Anda di halaman 1dari 12

Sebenarnya banyak orang yang kurang tahu atau masih bertanya - tanya tentang

hakekat Tauhid yang benar, bahkan dari mereka ada yang tahu tetapi tidak ingin
untuk melaksanakannya, entah karena malas atau malu atau mungkin
"Na'udzubillah" takabbur terhadap ketentuan & Hukum Allah SWT, untuk itulah
demi memuaskan dahaga orang yang ingin tahu banyak tentang Tauhid atau
Aqidah serta mengajak kembali teman - teman untuk mengingat Allah yang Maha
Kuasa, kami sajikan Materi Tanya Jawab seputar Tauhid, yang mana tanya jawab
ini kami kutip dari forum - forum yang berasal dari Negara Kuwait.

berikut Tanya Jawab Tersebut :


 
 

(1)  Hukum memajang patung-patung (manusia & hewan) untuk


hiasan  & hukum bersumpah dengan nama Rasulullah SAW :
 
 
• Pertanyaan(1) :  Apa hukum memajang patung-patung ( gambar-
gambar bernyawa ) dirumah-rumah sekedar untuk hiasan dan
bukan untuk disembah ?
• Pertanyaan(2) :  Sebagian orang bersumpah dengan nama Nabi SAW
dan nama anak-anaknya tanpa  sengaja, akan tetapi karena lidah
mereka telah terbiasa melakukan hal demikian . Apakah perbuatan
mereka terhitung perbuatan dosa?
Jawaban(1) :
Tidak boleh memajang gambar-gambar atau patung-patung manusia & hewan
(makhluq yang bernyawa) baik di rumah-rumah, di kantor-kantor, atau di
tempat-tempat majlis lainnya berdasarkan keumuman nash dari hadits-hadits
Rasulullah  SAW yang menunjukkan atas larangan serta haramnya memajang
gambar-gambar dan patung-patung manusia maupun hewan (makhluq yang
bernyawa) hal ini dihawatirkan akan dijadikan sebagai sarana / wasilah untuk
berbuat syirik kepada Allah SWT, karena dalam hal itu berarti menandingi
cinptaan Allah serta termasuk bentuk penyerupaan dengan perbuatan musuh-
musuh Allah . 
Selain itu, perbuatan memajang patung-patung dan gambar-gambar (fotografi
baik dari manusia maupun hewan) dapat digolongkan kedalam perbuatan Isrof
(sikap menghambur-hamburkan uang), maka dengan dasar-dasar diatas-lah
syari’at Islam yang sempurna ini menutup pintu-pintu yang akan membuka
seseorang berbuat kesyrikan dan kemaksiatan .
Jawaban(2) :
Tidak boleh bagi seorangpun untuk bersumpah dengan nama Nabi Saw atau
selain-nya dari kalangan makhluq, karena yang demikian termasuk dari
perbuatan syirik yang diharamkan, sebagaimana sabda Rasulullah  SAW : (( “
Barang siapa bersumpah hendaklah (dia) tidak bersumpah kecuali dengan nama
Allah atau diam “ )) hadits shahih, sabda Rasulullah  SAW lainnya : (( “ Barang
siapa bersumpah kepada selain Allah maka dia telah kafir atau musyrik “ )) HSR.
Abu dawud & Tirmidzi .
Imam Ibnu Abdul Bar ( r.a )
Telah menukil kesepakatan para ulama (ijma') tentang tidak
dibolehkannya seseorang bersumpah kepada selain Allah. Karena itu,
wajib bagi seorang muslim untuk berhati-hati dan bertaubat kepada Allah
terhadap perbuatan yang pernah dia lakukan dimasa lampau (dari
bersumpah kepada selain Allah) bahkan terhadap perbuatan maksiat
lainnya, dan senantiasa berjalan diatas kebenaran serta menjaganya
sebagai jalan untuk mendapatkan kebaikan & pahala yang banyak dari
Allah Ta’ala, dan selalu waspada dari murka serta adzab-Nya “ ) .
 

