Anda di halaman 1dari 6

4.

6 Implementasi Transisi Ekonomi Hijau pada Sektor Terkait Pariwisata Khususnya Horeka
Aktivitas Horeka telah menerapkan Green Economy secara berkelanjutan, efisien dalam
penggunaan tanah, air dan udara, antara lain melalui penerapan aturan larangan penggunaan plastik
pada setiap layanan hotel, pengelolaan limbah air hotel secara terintegrasi, serta pengelolaan sampah
plastik dengan konsep daur ulang, monitoring kualitas udara, serta sertifikasi.
Penerapan Green Economy dengan mendorong pencapaian low emission carbon pada aktivitas
Horeka mendapat dukungan penuh dari pemerintah. Hal tersebut, sejalan dengan program
pemerintah “NANGUN SAT KERTHI LOKA BALI” yang mengandung makna: “Menjaga
Kesucian dan Keharmonisan Alam Bali Beserta Isinya, Untuk Mewujudkan Kehidupan Krama Bali
Yang Sejahtera dan Bahagia, Sakala-Niskala Menuju Kehidupan Krama dan Gumi Bali” melalui
perwujudan program Bali Era Baru: Hijau, Tangguh, dan Sejahtera.
Penerapan GE pada aktivitas Horeka dapat mewujudkan konsep pariwisata yang berkelanjutan
(sustainable tourism). Industri pariwisata Balinusra saat ini bergerak menuju pariwisata yang
berbasis sustainable – green tourism yang mendorong peningkatan implementasi EBT khususnya
pada sektor Horeka serta mendorong sejumlah sustainability program untuk guna mendukung
pariwisata yang berkualitas serta dapat menarik kembali minat wisatawan mancanegara pasca situasi
pandemi Covid-19 mereda.
Adapun upaya yang dilakukan untuk mewujudkan sustainable – green tourism sebagai berikut:

A. Peningkatan Utilisasi EBT pada Horeka


Melalui Peraturan Gubernur No. 45 Tahun 2019 tentang Bali Energi Bersih dan SE No. 5 tahun
2022, Gubernur Provinsi Bali mengeluarkan peraturan agar bangunan pemerintah (pusat maupun
daerah) hingga bangunan komersial industri dan sosial (meliputi hotel, restoran, dan café) dengan
luas lantai lebih dari 500 (lima ratus) meter persegi memasang sistem PLTS Atap dan/atau
pemanfaatan teknologi surya lainnya dengan kapasitas minimal 20% dari kapasitas listrik
terpasang atau luas atap.
Dalam pendorong program tersebut, PLN melakukan stimulus penggunaan PV Rooftop. Total
unit PV Rooftop ada di 33 lokasi dengan kapasitas 879,55 kWp yang terpasang di 1 Gedung PT
IP dengan kapasitas 385 kWp (COD Juni 2022) dan di 32 gedung PLN Bali Group dengan
kapasitas 494,55 kWp (COD Agustus 2022).
B. Hotel Sustainability Program
Pihak Hotel dapat mendorong penerapan GE dengan melakukan Pemanfaatan & pengolahan
limbah makanan (food compost), melakukan Recycle & reduce plastics (penukaran plastik, 100%
no straws, no plastic & laundry plastic bags, no plastic in food delivery), dan Pemanfaatan sisa
limbah sabun batang melalui daur ulang. Selain menerapkan program tersebut, untuk mendorong
sustainable – green tourism Pihak Hotel telah melakukan Pembersihan wilayah pantai, sungai,
dan daratan, serta Pemanfaatan lahan kosong untuk apotek hidup. Hal yang perlu diperhatikan
dalam pengelolaan aktivitas hotel perlu dilakukan efisiensi energi (listrik, air, bahan bakar, gas).
Penghematan ini dapat dilakukan melalui Penerapan Sistem Managemen Energi.
C. Event Promosi Sustainable Tourism
Untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya Sustainable Tourism perlu diadakan event yang
mendukung.

