Anda di halaman 1dari 15

PSIKOLOGI PENDIDIKAN

Roike R. Kowal

A. Pendahuluan
Pengertian secara etimologi :
Psikologi Dalam Perspektif Pendidikan – Psikologi Pendidikan adalah ilmu yang
mempelajari bagaimana manusia belajar dalam pendidikan, pengaturan, efektivitas
intervensi pendidikan, psikologi pengajaran, dan psikologi sosial dari sekolah sebagai
organisasi. Pengertian Psikologi Pendidikan Secara etimologis, psikologi berasal dari kata
“psyche” yang berarti jiwa atau nafas hidup, dan “logos” atau ilmu. Dilihat dari arti kata
tersebut seolah-olah psikologi merupakan ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang
jiwa. Psikologi pendidikan berkaitan dengan bagaimana siswa belajar dan berkembang.
Pengertian Psikologi Pendidikan Menurut para Ahli:
Arthur S. Reber (Syah, 1997 / hal. 12)
Definisi Psikologi pendidikan adalah sebuah subdisiplin ilmu psikologi yang berkaitan
dengan teori dan masalah kependidikan yang berguna dalam hal-hal sebagai berikut :
- Penerapan prinsip-prinsip belajar dalam kelas
- Pengembangan dan pembaharuan kurikulum
- Ujian dan evaluasi bakat dan kemampuan
- Sosialisasi proses-proses dan interaksi proses-proses tersebut dengan
pendayagunaan ranah kognitif dan Penyenggaraan pendidikan keguruan.
Menurut Muhibbin Syah, Definisi psikologi pendidikan adalah sebuah disiplin psikologi
yang terjadi dalam dunia pendidikan.
Barlow (Syah, 1997 / hal. 12)
Definisi Psikologi pendidikan adalah .….. a body of knowledge grounded in psychological
research which provides a repertoire of resource to aid you in functioning more effectively
in teaching learning process.
Psikologi pendidikan adalah sebuah pengetahuan berdasarkan riset psikologis yang
menyediakan serangkaian sumber-sumber untuk membantu anda melaksanakan tugas-tugas
seorang guru dalam proses belajar mengajar secara efektif.
Tardif (Syah, 1997 / hal. 13)
Definisi Psikologi pendidikan adalah sebuah bidang studi yang berhubungan dengan
penerapan pengetahuan tentang perilaku manusia untuk usaha-usaha kependidikan.
Witherington (Buchori dalam Syah, 1997 / hal. 13)
Psikologi pendidikan sebagai “ A systematic study of process and factors involved in the
education of human being.

79
Psikologi pendidikan adalah studi sistematis tentang proses-proses dan faktor-faktor yang
berhubungan dengan pendidikan manusia.
Ensiklopedia Amerika, Psikologi pendidikan adalah ilmu yang lebih berprinsip dalam
proses pengajaran yang terlibat dengan penemuan-penemuan dan menerapkan prinsip-
prinsip dan cara untuk meningkat kan keefesien dalam pendidikan.
William James (Syah, 1997/ hal. 8) menganggap psikologi sebagai ilmu pengetahuan
tentang kehidupan mental
John B. Watson (Syah, 1997 / hal.8) mengubah definisi psikologi menurut James menjadi
ilmu pengetahuan tentang tingkah laku (behaviour) organisme.
Caplin (Syah, 1997 / hal. 8)
Mendefinisikan Psikologi sebagai“..... the science of human and animal behavior, the study
of of the organisme in all its variety and complexity as it responds to the flux and flow of the
physical and social events which make up the environment”
(Psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai perilaku manusia dan hewan, juga
penyelidikan terhadap organisme dalam segala ragam dan kerumitannya ketika mereaksi
arus dan perubahan lingkungan).
Edwin G. Boring dan Herbert S. Langfeld (Sarwono dalam Syah, 1997 / hal.8)
mendefinisikan psikologi sebagai studi tentang hakikat manusia.
Poerbakawatja dan Harahap (Syah, 1997 / hal.8) membatasi psikologi sebagai “cabang
ilmu pengetahuan yang mengadakan penyelidikan aas gejala-gejala dan kegiatan-kegiatan
jiwa”. Dimana gejala-gejala dan kegiatan-kegiatan jiwa tersebut meliputi respon organisme
dan hubungannya dengan lingkungannya.
Syah (1997 / hal.9) membuat kesimpulan tentang pengertian psikologi dari beberapa
definisi di atas, dimana psikologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan membahas
tingkah laku terbuka dan tertutup pada manusia, baik selaku individu maupun kelompok,
dalam hubungannya dengan lingkungan. Lingkungan dalam hal ini meliputi semua orang,
barang, keadaan dan kejadian yang ada di sekitar manusia.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Syah, 1997 / hal.10)
Pendidikan berasal dari kata “didik”, yang mendapat awal me sehingga menjadi “mendidik”
artinya memelihara dan memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan
diperlukan adanya ajaran, tuntunan, dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.
Pendidikan ialah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang
dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan

Menurut McLeod (Syah, 1997 / hal. 10)


Dalam bahasa Inggris, education (pendidikan) berasal dari kata educate (mendidikan)
artinya memberi peningkatan (to elicit, to give rise to), dan mengembangkan (to evolve, to
develop).
Dalam pengertian yang sempit, education atau pendidikan berarti perbuatan atau proses
perbuatan untuk memperoleh pengetahuan.
Tardif (Syah, 1997 / hal. 10)