(2)  Hukum tawassul kepada Allah


dengan perantara para wali & orang-orang shalih
• Pertanyaan: 
Bolehkah seorang muslim bertawassul kepada Allah dengan perantara
para nabi dan orang-orang shalih, karena saya pernah membaca ada
sebagian ulama yang berpendapat bahwa tawassul kepada Allah dengan
perantara para wali  hukumnya tidak apa (diperbolehkan), dengan alasan
orang yang bertawassul sesungguhnya tidak bermaksud berdo’a kepada
para nabi atau para wali atau orang-orang shalih akan tetapi semata-mata
dia arahkan do’a-nya kepada Allah. Sementara itu sebagian ulama berbeda
dengan pendapat ini, maka bagaimanakah syari’at Islam dalam
menghukumi masalah diatas ?
Jawaban :
Wali adalah seseorang yang beriman kepada Allah serta bertaqwa kepada-
Nya dengan mengerjakan perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya,
sebagaimana firman Allah U : (( “Ketahuilah sesungguhnya tidak ada
bahaya dan kesedihan terhadap para wali Allah mereka itulah orang-arang
yang beriman serta bertaqwa kepada-Nya“ )).
 Sedangkan tawassul kepada Allah dengan perantara para wali ada
beberapa macam :
Pertama: Seseorang meminta kepada seorang wali yang masih hidup untuk
mendo’akan-nya agar supaya Allah Subhanahu wata’ala memberi-nya rizqi
yang banyak, disembuhkan dari penyakit-nya, atau memberi-nya hidayah
& taufiq, dan lain sebagainya, maka jenis tawassul yang seperti ini
diperbolehkan, sebagaimana ada sebagian sahabat yang meminta kepada
Rasulullah  SAW untuk meminta kepada Allah hujan tatkala tidak turun
hujan yang berkepanjangan saat itu maka tatkala Rasulullah  SAW berdo’a
terkabullah do’a beliau, serta kisah sebagian sahabat yang meminta
kepada Abbas (paman Rasulullah ) di zaman khalifah umar r.a untuk
berdo’a kepada Allah agar supaya menurunkan hujan, maka berdo’alah
Abbas sambil diaminkan oleh para sahabat, dan banyak lagi contoh-contoh
lain yang terjadi baik di zaman Nabi SAW atau generasi setelah beliau
tentang permintaan seorang muslim kapada saudara-nya yang muslim
untuk mendo’akan kebaikan bagi-nya serta selamat dari mara bahaya .
Kedua: Seseorang berdo’a kepada Allah dengan cara menyebutkan
kecintaannya kepada Rasulullah  SAW, ta’at kepada-nya serta
kecintaannya terhadap para waliyullah, seperti seseorang berkata : Ya
Allah, dengan kecintaan-ku kepada Nabi-Mu dan keta’atan-ku kepada-nya
serta kecintaan-ku terhadap para wali-Mu hendaklah Engkau
mengabulkan permintaan-ku ini … , jenis tawassul yang seperti ini
diperbolehkan karena dia bertawassul kepada Rabb-nya dengan amal
shalih-nya , contoh dari jenis tawassul yang kedua ini sebagaimana kisah
tawassul-nya tiga orang yang terkurung disebuah gua lalu masing-masing
dari mereka berdo’a dengan amal perbuatan-nya sampai terbukalah pintu
gua tersebut .
Ketiga: Seseorang berdo’a kepada Allah dengan meyebutkan kemulyaan
para nabi serta para wali disisi-Nya, seperti perkataan-nya : Ya Allah,
sesungguh-nya aku meminta kepada Engkau dengan kemulyaan nabi-Mu -
atau kemulyaan husein - ,  jenis tawassul yang seperti ini tidak
diperbolehkan karena kemulyaan para waliyullah, khusus-nya kemulyaan
Nabi Muhammad Saw meskipun tinggi disisi Allah hal ini bukan termasuk
sebab syar’i atas dikabulkannya do’a. Oleh karena itu para sahabat
tidaklah bertawassul dengan kemulyaan nabi Muhammad Saw sepeninggal
beliau  tatkala tidak turun hujan yang berkepanjangan, akan tetapi mereka
justru bertawassul kepada paman Rasulullah  SAW al-Abbas dimasa
hidupnya, padahal kemulyaan (kedudukan) Rasulullah SAW lebih tinggi
dibandingkan dengan kemulyaan (kedudukan) siapapun termasuk paman-
nya al-Abbas. Dan kita tidak pernah mendengar seorang-pun dari kalangan
sahabat yang bertawassul kepada Rasulullah  SAW sepeninggal beliau
dengan menyebutkan kedudukan serta kemulyaan-nya padahal mereka
(para sahabat) adalah sebaik-baik generasi dan yang paling mengetahui
hak Rasul serta mereka adalah orang-orang yang paling mencintai beliau.
Keempat: Seorang hamba berdo’a kepada Rabb-nya untuk meminta
kebutuhan-nya dengan bersumpah atas nama wali atau nabi-Nya, atau
dengan menyebutkan kemulyaan wali serta nabi-Nya, seperti perkataan-
nya : Ya Allah, sesungguhnya aku meminta kepada Engkau demi wali-Mu
fulan - atau demi kemulyaan nabi-Mu fulan - , maka jenis tawassul ini-pun
tidak diperbolehkan karena bersumpah dengan nama makhluk kepada
makhluq dilarang, maka bersumpah dengan nama makhluk kepada Allah
lebih dilarang lagi. Kemudian seorang hamba tidak punya hak sama sekali
untuk mengharuskan Allah dengan bersumpah dalam mengabulkan
permintaan-nya hanya dengan sekedar amal perbuatan-nya.
Demikianlah yang ditunjukkan oleh dalil-dalil yang mana membentengi
aqidah serta menutup semua pintu-pintu kesyirikan.
 

