Anda di halaman 1dari 14

HALAMAN K E L A Y A K A N PUBLIKASI

Artikel Jurnal Tugas Akhir

TINJAUAN YURIDIS IKLAN PRODUK GALON SEKALI PAKAI BERBAHAN


POLYETHYLENE TEREPHTHALATE YANG MENDISKREDITKAN PRODUK
BERBAHAN BISPHENOL-A

CHRISTIAN BIMA ERSANANTA


120118286

Yang Mengesahkan,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. J.M. Atik Krustiyati, S.H., M.S. Heru Saputra Lumban Gaol, S.H., M.H.

1
Hukum

Tinjauan Yuridis Iklan Produk Galon Sekali Pakai Berbahan


Polyethylene Terephthalate yang Mendiskreditkan Produk Berbahan
Bisphenol-A
Christian Bima Ersananta*, Dr. J.M. Atik Krustiyati, S.H., M.S., Heru Saputra
Lumban Gaol, S.H., M.H.
Fakultas Hukum Universitas Surabaya, Raya Kalirungkut, Surabaya 60293
*
Corresponding author: christianbimaersananta@gmail.com

Abstract— Advertisment is a promotion that used by producer to inform consumer about the product to gain consumer interest.
Base on the Advertisement, consumer will decided their decision to choose a product according to the information which informed
in the advertisement of the product. But, producer usually give excessive information with discredit another product in their
advertisement. In this case, it will affect public opinion to choose a product they want to buy. Furthermore, advertisement that made
by discredited another product will cause a bad business competition. That happened to PT Tirta Fresindo Jaya who has advertised
gallon PET Le Minerale by discredit gallon BPA. Based on Law and Advertisement Ethics in Indonesia, the advertisement by discredit
another product is prohibited, because it will affect public opinion and caused bad bussines competition.

Keywords: Advertisement, Gallon, Discredit, Bisphenol-A

Abstrak— Iklan merupakan salah satu bentuk promosi yang diberikan oleh pelaku usaha kepada konsumen dengan memberikan
informasi terkait produk untuk menarik minat konsumen. Melalui iklan tersebut konsumen dapat memutuskan pilihannya dalam
membeli produk tersebut dengan mengacu pada informasi yang disediakan dalam iklan produk. Namun tidak jarang pelaku usaha
memberikan informasi yang berlebihan seperti mendiskreditkan produk lain dalam iklan. Hal ini akan mempengaruhi pemikiran
konsumen dalam menentukan pilihannya saat membeli produk tersebut. Selain itu, iklan yang dibuat dengan mendiskreditkan
produk lain akan mengakibatkan persaingan usaha yang tidak sehat. Hal tersebut terjadi pada PT. Tirta Fresindo Jaya yang
menayangkan iklan produk Galon PET Le Minerale dengan mendiskreditkan produk BPA. Secara hukum dan etika periklanan yang
berlaku di Indonesia penayangan iklan dengan mendiskreditkan dan merendahkan produk lain dilarang, karena dapat
mempengaruhi opini masyarakat dan menimbulkan persaingan usahaya yang tidak sehat.

Kata kunci: Iklan, Galon, Mendiskreditkan, Bisphenol-A

Pendahuluan
Perkembangan zaman menekan para pelaku usaha untuk bersaing menarik minat
konsumen dengan cara membuat iklan yang menarik, kreatif, dan informatif, agar konsumen
membeli produk yang dijual. Pada dasarnya para pelaku usaha melakukan kegiatan promosi
melalui iklan dengan tujuan menarik konsumen untuk membeli produknya agar mendapatkan
keuntungan yang besar. Tidak jarang pelaku usaha menyebarkan iklan yang menyesatkan demi
menarik perhatian konsumen. Konsumen sebagai pihak yang menggunakan dan memakai
barang atau jasa dari pelaku usaha juga memiliki hak sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan, seperti hak untuk mendapatkan informasi yang benar, jelas, dan jujur
mengenai kondisi serta jaminan barang ataupun jasa dari pelaku usaha. Namun, seringkali
pelaku usaha terobsesi untuk mendapatkan keuntungan dan melupakan etika dalam periklanan
sehingga menyampaikan informasi yang berlebihan dalam iklan. Undang-Undang Penyiaran
menentukan bahwa penyiaran ditujukan supaya memberikan informasi dengan benar,
seimbang, dan juga bertanggung jawab.

Kenyataannya, di Indonesia masih terdapat iklan yang tidak sesuai dengan etika dan
prinsip dari periklanan, seperti pada iklan galon air mineral Le Minerale sekali pakai. Kejadian ini
dimulai ketika terdapat penayangan iklan di salah satu televisi swasta nasional yang meliput
sampah plastik. Kemudian dalam tayangan tersebut terdapat Native Ads yang muncul tentang
galon AMDK yang dapat digunakan sekali pakai dengan bahan dasar Polyethylene Terephthalate,
yang lebih aman dibandingkan dengan produk Bisphenol A (BPA). (Akuratnews:2020) Iklan Le
Minerale memang tidak menyebut merek, tetapi menyatakan keunggulan produk berbahan PET
2
dengan membandingkan produknya dengan produk air mineral lain berbahan BPA. Kalimat iklan
Le Minerale yang menuliskan kalimat: “Bebas dari BPA Berbahaya: tidak seperti galon biasa yang
mengandung BPA”, pada dasarnya secara tidak langsung menggiring sudut pandang konsumen
untuk melihat adanya bahaya dari produk air mineral yang mengandung BPA.

Perbuatan yang dilakukan oleh PT Tirta Fresindo Jaya dalam menayangkan iklan
produk Le Minerale dengan mendiskreditkan pelaku usaha lain menyebabkan timbulnya
paradigma buruk di masyarakat terhadap galon berbahan polycarbonate atau BPA. Berdasarkan
pasal 47 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Pangan bahwa
Iklan dilarang dibuat dalam bentuk apapun untuk diedarkan dan atau disebarluaskan dalam
masyarakat dengan cara mendiskreditkan produk pangan lainnya. Faktanya berdasarkan Pasal 7
ayat (2) Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 20 Tahun 2019 tentang Kemasan
Pangan menentukan bahwa bahan yang dapat digunakan sebagai kemasan pangan, termasuk
PET dan PC atau BPA dengan syarat batas migrasi (perpindahan zat dari Kemasan Pangan ke
dalam Pangan) yang sesuai dengan masing-masing jenis bahan kemasan.

