Anda di halaman 1dari 15

MA’RIFATULLAH DAN MA’RIFATURRASUL ( MENGENAL

ALLAH DAN RASUL-NYA)

Ajaran pokok dari aqidah Islam adalah Ma’rifatullah dan


Ma’rifaturrasul.Oleh karenanya kedua perkara ini wajib diketahui
pertama kali.Sebab seseorang belum dikatakan beriman kalau belum
mengimani Allah dan Rasul-Nya dengan benar dan semua amal
ibadahnya tidak sah. Al Imam al Ghazali mengatakan :
“‫”ال تصح العبادة إال بعد معرفة المعبود‬.
“Tidak sah ibadah seseorang kecuali setelah mengenal Allah dengan
benar”.

A. Ma’rifatullah
Ma’rifatullah artinya mengetahui bahwasanya Allah ada. Jadi wajib
diyakini bahwa Allah ada pada Azal artinya tiada permulaan bagi
adanya Allah.
Allah berfirman:
 ‫ أفي هللا شك‬ (10 : ‫)سورة إبراهيم‬
Maknanya: “Tidak ada keraguan bagi adanya Allah” (Q.S. Ibrahim: 10)
Allah juga berfirman :
 ‫ هو األول‬ (3 : ‫)سورة الحديد‬
Makananya : “Dialah yang Awwal (tidak ada permulaan bagi adanya
Allah)” (Q.S. al Hadid: 3)
Al Bukhari dalam shahihnya, al Baihaqi dan Abu Bakr ibn al Jarud
meriwayatkan dari ‘Imran bin al Hushain bahwasanya Rasulullah
kedatangan rombongan dari yaman, Mereka mengatakan kepada Nabi:
Wahai Rasulallah kami datang kepadamu untuk memperdalam tentang
agama dan hendak bertanya tentang permulaan makhluk ini, lalu Nabi
menjawab:
” ‫“ كان هللا ولم يكن شيء غيره وكان عرشه على الماء وكتب في الذكر كل شيء‬.
Maknanya: “ Allah ada sebelum segala sesuatu selain-Nya ada, dan arsy-
Nya berada di atas air dan telah ditulis setiap sesuatu di al Lauh al
Mahfuzh”.
Mereka pada awalnya hanya menanyakan tentang permulaan alam
(makhluk), tetapi Nabi menjawabnya dengan jawaban yang lebih
penting dari hal itu, yaitu dengan sabdanya: ‫ كان هللا ولم يكن شيء غيره‬yakni
bahwa hanya Allah yang ada pada azal, tidak ada permulaaan bagi ada-
Nya, pada azal tidak ada sesuatupun selain Allah artinya pada azal
belum ada zaman (waktu), tempat dan benda.
Kemudian Nabi menambahkan jawaban bagi mereka bahwa air dan
‘arsy diciptakan sebelum makluk yang lain, Nabi memberi tahu kepada
mereka bahwa air diciptakan sebelum ‘arsy. Karena nabi ketika berkata
kepada mereka : ‫ وكان عرشه على الماء‬memberikan pemahaman kepada kita
bahwa air diciptakan sebelum ‘arsy.

B. Ma’rifaturrasul
Sedangkan Ma’rifaturrasul yaitu mengetahui bahwasanya Muhammad
adalah rasul Allah; penyampai ajaran dari Allah, beliau jujur (benar) di
dalam menyampaikan ajarannya baik dalam masalah Iijab (mewajibkan
suatu perkara), Tahrim (mengharamkan suatu perkara) dan dalam
mengabarkan tentang peristiwa yang terjadi pada masa lampau dan yang
akan terjadi di masa mendatang di dunia, di alam barzakh dan alam
akherat.

