Keberhasilan model pembelajaran make a match untuk meningkatkan

motivasi dan hasil belajar siswa disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor pertama,

model make a match memberikan kesempatan siswa untuk belajar sambil

bermain, sehingga menumbuhkan minat siswa untuk belajar. Munculnya minat

belajar tentu saja berdampak pada motivasi siswa untuk belajar.Pendapat tersebut

sesuai dengan pendapat Tedjasaputra (2001:15) yang menyatakan bahwa

“bermain memberikan motivasi intrinsik pada anak yang dimunculkan melalui


48

emosi positif.Emosi positif yang terlihat dari rasa ingintahu anak akan

meningkatkan motivasi intrinsik anak untuk belajar”.Jika siswa sudah termotivasi

untuk belajar maka mereka akan melakukan kegiatan lebih banyak dalam

pembelajaran. Aktivitas ini berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa

tersebut.Hal ini sejalan dengan pendapat Hawley (dalam Prayitno, 1989) yang

menyatakan bahwa siswa yang termotivasi dengan baik dalam belajar, melakukan

kegiatan lebih banyak dan lebih cepat dibandingkan dengan siswa yang kurang

termotivasi dalam belajar. Prestasi yang diraih akan lebih baik apabila mempunyai

motivasi yang tinggi.

Faktor kedua, penggunaan media pembelajaran menyebabkan siswa lebih

mudah mencerna dan memahami bahan pembelajaran, karena pesan dapat

tersampaikan dengan baik berkat bantuan media. Dengan adanya media

pembelajaran maka terjadi peningkatan motivasi siswa untuk belajar sehingga

akan berpengaruh terhadap hasil belajar yang optimal.Hal ini sesuai dengan

pendapat Ali (dalam Tegeh, 2009) yang menyatakan bahwa media belajar

digunakan untuk menyalurkan pesan (bahan pembelajaran), merangsang pikiran,

perasaan, perhatian, dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong proses belajar.

Faktor ketiga, bimbingan guru yang dilakukan selamaproses pembelajaran

terutama pada saat diskusi menyebabkan siswa mau bekerja sama dalam kegiatan

menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada pada LKS. Selain itu, siswa juga bisa

bertanya kepada guru jika ada pertanyaan yang tidak dimengerti oleh

siswa.Suasana belajar dikelas menjadi lebih hidup. Siswa dan guru dapat

berinteraksi satu dengan yang lain, sehingga terjadi sebuah ikatan diantara

mereka. Suasana belajar seperti ini menjadikan hubungan guru dengan siswa lebih
49

dekat (akrab) dan menjadi banyak ikatan sosial.Hal ini dapat mempengaruhi

motivasi dan hasil belajar siswa.Hal tersebut sejalan dengan pernyataan

Sukmadinata (2007) yang menyatakan bahwa “suasana kelas yang kondusif,

hubungan antar teman yang akrab, perlakuan guru yang bersahabat dapat

membangkitkan kegairahan dan motivasi belajar”.

Faktor keempat, pemberian penghargaan berupa tepuk tangan dan pujian

kepada siswa yang mampu menjawab soal yang diberikan oleh guru akan

meningkatkan motivasi siswa untuk belajar. Motivasi tersebut terbentuk karena

suasana pembelajaran menyenangkan.Gairah belajar tersebut berpengaruh

terhadap hasil belajar siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Sardiman

(2007)yang menyatakan bahwa pemberian reinforcementakan memupuk suasana

yang menyenangkan, mempertinggi gairah belajar dan membangkitkan harga diri.

Temuan penelitian tersebut sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya

yang dilakukan oleh Kurmaeni (2012) menunjukkan bahwa pembelajaran dengan

model pembelajaran make a matchmeningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa.

Hal ini terbukti dari meningkatnya motivasi belajar siswa menjadi 68,2% pada

siklus I. Pada siklus II, motivasi siswa meningkat menjadi 78,4%. Selanjutnya

hasil belajar siswa meningkat menjadi 75% pada siklus I dan mengalami

peningkatan pada siklus II menjadi 78,6%. Berikutnya, hasil penelitian Artini

(2014) menunjukkan bahwa pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif

tipe make a match yang berbasis budaya lokal Bali meningkatkan hasil belajar

matematika siswa. Hal ini terbukti dari meningkatnya hasil belajar siswa menjadi

75,35% pada siklus I dan mengalami peningkatan pada siklus II menjadi 85,50%.

Keberhasilan penelitian-penelitian tersebut mendukung keberhasilan penelitian


50

tentang penerapan model pembelajaran make a match untuk meningkatkan

motivasi belajar dan hasil belajar matematika siswa kelas IV SD Negeri 1

Kubutambahan tahun ajaran 2015/2016.


BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka simpulan penelitian ini adalah

sebagai berikut.