80
Secara luas, pendidikan adalah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang
memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan
kebutuhan. Secara luas dan representatif, pendidikan ialah .....the total process of developing
human abilities and behaviors, drawing on almost all life’s experience (seluruh tahapan
pengembangan kemampuan-kemampuan dan perilaku-perilaku manusia dan juga proses
penggunaan hampir seluruh pengalaman kehidupan)
Pendidikan Menurut Dictionary of Psychology, (Syah, 1997 / hal. 11)
The institutional procedures which are employed in accomplishing the development of
knowledge, habits, attitudes etc. Usually the term is applied to formal institution.
Jadi pendidikan berarti tahapan kegiatan yang bersifat kelembagaan (seperti sekolah,
madrasah) yang dipergunakan untuk menyempurnakan perkembangan individu dalam
menguasai pengetahuan, kebiasaan, sikap dan sebagainya. Pendidikan dapat berlangsung
secara informal dan nonformal disamping secara formal seperti sekolah, madrasah dan
institusi-institusi lainnya.
Bahkan menurut definisi di atas, pendidikan juga dapat berlangsung dengan cara mengajar
diri sendiri (self-instruction)
Poerbakawatja dan Harahap (Syah, 1997 / hal. 11)
Pendidikan adalah usaha secara sengaja dari orang dewasa untuk dengan pengaruhnya
meningkatkan si anak ke kedewasaan yang selalu diartikan mampu menimbulkan tanggung
jawab moril dari segala perbuatannya.
Pengertian Psikologi Pendidikan
Arthur S. Reber (Syah, 1997 / hal. 12)
Psikologi pendidikan adalah sebuah subdisiplin ilmu psikologi yang berkaitan dengan teori
dan masalah kependidikan yang berguna dalam hal-hal sebagai berikut :
a. Penerapan prinsip-prinsip belajar dalam kelas
b. Pengembangan dan pembaharuan kurikulum
c. Ujian dan evaluasi bakat dan kemampuan
d. Sosialisasi proses-proses dan interaksi proses-proses tersebut dengan pendayagunaan
ranah kognitife. Penyenggaraan pendidikan keguruan
Tardif (Syah, 1997 / hal. 13)
Psikologi pendidikan adalah sebuah bidang studi yang berhubungan dengan penerapan
pengetahuan tentang perilaku manusia untuk usaha-usaha kependidikan.
Witherington (Buchori dalam Syah, 1997 / hal. 13)
Psikologi pendidikan sebagai “ A systematic study of process and factors involved in the
education of human being.
Psikologi pendidikan adalah studi sistematis tentang proses-proses dan faktor-faktor yang
berhubungan dengan pendidikan manusia.
Psikologi pendidikan dideskripsikan oleh E. L. Thorndike pada tahun 1903 sebagai
“Middlemen mediating between the science of psychology and the art of teaching”. Dalam
banyak studi, secara singkat, psikologi pendidikan merupakan suatu disiplin ilmu yang
mengaplikasikan ilmu psikologi dalam dunia belajar dan guru.
Selain dari pada itu pemahaman Psikologi Pendidikan juga merupakan gabungan dari
dua bidang studi yang berbeda.

81
1 Pertama adalah psikologi yang mempelajari segala sesuatu tentang pikiran dan
perilaku manusia serta hubungannya dengan manusia. Tentu saja tidak hanya
mempelajari manusia dalam kesendiriannya, melainkan juga mempelajari manusia
dalam hubungannya dengan manusia lain.
2 Kedua adalah pendidikan itu sendiri atau lebih khusus adalah sekolah. Jadi, sebagai
sebuah subdisiplin ilmu sendiri dalam psikologi, psikologi pendidikan memfokuskan
diri pada pemahaman proses pengajaran dan belajar yang mengambil tempat dalam
lingkungan formal.
Psikologi pendidikan berminat pada teori belajar, metode pengajaran, motivasi, kognitif,
emosional, dan perkembangan moral serta hubungan orangtua anak. Selain itu psikologi
pendidikan juga mendalami sub-populasi yaitu anak-anak gifted dan yang dengan kebutuhan
khusus. Ahli lain menambahkan bahwa psikologi pendidikan berguna dalam penerapan
prinsip-prinsip belajar dalam kelas, pengembangan dan pembaruan kurikulum, ujian dan
evaluasi bakat dan kemampuan, sosialisasi proses dan interaksi proses itu dengan
pendayagunaan kognitif dan penyelenggaraan pendidikan keguruan. Karena berkecimpung
di ranah sekolah, istilah psikologi pendidikan dan psikologi sekolah sering dipertukarkan.
Teoris dan peneliti lebih diidentifikasi sebagai psikolog pendidikan, sementara praktisi di
sekolah lebih diidentifikasi sebagai psikolog sekolah. Psikologi pendidikan mengambil
masalah-masalah yang dialami oleh orang muda dalam pendidikan yang mencakup masalah
kesulitan belajar atau masalah emosi dan sosial. Mereka mengambil tugas untuk membantu
proses belajar anak dan memampukan guru menjadi lebih sadar akan faktor-faktor social
yang berkatinan dengan pengajaran dan belajar. Psikolog pendidikan biasa bekerja di
lingkungan sekolah, perguruan tinggi dan di lingkungan pendidikan anak, terutama bekerja
dengan guru dan orang tua. Mereka dapat bekerja secara langsung dengan anak (misal
memeriksa perkembangan, memberikan konseling) dan secara tidak langsung (dengan orang
tua, guru dan profesional lainnya).
Karena harus bekerja dengan manusia, psikolog pendidikan haruslah familier dengan
pendekatan-pendekatan tradisional tentang studi perilaku, humanistik, kognitif dan
psikoanalis. Mereka juga harus sadar dengan teori dan riset yang muncul dari ranah
tradisional psikologi seperti perkembangan (Piaget, Erikson, Kohlberg, Freud), bahasa
(Vygotsky dan Chomsky), motivasi (Hull, Lewin, Maslow, McClelland), testing (intelegensi
dan kepribadian) dan interpretasi tesnya.
Psikolog pendidikan juga harus mengikuti perkembangan mendadak dari area
manejemen kelas dan desain instruksional, pengukuran dan penggunaan gaya dan strategi
belajar, penelitian dalam metakognitif, peningkatan aplikasi pendidikan jarak jauh, dan
perluasan dari pengembangan dan aplikasi teknologi untuk tujuan instruksional. Karena
akan bekerja dengan pendidikan, seorang yang mempelajari materi ini perlu memperhatikan
hal-hal berikut.
 Proses perkembangan siswa – proses ini tentu saja harus disadari oleh individu yang
bekerja dalam pendidikan. Perkembangan siswa – terlebih dalam ranah cipta – dengan
segala variasi dan keunikannya merupakan modal siswa untuk belajar, apapun halnya.
 Cara belajar siswa – dalam hal ini berkaitan pula dengan kesulitan-kesulitan yang