Jika melihat Pasal 5 Permenprin No 78 Tahun 2016 tentang Pemberlakuan Standar


Nasional Indonesia Air Mineral, Air Demineral, Air Mineral Alami, dan Air Minum Embun secara
wajib. Selain itu, dalam Pasal 7 Peraturan Menteri Perindustrian No. 26 Tahun 2019 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Perindustrian No. 78 Tahun 2016 tentang Pemberlakuan SNI
Air Mineral, Air Demineral, Air Mineral Alami dan Air Minum Embun Secara Wajib, menentukan
bahwa SPPT-SNI Air Mineral, SPPT-SNI Air Demineral, SPPT-SNI Air Mineral Alami dan/atau SPPT-
SNI Air Minum Embun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui sistem sertifikasi
Tipe 5 SNI ISO/IEC 17067:2013 Penilaian Kesesuaian-Fundamental Sertifikasi Produk dan
Panduan Skema Sertifikasi Produk atau Tipe 4 denga pengambilan contoh setiap 6 bulan,
verifikasi setiap 1 tahun, dan memiliki petugas pengendali mutu lapangan AMDK. Dalam iklan
ini Le Minerale melanggar hak konsumen terkait informasi dan menggiring opini konsumen
dengan mendiskreditkan produk BPA pada iklan yang ditayangkan. Maka dari itu penulis
meneliti lebih lanjut apakah bentuk perlindungan hukum bagi konsumen atas perbuatan PT Tirta
Fresindo Jaya dalam mengiklankan produk yang mendiskreditkan produk AMDK berbahan
Bisphenol-A dalam skripsi yang berjudul “Tinjauan Yuridis Iklan Produk Galon Sekali Pakai
Berbahan Polyethylene Terephthalate yang Mendiskreditkan Produk Berbahan Bisphenol-A“.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka penulis merumuskan masalah
yang ada sebagai berikut: Apakah bentuk perlindungan hukum bagi konsumen atas perbuatan
PT Tirta Fresindo Jaya dalam mengiklankan produk yang mendiskreditkan produk AMDK
berbahan Bisphenol-A ditinjau berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen dan Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun 1999 tentang Label dan
Iklan Pangan?

Metode Penelitian
Tipe penelitian dalam penulisan skripsi ini menggunakan yuridis normatif yang mana
merupakan penelitian yang dilandasi dengan studi pustaka yang meliputi bahan hukum primer
dan juga bahan hukum sekunder. Dalam penelitian pendekatan masalah yang digunakan adalah
statute approach atau disebut juga pendekatan peraturan perundang – undangan dan
conceptual approach atau disebut juga pendekatan konseptual yang terdiri dari Peraturan
Perundang - Undangan dan litelatur yang digunakan di dalam pemecahan permasalahan
Penelitian ini. Adapun bahan hukum primer dalam penelitian ini menggunakan pertauran
perundang-undagan yang terkait pembahasan dan bahan hukum sekunder berupa buku
litelatur, jurnal dan sumber lainnya yang berkaitan dengan pembahasan.

3
Hasil
Kronologi Kasus

PT. Tirta Fresindo Jaya (Mayora Group) merupakan anak perusahaan PT. MAYORA
INDAH Tbk yang berdiri pada tahun 1977, dengan pabrik pertama berlokasi di Tangerang dan
menjadi perusahaan terbuka pada tahun 1990. PT. Tirta Fresindo Jaya bergerak dalam bidang
manufaktur makanan dan minuman (Mayoraindah, 2018). PT. Tirta Fresindo Jaya menghasilkan
produk (Air Minum Dalam Kemasan) AMDK yaitu galon sekali pakai dengan bahan dasar PET
bermerek “Le Minerale”.

Le Minerale dalam periklanannya memuat informasi yang mendiskreditkan pelaku


usaha AMDK lain yang mengghasilkan produk berbahan dasar Bisphenol-A(BPA). Badang
Pengawas Obat dan Makanan menegur iklan tersebut pada 19 September 2020, karena
terindikasi melanggar etika periklanan dan muatan informasi yang mendiskreditkan produk
AMDK lainnya. (Republika, 2020) Iklan tersebut menjelaskan keunggulan dari produk AMDK
(galon) sekali pakai Le Minerale yang dibandingkan dengan produk AMDK (galon) berbahan BPA,
dan juga memberi informasi tentang bahaya dari produk BPA. Awalnya, iklan produk tersebut
ditayangkan pada salah satu stasiun TV swasta bersamaan dengan iklan tentang penggunaan
barang berbahan dasar plastik PET yang dianggap tidak berbahaya dibandingkan dengan plastik
berbahan dasar BPA. Penayangan iklan tersebut dibuat seperti program acara biasa dan
menyembunyikan statusnya sebagai iklan (Kompasiana, 2021).

Pada laman website, situs e-commerce, dan juga promosi di media sosial terkandung
muatan iklan serta informasi yang menyatakan bahwa produk Le Minerale tersebut bebas
kandungan BPA dan melakukan perbandingan dengan produk AMDK berbahan BPA yang diklaim
produsen oleh Le Minerale berbahaya. Pada laman kompasiana tertanggal 30 November 2020
dalam muatan informasi dan iklan, tertulis Le Minerale “Bebas dari BPA berbahaya: tidak seperti
galon biasa yang mengandung BPA”. Fresindo Jaya melalui website resminya, e-commerce, dan
iklan yang memberikan informasi keliru mengenai BPA. Artinya informasi yang ditayangkan pada
iklan Le Minerale merupakan konsep / ide yang berasal dari PT. Tirta Fresindo Jaya. Informasi
tersebut memberikan informasi kepada konsumen bahwa produk Le Minerale tidak seperti
galon lain yang berbahan BPA berbahaya. Konsumen yang mendapatkan informasi tersebut
memperoleh informasi yang tidak sesuai dengan kebenaran mengenai bahan BPA yang telah
memenuhi SNI untuk dapat diedarkan.

Informasi dan promosi produk galon Le Minerale yang bebas BPA dan membandingkan
dengan produk galon lain ini, juga ditayangkan dalam laman youtube yang diunggah tanggal 16
April 2021 oleh kanal youtube NDIRJANESIA. Pada tayangan iklan youtube tersebut galon sekali
pakai Le Minerale diperankan oleh bintang iklan yaitu Zaskia Sungkar dan Irwansyah yang
menunjukkan keunggulan Le Minerale dengan menyatakan “Asupan air mineral sangat penting,
harus aman, dan higienis. Untuk itu kita pilih le minerale, karena galon le minerale bebas BPA.”
“Jadi aman buat aku dan calon buah hati ku.”

