Anda di halaman 1dari 10

Hotdeal itu yang bagaimana ?

"Ada beberapa kriteria hotdeal ....."


1. Uang Tanda Jadi kecil, max Rp 10 jt.
2. Setelah dibayar uang tanda jadi, boleh dilakukan aktivitas penataan
lahan di lapangan.
3. UM 1 sebesar Rp 50 jt dibayar 1 bln sejak UTJ.
4. Ada grace period untuk pengurusan ijin (max 3 bln).
5. UM 2 sebesar 15% x harga dibayar H+7 sejak Ijin Lokasi terbit.
6. UM 3 sebesar 10% x harga dibayar 6 bln sejak Ijin Lokasi terbit.
7. Pelunasan paling cepat 18 bln sejak Ijin Lokasi terbit. (Bisa juga lebih
panjang tergantung luasan lahannya)
"Nah, itulah kriteria hotdeal yang harus dipahami oleh CALO TANAH. Jadi
mereka harus memfilter penawaran yang masuk. Yang minta dibayar tunai
abaikan saja. Yang ada peluang hotdeal difollow up."
Apa gak ribet tuh? Apa untungnya harus repot repot memfilter penawaran
seperti itu?
"Ada fee 2% buat RCTI dariku sebagai pembeli. Padahal CALO TANAH
tersebut juga dapat fee dari penjual. Jadi fee nya dobel kanan kiri."
OPPORTUNITY USAHA KADAL BUNTUNG

KadalBuntung yaitu mengorbankan sebagian unit untuk


menyelamatkan cashflow proyek secara keseluruhan. Itu dijual
dibawah harga HPP, yang penting ada uang tunai masuk untuk bayar
DP tanah yang segera jatuh tempo. Sengaja jadwal serah terima
bangunan disetel panjang dengan pertimbangan di bln ke 15 sudah
sehat cashflownya.

CONTOH

Lahan seluas 5500 m2 harga Rp 500rb/m2 yang deal dengan skim bayar


DP Rp 400 jt dan pelunasan 18 bln.

Sudah bayar tanda jadi Rp 3 jt seminggu yang lalu, juga sudah dibuat
surat kesepakatannya. Wow, sudah seminggu yang lalu jadi waktunya
tinggal 3 minggu lalu.
LANGKAH JITU
Plan A nya dengan memakai uang konsumen
1. SELIPKAN klausul karet bahwa jika terlambat bayar akan dikenakan
denda 0,1%/hari dengan toleransi keterlambatan max 60 hari.
Jadi sebenarnya waktu saya masih tersisa 2 bln 3 minggu."
2. Sudah dibuat siteplannya (jadi 28 kavling),
3. Sudah dibuat pricelistnya type 60/105 harga normal Rp 599 jt.
Tapi yang beli tunai keras dapat harga khusus Rp 399 jt, dengan
jadwal STB 15 bln.
Kalau dalam waktu tersisa 2 bln 3 minggu tidak ada pembelian secara
tunai bagaimana?
Plan B yaitu berbagi laba kepada MPM
misal dalam 2 bln tak ada transaksi, cari MPM (Mitra Pemilik Modal) di 3
minggu terakhir. Terpaksa harus jalankan,
Jika tak ada transaksi tunai dan juga tak dapat investor bagaimana?
Apes kuadrat
Ya paling cuma hangus tanda jadi Rp 3 jt dan beberapa pengeluaran kecil
lainnya (perencanaan, brosur, promosi, operasional dll) yang lebih kurang
Rp 10 jt. Itulah resiko yang harus DI hadapi. MESKI NEKAD, RESIKONYA
TERUKUR."
HAL LAIN YANG WAJIB DILAKUKAN
A. harus ada klausul kita boleh melakukan aktivitas fisik penataan
lahan di lapangan. Tanpa klausul itu peluang kita memasarkan agak
sulit.
Aktivitas di lapangan,Tanpa aktivitas fisik apa ada konsumen mau beli?
"manfaatkan puing puing bekas dari proyek lain yang diurugkan ke lahan
tersebut yang memang agak rendah 50 cm dari jalan.
B. Pasang baliho besar disana."
ANALISA KELAYAKAN JUAL LAHAN
Ada lahan ditawarkan seharga Rp 500rb/m2, dan didekat situ ada
perumahan yang menjual produk type 25/60 seharga Rp 325 jt."

analisa secara quick count.