82
dialami siswa dalam belajar.
 Cara menghubungkan belajar dan mengajar
 Pengambilan keputusan untuk pengelolaan proses belajar mengajar.
B. SEJARAH SINGKAT PERKEMBANGAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN
Psikologi pendidikan adalah cabang psikologi. Karena psikologi sebagai ilmu
pengetahuan masih muda usianya, maka psikologi pendidikan sebagai cabangnya lebih-lebih
masih muda usianya. Berhubung dengan itu, ia masih dalam proses perkembangan; di sana
sini masih banyak problem yang masih memerlukan pemecahannya; masih banyak hal-hal
yang masih perlu pengembangannya. Akan tetapi, walaupun ditinjau dari segi ilmu
pengetahuan usianya masih sangat muda, akan tetapi pemikirannya (dalam arti yang
menyangkut pendidikan dan problem jiwa) telah dipikirkan oleh orang sejak dahulu kala.
Demikianlah misalnya, sampai ada yang mengatakan bahwa saat timbulnya yang
mula-mula tentang psikologi pendidikan dapat diikuti jejaknya kembali pada Aristoteles.
Bahwa Aristoteles sebagai seorang filsuf telah menyusun periode-periode perkembangan
anak, sifat-sifat anak menurut periode dan bentuk pendidikan yang perlu diselenggarakan
sesuai dengan periode-periode itu. Walaupun demikian, tentu saja pemikirannya baru
merupakan pemikiran secar filsafat, belum merupakan pemikiran psikologi pendidikan.
Upaya-upaya yang bersifat semi ilmiah dipelopori oleh para pendidik, seperti
Pestalozzi, Herbart, Frobel dan sebagainya. Mereka itu sering dikatakan sebagai pendidik
yang mempsikologikan pendidikan, yaitu dalam wujud upaya memperbaharui pendidikan
dengan melalui bahan-bahan yang sesuai dengan tingkat usia, metode yang sesuai dengan
bahan yang diajarkan dan sebagainya, dengan mempertimbangkan tingkat-tingkat usia dan
kemampuan anak didik. Pestalozzi misalnya, dengan upayanya itu kemudian sampai pula
pada pola tujuan pendidikannya, yang disusun dengan “bahasa” psikologi pendidikan;
dikatakan olehnya bahwa tujuan pendidikan adalah tercapainya perkembangan anak yang
serasi mengenai tenaga dan daya-daya jiwa. Adapun Frobel Menyatakan bahwa tujuan
pendidikan adalah terwujudnya kepribadian melalui perkembangan sendiri, akativitas dan
kerja sama social dengan semboyan “belajar sambil bekerja”. Herbart bahkan telah
menyusun pola rangkaian cara menyampaikan bahan pelajaran, berturut-turut: persiapan,
penyajian, asosiasi, generalisasi dan aplikasi. Tentu saja sifat dan luasnya usaha yang
mereka hasilkan dan sumbangkan sesuai dengan zamannya, yaitu bahwa psikologi
sebenarnya pada zaman itu belum berdiri sebagai ilmu pengetahuan yang otonom.
Akhir abat 19 penelitian-penelitian dalam lapangan psikologi pendidikan secara
ilmiah sudah semakin maju. Di Eropa Ebbinghaus mempelajari aspek daya ingatan dalam
hubungannya dengan proses pendidikan. Dengan penelitiannya itu misalnya terkenallah
Kurve Daya Ingatan, yang menggambarkan, bahwa kemampuan mengingat mengenai
sejumlah objek kesan-kesannya semakin lama semakin berkurang (menurun), akan tetapi
tidaklah hilang sama sekali.
Pada awal abad 20 pemerintah Prancis merasa perlu untuk mengetahui prestasi
belajar para pelajar, yang dirasa semakin menurun. Pertanyaannya yang ingin dijawap,
apakah prestasi belajar itu semata-mata hanya tergantung pada soal rajin dan malasnya si