Versi lain dari iklan tersebut ditayangkan pula dalam laman youtube yang diunggah
tanggal 11 December 2020 oleh kanal youtube Mengiklan Play Entertainment. Iklan yang
dibintangi oleh Reisa Broto Asmoro dan beberapa talent perempuan yang diberikan pertanyaan
mengenai harapan konsumen terhadap air minum kemasan menyatakan: “Yang penting bersih,
aman, dan jangan dicuci ulang”, “Dibukanya gampang, yang sekarang susah bikin tangan sakit”,
“Kalo bisa harganya itu udah sama galon”, “Masa udah bayar mahal, cuma dapet air doang?”.
Dalam iklan tersebut menginformasikan keunggulan produk galon Le Minerale yang menyatakan
bahwa “kemasan galon yang selalu baru bukan cuci ulang, lebih bersih, dan aman.” Selanjutnya
kamera kembali menampilkan beberapa wanita yang menjawab secara bergantian dan
4
menunjukkan keunggulan galon Le Minerale dengan menyatakan: “praktis!”, “gak perlu urusin
galon kosong lagi, hemat lagi!”, “Galonnya bersih!”

Sekretaris Jenderal Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) Hery Margono


mengatakan bahwa iklan tersebut tidak hanya mendiskreditkan produk tetapi sudah
memberikan informasi yang keliru. Tanggapan Wakil Ketua Badan Perlindungan Konsumen
Nasional (BPKN) Rolas Sitinjak juga mengemukakan pendapatnya bahwa iklan tersebut
menyesatkan konsumen, karena pelaku usaha dalam memberikan informasi kepada konsumen
terlalu berlebihan. (Industry, 20 Oktober 2020)

Analisis Kasus
Konsumen memiliki hak untuk mengetahui secara jelas informasi dari produk Le
Minerale tanpa adanya manipulasi informasi dari iklan tersebut. Dalam hal ini perlu adanya
perlindungan konsumen atas informasi dalam tayangan iklan yang memanipulasi informasi dari
suatu produk. Informasi suatu produk dapat diketahui oleh konsumen melalui iklan, menurut
Masyarakat Periklanan Indonesia iklan merupakan segala bentuk pesan tentang suatu produk
yang disampaikan melalui media, kepada sebagian atau seluruh masyarakat (Kasali, 2007).

Hak konsumen tersebut telah diatur dalam Pasal 4 angka 3 UUPK yang menyebutkan
bahwa hak konsumen adalah “hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi
dan jaminan barang dan/atau jasa.” Kelengkapan informasi akan berpengaruh dalam keputusan
konsumen, karena konsumen dapat menilai suatu produk berdasarkan informasi yang diberikan
oleh pelaku usaha melalui iklan (Maridan Wibowo, 2018). Maka dari itu informasi yang
ditayangkan melalui iklan harus jelas dan jujur tanpa adanya manipulasi informasi, karena
informasi tersebut menjadi acuan konsumen dalam membeli suatu produk.

Pelaku usaha memiliki kewajiban memberikan informasi terkait produk yang


diproduksinya. Berdasarkan Pasal 3 angka 5 UUPK menjelaskan bahwa tujuan perlindungan
konsumen adalah menumbuhkan kesadaran perlindungan konsumen bagi pelaku usaha dengan
bersikap jujur dan bertanggung jawab dalam melakukan kegiatan usaha. Oleh karena itu
terdapat kewajiban bagi pelaku usaha yang harus dipenuhi sebagaimana diatur dalam Pasal 7
huruf a dan b UUPK yang menyebutkan bahwa:
“Kewajiban pelaku usaha adalah:
a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
b. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan
pemeliharaan;

Pada dasarnya baik pelaku usaha dan konsumen memiliki kedudukan yang seimbang
dan memiliki hak serta kewajiban masing-masing, tetapi seringkali konsumen berada dalam
kedudukan yang lebih rendah, dikarenakan rendahnya pendidikan, pengetahuan, dan juga
kesadaran konsumen terhadap hak-haknya (Syahruddin, 2018). Pada kasus ini, PT. Tirta
Fresindo Jaya menayangkan iklan galon sekali pakai yang menyatakan keunggulan dari produk
Le Minerale berbahan PET membandingkan produk tersebut dengan BPA dan dinyatakan bahwa
galon PET lebih bersih daripada BPA, bebas BPA, dan tidak perlu dicuci ulang. Padahal kedua
bahan tersebut memiliki keunggulan dan kekurangan masing-masing.

Informasi yang tercantum dalam iklan Le Minerale telah melanggar hak-hak konsumen
sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 ayat (3) yaitu: “hak atas informasi yang benar, jelas, dan
jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;” Berdasarkan pasal tersebut dapat
diketahui bahwa konsumen juga memiliki hak untuk mendapatkan kejelasan informasi

5
mengenai kekurangan galon berbahan PET ketika dibandingkan dengan produk galon berbahan
BPA, karena informasi yang ditayangkan dalam promosi tersebut akan mempengaruhi
keputusan pembeli dalam membeli produk tersebut. Informasi pada iklan Le Minerale mengenai
BPA yang berbahaya dan menyebabkan masalah kesehatan tidak dapat dibenarkan, karena
kemasan BPA harus memenuhi syarat SNI untuk dinyatakan aman bagi konsumen. Terlebih lagi
dalam iklan tersebut tidak dijelaskan lebih lanjut mengenai kerugian dari galon Le Minerale
berbahan PET dan hanya menampilkan kerugian dari galon berbahan BPA saja. Padahal dalam
membandingkan kedua galon tersebut harus dijelaskan secara seimbang kerugian dan juga
keunggulan masing-masing produk, tetapi iklan Le Minerale tidak menjelaskan kerugian dari
produk Le Minerale yang berbahan PET itu sendiri. Informasi mengenai kerugian dari produk Le
Minerale juga diperlukan, apabila iklan tersebut membandingkan kedua jenis kemasan yang
berbeda, agar konsumen dapat mengerti dan teredukasi dengan baik mengenai keunggulan dan
kerugian dari produk BPA dan PET.

Maka dari itu iklan yang menyebabkan kesesatan pada konsumen, harus dianggap
menipu, sekalipun iklan tersebut tidak ada maksud memperdaya konsumen (Mardian Wibowo,
2018). Apabila dikaitkan dengan kewajiban pelaku usaha dalam UUPK dapat dilihat bahwa PT.
Tirta Fresindo Jaya telah menayangkan iklan dengan beritikad buruk, karena penayangan iklan
yang ditayangkan memanipulasi informasi dengan memberikan keunggulan produk Le Minerale
dan menunjukan kerugian dari BPA secara sepihak.