Tentu saja dengan seolah olah kita memasarkan produk yang sama, type
25/60 dan harga borongannya juga Rp 2,8 jt/m2. Dari situ akan ketahuan
apakah dengan perolehan lahan harga Rp 500rb/m2 harga jual kita masih
kompetitif.
Begini cara analisanya ....
Harga (brutto) = Rp 500 rb/m2
Legal, pajak, fee = Rp 50 rb/m2
Harga (netto) = (500rb + 50rb) / 60%
= Rp 917 rb/m2
Desain Perijinan, Pematangan Lahan, Overhead Cost, Bunga = Rp 600
rb/m2
HPT (Harga Pokok Tanah) = Rp 1,517 jt/m2
"Maaf, itu Rp 600 rb/m2 angka darimana?"
Itu angka rujukan versi hitung cepat untuk 4 variabel biaya di rumah
komersil. Jika untuk rumah subsidi (FLPP) angkanya Rp 350 rb/m2.
Kenapa pakai angka rujukan? Lha belum ada site plannya, belum ada
volume jalan, saluran, pagar dll. Jadi sementara pakai versi angka rujukan
saja dulu ...
HPT = Rp. 1.517.000
Laba = Rp 917.000 (1x harga tanah)
HARGA JUAL TANAH = Rp 2.434.000/m2
Dibulatkan = Rp 2.450.000
HITUNG HARGA T 25/60
Bangunan
= 25 m2 x Rp 2,8 jt/m2 = Rp 70 jt
Tanah
= 60 m2 x Rp 2,45 jt/m2 = Rp 147 jt
Listrik Air IMB SHGB Fee Sales = Rp 25 jt
Gimmick = Rp 10 jt
HARGA DASAR = Rp 252 jt
HARGA + PPH = Rp 258,5 jt
HARGA + PPN = Rp 284,35 jt
PEMBULATAN = Rp 285 jt
Kesimpulan, harga tanah Rp 500 rb/m2 masih layak dieksekusi.
Pelajaran ;
Biasanya harga jual adalah 5x harga perolehan. Contoh di kasus ini,
perolehan Rp 500rb/m2, harga jualnya Rp 2,45 jt/m2.
KRITERIA TANAH YANG DICARI 
UNTUK MEMULAI BISNIS PROPERTI SKALA PEMULA

Begini kriterianya ...


1. Cari yang sudah bersertifikat.
2. SHM tak sedang diagunkan.
3. Status tanah pekarangan.
4. Cari luasan kecil, yang jumlah kavlingnya maksimal 5 kavling, guna
menghindari resiko sulitnya proses splitsing SHM. Juga supaya bisa
tetap memakai nama perorangan, bukan PT. Perijinannya lebih
simpel, cuma splitsing dan urus IMB saja.
5. Luasan max 500 m2, jangan terlalu besar nanti sulit jualnya.
6. Harga max Rp 500 rb/m2, jangan terlalu mahal sebab dalam 1 bln
kita harus bayar DP I kisaran 20%.
Nominal 20% x 500 m2 x Rp 500 rb/m2 = Rp 50 jt masih terjangkau
untuk diupayakan masuk dari konsumen dalam waktu 1 bln.
7. Cari yang sisi berhimpit jalan lebih besar dibanding sisi yang tidak
berhimpit jalan (seperti contoh di gambar, guna menghindari ada
yang harus dibuang untuk jalan).
8. Lahan harus bisa efektif 100%, tak boleh ada yang harus dibuang
untuk jalan, guna menghindari biaya infrastruktur (jalan dan saluran).

Begini skema penawarannya ...