(3)       Hukum berobat kepada dukun & paranormal


• Pertanyaan: 
Ada segolongan orang yang mengaku mendalami pengobatan secara
tradisional (menurut penuturan mereka), dan tatkala saya datangi salah
satu dari mereka berkata dia kepada-ku : "Tuliskan nama-mu serta nama
ibu-mu, dan datanglah esok hari kesini .
Dan tatkala ada seseorang yang kembali (untuk berobat), mereka berkata :
"Sesungguhnya kamu terkena penyakit demikian dan demikian .. , dan
obat-nya adalah demikian dan demikian .. , salah satu diantara mereka
mengaku bahwasannya dia menggunakan Al-Qur’an (ayat-ayat Al Qur’an)
dalam mengobati pasien-nya. Bagaimana pendapat anda tentang apa yang
mereka lakukan serta apakah hukum mendatangi mereka ?
Jawaban :
Barang siapa yang melakukan perbuatan diatas didalam pengobatannya,
maka hal ini merupakan indikasi (yang jelas) bahwasannya dia meminta
bantuan jin, dimana dia mengaku mengetahui hal-hal yang ghoib. Maka
tidak boleh seseorang berobat kepada-nya sebagaimana tidak boleh
seseorang mendatangi-nya, tidak pula bertanya kepada-nya, hal ini
berdasarkan sabda Nabi SAW dalam menghukumi jenis manusia di atas :
(( “ Barang siapa yang mendatangi paranormal dan bertanya kepada-nya
tentang sesuatu (hal-hal yang ghoib) maka tidak diterima sholat-nya
selama empat puluh malam “ )) . HSR. Muslim 
Dan telah ada riwayat dari Rasulullah  Saw didalam banyak hadits-nya
tentang larangan mendatangi para dukun, paranaormal, dan tukang sihir,
serta larangan dari bertanya dan mempercayai mereka, sebagaimana
sabda-nya Saw : (( “ Barang siapa mendatangi dukun serta mempercayai
terhadap apa yang diucapkan-nya, maka dia telah kafir terhadap apa-apa
yang telah diturunkan kepada Muhammad SAW “)) .
Jadi, barang siapa yang mengaku mengetahui ilmu ghoib (dengan pelbagai
macam prakteknya) seperti dengan melontar-lontar kerikil (batu-batu
kecil), atau dengan menggunakan kulit siput, atau dengan membuat garis-
garis di atas tanah, atau dengan bertanya kepada si pasien tentang nama-
nya, nama ibu-nya, atau sanak kerabat-nya, maka ini semua ini adalah
bukti (indikasi) bahwasannya dia termasuk paranormal dan para dukun
yang Rasulullah  Saw melarang kita untuk bertanya serta mempercayai-
nya .
 