Kees Bertens mengemukakan pendapatnya bahwa iklan menyesatkan dilakukan bukan


hanya dengan jalan berbohong, tetapi juga tidak menyatakan seluruh kebenaran (Mardian
Wibowo, 2018). Pada kasus ini PT. Tirta Fresindo Jaya hanya menjelaskan keunggulan PET dan
tidak menjelaskan lebih lanjut kerugian PET dan sebaliknya tidak menunjukkan seluruh informasi
mengenai BPA dalam iklan tersebut, melainkan hanya menjelaskan informasi mengenai
kekurangan dari BPA. Oleh karena itu dapat diketahui bahwa PT. Tirta Fresindo Jaya dalam
menayangkan iklan tidak beritikad baik. Berdasarkan Pasal 7 huruf a dan b UUPK, PT. Tirta
Fresindo Jaya telah melanggar kewajiban sebagai pelaku usaha dalam penayangan iklan galon
sekali pakai Le Minerale, yaitu: a.) beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya; b.)
memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;

Tinjauan yuridis dalam mengkaji perilaku produsen galon PET yang mendiskreditkan
produsen galon Bisphenol-A dari perspektif UUPK, Undang-Undang Penyiaran, Peraturan
Pemerintah tentang Iklan dan Label Pangan, dan Etika Pariwara Indonesia. Secara umum
perbuatan ini dapat dikatakan merugikan konsumen khususnya karena adanya ketidak
berimbagan informasi yang diterima konsumen. Produk galon Le Minerale tersebut telah
memenuhi unsur larangan yang diatur dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i UUPK yang menyatakan
bahwa: “secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain;” Tinjauan
menggunakan UUPK dapat dilihat dari fakta bahwa dalam iklan galon Le Minerale tersebut
terdapat pernyataan yang menyatakan keunggulan galon Le Minerale dan terdapat informasi
yang yang merendahkan produk BPA dengan menyatakan bahwa “kemasan galon yang selalu
baru bukan cuci ulang, lebih bersih, dan aman.”, Selain itu dalam website e-commerce terdapat
informasi yang menyatakan “Bebas BPA berbahaya”, “paparan BPA bisa sebabkan berbagai
masalah kesehatan”. Melalui pernyataan tersebut konsumen akan beranggapan bahwa produk
BPA berbahaya, dan produk PET lebih aman untuk dikonsumsi. Iklan tersebut telah
mendiskreditkan produk BPA dengan menunjukkan kekurangan dari produk BPA.

Menurut Mardian Wibowo (2018) pelaku usaha dan pelaku usaha periklanan sebagai
pihak yang mengetahui produk secara rinci, berkewajiban untuk memberitahukan hal apapun

6
yang menurut penalaran wajar dapat mengakibatkan perbedaan pilihan membeli kepada
konsumen. Pada kasus iklan galon Le Minerale ini tidak menjelaskan secara menyeluruh apa
kekurangan dan kerugian dari produk PET. Selain itu dalam iklan tersebut hanya menunjukkan
kekurangan dari BPA saja, sehingga dapat menimbulkan penafsiran yang keliru dari konsumen.

Padahal produk kemasan AMDK dengan Standar Nasional Indonesia memiliki


ketentuan yang harus dipenuhi agar aman bagi konsumen. Menurut Pasal 6 ayat (1) Peraturan
Badan POM Nomor 20 Tahun 2019 menjelaskan bahwa: “Zat Kontak Pangan yang diizinkan
digunakan sebagai Kemasan Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dan b
diizinkan dengan ketentuan: a) persyaratan batas migrasi; dan b) tanpa persyaratan batas
migrasi.”

Selain itu, pelaku usaha AMDK berkewajiban mengajukan permohonan penerbitan


SPPT-SNI sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Permenprin No 78 Tahun 2016 tentang
Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Air Mineral, Air Demineral, Air Mineral Alami, dan Air
Minum Embun secara wajib. Penerapan SNI secara wajib diberlakukan bagi 109 produk wajib
SNI salah satunya (AMDK). Peneranpan wajib SNI sifatnya mengikat para pelaku usaha, karena
berkaitan dengan kepentingan kesehatan, keselamatan, dan pelestarian fungsi lingkungan
(Muhammad Fachrudin, dkk, 2017, hlm. 8). Maka dari itu timbul konsekuensi dari penerapan
standar wajib, yang mana akan menjadi tidak legal bila terdapat produk yang tidak sesuai
standar di pasar dan akan terkena sanksi (Sunarya, 2012, hlm 74).

Sistem sertifikasi SNI dapat diperoleh pelaku usaha AMDK dengan memenuhi skema
Sertifikasi SNI Air Mineral, Air Demineral, Air Mineral Alami dan Air Minum Embun berdasarkan
tipe 5 atau tipe 4. Laman resmi Kementerian Perindustrian menjelaskan bahwa sertifikasi tipe 5
dilakukan dengan penerapan salah satu sistem manajemen mutu. Sedangkan sertifikasi tipe 4
tidak diperlukan sistem manajemen mutu. Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB)
minimal Level 2 bagi produksi dalam negeri atau Good Manufacturing Practicess (GMP) bagi
produk impor. Masa berlaku SPPT SNI untuk Tipe 5 adalah 4 (empat) tahun dan untuk Tipe 4
adalah 2 (dua) tahun. (Kementrian Perindustrian, 2020). Pernyataan yang menyatakan dan
memperkuat bahwa semua pelaku usaha AMDK dengan galon bahan Bisphenol-A sebenarnya
sudah memenuhi sertifikasi tipe 4 atau 5, hal ini dibuktikan dengan adanya logo pada kemasan
AMDK.

Gambar 1. Logo SNI pada galon BPA Aqua Gambar 5. Logo SNI pada galon BPA Club

7
Namun, dalam iklan hanya sekedar membandingkan kedua produk dengan
memberikan keunggulan dari produk PET saja. Perbandingan seperti itu tidak adil karena ketika
membandingkan suatu produk dengan produk lain harus dijelaskan lebih lanjut kelebihan dan
kekurangan produk-produk tersebut secara seimbang.

Tabel 1. Keunggulan dan kerugian PET dan BPA.