C. Hukum Mengetahui Dalil Akal


Barangsiapa yang meyakini kedua perkara tersebut (Ma’rifatullah dan
Ma’rifaturrasul ) tanpa ragu sedikitpun maka orang tersebut dikatakan
orang yang ‘arif billah dan rasul-Nya, Orang mukmin kepada Allah dan
rasulnya baik dia tahu dalilnya secara akal (dalil akli) atau tidak.
Dalam masalah ini Mu’tazilah menyimpang dari jalur kebenaran, karena
mereka mensyaratkan untuk sahnya iman keharusan mengetahui dalil
akli.
Sedangkan Ahlussunnah tidak mensyaratkan hal itu, akan tetapi mereka
memandang mengetahui dan menggunakan dalil atas wujudnya Allah
dengan dalil akal walaupun secara global (ijmal) hukumnya wajib. Dalil
akal yang global ini bisa dicerna oleh setiap mukmin walaupun dia tidak
tahu urutan dalil ini, seperti dikatakan alam ini berubah, dan setiap yang
berubah baharu, berarti alam ini baharu, dan itu berarti harus ada yang
menjadikannya baharu yaitu Allah ta’ala. Jadi barangsiapa yang bisa
menggunakan akalnya secara benar, akalnya akan menunjukkannya
kepada hal itu .
Penggunaan dalil secara ijmal ini pasti dimliki oleh setiap muslim baik
yang alim maupun yang awam yang disebut dengan Istidlal Thabi’i.
Ketidakmampuan menggunakan dalil secara ijmal ini dimungkinkan
hanya bagi seorang muslim yang tinggal di puncak pegunungan
(masyarakat primitif) yang mendengar beberapa orang mengatakan
bahwa makhluk ini diciptakan oleh Tuhan yang berhak disembah
kemudian ia membenarkan apa yang dikatakannya itu tanpa terfikir
sama sekali dalam benaknya akan dalil dari hal itu. Keimanan yang
seperti ini dapat diterima artinya keimanannya juga sah, orang itu
dihukumi mukmin. Namun wajib baginya menggunakan dalil akal akan
kebenaran keyakinannya.
Seorang mukmin yang tidak dapat mengetengahkan dalil menurut Ahlul
Haq dia berdosa (‘ashi) . Karena Allah memerintahkan kepada kita
untuk memikirkan makhluk ciptaan-Nya agar kita dapat mengambil dalil
dari keadaan alam ini terhadap adanya Allah