(4) Makna sabda Rasulullah  Saw : “ Semua (golongan) masuk


neraka kecuali hanya satu (golongan) “
• Pertanyaan :  
Apa maksud sabda Rasulullah  SAW tentang ummat-nya dimana beliau
bersabda didalam satu hadits : (( “ Mereka semua masuk neraka kecuali
hanya satu “ )), maka apakah yang dimaksud satu (dalam hadits) ?, dan
apakah tujuh puluh dua golongan (yang termaktub dalam hadits) semua-
nya kekal di neraka seperti layaknya orang musyrik, atau tidak?
Dan apabila dikatakan ummat Nabi Muhammad SAW, maka apakah lafadz
”ummat “ disini bisa diartikan umum meliputi pengikutnya SAW dan yang bukan
pengikutnya SAW?, atau (ummat) hanya dikhususkan kepada siapa yang
mengikuti-nya SAW saja dari ummat ini ?
Jawaban:
Maksud lafadz “ Ummat “ dalam hadits diatas adalah “ Ummat Ijabah
( Ummat Islam / Ummat yang mengikuti Nabi-nya SAW ) , dan mereka ini
( ummat ijabah ) terbagi menjadi tujuh puluh tiga golongan: yang tujuh
puluh dua golongan adalah pelaku kesesatan (ahli bid’ah) yang tidak
sampai mengeluarkan mereka dari Islam, mereka akan diadzab dengan
pebuatan bid’ah serta kesesatan-nya kecuali bagi siapa yang diampuni
dosa-dosanya oleh Allah SWT maka dia akan dimasukkan ke dalam syurga.
Sedangkan satu golongan yang selamat mereka-lah golongan “ Ahlus
sunnah wal Jama’ah “ yang mengikuti sunnah Nabi mereka Saw , serta
berpegang teguh terhadap apa yang ada pada Rasulullah  SAW dan para
sahabat-nya (Radliyallah ‘anhum) , mereka itulah yang Rasulullah  SAW
sifati dalam hadits-nya : (( Tetap-lah ada satu golongan dari ummat-ku
yang senantiasa berpegang teguh di atas kebenaran, mereka
tidakterpengaruh terhadap orang-orang yangmenentang serta memerangi
mereka sampai datang ketetapan (pertolongan) Allah )) .
Adapun orang  yang murtad dari Islam dengan sebab perbuatan bid’ah-nya,
maka sesungguhnya ia adalah termasuk “ Ummat Da’wah “ bukan “ Ummat
Ijabah “ dan dia kekal di dalam neraka, inilah pendapat yang rojih (yang kuat) .
Ada juga yang berpendapat bahwasannya lafadz “ Ummat “ yang dimaksud
di dalam hadits di atas adalah “ Ummat Da’wah “ , yang berarti mencakup
semua ummat yang Nabi SAW diutus kepada-nya, baik yang beriman
kepada-nya atau yang mengkufuri-nya, sedangkan makna lafadz “ Satu
(golongan) “ adalah “ Ummat ijabah “  mereka itulah yang beriman kepada
Nabi SAW dengan sebenar-benar keimanan dan meninggal dalam
keimanan-nya, mereka-lah golongan yang diselamatkan dari api neraka,
baik didahului oleh siksa maupun tidak, pada akhirnya Allah akan
masukkan ke dalam syurga. Adapun dua puluh tujuh golongan  selain “
Golongan yang diselamatkan “ maka mereka kekal di dalam neraka.
Dengan demikian, jelaslah bagi kita bahwasannya “ Ummat Da’wah “ lebih
umum sifatnya dari “ Ummat Ijabah “ , maka barang siapa yang termasuk
dari  “ Ummat Ijabah “ dia-pun termasuk “ Ummat Da’wah “, dan siapa yang
termasuk “ Ummat Da’wah “ belum tentu masuk dalam “ Ummat Ijabah “ .
 