Jenis Plastik Keunggulan Kerugian


PET, PETE a. Bersifat jernih, transparan, kuat, a. melunak pada suhu 80°C.
(Polyethylene tahan pelarut, kedap gas dan air b. Tidak untuk air hangat
terephthalat) b. Biasanya digunakan untuk botol apalagi panas.
minuman, minyak goreng, kecap, c. Hanya untuk satu kali
sambal, obat. penggunaan dan tidak
untuk mewadahi pangan
dengan suhu >60oC
Polycarbona, a. Bersifat keras, jernih dan secara a. Bahan Polycarbonat dapat
bio-based termal sangat stabil, dan tahan melepaskan Bisphenol-A
plastic, lama (BPA) ke dalam pangan,
copolyester, b. Biasanya digunakan untuk galon air yang dapat merusak sistem
acrylic, minum, botol susu, peralatan hormon.
polyamide, makan bayi.
dan c. mensterilkan botol susu, dapat
campuran direndam saja dalam air mendidih
plastik dan tidak direbus.
Tabel 1. Sumber: Buku Plastik Sebagai Kemasan Makanan Dan Minuman, 2016

Produk PET dan BPA adalah dua produk yang berbeda, sehingga masing-masing produk
memiliki keunggulan dan kerugiannya berdasarkan parameter yang berbeda juga. Maka dari itu
perlu adanya SNI sebagai standar keamanan yang harus dipenuhi agar kemasan yang berbahan
plastik aman untuk digunakan. Adapun SNI yang mengatur terkait kemasan pangan BPA dan PET
adalah sebagai berikut (BPOM, 2020):

a) SNI 8424:2017 merupakan pengaturan Resin Polietilena tereftalat (PET) daur


ulang. Mengatur tentang standar dalam menetapkan syarat mutu dan cara uji
resin polietilen tereftalat (PET) daur ulang sebagai bahan baku untuk umum dan
kemasan pangan

b) SNI 7626.1:2017 sebagai Cara uji migrasi zat kontak pangan dari kemasan pangan
– Bagian 1: Plastik polikarbonat (PC), migrasi Bisphenol A (BPA). Standar ini
digunakan dalam menguji migrasi spesifik zat kontak pangan Bisfenol A dari
kemasan plastik Polikarbonat (PC).

Dalam pengaturan SNI tersebut menunjukan bahwa setiap kemasan berbahan plastik
memiliki persyaratan dan parameter masing-masing agar dinyatakan aman untuk digunakan
sebagai kemasan air minum. Maka dari itu penayangan iklan galon sekali pakai Le Minerale tidak
hanya mendiskreditkan galon BPA tetapi juga tidak memperlihatkan informasi terkait
keunggulan dan kekurangan galon PET dan BPA secara jelas pada konsumen, sehingga fakta
tersebut ditutupi dan menimbulkan kesesatan bagi konsumen dalam menarik kesimpulan
tentang produk tersebut.

Analisis dalam perspektif Undang-Undang Penyiaran dan Peraturan Pemerintah Label


dan Iklan Pangan terkait iklan yang dibuat produsen galon PET tersebut tidak hanya
menyesatkan khalayak, tetapi juga mendiskreditkan produk pesaingnya yang berbahan BPA.
8
Berdasarkan Undang-Undang Penyiaran Pasal 46 ayat 3 huruf a mengatur larangan pelaku usaha
dalam siaran iklan niaga yang menyebutkan “promosi yang dihubungkan dengan ajaran suatu
agama, ideologi, pribadi dan/atau kelompok, yang menyinggung perasaan dan/atau
merendahkan martabat agama lain, ideologi lain, pribadi lain, atau kelompok lain;” Pada iklan
Le Minerale terdapat informasi yang menyatakan bahwa, “galon le minerale bebas BPA.” Begitu
juga informasi yang tercantum dalam website resmi Le Minerale yang menyatakan bahwa
produk galon Le Minerale bebas dari BPA. Selain itu dinyatakan bahwa “kemasan galon yang
selalu baru bukan cuci ulang, lebih bersih, dan aman.” Informasi tersebut menimbulkan
pandangan konsumen terhadap galon BPA buruk, karena informasi yang ditayangkan dalam
iklan tersebut cenderung merendahkan produk BPA dan menyatakan keunggulan produk PET
yang lebih baik daripada BPA.

Secara khusus Peraturan Pemerintah RI Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan
Pangan Pasal 44 ayat (1) menyatakan bahwa “Setiap Iklan tentang pangan yang diperdagangkan
wajib memuat keterangan mengenai pangan secara benar dan tidak menyesatkan, baik dalam
bentuk gambar dan atau suara, pernyataan, dan atau bentuk apapun lainnya”. Pada kasus
tersebut dapat dilihat bahwa perbandingan yang ditayangkan dalam iklan Le Minerale tidak
menayangkan secara berimbang antara produk galon PET dan galon BPA. Dalam perbandingan
tersebut produk PET tidak memberikan informasi atau keterangan mengenai kekurangan
produk, sehingga produk tersebut terlihat lebih baik.

Berdasarkan Pasal 47 ayat (1) Peraturan Pemerintah RI Nomor 69 tahun 1999 tentang
Label dan Iklan Pangan mengatur bahwa iklan dilarang dibuat dalam bentuk apapun untuk
diedarkan dan atau disebarluaskan dalam masyarakat dengan cara mendiskreditkan produk
pangan lainnya (Dini Gardenia, 2010). Berdasarkan penjelasan PP Label dan Iklan Pangan 47 ayat
(1) menjelaskan bahwa “Yang dimaksud “produk pangan lainnya” adalah produk pangan yang
diperdagangkan dengan merek dagang. Larangan mendiskreditkan produk lain bertujuan agar
konsumen mempunyai kebebasan memilih berdasarkan pengetahuannya sendiri terhadap
suatu produk pangan tanpa dipengaruhi oleh iklan yang bersifat mendiskreditkan produk lain
sejenis.” Dapat diketahui bahwa informasi dalam sebuah iklan dilarang mendiskreditkan produk
lainnya yang sejenis karena akan mempengaruhi keputusan konsumen dalam memilih suatu
produk.

Apabila dikaitkan dengan perbuatan PT. Tirta Fresindo Jaya, dalam iklan Le Minerale
yang memberikan informasi secara tidak jujur, jelas, dan benar pada konsumen, maka PT. Tirta
Fresindo Jaya dapat melakukan pertanggungjawaban atas dasar kesalahan (liability based on
fault). PT. Tirta Fresindo Jaya telah melanggar hak-hak konsumen untuk mengetahui informasi
terkait produk galon Le Minerale dengan mendiskreditkan produk BPA.

Maka dari itu untuk mewujudkan perlindungan hukum bagi konsumen dapat dilakukan
upaya hukum secara preventif dan represif. Sarana perlindungan hukum preventif merupakan
kesempatan bagi subjek hukum untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum
terjadinya suatu sengketa atau permasalahan (Zenina Almaida, 2021). Upaya hukum preventif
dapat dilakukan oleh konsumen untuk mencegah pelanggaran dan juga memberikan rambu-
rambu terhadap perbuatan pelaku usaha dalam membuat iklan yang diwujudkan dalam etika
periklanan. Berdasarkan prosedur penegakan pelanggaran etika tersebut, masyarakat sebagai
konsumen yang menonton dan merasa keberatan terkait informasi iklan, dapat melaporkan
pelanggaran tersebut kepada DPI. Pada Iklan Le Minerale tersebut terdapat informasi yang
melanggar etika periklanan.