D. Kewajiban Setelah Ma’rifatullah dan Ma’rifaturrasul


Kemudian setelah mengetahui adanya Allah dan keesaan-Nya (meyakini
bahwa hanya Dialah yang berhak disembah dan tidak menyekutukan-
Nya dengan sesuatu-pun), wajib bagi kita mengetahui sifat-sifat yang
wajib bagi Allah yang lain yang berjumlah tiga belas sifat yaitu: Al
Qidam, al Baqa’, al Mukhalafatu lil hawadits, Qiyamuhu binafsihi, al
Wahdaniyyah, al Hayah, al Qudrah, al Iradah, al Ilmu, as-Sam’u, al
Bashar, dan al Kalam.
Dalil ijmali (global) untuk sifat-sifat wajib ini adalah seperti dikatakan:
Andaikata Allah tidak bersifat dengan sifat-sifat ini maka alam ini tidak
akan ada. Istidlal ( menggunakan dalil ) dengan dalil ijmali ini cukup
sebagai istidlal yang wajib.
Sedangkan mengetahui dalil-dalil secara terperinci (tafshili) hukumnya
tidak wajib ‘ain, melainkan fardlu kifayah. Jadi apabila di antara kaum
muslimin telah ada yang mengetahui sifat-sifat yang lain yang berjumlah
tiga belas itu dan pokok-pokok keyakinan yang lain dengan dalil akal
maka gugurlah dosa dari kaum muslimin yang lain.
Hal ini dikarenakan dalil-dalil yang terperinci itu dibutuhkan untuk
membantah syubhah-syubhah kaum atheis (yang tidak percaya akan
adanya Allah) dan para ahli bid’ah dalam I’tiqad.
Jadi kalau ada seorang mulhid bertanya kepada orang-orang Islam:
“Berikan padaku dalil akal sebagai bukti akan adanya Allah?. Maka
dalam hal ini harus ada yang membantah pertanyaan ini yang jelas-jelas
bisa mengacau aqidah kita yaitu dengan menggunakan dalil rasio yang
terperinci (tafshili), karena atheis ini jelas apabila diketengahkan
kepadanya ayat-ayat al Qur’an semisal:
‫) إن هللا لغني‬,(‫ )هو األول‬,(‫) وهو بكل شيء عليم‬,(‫ )وهو على كل شيء قدير‬،(‫)أفي هللا شك‬
‫)عن العالمين‬
dan lain sebagainya, si atheis tersebut akan mengatakan :” Saya tidak
percaya dengan kitab suci kalian, saya tidak mau kalian menyebutkan
satu ayatpun dari kitab suci kalian”.
Kalau demikian bagaimana kita bisa menolak dan membantah syubhah-
syubhah mereka ini?
Contoh lain dari syubhah mereka, kalau andaikata seorang penyembah
matahari berkata: Sesungguhnya sesembahanku ini bisa dicerna oleh
panca indera, nampak jelas dan memberikan manfaat pada manusia,
hawan, tumbuh-tumbuhan, air dan udara,.Bagaimana dikatakan agamaku
ini tidak benar sedangkan kami dan kalian tahu bahwa sesembahan kami
ada dan juga dapat dicerna dengan pandangan mata. Bagaimana kalian
katakan agamaku ini tidak benar ?.
Penyembah matahari ini apabila disebutkan ayat al Qur’an akan sama-
sama juga mengatakan saya tidak percaya dengan kitab suci kalian, saya
ingin dalil dengan rasio, kalau kalian dapat menemukan dalilnya dengan
akal dan bisa membantahku maka saya menyerah kepada kalian, kalau
tidak bagaimana kalian memintaku untuk beriman dengan agama kalian?
Maka bagaimana kita memberikan bantahan kepada mereka???
Mereka yang menyangkal bahwa ilmu tauhid tidak mencakup penjelasan
dalil-dalil akal dan nakli dan bahwa ilmu ini sangat dibutuhkan sekali,
tidak akan dapat membungkam si kafir tadi. Yang dapat membungkam
pernyataan-pernyataan orang kafir semacam itu hanyalah seorang sunni
yang mensucikan Allah dari sifat-sifat makhluk, dari batas, bentuk dan
ukuran, dan dari berada di suatu tempat dan arah. Maka seorang sunni
ini akan menjawabnya: Apa yang kamu sembah ini mempunyai ukuran
dan bentuk maka ia membutuhkan kepada yang menjadikannya dengan
ukuran dan bentuk tersebut. Sedangkan sesembahan yang haq (benar)
adalah dzat yang maujud (ada) yang tidak mempunyai ukuran dan
bentuk, Ia tidak membutuhklan kepada yang lainnya. Sedangkan
matahari yang kamu sembah tidak sah secara akal bahwa dia menjadikan
dirinya sendiri dengan ukuran dan bentuk seperti itu.Adapun Yang
berhak disembah adalah sesembahan kita yang ada (maujud) tapi tidak
menyerupai seluruh yang ada.Dengan demikian terbungkamlah si
penyembah matahari tadi.

E. Dalil tentang Perintah untuk Menggunakan Dalil Akal


Banyak ayat yang mengisyaratkan adanya perintah untuk menggunakan
dalil akli diantaranya firman Allah:
 ‫ وفي أنفسكم أفال تبصرون‬
Maksudnya bahwasanya pada diri kalian ada dalil akan adanya Allah.
Berdasarkan ayat tersebut sebagian ulama’ tauhid membuat sebuah
contoh dalil akli yaitu: Sebelum saya ada, saya tidak ada. Dan setiap
yang ada setelah sebelumnya tidak ada pasti ada yang membuatnya ada
(menciptakannya). Berarti saya pasti ada yang menjadikan ada (
menciptakan).
Dari perkataan ini dapat disimpulkan bahwa yang menciptakan saya
tidak mungkin menyerupai saya dan yang lainnya yang sama-sama
baharu seperti saya. Yang menciptakan saya tiada lain adalah Allah
ta’ala.
Arti Penting Syahadatain (2 kalimat Syahadat)

Setiap orang Islam pasti bersyahadat, karena syahadat adalah syarat


Islam-nya seseorang.Tapi sudahkah kita umat Islam mengerti makna dua
kalimat syahadat yang sering kita ucapkan di setiap sholat kita?