83
pelajar, ataukah ada factor kejiwaan atau mental yang ikut memegang peranan. Maka untuk
memecahkan problem itu ditunjuklah seorang ahli psikologi yang bernama Alfred Binet,
Dengan bantuan Theodore Simon, mereka menyusun sejumlah tugas yang terbentuk dalam
sebuah tes baku untuk mengetahui inteligensi para pelajar. Tes ini kemudian dikenal dengan
tes Inteligensi. Tes inteligensi Binet-Simon ini sangat terkenal, yang kemudian banyak
dipakai di Amerika Serikat, yang di negri itu mengalami revisi berkali-kali untuk mendapat
tingkat kesesuaiannya dengan masyarakat atau orang-orang Amerika. Di antara para ahli
yang mengambil bagian dalam revisi-revisi itu misalnya : Stern, Terman, Merril dan
sebaagainya.
Perlu juga diketahui, bahwa laboratorium ciptaan Wundt di Leipzig juga tidak hanya
melakukan aktivitas penelitian yang bersifat “psikologi umum”, melainkan juga memegang
peranan dalam psikologi pendidikan. Banyak orang Amerika yang belajar di Leipzig kepada
Wundt. Akibatnya setelah mereka mengembangkan psikologi itu di negaranya, termasuk
psikologi pendidikan. Terkenallah psikologi pendidikan di Amerika misalnya Charles H.
Judd, E.L. Thorndike, B.F. Skinner dan sebagainya. Orang-orang ini sangat besar
pengaruhnya terhadap pendidikan di Amerika Serikat. Terutama E.L. Thorndike, sehingga ia
dipandang sebagai Bapak Psikologi Pendidikan di Amerika Serikat. Menurut seorang pakar
psikiatri dan psikologi Amerika Serikat yang bernama Perry London, yang telah meneliti
tentang penggunaan jasa psikologi di Amerika Serikat, yang menggunakan jasa psikologi
bagi lapangan-lapangan tertentu adalah : 25% merupakan para pendidik, 25% ahli psikologi
klinis dan konsultan, 16% merupakan para peneliti psikologi sendiri, sedang yang 34%
tersebar pada lapangan atau pakar yang lain.
Di Indonesia psikologi pada umumnya dan psikologi pendidikan pada khususnya
sedang dalam proses perkembangan yang cepat. Pada mata pelajaran, misalnya di sekolah
calon guru (HK, HIK, Hoofd Acted an sebagainya). Setelah merdeka dan dengan berdirinya
Fakultas Psikologi di beberapa Universitas serta berdirinya FKIP atau IKIP di berbagai kota,
maka psikologi pada umumnya atau psikologi pendidikan khususnya, tidak hanya dipelajari
sebagai mata kuliah, melainkan juga diteliti sebagai ilmu pengetahuan. Hal ini memang amat
perlu, karena psikologi atau psikologi pendidikan yang didasarkan penelitiannya pada orang-
orang barat belum tentu sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia.
D. METODE-METODE DALAM PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN
Menurut H. Carl Wrtherington, dalam bukunya “Educational Psychology” bahwa
metode-metode pokok dalam psikologi pendidikan adalah:
1. Metode Experimental
Istilah eksperimen (percobaan) dalam psikologi, dapat diartikan sebagai suatu
pengamatan secara teliti terhadap gejala-gejala jiwa yang kita timbulkan dengan sengaja.
Hal ini dimaksudkan untuk menguji hipotesa pembuat eksperimen tentang reaksi-reaksi
individu atau kelompok dalam situasi tertentu atau di bawah kondisi tertentu. Jadi, tujuan
metode eksperimen adalah untuk mengetahui sifat-sifat umum dalam gejala kejiwaan.
Misalnya mengenai pikiran, perasaan, kemauan, ingatan, dan lain sebagainya.
(Shalahuddin,1990:23)

84
Kelebihan metode eksperimen adalah dapat melakukan pengontrolan secara ketat terhadap
faktor-faktor/variabel-variabel yang diperkirakan dapat “mencemari dan mengotori” hasil
penelitian.
Metode ini menggunakan suatu prosedur sistematik yang disebut sebagai
eksperimental design (rancangan eksperimen). Rancangan ini memiliki dua pengertian:
Adanya langkah-langkah sistematik seperti langkah- langkah penelitian ilmiah:
- Ada masalah (problem)
- Kumpulan konsep/teori yang sesuai problem
- Alternatif jawaban/hipotesis
- Di uji secara empiris sesuai dengan data lapangan
- kesimpulan dan generalisasi. (Prabowo & Puspitasari dalam Gunadarma,2002:12)
Menurut Robert E. Slavin dalam buku Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik,
metode eksperimen dibagi menjadi dua, yaitu metode eksperimen laboratorium dan
eksperimen lapangan yang diacak (Slavin,2008:21)
2. Metode Questionare
Metode ini adalah suatu rangkaian pertanyaan yang berhubungan dengan topik-topik
psikologis, sosial, pendidikan, dan lain sebagainya yang ditunjukkan atau diberikan kepada
suatu kelompok individu, dengan objek untuk memperoleh data dengan memperhatikan
masalah-masalah tertentu yang kadang-kadang juga dipakai untuk tujuan-tujuan diagnostik
atau untuk menilai ciri-ciri kepribadian.
Adapun keistimewaan metode ini antara lain adalah:
a. Tidak terlalu memakan biaya.
b. Bahwa dengan metode ini, dalam waktu yang relatif singkat dapat mengumpulkan
data
yang banyak.
3. Metode Klinis
Menurut James Drawer dalam kamus “The Penguin Dictionary of Psychology”, istilah
“clinic” dapat diartikan sebagai tempat diagnosa dan pengobatan berbagai gangguan, fisik,
perkembangan atau kelakuan. Dengan demikian metode klinis ialah jenis metode dalam
psikologi yang berusaha menyelidiki sejumlah individu yang memiliki kelainan-kelainan
secara teliti dan intensif serta dalam batas waktu yang lama. (Shalahuddin,1990:25)
Ada beberapa macam cara dalam metode klinis yang digunakan untuk menyelesaikan
masalah:
 Studi kasus klinis: digunakan untuk menyelesaikan masalah disamping kesukaran
belajar, gangguan emosional, juga untuk masalah kenakalan remaja.
 Studi kasus perkembangan: digunakan untuk mengetahui bagaimana jalannya
perkembangan dari satu aspek ke aspek tertentu. Contohnya bagaimana