Selain upaya hukum preventif konsumen juga dapat melakukan upaya hukum represif
melalui jalur litigasi ataupun non litigasi. Penyelesaian sengketa Non Litigasi dapat dilakukan
9
dengan beberapa cara yaitu: Pertama, Penyelesaian Sengketa Konsumen Antara Para Pihak
Penyelesaian dilakukan secara langsung oleh konsumen dan pelaku usaha tanpa melibatkan
pihak luar (Mardian Wibowo, 2018). Pihak yang merasa dirugikan akibat iklan dapat secara
langsung melakukan kesepakatan bersama mengenai bentuk penyelesaian dan besarnya ganti
rugi dengan syarat bahwa tercapainya penyelesaian sengketa tersebut didasarkan pada
kemauan dan itikad baik.

Selanjutnya, penyelesaian sengketa melalui Lembaga Perlindungan Konsumen


Swadaya Masyarakat Menurut Pasal 1 angka 9 UUPK menjelaskan bahwa “Lembaga
Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat adalah lembaga non-Pemerintah yang terdaftar
dan diakui oleh Pemerintah yang mempunyai kegiatan menangani perlindungan konsumen”.
Berdasarkan Pasal 44 ayat (3) huruf c dan d UUPK menjelaskan tugas LPKSM, yaitu: c.bekerja
sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan perlindungan konsumen; d. membantu
konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima keluhan atau pengaduan
konsumen;

Penyelesaian non-litigasi terakhir adalah melalui Badan Penyelesaian Sengketa


Konsumen (BPSK) yang merupakan badan yang dibentuk oleh pemerintah yang bertugas
menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dengan konsumen (Mardian
Wibowo, 2018). Berdasarkan Pasal 49 ayat (1) UUPK menyatakan bahwa “Pemerintah
membentuk badan penyelesaian sengketa konsumen di Daerah Tingkat II untuk penyelesaian
sengketa konsumen di luar pengadilan”. Dalam penyelesaian sengketa melalui BPSK, konsumen
dapat memilih tiga cara, yaitu konsiliasi, mediasi, atau arbitrase.

Apabila penyelesaian sengketa diluar pengadilan tidak dapat mencapai kesepakatan,


maka penyelesaian sengketa dapat dilakukan secara litigasi yaitu melalui institusi pengadilan.
Pada umumnya terdapat tiga instrumen hukum yang dapat dilakukan dalam penyelesaian
sengketa litigasi, yaitu: instrumen hukum administrasi negara, hukum perdata, dan hukum
pidana. Namun dalam kasus ini penulis membatasi penyelesaian sengketa pada instrumen
hukum perdata. Penyelesaian sengketa melalui instrumen hukum perdata didasarkan pada Pasal
45 ayat (1) UUPK yang menyatakan bahwa “Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat
pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan
pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.” Konsumen
dalam mengajukan upaya hukum untuk memperjuangkan haknya konsumen dapat
mendasarkan pada perbuatan melanggar hukum (PMH). Jika dikaitkan dengan ketentuan Pasal
1365 KUHPerdata terdapat unsur-unsur PMH yang dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Adanya Perbuatan Melanggar Hukum

Perbuatan yang melanggar ketentuan norma-norma yang dilakukan dengan sengaja


maupun tidak sengaja. Dalam mengiklankan galon Le Minerale, PT. Tirta Fresindo Jaya memiliki
kewajiban untuk beritikad baik dan juga memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur
sebagaimana diatur dalam Pasal 7 huruf a dan b UUPK. Namun pada kasus ini, PT. Tirta Fresindo
Jaya telah menyiarkan iklan yang menyesatkan masyarakat yang menontonnya. Dengan
informasi yang tidak ditampilkan secara menyeluruh, keputusan dan pertimbangan konsumen
saat membeli terpengaruh oleh informasi yang ditayangkan dalam iklan tersebut. Pelaku usaha
dalam hal ini telah melanggar hak-hak konsumen sebagaimana ditentukan dalam Pasal 4 ayat
(1) dan ayat (3) UUPK yaitu hak untuk mendapatkan informasi, kenyamanan, keamanan, dan
keselamatan konsumen.

10
b. Adanya kesalahan

Unsur kesalahan dalam kaitan perbuatan melanggar hukum tidak hanya karena
kesengajaan, tetapi juga kelalaian yang menyebabkan kerugian bagi orang lain. Pada kasus ini,
PT. Tirta Fresindo telah melakukan kesalahan karena secara sengaja memberikan informasi yang
salah atau keliru tentang produk galon BPA. Informasi tersebut berupa dampak atau bahaya
penggunaan BPA bagi kesehatan konsumen dan sekaligus mendiskreditkan produk galon
berbahan BPA.

c. Adanya kerugian

Kerugian yang dialami oleh konsumen tidak hanya kerugian secara materiil, tetapi juga
immateriil. Kerugian materiil yang diderita konsumen adalah harga yang dikeluarkan untuk
membeli produk Le Minerale.

No Jenis Galon Produk Berat Bersih Harga

1. PET Le Minerale 15 Liter Rp. 19.000,00

2. BPA Aqua 19 Liter Rp. 19.600,00

Club 19 Liter Rp. 15.000,00

Tabel 2. Perbandingan harga air mineral galon bulan Juli 2022

(Sumber: https://www.indomaret.co.id)

Berdasarkan perbandingan tersebut dapat dilihat bahwa antara produk PET dan BPA
memiliki selisih harga. Pengaruh informasi dalam iklan Le Minerale tersebut membentuk opini
bahwa BPA berbahaya, sehingga konsumen lebih memilih galon berbahan PET lebih aman. Jika
melihat isi yang didapatkan pada galon Le Minerale dengan harga Rp.19.000.00, konsumen
mendapatkan 15 Liter air mineral. Maka dari itu dengan selisih berat tersebut konsumen
dirugikan 4 liter air dalam setiap pembeliannya dengan harga Rp. 19.000.00. Sedangkan produk
BPA dengan harga Rp.15.000.00 telah mendapatkan isi air mineral sebanyak 19 liter. Dari
pengaruh informasi yang diberikan oleh Le Minerale mengenai perbandingan PET dan BPA,
konsumen akan terpengaruh untuk membeli produk PET. Pada kasus ini konsumen juga
mendapatkan kerugian imateriil karena tidak terpenuhinya hak untuk mendapatkan informasi
secara jelas, jujur, dan benar dan konsumen terpengaruh keputusannya dalam memiliki produk
lain secara bebas. Dengan adanya iklan tersebut konsumen mendapatkan pemikiran yang salah
bahwa kemasan berbahan PET lebih baik dan lebih bersih daripada BPA. Padahal perbandingan
yang ditayangkan terkait PET dan BPA memiliki parameter dan syarat-syarat yang berbeda.
Maka dari itu iklan tersebut dapat menggiring pemikiran masyarakat dengan menunjukkan
informasi yang kurang tepat untuk membeli produk yang dibuat.

d. Adanya hubungan kausal antara perbuatan dan kerugian

PT. Tirta Fresindo Jaya dengan menayangkan iklan yang menyesatkan konsumen dan
juga mendiskreditkan produk berbahan BPA. Padahal sesuai dengan peraturan perundang-
undangan dan etika periklanan iklan tersebut dilarang dalam penayangan iklan, karena dapat
menimbulkan pemahaman yang salah terhadap produk PET dan BPA yang mana akan
berdampak pada keputusan pembelian konsumen.