Syahadatain atau dua kalimat syahadat sangat penting bagi umat Islam,
di antaranya adalah pintu masuknya seseorang ke dalam Islam.Selain itu
syahadat juga menjadi pembeda antara seorang Muslim dengan
kafir.Syahadat merupakan inti atau pondasi dari ajaran Islam.Dua
kalimat ini juga merupakan prinsip perubahan bagi seseorang atau
masyarakat Islam.Di samping itu syahadat juga memiliki keutamaan
yang sangat besar, yaitu kunci masuk surga bagi seorang
Muslim.Kalimat Laa Ilaaha Illallah juga merupakan afdholu dzikr atau
dzikir yang paling utama.Dua kalimat syahadat juga dapat memberatkan
timbangan seorang hamba di yaumil hisab kelak. Bukan hanya itu,
dengan syahadat seseorang tidak akan kekal di neraka.
ُ ‫ الَإِلَهَ إِالَّ هللا َو أ َ َّن ُم َح َّمد ٌَر‬memiliki makna masing-masing.
Dua kalimat,‫س ْو ُل هللا‬
Pada kesempatan kali ini yang akan dibahas adalah makna Laa ilaaha
illallah. Biasanya kebanyakan orang Indonesia mengartikan Laa ilaaha
illallah dengan “Tidak ada Tuhan selain Allah“. Atau ada juga yang
menafsirkan dengan “Tidak ada sesembahan kecuali Allah.“Pengertian
seperti ini tidak tepat, karena sesungguhnya setiap yang disembah baik
yang hak atau yang batil adalah Allah. Ada juga yang mengartikan
dengan “Tidak ada pencipta selain Allah.“Pengertian ini hanya
mencakup sebagian saja dari arti Laa ilaaha illallah itu sendiri.Arti ini
hanya mengakui tauhid rububiyah saja.Ada lagi yang menafsirkan
dengan “Tidak ada hakim selain Allah.”Ini juga hanya mencakup
sebagian dari makna Laa ilaaha illallah.
Sebenarnya makna yang terkandung dalam kalimat tahlil di atas lebih
dalam lagi, yaitu tidak ada rabb yang berhak disembah dan diibadahi
kecuali Allah.Inilah tafsir yang benar menurut para salaful ummah.Laa
ilaaha menafikkan hak penyembahan dari selain Allah, siapa pun
orangnya.Sedangkan illallah adalah penetapan hak Allah semata untuk
disembah.Atau bisa juga diartikan dengan ‫ق ِإالَّ هللا‬
ِ ‫ الَ َم ْعبُ ْو َد ِب َح‬atau tidak ada
sesembahan yang hak disembah selain Allah.
Adapun rukun dari syahadat Laa ilaaha illallah terbagi menjadi dua,
yaitu An-Nafyu (peniadaan)danAl-Itsbat (penetapan). Yang termasuk
dalam An-Nafyu atau peniadaan adalah kalimat Laa ilaaha illallah.
Yaitu tidak ada Illah yang lebih berhak disembah dan menghilangkan
sesembahan lain selain Allah. Membatalkan syirik dengan segala
bentuknya dan mewajibkan kekafiran terhadap segala apa yang
disembah selain Allah. Dan Al-Itsbat atau penetapan adalah illallah,
yaitu menetapkan bahwa tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah
dan mewajibkan pengamalan sesuai dengan konsekuensinya.
Makna kedua rukun syahadat ini terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat
256 :
َ‫صا َم لَها‬ َ ْ‫سكَ ِبا ْلعُ ْر َو ِةا ْل ُوث‬
َ ‫قى الَ ا ْن ِف‬ ْ ‫اَّللِ فَقَدِا‬
َ ‫ستَ ْم‬ َّ ‫ت َويُ ْؤ ِم ْن ِب‬ َّ ‫فَ َم ْن يَ ْكفُ ْر ِبال‬
ُ ‫طا‬
ِ ‫غ ْو‬
Yang artinya : ”Barangsiapa yang ingkar kepada thagut dan beriman
kepada Allah, maka sungguh dia telah berpegang teguh pada tali yang
sangat kuat dan tidak akan putus.”
Ayat ‫ت‬
ِ ‫غ ْو‬ َّ ‫ فَ َم ْن يَ ْكفُ ْر ِبال‬atau siapa yang ingkar kepada thagut adalah
ُ ‫طا‬
makna dari Laa ilaaha atau An-Nafyu (peniadaan). Sedangkan ‫َويُ ْؤ ِم ْن‬
ِ‫اَّلل‬
َّ ‫ ِب‬dan beriman kepada Allah adalah makna dari illallah atau Al-Itsbat