85
perkembangan anak umur 6-9 tahun sehingga kita dapat menentukan metode
pengajaran matematika yang tidak menimbulkan terlalu banyak kecemasan.
 Cara longitudinal: Penelitian ini dilakukan secara terus menerus dalam janga waktu
tertentu pada subjek yang sama, pada contoh di atas kita mengamati anak tersebut
dalam jangka waktu 3 tahun (6-9 tahun).
 Cara cross sectional: Penelitian ini dilakukan dengan cara memakai sampel-sampel
yang mengawakili usia anak yang ingin diteliti (misal pada contoh di atas, kita
menggunakan sekelompok anak usia 6;00 untuk mengetahui emosi anak usia 6;00,
sekolompok anak usia 6;06 untuk mengetahui emosi anak usia 6;06, sekelompok
anak usia 7;00 untuk mengetahui emosi anak usia 7;00, dan seterusnya sampai
akhirnya kita ambil sampel dari sekelompok anak usia 9;00 untuk mengetahui emosi
anak usia 9;00. Dari kelompok-kelompok tersebut dapat diambil kesimpulan
perkembangan emosi setiap tingkat usia dapat disimpulkan perkembangan emosi
anak usia 6;00 sampai 9;00. (Prabowo & Puspitasari dalam Gunadarma,2002:10)
4. Metode Case Study
Metode case study atau study kasus adalah suatu catatan tentang pengalaman
seseorang, penyakit yang pernah diderita, pendidikan, lingkungan, perawatan dan pada
umumnya juga semua fakta yang relevan untuk masalah-masalah tertentu yang tersangkut
dalam suatu kasus medis atau klinik.
Metode ini dapat berhasil dengan baik apabila observasi dan pencatatan-pencatatan
data-datanya dilakukan dengan sebaik-baiknya. Adapun yang di observasi dan dicatat
adalah data tingkah lakunya bukan interpretasi dari kelakuan tersebut.
(Shalahuddin,1990:26)
5. Metode Introspeksi
Merupakan metode penelitian dengan cara melakukan pengamatan ke dalam diri
sendiri yaitu dengan melihat keadaan mental pada waktu tertentu. Metode ini dipakai dan
dikembangkan dalam disiplin psikologi oleh kelompok strukturaklisme (Wilhem Wundt).
Mereka mendefinisikan psikologi sebagai ilmu yang mempelajari tentang pengalaman-
pengalaman sadar individu. Menurut mereka introspeksi dapat dipakai untuk mengetahui
proses mental yang sedang berlangsung pada diri seseorang, sebagaimana pikiran,
perasaan, motif-motif yang ada pada dirinya pada waktu tertentu. Disini individu
mengamati proses mental, menganalisis, dan kemudian melaporkan perasaan yang ada
dalam dirinya. (Prabowo & Puspitasari dlm Gunadarma,2002:9)

E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses dan Hasil Belajar

Agar fungsi pendidik sebagai motivator, inspirator dan fasilitator dapat dijalankan
dengan baik, maka pendidik perlu memahami faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
proses dan hasil belajar subjek didik. Faktor-faktor itu lazim dikelompokkan atas dua
bahagian, masing-masing faktor fisiologis dan faktor psikologis (Depdikbud, 1985 :11).

1. Faktor Fisiologis

86
Faktor-faktor fisiologis ini mencakup faktor material pembelajaran, faktor lingkungan,
faktor instrumental dan faktor kondisi individual subjek didik.Material pembelajaran turut
menentukan bagaimana proses dan hasil belajar yang akan dicapai subjek didik. Karena itu,
penting bagi pendidik untuk mempertimbangkan kesesuaian material pembelajaran dengan
tingkat kemampuan subjek didik ; juga melakukan gradasi material pembelajaran dari
tingkat yang paling sederhana ke tingkat lebih kompeks.
Faktor lingkungan, yang meliputi lingkungan alam dan lingkungan sosial, juga
perlu mendapat perhatian. Belajar dalam kondisi alam yang segar selalu lebih efektif dari
pada sebaliknya. Demikian pula, belajar padapagi hari selalu memberikan hasil yang lebih
baik dari pada sore hari. Sementara itu, lingkungan sosial yang hiruk pikuk, terlalu ramai,
juga kurang kondisif bagi proses dan pencapaian hasil belajar yang optimal.
Yang tak kalah pentingnya untuk dipahami adalah faktor-faktor instrumental, baik
yang tergolong perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software). Perangkat
keras seperti perlangkapan belajar, alat praktikum, buku teks dan sebagainya sangat
berperan sebagai sarana pencapaian tujuan belajar. Karenanya, pendidik harus memahami
dan mampu mendayagunakan faktor-faktor instrumental ini seoptimal mungkin demi
efektifitas pencapaian tujuan-tujuan belajar.
Faktor fisiologis lainnya yang berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar adalah
kondisi individual subjek didik sendiri. Termasuk ke dalam faktor ini adalah kesegaran
jasmani dan kesehatan indra. Subjek didik yang berada dalam kondisi jasmani yang kurang
segar tidak akan memiliki kesiapan yang memadai untuk memulai tindakan belajar.

2. Faktor Psikologis

Faktor-faktor psikologis yang berpengaruh terhadap proses dan hasil


belajar jumlahnya banyak sekali, dan masing-masingnya tidak dapat dibahas secara terpisah.
Perilaku individu, termasuk perilaku belajar, merupakan totalitas penghayatan dan
aktivitas yang lahir sebagai hasil akhir saling pengaruh antara berbagai gejala, seperti
perhatian, pengamatan, ingatan, pikiran dan motif.

2.1. Perhatian
Tentulah dapat diterima bahwa subjek didik yang memberikan perhatian intensif
dalam belajar akan memetik hasil yang lebih baik. Perhatian intensif ditandai oleh besarnya
kesadaran yang menyertai aktivitas belajar. Perhatian intensif subjek didik ini dapat
dieksloatasi sedemikian rupa melalui strategi pembelajaran tertentu, seperti menyediakan
material pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan subjek didik, menyajikan material
pembelajaran dengan teknik-teknik yang bervariasi dan kreatif, seperti bermain peran (role
playing), debat dan sebagainya.
Strategi pemebelajaran seperti ini juga dapat memancing perhatian yang spontan dari
subjek didik. Perhatian yang spontan dimaksudkan adalah perhatian yang tidak disengaja,
alamiah, yang muncul dari dorongan-dorongan instingtif untuk mengetahui sesuatu, seperti
kecendrungan untuk mengetahui apa yang terjadi di sebalik keributan di samping rumah,
dan lain-lain. Beberapa hasil penelitian psikologi menunjukkan bahwa perhatian spontan
cendrung menghasilkan ingatan yang lebih lama dan intensif dari pada perhatian yang
disengaja.