1) Motivasi belajar siswa kelas IV semester genap SD Negeri 1 Kubutambahan

tahun ajaran 2015/2016 mengalami peningkatan setelah menerapkan model

pembelajaran make a match. Hal ini terbukti dari peningkatan persentase skor

rata-rata motivasi belajar siswa. Persentase skor rata-rata motivasi belajar

siswa pada siklus I adalah 73,31%, meningkat menjadi 80,35% pada siklus II.

Hal ini berarti terjadi peningkatan persentasemotivasi belajar siswa sebesar

7,04%.

2) Hasil belajar matematika siswa kelas IV semester genap SD Negeri 1

Kubutambahan tahun ajaran 2015/2016 mengalami peningkatan setelah

menerapkan model pembelajaran make a match. Hal ini terbukti dari

peningkatan persentase skor rata-rata hasil belajar siswa. Persentase skor rata-

rata hasil belajar siswa pada siklus I adalah 68,8%, meningkat menjadi

83,68% pada siklus II. Hal ini berarti terjadi peningkatan persentasemotivasi

belajar siswa sebesar 14,88%.

51
52

5.2 Saran

Berdasarkan simpulan diatas, maka dapat diajukan saran-saran

sebagaiberikut.

1) Guru sekolah dasar hendaknya mencoba menerapkan model pembelajaran

make a match dalam pembelajaran. Model ini dapat digunakan sebagai salah

satu alternatif untuk membantu mewujudkan kegiatan pembelajaran yang

menyenangkan,efektif, dan meningkatkan hasil belajar siswa.

2) Hasil penelitian ini hendaknya dapat dijadikan sebagai salah satu pedoman

bagi kepala sekolah dalam mengambil kebijakan berkaitan dengan

pelaksanaan kegiatan pembelajaran di sekolah, sehingga kualitas pembelajaran

menjadi lebih baik.

3) Peneliti lain yang ingin melaksanakan penelitian sejenis hendaknya

memperhatikan kelebihan dan kelemahan penelitian ini, sehingga dapat

digunakan sebagai acuan untuk mengembangkan penelitian yang akan

dilakukannya.
53

Daftar Pustaka

Agung, Anak Agung Gede. 2005. Metodologi Penelitian Pendidikan. Singaraja:


IKIP Negeri Singaraja

-------. 2014. Buku Ajar Metodologi Penelitian Pendidikan. Malang: Aditya Media
Publishing.

Arsyad, Azhar. 2010. Media Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers.

Artini, Luh Meli. 2014. “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A
Match Berbasis Budaya Lokal Bali Untuk Meningkatkan Hasil Belajar
Matematika Siswa Kelas V Sd N 2 Cempaga Pada Semester I Tahun
Pelajaran 2013/2014”. Skripsi (tidak diterbitkan).Jurusan Pendidikan
Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan
Ganesha.

Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Hanafiah, Nanang dan Cucu Suhana. 2009. Konsep Strategi Pembelajaran.


Bandung: PT Refika Aditama.

Heruman. 2008. Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. Bandung:


PT Remaja Rosdakarya Bandung.

Huda. 2013. Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran. Malang: Pustaka


Pelajar.

Japa, I Gusti Ngurah dan I Made Suarjana. 2012. Pembelajaran Matematika


SD.Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.

Koyan, I Wayan.2004. Konsep Dasar dan Teknik Evaluasi Hasil Belajar.


Singaraja: IKIP Negeri Singaraja.

Kurmaeni, Ni Putu. 2012. “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make


A Match Untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar IPA Siswa
Kelas IVB SD Negeri 1 Kerobokan Kaja Badung”.Skripsi (tidak
diterbitkan).Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Pendidikan Ganesha.

Lie, Anita. 2004. Cooperative Learning Mempraktikkan Cooperative Learning di


Ruang-Ruang Kelas. Jakarta: PT Gramedia.

Prayitno, Elida. 1989. Motivasi dalam Belajar. Jakarta: PPLPTK Depdikbud.

Rusman. 2010. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme


Guru. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
54

Sadiman, dkk. 2003. Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan dan


Pemanfaatannya. Jakarta: Rajawali Pers.

Sardiman. 2007. Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja


Grafindo Persada.

Sriyanto. 2007. Strategi Sukses Menguasai Matematika. Yogyakarta: Indonesia


Cerdas.

Suherman, Erman dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.


Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2007. Bimbingan dan Konseling Dalam Praktek


Mengembangkan Potensi dan Kepribadian siswa. Bandung: Maestro.

Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Susanto, Ahmad. 2013. Teori Belajar & Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta:
PT Kharisma Putra Utama.

Tegeh, I Made. 2009. Media Pembelajaran. Singaraja: Universitas Pendidikan


Ganesha Singaraja.

Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik.


Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.

Uno, Hamzah. 2008. Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta: Bumi Aksara.

Anda mungkin juga menyukai