(penetapan).
Bersaksi dengan kalimat Laa ilaaha illallah juga ada syaratnya. Tanpa
syarat-syarat itu syahadat tidak akan bermanfaat bagi yang
mengucapkannya. Syarat syahadat Laa ilaaha illallah ada tujuh, yaitu :
1. Ilmu yang menafikkan jahl (kebodohan) atau memahami makna
dan maksud dari kalimat Laa ilaaha illallah. Mengetahui apa yang
ditiadakan dan ditetapkan. Bukan hanya sekedar mengucapkannya tapi
juga memahami makna kalimat syahadat yang diucapkan.
2. Yakin menafikkan keraguan atau syak. Maksudnya bukan hanya
sekedar mengikrarkannya, tapi juga harus meyakini kandungan dari
syahadat Laa ilaaha illallah.Karena mengikrarkan tanpa meyakininya
maka akan sia-sia.
3. Al-Qobul atau menerima kandungan dan konsekuensi dari
syahadat, yaitu menyembah Allah semata dan meninggalkan ibadah
kepada selain Allah. Maksud dari qobul ini juga tidak berdo’a kepada
selain Allah, apalagi berdo’a kepada kuburan-kuburan para wali. Banyak
kita temukan orang Islam yang melakukan ziarah kubur ke kuburan para
wali atau tokoh-tokoh Islam dan berdo’a di sana meminta dimudahkan
urusannya. Karena ini sama saja syirik berdo’a kepada selain Allah. Tapi
kalau maksud ziarah kuburnya adalah untuk mendo’akan orang yang ada
di dalam kubur agar dimudahkan oleh Allah di dalam kubur, maka tidak
masalah.
4. Al-Inqiyad atau tunduk dan patuh dengan kandungan makna
syahadat. Allah berfirman dalam surat Luqman ayat 22 :
‫سكَ ِبا ْلعُ ْر َو ِة ا ْل ُوثْقَى‬ ْ ‫ِن فَقَ ِد ا‬
َ ‫ستَ ْم‬ ‫س ِل ْم َوجْ َههُ آ ِإلَى ه‬
ٌ ‫َّللاِ َو ُه َو ُمحْ س‬ ْ ُ‫َو َم ْن ي‬
Yang artinya :“Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada
Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, Maka Sesungguhnya ia
telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh.”
Ayat Al-‘Urwatul wutsqa atau berpegang teguh kepada tali yang kokoh
adalah bagian dari Laa ilaaha illallah. Sedangkan yuslim wajhahu atau
menyerahkan diri kepada Allah adalah bentuk inqiyad atau patuh.
5. Ash-Shidqu atau membenarkan, yaitu membenarkan dalam hati
apa yang diucapkan lisannya.
6. Ikhlas, yaitu membersihkan amal dari segala debu-debu syirik dan
berikrar hanya untuk mendapatkan ridho Allah semata, bukan untuk
dilihat atau dipuji orang lain. Bahkan saat ini banyak orang yang
menyalahgunakan kalimat syahadat.Khususnya para misionaris yang
ingin memurtadkan umat Islam.Mereka berpura-pura mengucapkan
kalimat syahadat untuk menarik perhatian orang Islam dan selanjutnya
melancarkan misinya memurtadkan umat Islam.Hal ini seperti yang
dilakukan Snouck Hurgronje, seorang spionase Belanda yang
mempelajari Islam dan menyebarkan fitnah di tengah masyarakat
Muslim Indonesia. Dia pura-pura masuk Islam memperdalam Islam dan
berganti nama menjadi Abdul Ghaffar untuk menghancurkan kekuatan
umat Islam di Indonesia yang ingin mengobarkan jihad untuk
kemerdekaan Indonesia.
7. Al-Mahabbah atau kecintaan. Maksudnya adalah mencintai
kalimat Laa ilaahaa illallah beserta konsekuensinya dan mencintai
orang-orang yang mengamalkan konsekuensinya.
Berikrar dengan kalimat Laa ilaaha illallah juga ada konsekuensinya.
Adapun konsekuensi dari kalimat itu adalah membenarkan, mentaati
apa yang diwajibkan Allah, meninggalkan apa yang dilarang Allah,
mencukupkan diri dengan mengamalkan sunnah Rasulullah, dan