87
2.2. Pengamatan
Pengamatan adalah cara pengenalan dunia oleh subjek didik melalui penglihatan,
pendengaran, perabaan, pembauan dan pengecapan. Pengamatan merupakan gerbang bai
masuknya pengaruh dari luar ke dalam individu subjek didik, dan karena itu pengamatan
penting artinya bagi pembelajaran.
Untuk kepentingan pengaturan proses pembelajaran, para pendidik perlu memahami
keseluruhan modalitas pengamatan tersebut, dan menetapkan secara analitis manakah di
antara unsur-unsur modalitas pengamatan itu yang paling dominan peranannya dalam proses
belajar. Kalangan psikologi tampaknya menyepakati bahwa unsur lainnya dalam proses
belajar. Dengan kata lain, perolehan informasi pengetahuan oleh subjek didik lebih banyak
dilakukan melalui penglihatan dan pendengaran.
Jika demikian, para pendidik perlu mempertimbangkan penampilan alat-alat peraga di
dalam penyajian material pembelajaran yang dapat merangsang optimalisasi daya
penglihatan dan pendengaran subjek didik. Alat peraga yang dapat digunakan, umpamanya ;
bagan, chart, rekaman, slide dan sebagainya.

2.3. Ingatan
Secara teoritis, ada 3 aspek yang berkaitan dengan berfungsinya ingatan, yakni (1)
menerima kesan, (2) menyimpan kesan, dan (3) memproduksi kesan. Mungkin karena
fungsi-fungsi inilah, istilah “ingatan” selalu didefinisikan sebagai kecakapan untuk
menerima, menyimpan dan mereproduksi kesan.
Kecakapan merima kesan sangat sentral peranannya dalam belajar. Melalui
kecakapan inilah, subjek didik mampu mengingat hal-hal yang dipelajarinya.
Dalam konteks pembelajaran, kecakapan ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, di
antaranya teknik pembelajaran yang digunakan pendidik. Teknik pembelajaran yang disertai
dengan penampilan bagan, ikhtisar dan sebagainya kesannya akan lebih dalam pada subjek
didik. Di samping itu, pengembangan teknik pembelajaran yang mendayagunakan “titian
ingatan” juga lebih mengesankan bagi subjek didik, terutama untuk material pembelajaran
berupa rumus-rumus atau urutan-urutan lambang tertentu. Contoh kasus yang menarik
adalah mengingat nama-nama kunci nada g (gudeg), d (dan), a (ayam), b (bebek) dan
sebagainya.
Hal lain dari ingatan adalah kemampuan menyimpan kesan atau mengingat.
Kemampuan ini tidak sama kualitasnya pada setiap subjek didik. Namun demikian, ada hal
yang umum terjadi pada siapapun juga : bahwa segera setelah seseorang selesai melakukan
tindakan belajar, proses melupakan akan terjadi. Hal-hal yang dilupakan pada awalnya
berakumulasi dengan cepat, lalu kemudian berlangsung semakin lamban, dan akhirnya
sebagian hal akan tersisa dan tersimpan dalam ingatan untuk waktu yang relatif lama.
Untuk mencapai proporsi yang memadai untuk diingat, menurut kalangan psikolog
pendidikan, subjek didik harus mengulang-ulang hal yang dipelajari dalam jangka waktu
yang tidak terlalu lama. Implikasi pandangan ini dalam proses pembelajaran sedemikian
rupa sehingga memungkinkan bagi subjek didik untuk mengulang atau mengingat kembali
material pembelajaran yang telah dipelajarinya. Hal ini, misalnya, dapat dilakukan melalui
pemberian tes setelah satu submaterial pembelajaran selesai.

88
Kemampuan resroduksi, yakni pengaktifan atau prosesproduksi ulang hal-hal yang
telah dipelajari, tidak kalah menariknya untuk diperhatikan. Bagaimanapun, hal-hal yang
telah dipelajari, suatu saat, harus diproduksi untuk memenuhi kebutuhan tertentu subjek
didik, misalnya kebutuhan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam ujian ; atau untuk
merespons tantangan-tangan dunia sekitar.
Pendidik dapat mempertajam kemampuan subjek didik dalam hal ini melalui
pemberian tugas-tugas mengikhtisarkan material pembelajaran yang telah diberikan.

2.4. Berfikir
Definisi yang paling umum dari berfikir adalah berkembangnya ide dan konsep
(Bochenski, dalam Suriasumantri (ed), 1983:52) di dalam diri seseorang. Perkembangan ide
dan konsep ini berlangsung melalui proses penjalinan hubungan antara bagian-bagian
informasi yang tersimpan di dalam didi seseorang yang berupa pengertian-perngertian. Dari
gambaran ini dapat dilihat bahwa berfikir pada dasarnya adalah proses psikologis dengan
tahapan-tahapan berikut : (1) pembentukan pengertian, (2) penjalinan pengertian-pengertian,
dan (3) penarikan kesimpulan.
Kemampuan berfikir pada manusia alamiah sifatnya. Manusia yang lahir dalam
keadaan normal akan dengan sendirinya memiliki kemampuan ini dengan tingkat yang
reletif berbeda. Jika demikian, yang perlu diupayakan dalam proses pembelajaran adalah
mengembangkan kemampuan ini, dan bukannya melemahkannya. Para pendidik yang
memiliki kecendrungan untuk memberikan penjelasan yang “selengkapnya” tentang satu
material pembelajaran akan cendrung melemahkan kemampuan subjek didik untuk berfikir.
Sebaliknya, para pendidik yang lebih memusatkan pembelajarannya pada pemberian
pengertian-pengertian atau konsep-konsep kunci yang fungsional akan mendorong subjek
didiknya mengembangkan kemampuan berfikir mereka. Pembelajaran seperti ni akan
menghadirkan tentangan psikologi bagi subjek didik untuk merumuskan kesimpulan-
kesimpulannya secara mandiri.