(5)       Hukum sholat di masjid yang di dalamnya kuburan


• Pertanyaan : 
Bolehkah sholat di masjid yang di dalamnya ada kuburan para waliyullah ?
Jawaban :
Masjid-masjid yang dibangun di atas kuburan tidak boleh didirikan sholat
pada-nya, baik yang dikubur di dalamnya adalah orang-orang shaleh atau
bukan, karena Rasulullah  SAW telah melarang dan mengancam hal itu,
beliau SAW melaknati orang-orang yahudi dan nashroni terhadap
perbuatan mereka yang menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai
masjid-masjid yang disembah, sebagaimana hadis riwayat Aisyah
(Radhiyallah ‘anha) dimana Rasulullah  SAW bersabda : (( Allah melaknati
orang-orang yahudi & nashroni dikarenakan mereka menjadikan kuburan
para nabi mereka sebagai masjid )) HSR. Bukhori & Muslim .
Dalam riwayat lainnya dari Aisyah bahwasanya Ummu Salamah dan Ummu
Habibah (Radhiyallah ‘anhuma) tatkala mereka berdua memberitahu
Rasulullah  Saw tentang sebuah gereja yang mereka lihat di Habasyah
dimana didalamnya terdapat gambar-gambar (manusia), maka Rasulullah
 SAW menjawab : (( Demikianlah, apabila diantara mereka ada orang
sholeh meninggal, mereka bangun di atas kuburan-nya sebuah masjid dan
mereka memajang  gambar-gambar di dalam-nya, mereka-lah sejelek-jelek
ciptaan disisi Allah )) HSR. Bukhori & Muslim .
Imam Muslim dalam kitab shohih-nya meriwayatkan dari Jundub bin
Abdillah Al Bajaly dari Nabi SAW bersabda : (( Ketahuilah, sesungguhnya
orang-orang sebelum kamu menjadikan kuburan-kuburan para nabi dan
orang-orang sholeh mereka sebagai masjid, ingat .. janganlah kamu jadikan
kuburan-kuburan sebagai masjid karena sesungguhnya aku melarang
kalian dari berbuat hal demikian )) .
Hadits-hadits shahih di atas dan riwayat-riwayat lainnya yang semisal,
semuanya menunjukkan larangan sholat di masjid-masjid yang ada
kuburannya, serta laknatan bagi siapa yang melakukan-nya, bahkan
terdapat riwayat dari Jabir r.a dari Rasulullah  Saw bahwasanya beliau
(( Melarang mengapur kuburan, mendirikan bangunan di atasnya, serta
duduk-duduk di atasnya ))  .
Maka kewajiban para pemimpin umat Islam di semua negara Islam untuk
melarang orang-orang dari mendirikan bangunan di atas kuburan dan
membangun masjid-masjid di atas-nya, sebagaimana wajib atas mereka
(para pemimpin ummat Islam) melarang orang-orang dari mengapur
kuburan, duduk-duduk di atas-nya, serta menulis tulisan pada bangunan
kuburan, hal ini berdasarkan hadits-hadits shohih dan untuk menutup
pintu yang mengantarkan kepada sikap ghuluw (sifat melampui batas)
terhadap si mayit dan dari berbuat syirik kepada-nya .
Kita meminta kepada Allah, semoga Allh senantiasa memberikan taufiq
kepada para pemimpin ummat Islam demi kemaslahatan hamba-
hambaNya serta negara-negara mereka, dan semoga Allah memenangkan
agama-Nya melalui mereka, dan melindungi mereka serta syari’atNya dari
para penentang-nya, sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Mengabulkan
.
 