Berdasarkan uraian pasal tersebut dapat dilihat bahwa PT. Tirta Fresindo Jaya
berkewajiban untuk bertanggung jawab atas iklan Le Minerale yang menyesatkan konsumen
akibat dari informasi yang diberikan pada iklan tersebut. Perbuatan yang dilakukan oleh PT. Tirta
11
Fresindo Jaya dapat dikategorikan sebagai Perbuatan Melanggar Hukum. Perbuatan tersebut
tidak hanya melanggar kewajiban sebagai pelaku usaha, tetapi juga mencederai hak-hak
konsumen atas informasi yang benar, jelas, dan jujur berkaitan dengan barang dan jasa. Selain
itu, iklan juga harus menganut etika periklanan di Indonesia, tetapi faktanya iklan tersebut tidak
menaati etika periklanan yang tercantum dalam EPI.

Iklan merupakan salah satu produk yang dibuat oleh pelaku usaha yang bersifat masif
dan memiliki pengaruh secara psikis pada konsumen, meskipun tidak memiliki efek konsumsi
secara nyata (Mardian Wibowo, 2018). Iklan tersebut akan mempengaruhi keputusan
konsumen dalam membeli produk galon Le Minerale. Menurut S. Redjeki Slamet (2013)
menjelaskan bahwa ganti rugi akibat perbuatan melawan hukum dapat berupa ganti rugi
kekayaan atau ganti rugi moril yaitu : ganti kerugian atas kerugian dalam bentuk uang;
pengembalian pada keadaan semula; pernyataan bahwa perbuatan yang dilakukan adalah
bersifat melawan hukum; larangan untuk melakukan suatu perbuatan; meniadakan sesuatu
yang diadakan secara melawan hukum; dan pengumuman daripada keputusan atau dari sesuatu
yang telah diperbaiki. Maka dari itu bentuk pertanggung jawaban yang dapat dilakukan oleh PT.
Tirta Fresindo Jaya Pasal 19 Ayat (2) UUPK yang menjelaskan bahwa “Ganti rugi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau
jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan
yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

Pada kasus ini PT. Tirta Fresindo Jaya telah mencederai hak konsumen, sehingga
melalui iklan tersebut konsumen mendapatkan kesesatan dan keresahan yang mempengaruhi
pilihannya dalam membeli. Maka dari itu, konsumen berhak untuk mendapat perlindungan
hukum dari suatu iklan yang berpotensi menimbulkan kerugian (Mardian Wibowo, 2018).

Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa terdapat beberapa bentuk
perlindungan hukum bagi konsumen atas perbuatan PT. Tirta Fresindo Jaya dalam mengiklankan
produk yang mendiskreditkan produk AMDK berbahan Bisphenol-A. Dalam hal ini konsumen
berhak untuk mendapatkan informasi secara jujur, jelas, dan benar mengenai suatu produk
sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (3) UUPK. Namun, pada kasus ini informasi yang
diberikan dalam iklan produk galon Le Minerale berbahan PET baik melalui tayangan televisi, e-
commerce, dan laman resminya telah melanggar ketentuan Pasal 47 ayat (1) PP Nomor 69 tahun
1999 dengan memberikan informasi yang menyesatkan konsumen dengan mendiskreditkan
produk BPA. Terdapat pihak yang terlibat dalam pembuatan iklan tersebut, tetapi melalui
website resmi Le Minerale menyatakan bahwa “Bebas dari BPA berbahaya”, sehingga dapat
diketahui bahwa ide utama dari iklan tersebut berasal dari PT. Tirta Fresindo Jaya sebagai pelaku
usaha. Maka dari itu bentuk perlindungan hukum konsumen atas perbuatan PT. Tirta Fresindo
Jaya dapat dilakukan melalui upaya hukum preventif dan represif. Upaya hukum preventif dapat
dilakukan melalui DPI yang akan memutuskan untuk mengizinkan iklan, mengubah iklan,
ataupun mengenakan sanksi pada pelaku usaha. Sedangkan bentuk perlindungan hukum
represif dapat dilakukan melalui jalur litigasi dan non litigasi. Bentuk penyelesaian non-litigasi
dapat dilakukan dengan beberapa cara tanpa melalui pengadilan, seperti penyelesaian sengketa
antara para pihak, penyelesaian melalui LKPSM sebagaimana diatur dalam Pasal 44 ayat (3)
huruf c dan d UUPK, dan penyelesaian melalui BPSK yang diatur dalam Pasal 49 ayat (1) UUPK.
Adapun bentuk penyelesaian sengketa melalui jalur litigasi dapat ditempuh melalui pengadilan
dengan dasar gugatan PMH sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata. Dalam kasus ini
konsumen dapat mengajukan gugatan atas dasar PMH, karena terdapat kerugian materiil dan
immateril yang hanya dapat diajukan melalui gugatan PMH.