2.5. Motif
Motif adalah keadaan dalam diri subjek didik yang mendorongnya untuk melakukan
aktivitas-aktivitas tertentu. Motif boleh jadi timbul dari rangsangan luar, seperti pemberian
hadiah bila seseorang dapat menyelesaikan satu tugas dengan baik. Motif semacam ini
sering disebut motif ekstrensik. Tetapi tidak jarang pula motif tumbuh di dalam diri subjek
didik sendiri yang disebut motif intrinsik. Misalnya, seorang subjek didik gemar membaca
karena dia memang ingin mengetahui lebih dalam tentang sesuatu.
Dalam konteks belajar, motif intrinsik tentu selalu lebih baik, dan biasanya
berjangka panjang. Tetapi dalam keadaan motif intrinsik tidak cukup potensial pada subjek
didik, pendidik perlu menyiasati hadirnya motif-motif ekstrinsik. Motif ini, umpamanya,
bisa dihadirkan melalui penciptaan suasana kompetitif di antara individu maupun kelompok
subjek didik. Suasana ini akan mendorong subjek didik untuk berjuang atau berlomba
melebihi yang lain.Namun demikian, pendidik harus memonitor suasana ini secara ketat
agar tidak mengarah kepada hal-hal yang negatif.
Motif ekstrinsik bisa juga dihadirkan melalui siasat “self competition”, yakni
menghadirkan grafik prestasi individual subjek didik.Melalui grafik ini, setiap subjek didik

89
dapat melihat kemajuan-kemajuannya sendiri. Dan sekaligus membandingkannya dengan
kemajuan yang dicapai teman-temannya.Dengan melihat grafik ini, subjek didik akan
terdorong untuk meningkatkan prestasinya supaya tidak berada di bawah prestasi orang lain.

F. Peran Psikologi Pendidikan


Berbeda dengan psikologi pendidikan, psikologi andalah menekankan aspek pembahasan
pada penyajian materi-materi pelajaran dan komunikasi antara guru dengan siswa dalam
proses instruksional dalam proses belajar mengajar. Beberapa hal yang terkait dengan
psikologi pendidikan, antara lain:
psikologi pendidikan adalah pengetahuan kependidikan yang didasarkan atas hasil
temuan riset
Hasil temuan dan riset tersebut kemudian dirumuskan sedemikian rupa sehingga
menjadi konsep-konsep, teori-teori dan metode-metode serta strategi yang utuh.
Konsep, teori, metode dan strategi tersebut kemudian diestimasi sedemikian rupa
hingga menjadi repertoire of resources yakni rangkaian sumber yang berisi pendekatan
yang dapat dipilih dan digunakan untuk praktik-praktik kependidikan khususnya dalam
proses belajar mengajar.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa pendekatan psikologi pendidikan adalah
pendekatan ilmiah yang praktis dan teoritis. Dalam masalah proses ebelajar mengajar
dan hubungannya dengan psikologi pendidikan, unsur utama yang dalam pelaksanaan
sebuah sistem pendidikan dimanapun adalah proses belajar mengajar. Didalam proses
edukatif tersebut peran guru sangat penting. Sumber pengetahuan yang dapat membantu
atau menolong guru dalam pengelolaan proses belajar mengajar adalah psikologi praktis
yaitu psikologipendiidkan. Sudah tentu masih ada sumber-sumber pengetahuan lainnya
yang juga berhubungan dengan proses belajar mengajar. Pemahaman kemampuan guru
yang kompoten dan profesional dalam memanfaatkan tekhnik-tekhnik psikologi
pendidikan merupakan hal yang tak pantas ditawar-tawar.
Para ahli psikologi melakukan riset mengenai tingkah laku manusia berdasarkan metodologi
ilmiah. Mereka menarik kesimpulan bahwa berdasarkan metodologi, riset dan temuan yang
mereka temukan dalam kerangka ilmiah. Dengan demikian, maka seorang guru dan calon
guru sebelum melakukan prosese balajar mengajar memiliki pengetahuan tentang psikologi
pendidikan dan pengajaran.. Psikologi pendidikan harus dipandang sebagai suatu sumber
jawaban terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi dalam proses belajar mengajar.
Beberapa hal yang dapat dijadikan bahan dalam rangka melaksanakan proses belajar
mengajar.
Proses perkembangan siswa
Dikalangan para guru dan orang tua siswa terkadang timbul pertanyaan apakah
perbedaan usia antara siswa dengan siswa lainnya membuat perbedaan subtansial dalam
merespon pengajaran. Pertanyaan ini perlu dicari jawabannya melalaui pemahaman
tahapan-tahapan perkembangan siswa dan ciri-ciri khas yang mengiringi tahapan
perkembangan tersebut. Tahapan-tahapan perkembangan yang lebih dahulu perlu dipahami