(6)       Hukum bersujud kepada kuburan serta menyembelih hewan


korban untuk-nya
• Pertanyaan :
Apa hukum bersujud kepada kuburan serta menyembelih hewan korban
untuk-nya ?
Jawaban :
Bersujud kepada kuburan serta menyembelih hewan korban untuk-nya
merupakan perbuatan orang-orang musyrik jahiliyyah dan  termasuk
syirik besar, kerena kedua bentuk perbuatan di atas adalah merupakan
ibadah sedangkan ibadah tidak dilakukan kecuali hanya diperuntukkkan
bagi Allah SWT semata. Dan barang siapa memalingkan ibadah kepada
selain Allah berarti dia musyrik, Allah berfirman : (( “ Katakanlah,
sesungguhnya sholat-ku, ibadah-ku, hidup dan mati-ku hanya untuk Allah,
Rabb semesta alam, tidak ada sekutu bagi-Nya; dan demikian itu-lah yang
diperintahkan kepada-ku dan aku adalah orang yang pertama-tama
menyerahkan diri ( kepada Allah )  “ )) . Al An’am : 162 – 163, firman Allah
lainnya :  (( “ Sesungguhnya Kami telah memberikan pada-mu kenikmatan
yang besar (sungai kautsar di syurga), maka dirikan-lah sholat karena
Rabb kamu dan berkorban-lah “ )) . Al Kautsar : 1 – 2 .
Ayat-ayat di atas dan yang semisal-nya menunjukkan bahwasannya sujud
dan berkorban adalah merupakan ibadah, sedangkan memalingkan ibadah
kepada selain Allah adalah perbuatan syirik. Tidak diragukan
bahwasannya tujuan mereka pergi ke kuburan untuk bersujud dan
berkorban kepada-nya adalah dalam rangka memulyakan dan
mengagungkan orang yang ada di dalam kuburan serta bermaksud
bertaqarrub ( mendekatkan diri ) kepada-nya dengan menyembelih
(menyerahkan) hewan korban buat si mayit. Dalam satu hadits panjang
yang diwirayatkan oleh Imam Muslim tentang haramnya berkorban untuk
selain Allah dan laknat atas pelakunya .
Dari Ali bin Abi tholib r.a berkata : Rasulullah  SAW memberitahu-ku akan
empat perkara : (( Allah melaknati orang yang berkorban kepada selain
Allah, Allah melaknat siapa yang melaknati kedua orang tua-nya, Allah
melaknat siapa yang melindungi pelaku bid’ah (mubtadi’), dan Allah
melaknat siapa yang merubah tanda-tanda tanah )).
Abu Dawud pada kitab sunan-nya meriwayatkan dari Tsabit bin Dlohak r.a
ia berkata : "Ada seseorang yang bernadzar dengan menyembelih seekor
unta di Bawanah (nama sebuah tempat), maka Rasulullah  SAW bertanya :
(( Apakah dulu disana terdapat berhala dari berhala-berhala jahiliyyah
yang disembah ? )) mereka menjawab: "Tidak!, maka Rasulullah  Saw
bertanya lagi : (( apakah dulu mereka mengadakan ‘ied di tempat itu
(peringatan / acara besar mereka) )) ? mereka menjawab: "Tidak, maka
Rasulullah  SAW bersabda: (( Tunaikanlah nadzar kamu karena
sesungguhnya tidak boleh seseorang menunaikan nadzar-nya dalam
rangka bermaksiat kepada Allah  “ )) .
Nash-nash di atas menunjukkan laknat Allah kepada orang yang berkorban
kepada selain-Nya, serta haramnya menyembelih hewan  korban di tempat yang
diagungkan di sana selain Allah baik berupa berhala, kuburan, atau satu acara
bagi orang-orang musyrik, walaupun ia menyembelih dengan berniat karena
Allah .
 
(7)       Hukum menulis tulisan ALQur'an pada  (bangunan) kuburan
• Pertanyaan : 
Apakah boleh memasang sebuah papan yang terbuat dari besi atau yang
sejenisnya di atas kuburan si mayit dengan tulisan-tulisan dari Al Qur’an,
nama si mayit, tanggal wafat-nya, dsb … ?
Jawaban :
Tidak boleh menulis ayat-ayat Al Quran atau tulisan lainnya baik pada
papan kuburan si mayit atau pada tempat lainnya, hal ini sebagaimana
diriwayatkan oleh Jabir r.a dimana Rasulullah  Saw (( Melarang mengapur
kuburan (membangun), duduk-duduk di atasnya, dan dibangun di atas
bangunan )). HSR. Muslim, dan Imam Tirmidzi & Nasai dengan sanad yang
shoheh menambahkan : (( Tidak boleh ada tulisan di atasnya ))
 