meninggalkan hal-hal lain yang merupakan bid’ah. Berharap,
bertawakal, memohon perlindungan, dan berdo‘a hanya kepada Allah
semata, tidak kepada selain Allah.Mencintai Allah dan menjadikan rasa
takut hanya kepada Allah. Dan berhukum dengan hukum Allah, atau
menetapkan segala sesuatu berdasarkan apa yang ditetapkan oleh Allah
dalam Al-Qur’an atau Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam
sunnah.
Dua kalimat syahadat merupakan syarat utama seseorang ber-Islam.Hal
itu berarti ke-Islam-an seseorang bisa batal apabila syahadatnya juga
batal.Mengucapkan kedua kalimat syahadat adalah pengakuan terhadap
kandungannya dan konsisten mengamalkan konsekuensinya. Jika
seorang Muslim menyalahi ketentuan ini, berarti ia telah membatalkan
perjanjian yang telah diikrarkan ketika mengucapkannya. Adapun hal-
hal yang dapat membatalkan syahadat adalah :
1. Syirik dalam beribadah kepada Allah, menyekutukan Allah
dengan sesuatu. Allah berfirman dalam surat An-Nisaa‘ ayat 48 :
‫َّللاَ الَ يَ ْغ ِف ُر أ َ ْن يُش َْركَ ِب ِه َويَ ْغ ِف ُر َماد ُْو َن ذَا ِلكَ ِل َم ْن يَشَآ ُء‬
َّ ‫إ َ َّن‬
Yang artinya : “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa
syirik, dan mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi
siapa yang dikehendaki-Nya.”
Termasuk juga di dalamnya menyembelih hewan karena selain Allah,
misalnya untuk kuburan atau sajen.
2. Menjadikan orang lain atau hal lain sebagai perantara antara
dirinya dan Allah. Misalkan orang yang berdo’a dan meminta syafaat
kepada orang-orang yang sudah meninggal, baik itu para wali, tokoh
Islam, atau pun orang biasa.
3. Orang yang tidak mau mengkafirkan orang yang sudah jelas
melakukan hal-hal kufur. Misalkan adalah orang yang menganggap
Ahmadiyah sebagai bagian dari Islam, padahal Ahmadiyah bukanlah
Islam.Buktinya adalah Ahmadiyah menganggap bahwa Nabi terakhir
adalah Mirza Ghulam Ahmad. Padahal dalam Islam Nabi terakhir adalah
Rasulullah shalallahu ‘alahi wa sallam, sebagaimana firman Allah
dalam surat Al-Ahzab ayat 40 :
‫َّللا َو َخات َ َم النَّبِيَّ ْي َن‬ ُ ‫َان ُم َح َّم ٌد أَبَآ أ َ َح ٍد ِم ْن ِر َجا ِل ُك ْم َولَ ِك ْن َر‬
ِ َّ ‫س ْو َل‬ َ ‫َماك‬
Yang artinya :“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang
laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-
nabi.”
4. Orang yang berhukum selain dengan hukum Allah. Di atas
disebutkan bahwa salah satu konsekuensi dari syahadat adalah
berhukum dengan hukum yang telah ditetapkan Allah dalam Al-Qur’an
dan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam sunnah. Hendaknya
setiap orang Muslim menjadikan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai
pedoman hidupnya dalam berbagai masalah dan keputusan.Dan barang
siapa mengingkarinya, maka syahadatnya pun batal dan ke-Islam-annya
gugur.
Inilah makna, rukun, syarat, serta konsekuensi dari kalimat syahadat Laa
ilaaha illallah yang setiap hari kita ucapkan dalam sholat kita.Terkadang
kita hanya mengucapkannya tanpa mengetahui makna yang terkandung
di dalamnya.Kita sebagai umat Islam sudah seharusnya mengerti makna
dan apa-apa yang terkandung dalam kalimat syahadat ini.
Wallahu a’lam bishowab
Sumber : Kitab At-Tauhid Lish Shaffil Awwal Al-‘Ali karya Dr. Shalih
bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan (isykarima.com)

Anda mungkin juga menyukai