 Uang tanda jadi Rp 2 jt atau Rp 5 jt, dibayar bersamaan dengan
tanda tangan PPJB yang dilegalisasi atau waarmerking. Jangan
sekedar buka kuitansi, harus ada perikatan yang draft nya kita
siapkan sendiri.
 Setelah melakukan pembayaran uang tanda jadi boleh melakukan
aktivitas penataan lahan (land clearing). Manual saja, pakai tenaga
harian.
 Tempo 1 bln sejak uang tanda jadi, bayar DP I. Usahakan 10%,
maksimal 20%.
 Setelah bayar DP I, pemilik harus mengijinkan dilakukan proses
splitsing (pemecahan), dimana bea split menjadi beban kita. Dipecah
masih keatas nama pemilik tanah.
 Pelunasan 6 bln sejak uang tanda jadi.
 Selipkan pasal emergency exit bahwa jika saat jatuh tempo 6 bln
ternyata belum mampu melunasi, akan diberikan toleransi
keterlambatan selama 3 bln dengan denda 2% atau max 3%
perbulan.
JIKA UANG MUKA KONSUMEN LEBIH KECIL DARI
BIAYA MEMBANGUN 1 UNIT RUMAH
Jual rumah T 45/90 seharga Rp 300 jt dimana konsumen cuma bayar DP
Rp 45 jt saja. Padahal bea produksinya per unit Rp 90 jt. Bagaimana cara
mensiasatinya? Oh ya, total cuma 12 kavling saja
Ada 4 OPSI ...
OPSI #1
Cari kontraktor yang modalnya kuat, minta dia kerja secara turnkey project
alias full financiring, baru dibayar setelah unit terjual dan AJB PPAT (baca;
lunas). Tapi harga borongannya harus dinaikkan minimal 10%, idealnya
naik 15% supaya ada yang berani mengambil peran ini. Selisih itu
dibebankan ke biaya bunga, atau mengurangi laba karena dianggap
sebagai pemodal yang berbaju kontraktor.
OPSI #2
Jika legalitas sudah beres, setifikat sudah ada, sudah pecah per kavling,
IMB juga sudah terbit, maka bisa dengan mengajukan KPR Indent. Akan
tetapi jika proses sertifikasi belum selesai, sudah pasti tak bisa
memanfaatkan fasilitas KPR Indent.
OPSI #3
Buka saja SPK ke kontraktor dengan skema pembayaran sbb;
Termin I (45%) bisa ditagih saat progres mencapai minimal 50%.
Termin II (50%) bisa ditagih saat progres mencapai 100%.
Termin III (5%) saat masa pemeliharaan selama 90 hari telah dijalankan.
Dengan skema seperti itu, uang muka konsumen cuma cukup untuk
membayar Termin I saja. Untuk Termin II kita belum tersedia anggarannya.
Tapi setidaknya bangunan sudah siap 100% dan bisa akad kredit, jadi kita
bisa mengandalkan hasil pencairan KPR untuk membayar hutang
kontraktor (Termin II dan III).
Ingat ya, kuatkan mental. Nanti saat kontraktor menagih Termin II ada
kemungkinan uangnya belum ada. Harus siap siap diomelin oleh
kontraktor. Bisa mundur kisaran 1 s/d 2 bln. Telinga bakal panas, hati
harus tenang dan jangan baper. Pada akhirnya kita bisa bayar koq, cuma
mundur.
OPSI #4
Jadwal serah terima dibedakan menjadi 3 tahap, dengan interval minimal 4
bln. Tapi jadwal bayar Uang Mukanya tetap 4 bln sejak pemasaran. Begini
contohnya ...
Tahap I (kavling 1,2,3,4)
Jadwal Serah Terima Bangunan = Mei 2019
Jadwal bayar UM = Jan s/d April 2019
Tahap II (kavling 5,6,7,8)
Jadwal Serah Terima Bangunan = Sept 2019
Jadwal bayar UM = Jan s/d April 2019
Tahap III (kavling 9,10,11,12)
Jadwal Serah Terima Bangunan = Jan 2020
Jadwal bayar UM = Jan s/d April 2019
Artinya kita membangun kavling no 1,2,3,4 dengan memakai uang muka
dari kavling no 5,6,7,8,9,10,11,12. Setelah ada pencairan atau pelunasan
untuk kavling no 1,2,3,4 pasti cashflow sudah sehat dan bisa membangun
kavling no 5 s/d 12.

Anda mungkin juga menyukai