(8)       Hukum membaca Al Qur’an untuk si mayit


 
• Pertanyaan :
Apakah hukum bacaan Al Qur’an untuk si mayit, seperti yang lakukan oleh
sebagian masyarakat dimana mereka menyiapkan mushaf-mushaf di
rumah-nya atau di rumah si mayit dengan tujuan agar supaya setiap
tetangga atau kenalan yang berkunjung berkenan membaca Al Qur’an satu
juz (misalkan). Setelah selesai membaca meraka berdo’a untuk si mayit
serta menghadiahkan pahala bacaan-nya untuk si mayit, kemudian mereka
pergi tanpa mengambil upah dari shahibul bait (pemilik rumah). Apakah
sampai pahala bacaan dan do’a tersebut kepada si mayit ? atas
penjelasannya kami haturkan terima kasih.
Jawaban :
Perbuatan di atas dan yang semisalnya tidak ada dasarnya baik dari Rasulullah
 Saw maupun para sahabatnya (radhiyallah ‘anhum) yang mengisyaratkan
bahwasannya mereka pernah melakukan perbuatan di atas bahkan Rasulullah
 SAW bersabda dalam salah satu hadits : (( “ Barang siapa ber’amal dengan satu
amalan yang tidak ada perintah dan contoh dari kami, maka amalan tersebut
tertolak “  )) HSR. Muslim , dan dari Aisyah (radhiyallah ‘anha) bahwasannya
Rasulullah  SAW bersabda : (( “ Barang siapa yang mengadakan satu amalan
yang tidak ada perintah dan contoh dari kami, maka amalan tersebut tertolak “ ))
HSR. Bukhori & Muslim, dan dari Jabir r.a Bahwasannya Rasulullah  Saw pernah
berkhotbah di hari jum’at seraya berkata : (( “ Dan setelah itu .. sesunguhnya
sebaik-baik perkataan adalah perkataan Allah SWT, dan sebaik-baik petunjuk
adalah petunjuk Nabi Muhammad Saw, dan sejelek-jelek perkara adalah perkara
yang diada-adakan, dan semua perkara yang diada-adakan adalah kesesatan
“ )).HSR. Muslim, Imam Nasai menambahkan dengan sanad yang shoheh : (( “dan
semua kesesatan akan masuk neraka “ )) .
 Adapun shodaqoh dan do’a yang diperuntukkan (pahalanya) untuk si mayit
maka hal ini bermanfa’at bagi si mayit dan pahalanya sampai kepada-nya dengan
kesepakatan ummat Islam .
 