12
Pustaka Acuan

Buku :
Abdullah, Ma’ruf. (2017). “Manajemen Komunikasi Periklanan”. Yogyakarta:Aswaja Pressindo.
Alifahmi, Hifni, (2005). “Sinergi Komunikasi Pemasaran, Integrasi Iklan, Publik Relation dan
Promosi”, Jakarta: Quantum.
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. (2020). “Pedoman Implementasi Peraturan Badan Pom
No 20 Tahun 2019 Tentang Kemasan Pangan”. Jakarta : Badan Pengawas Obat dan
Makanan RI
Celina, Tri Siwi Kristiyanti. (2011). “Hukum Perlindungan Konsumen”. Jakarta: Sinar Grafika
Celina, Tri Siwi Kristiyanti. (2008). “Hukum Perlindungan Konsumen”. Jakarta: Sinar Grafika
Djayakusuma, Tams, 1982, Periklanan. Armico, Bandung.
Djayakusuma, Tams, 1982, Periklanan. Armico, Bandung.
Handoyo FX, Ridwan. (2009). Bahan Ajar ”Etika Periklanan”, Jakarta : Universitas Mercu Buana
Kasali, Rhenald, 1995, “Manajemen Periklanan”. Grafiti, Jakarta.
Kurniawan. (2011). “Hukum Perlindungan Konsumen, Problematika Kedudukan dan Kekuatan
Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)”, Malang: UB Press.
Mariam Darus Badrulzaman. (1986). “Perlindungan Terhadap Konsumen Dilihat Dari Sudut
Perjanjian Baku (Standar), dalam BPHN, Simposium Aspek -Aspek Hukum Perlindungan
Konsumen”, Bandung: Binacipta
Nasution A.Z. (1995). “Konsumen dan Hukum”. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan
Nasution, Az. (2014). “Hukum Perlindungan Konsumen”. Jakarta: Diadit Media.
Projodikoro, W. (2018). “Perbuatan Melanggar Hukum: dipandang dari sudut hukum perdata”.
Bandung: Mandar Maju.
R., Soeroso., (2006), “Pengantar Ilmu Hukum”, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta.
Santhi, Dharma. (2016). “Buku Plastik Sebagai Kemasan Makanan Dan Minuman”. Padang:
Patologi Klinik PSPD FK UNUD
Sunarya. (2012). “Standarisasi Dalam Industri & Perdagangan Konsep dan Penerapan dalam
Globalisasi”. Jakarta: Papas Sinar Sinanti.
Wibowo, Mardian. (2019). “Iklan Televisi Dan Perlindungan Hukum Bagi Konsumen”. Bandung:
Mandar Maju
Zulham, S. H. (2017). Hukum perlindungan konsumen. Prenada Media.
Jurnal :
Almaida, Z., & Imanullah, M. N. (2021). Perlindungan Hukum Preventif Dan Represif Bagi
Pengguna Uang Elektronik Dalam Melakukan Transaksi Tol Nontunai. Privat Law, 9(1),
218-226.
Aisyah, Siti. (2020). Sikap dan Perilaku Konsumen Terhadap Native Advertising. Jurnal Ekonomi
Islam V(1), 204 – 225
Brahmata Ari, Dewa Gede & Sri Utari, Anak Agung. (2016) Hubungan Hukum antara Pelaku
Usaha dengan Konsumen. Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum 5 (1)
Diansari, Sylvi. ‘Pertanggungjawaban Pelaku Usaha Dalam Perindungan
Konsumen’<https://www.scribd.com/doc/114420329/Pertanggungjawaban- Pelaku-
Usaha-dalam-Perlindungan-Konsumen> diakses 5 Juni 2018.
Durianto, Darmadi, Cicilia Liana, 2004, “Analisis Efektivitas Iklan Televisi Softener Soft & Fresh di
Jakarta dan Sekitarnya dengan menggunakan Consumer Decision Model”, Vol. 11, No.
1, Maret.
Fachrudin, M., Turisno, B. E., & Widanarti, H. (2017). Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap
Produk Yang Belum Bersertifikasi Standar Nasional Indonesia (SNI) Dalam Kaitannya
Terhadap Hukum Perlindungan Konsumen (Studi Kasus UD. Haris Elektronik).
Diponegoro Law Journal, 6(1), 1-19.
Gardenia, Dini. (2010). Kajian Kesesuaian Iklan Produk Pangan di Media Cetak Terhadap
Peraturan Perundang-undangan yang Berlaku (Studi Kasus pada Tabloid NOVA, Majalah

13
Kartini, dan Majalah Ayahbunda Periode Penerbitan April–September 2009). Tesis. Tidak
Diterbitkan. Institute Teknologi Bandung : Bandung
Harianto, Dedi. (2018). Standar Penentuan Informasi Iklan Yang Menyesatkan, Equality Vol 13
(1).
Kurnyawati, M. D., Kumadji, S., & Yulianto, E. (2014). Pengaruh Iklan terhadap Brand Awareness
dan Dampaknya terhadap Keputusan Pembelian. Jurnal Administrasi Bisnis 16 (1), 1-6
Lukitaningsih, Ambar. (2013). Iklan yang Efektif sebagai Strategi Komunikasi Pemasaran. Jurnal
Ekonomi dan Kewirausahaan 13 (2), 116 – 129
Nawi, Syahruddin. (2018). Hak Dan Kewajiban Konsumen Menurut Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Pleno Jure (7) 1.
https://doi.org/10.37541/plenojure.v7i1.352.
Niru, A.S., & Sulisrudatin, N. (2015). Pelaksanaan Perlindungan Konsumen di Indonesia. Jurnal
Ilmiah Hukum Dirgantara 5 (2), 71-87s
Nugroho Agung. (2014). Peranan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Dalam Membantu
Masyarakat Yang Dirugikan Akibat Iklan yang menyesatkan. Lex Jurnalica 11 (2) Agustus.
Rampen, Felicia Lidya. (2013). Penggunaan Sanksi Pidana Terhadap Pelanggaran Periklanan
Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Lex et Societatis. I (2). 116-124.
Suud, Aghia. (2019). Analisis Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Iklan Barang atau
Jasa Online yang Menyesatkan. Pandecta 14 (2), 73-82
Safitri, P. U. D. (2021). Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Konsumen Atas Iklan Produk
Kosmetik yang Menyesatkan. Jurnal Legislasi Indonesia 18 (4), 541-555.
Subroto, Setyowati. (2011) Etika Periklanan. http://e-
journal.upstegal.ac.id/index.php/Cermin/article/view/213
Setyowati, V. A., & Widodo, E. W. R. (2017). Studi Sifat Fisis, Kimia, dan Morfologi pada Kemasan
Makanan Berbahan Styrofoam dan LDPE (Low Density Polyethylene): Telaah Kepustakaan.
Teknik Mesin. Institut Teknologi Adhi Tama. Surabaya.
Sinaga, N. A., & Darwis, N. (2020). Wanprestasi dan Akibatnya dalam Pelaksanaan Perjanjian.
Jurnal Mitra Manajemen, 7(2), 43-57.
Sudjana. (2021). Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Penayangan Iklan Niaga yang
Menyesatkan Konsumen. Dialogia Iuridica: Jurnal Hukum Bisnis dan Investasi 12(2), 1 – 21.
https://doi.org/10.28932/di.v12i2.3488
Watie, Errika. (2012). Periklanan dalam Media Baru, The Messenger 4 (1), 37-44

Internet :
Kementrian Perindustrian Republika Indonesia. (2016, 12 April) FGD Penyusunan Skema
Sertifikasi SNI Air Mineral, Air Demineral, Air Mineral Alami dan Air Minum Embun.
Diakses pada 25 Juni 2022, dari http://pustan.kemenperin.go.id/News/Read/20/fgd-
penyusunan-skema-sertifikasi-sni-air-mineral-air-demineral-air-mineral-alami-dan-air-
minum-embun

Undang-Undang :
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 1999
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002
Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 78/M-Ind/Per/11/2016

14

Anda mungkin juga menyukai