90
adalah menjadi bahan pertimbangan pokok dalam penyelenggaraan proses belajar mengajar,
yaitu tahapan yang berhubungan dengan segala variasi dan keunikan siswa yang dimiliki.
Hal tersebut yang dapat menjadi modal dasar bagi seorang guru dalam menjalankan proses
belajar mengajar dan pembelajaran materi tertentu, sertamengikuti proses belajar mengajar
yang dikelola oleh guru bagi siswa tersebut.
Cara Belajar Siswa
Dimanapun proses belajar mengajar berlangsung, alasan utama kehadiran guru adalah untuk
membantu siswa belajar dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu sewajarnya jika seorang
guru memahami dan mengenal sepenuhnya siswa yang akan dihadapi. Pengetahuan pokok
terhadap proses belajar mengajar adalah meliputi signifikansi belajar, teori-teori belajar,
hubungan belajar dengan memori dan pengertahuan serta fase-fase yang dilalaui dlam
periwtiwa belajar.
Cara menghubungkan belajar dengan mengajar.
Tugas utama guru sebagai pendidik adalah mengajar. Mengajar adalah kegiatan
meyampaikan materi pelajara, melaui keterampilan dan menanmkan nilai-nilai moral yang
terkandung dalam materi pelajaran tersebut kepada siswa. Agar kegiatan mengajar tersebut
diterima oleh para siswa guru berusaha membangkitkan gairan dan miniat belajar siswa.
Kebangkitan miniat dan gairah belajar siswa akan mempermudah guru dalam
menghubungkankegiatan mengajar dan kegiatan belajar siswa. Oleh karena itu maka seoran
gugur maupun calon guru sangat diharapkan untuk dapat memahami seluk belauk belajar
mengajar tersebut misalnya dengan mengetahui model-model mengajar, metode dan strategi
belajar mengajar.
Pengambilan keputusan untuk pengelolaan Prose Belajar Mengajar (PBM)
Dalam mengelola Proses belajar mengajar, maka peran guru menjadi sentral dari
seluruh rangkaian kegiatan tersebut. Oleh karena itu seorang guru dituntut untuk mampu
menempatkan diri sebagai pengambil keputusan yang penuh perhitungan dari sudutpandang
psikologis. Jika tidak maka pengelolaan tahap-tahap interaksi belajar mengajar akan
tersendat-sendat dan boleh jadi akan gagal dalam mencapai tujuan proses belajar mengajar
terebut.
Dalam pengambilan keputusan perlu dipertimbangkan beberapa faktor yang dapat
menghambat seorang guru dalam mengambil keputusan yang tepat diantaranya adalah
sebagai berikut:
a. Kurangnya kesadaran guru terhadap masalah-masalah belajar yang mungkin
dihadapi oleh siswa
b. Kesetiaan terhadap gagasan lam yang sebenarnya sudah dapat diberlakukan lagi
c. Kurangnya sumber informasi yang diperlukan,
d. Ketidakcermatan observasi terhadap situasi belajar mengajar.
G. Beberapa Pertimbangan-pertimbangan Psikologis dalam Mengajar :
Dengan memahami psikologi pendidikan, seorang guru melalui pertimbangan –
pertimbangan psikologisnya diharapkan dapat :
a. Merumuskan tujuan pembelajaran secara tepat.
91
Dengan memahami psikologi pendidikan yang memadai diharapkan guru akan dapat
lebih tepat dalam menentukan bentuk perubahan perilaku yang dikehendaki sebagai tujuan
pembelajaran. Misalnya, dengan berusaha mengaplikasikan pemikiran Bloom tentang
taksonomi perilaku individu dan mengaitkannya dengan teori-teori perkembangan individu
b. Memilih strategi atau metode pembelajaran yang sesuai.
Dengan memahami psikologi pendidikan yang memadai diharapkan guru dapat menentukan
strategi atau metode pembelajaran yang tepat dan sesuai, dan mampu mengaitkannya dengan
karakteristik dan keunikan individu, jenis belajar dan gaya belajar dan tingkat perkembangan
yang sedang dialami siswanya.
c. Memberikan bimbingan atau bahkan memberikan konseling.
Tugas dan peran guru, di samping melaksanakan pembelajaran, juga diharapkan dapat
membimbing para siswanya. Dengan memahami psikologi pendidikan, tentunya diharapkan
guru dapat memberikan bantuan psikologis secara tepat dan benar, melalui proses hubungan
interpersonal yang penuh kehangatan dan keakraban.
e. Memfasilitasi dan memotivasi belajar peserta didik.
Memfasilitasi artinya berusaha untuk mengembangkan segenap potensi yang dimiliki siswa,
seperti bakat, kecerdasan dan minat. Sedangkan memotivasi dapat diartikan berupaya
memberikan dorongan kepada siswa untuk melakukan perbuatan tertentu, khususnya
perbuatan belajar. Tanpa pemahaman psikologi pendidikan yang memadai, tampaknya guru
akan mengalami kesulitan untuk mewujudkan dirinya sebagai fasilitator maupun motivator
belajar siswanya.

f. Menciptakan iklim belajar yang kondusif.


Efektivitas pembelajaran membutuhkan adanya iklim belajar yang kondusif. Guru
dengan pemahaman psikologi pendidikan yang memadai memungkinkan untuk dapat
menciptakan iklim sosio-emosional yang kondusif di dalam kelas, sehingga siswa dapat
belajar dengan nyaman dan menyenangkan.
g. Berinteraksi secara tepat dengan siswanya.
Pemahaman guru tentang psikologi pendidikan memungkinkan untuk terwujudnya
interaksi dengan siswa secara lebih bijak, penuh empati dan menjadi sosok yang
menyenangkan di hadapan siswanya.
h. Menilai hasil pembelajaran yang adil.
Pemahaman guru tentang psikologi pendidikan dapat mambantu guru dalam
mengembangkan penilaian pembelajaran siswa yang lebih adil, baik dalam teknis penilaian,
pemenuhan prinsip-prinsip penilaian maupun menentukan hasil-hasil penilaian.
Penutup.
Sebagi objek sasaran dalam proses belajar mengajar adalah anak didik sebagai
manusia individu yang memiliki perilaku, karakteristik dan kemampuan yang berbeda satu

92
sama lain, maka dalam proses belajar mengajar, seorang pendidik perlu memperhatikan
faktor psikologi karena pendidikan sebagai suatu proses perubahan tingkah laku yang
diperolah melalui belajar mengajar, tidak dapat dipisahkan dari psikologi.
Guru sebagai pendidik/pengajar menjadi subjek yang mutlak harus memiliki pengetahuan
psikologi sehingga proses belajar mengajar bisa berjalan dengan baik, setidaknya dalam
meminimalisir kegagalan dalam menyampaikan mataeri pelajaran.

RUJUKAN :

http://merahitam.com/pengertian-psikologi-pendidikan-adalah.html
http://www.andragogi.com/document/psikologi_pendidikan.htm
Ahmadi, Abu dan Supriyono Widodo. 1990. Psikologi Belajar (Jakarta:Rineka Cipta).

Abror, Rachman.1993. Psikologi Pendidikan (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya)


http://belajarpsikologi.com/pengertian-psikologi-pendidikan/

http://ilmupsikologi.blogspot.com/2009/05/pengertian-psikologi-pendidikan.html

http://edukasi.kompasiana.com/2012/04/01/metode-metode-dalam-psikologi-pendidikan/

93

Anda mungkin juga menyukai