(9)       Hukum menulis jimat-jimat ( mantera ), tangkal, dan yang


semisal
 
• Pertanyaan : 
Ada segolongan orang yang menulis azimat-azimat buat orang-orang yang sakit,
orang-orang gila, dan orang-orang yang terkena gangguan kejiwaan baik dengan
memakai Al Qur’an maupun hadits, padahal kami sudah menasehati mereka
akan tetapi mereka malah berkata : “ (menulis azimat dengan) Al Qur’an dan
hadits tidak di larang .. ! ”, bahkan di antara mereka ada yang menggantungkan
sendiri azimat pada orang yang sakit padahal dia tidak dalam keadaan suci
seperti : perempuan yang haidh, nifas, orang gila, orang yang kurang akalnya,
anak kecil yang belum bisa membedakan dan tidak pula dalam keadaan suci.
Apakah perbuatan di atas diperbolehkan ?
Jawaban :
Rasulullah SAW mengizinkan seseorang melakukan ruqyah (pengobatan)
baik dengan Al Qur’an, dzikir-dzikir, maupun do’a-do’a selama tidak
berbau syirik atau menggunakan perkataan yang tidak difahami
maknanya, sebagaimana diriwayatkan oleh ‘Auf bin Malik: "Dulu kami
pernah melakukan ruqyah di zaman jahiliyyah, kami-pun bertanya kepada
Rasulullah  SAW : Ya, Rasulullah bagaimana menurutmu tentang ruqyah
yang kami lakukan(*)?. Rasulullah SAW bersabda: (( “ Tunjukkan kepada-
ku bagaimana cara kalian meruqyah, karena dibolehkan ruqyah apabila
tidak mengandung kesyirikan “ ))               
Para ulama telah sepakat tentang diperbolehkan-nya ruqyah apabila memenuhi
persyaratan di atas dengan syarat dia harus berkeyakinan bahwasannya ruqyah
hanyalah sebab tidak akan memberikan pengaruh apapun KECUALI dengan
kehendak Allah.
Adapun sesuatu yang digantungkan pada leher atau anggota badan lainnya
(dengan tujuan menghilangkan penyakit, bahaya, dsb) kalau bukan dari Al
Qur’an maka hukumnya haram bahkan bisa syirik, hal ini sebagaimana
diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam musnad-nya dari ‘Imron bin Husien r.a
dimana Rasulullah  SAW melihat seseorang memakai sebuah gelang di tangan-
nya yang terbuat dari tembaga (kuningan), maka Rasulullah  SAW bertanya
kepada-nya : (( “ Kenapa kamu memakai gelang ini ? “ )) orang tadi menjawab :
"Untuk menolak Wahinah (penyakit yang menyerang lengan), Rasulullah  Saw
menjawab : (( “Lepaskanlah gelang itu dari tangamumu karena dia tidak akan
memberikan manfa’at kecuali akan menambah penyakit dan kelemahan padamu,
dan andaikan kamu meninggal sedangkan gelang itu masih ada pada-mu niscaya
kamu tidak akan bahagia selamanya “ )) . Hadits dho’if  (lemah)
Dalam riwayat lainnya dari Imam Ahmad dimana Rasulullah  SAW
bersabda : ((“Barang siapa menggunakan tamimah (Sesuatu (tangkal) yang
dikalungkan pada leher anak-anak diyakini untuk melindungi mereka dari
penyakit 'Ain atau bahaya lainnya)  berarti telah berbuat syirik “)) .
sedangkan riwayat yang terdapat pada Imam Ahmad serta Abu Dawud dari
Ibnu Mas’ud berkata: saya mendengar Rasulullah  SAW bersabda: ((“
Sesungguhnya Ruqyah (yang tidak syar'i), tamimah, dan tiwalah (pelet,
jimat yang dianggap bisa membikin suami istri, atau laki-laki dan
perempuan saling menyintai) adalah perbuatan syirik “))
Adapun jika yang dikalungkan ayat-ayat al-Quran, maka pendapat yang
benar adalah hal itu dilarang juga, karena tiga alasan:
1)   Keumuman hadits-hadits yang ada, yang melarang seseorang
menggantungkan azimat maupun tolak bala', dan tidak ada satu riwayat-pun
(yang shoheh) yang mengkhususkan keumuman hadits-hadits tersebut.
2)   Menutup jalan yang bisa mengantarkan kepada perbuatan yang lebih
buruk, yaitu menggantungkan sesuatu yang bukan dari ayat-ayat al-Qur'an.
3)   Sesuatu yang dikalungkan (yang berupa ayat-ayat al-Quran) terancam akan
mengalami penghinaan, misalnya ia akan membawanya masuk ke WC, atau
memakainya waktu bersenggama dengan istri, dll.
Adapun menuliskan surat atau ayat-ayat dari Al Qur’an pada papan,
tembok, dan kertas lalu dicuci dengan air atau minyak za’faron atau yang
lainnya, kemudian diminum airnya dengan tujuan mendapatkan barokah,
ilmu, harta, serta kesehatan, dan lain sebagainya maka kami belum pernah
mengetahui bahwasannya Nabi Saw dan para sahabat-nya pernah
melakukan hal ini, tidak pula beliau pernah mengizinkan kepada seorang-
pun dari sahabat-nya serta ummat-nya meskipun ada faktor-faktor yang
bisa mendorong mereka untuk melakukan hal tersebut. Karena itu yang
utama adalah meninggalkannya dan tidak menggunakannya, dan
hendaknya mencukupkan diri dengan apa yang telah dituntun oleh
syari’at, yaitu dengan ruqyah baik dengan ayat-ayat Al Qur’an, nama-nama
Allah yang indah, atau dzikir-dzikir dan do’a-do’a dari Nabi Saw atau yang
selainnya yang difahami akan maknanya dan tidak ada kerancuan padanya
(perbuatan syirik).
Serta hendaklah seseorang bertaqorrub kepada Allah dengan apa yang
disyari’atkan, dengan harapan agar supaya Allah SWT memberinya pahala,
menghilangkan kesusahan dan kesedihan-nya, serta memberi-nya ilmu
yang bermanfa’at, karena barang siapa yang mencukupkan diri dengan apa
yang disyariatkan Allah, niscaya Allah akan mencukupinya sehingga ia
tidak memerlukan yang lain.

Anda mungkin juga menyukai