4.7 Pemaparan Hasil Survei Transisi Ekonomi Hijau Balinusra


Perkembangan terkini menunjukkan bahwa kompleksitas isu lingkungan terkait perubahan
iklim telah berkembang pesat, dari terbatas pada perhatian terhadap emisi karbon dioksida (CO2)
akibat pembakaran bahan bakar fosil, pengembangan clean energy, sampai tercapainya kesepakatan
bersama untuk menjaga suhu bumi sebagaimana tercantum dalam Paris Climate Agreement 2015.
Terkait perkembangan ini, partisipasi Indonesia sebagai negara produsen energi yang signifikan
dengan pertumbuhan konsumsi energi dan penghasil emisi gas rumah kaca yang terus meningkat
sangat diharapkan dalam ikut memitigasi perubahan iklim dunia.
Survei Transisi Ekonomi Hijau di wilayah Balinusra telah disebarkan kepada 111 responden
pelaku usaha berbagai sektor yang terdapat di wilayah Balinusra, dengan hasil survei sebagai berikut;
A. Penerapan Ekonomi Hijau
Survei penerapan Ekonomi Hijau di wilayah Balinusra menunjukkan bahwa kegiatan
yang dilakukan perusahaan dalam mendukung ekonomi hijau yaitu sebagian besar dengan
melakukan efesiensi energi sebesar 59%, menggunakan teknologi pengolah limbah 16%,
sedangkan responden yang telah melakukan Energi Baru Terbarukan hanya 10% (dari total
responden). Hal ini menunjukan bahwa di wilayah Balinusra penggunaan Energi Baru
Terbarukan (EBT) untuk mendukung ekonomi hijau masih rendah.

8% 8% Menggunakan alternatif bahan bakar yang lebih ramah


lingkungan
16%
Melakukan efisiensi energi
Menggunakan energi baru terbarukan (EBT)
10% Menggunakan teknologi pengolah limbah

59% Menghasilkan produk daur ulang


Menargetkan penurunan emisi dan/atau limbah

Sebagian besar responden yang telah menggunakan Energi Baru Terbarukan (EBT)
dalam proses bisnisnya di wilayah Balinusra menggunakan energi matahari melalui
implementasi penggunaan PLTS ATAP atau panel surya untuk menangkap energi matahari
(62% dari total responden).
8%
15%
Solar/Matahari Air

Angin Biofuel

15% 62% Hidrogen

Penggunaan EBT khususnya melalui PLTS ATAP memberikan sejumlah manfaat di


antaranya: (1) berpotensi mengurangi konsumsi listrik dari PLN dan dapat melistriki
infrastruktur secara mandiri; (2) berpotensi mendorong penurunan emisi gas rumah kaca; (3)
mendorong pertumbuhan industri pendukung PLTS di dalam negeri; (4) biaya listrik lebih
murah; (5) biaya perawatan lebih rendah; (6) instalasinya mudah; serta (7) monitoring produksi
dan penggunaan listrik lebih mudah.
Memenuhi target penurunan emisi atau kebijakan
25% perusahaan
38%
Biaya yang lebih rendah dibandingkan energi yang di-
gunakan saat ini
Terdapat peluang investasi untuk mengembangkan
penggunaan EBT
38% Lokasi perusahaan dekat dengan sumber EBT

Dalam 3-5 tahun ke depan, 62% responden di wilayah Balinusra menunjukkan optimisme
bahwa penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT) dalam pelaku usaha akan mengalami
peningkatan.

1%

36%
Lebih tinggi Relatif sama

62%
Lebih rendah

Komponen biaya menjadi variabel utama bagi pelaku usaha untuk memilih transisi
penggunaan energi ke Energi Baru Terbarukan (EBT) untuk menurunkan emisi Gas Rumah
Kaca (GRK), yaitu informasi terhadap meningkatnya efisiensi biaya dalam menurunkan Gas
Rumah Kaca (GRK).

Informasi terhadap meningkatnya efisiensi biaya dalam


13% menurunkan GRK
5% 30% Cerita sukses perusahaan dalam menurunkan GRK
Meningkatnya sumber pembiayaan/potensi investasi dalam
13% menurunkan emisi GRK
Adanya regulasi tentang Carbon Pricing/ Nilai Ekonomi
Karbon (NEK)
17% 22% Hadirnya kalkulator emisi GRK
Peningkatan kapasitas (Training, Sharing Session)

Pelaku usaha yang telah menggunakan sumber energi berbasis Energi Baru Terbarukan
(EBT) mayoritas adalah perusahaan yang bergerak pada bidang produksi EBT untuk
industry/usaha sebesar 46% dari seluruh responden dan pada bidang pengembangan produk
ramah lingkungan sebesar 39%.
15%

38% Produksi EBT untuk industri/usaha

Pengembangan produk ramah lingkungan

Ecowisata
46%

Salah satu upaya yang dilakukan pelaku usaha untuk mempercepat transisi penggunaan
energi menuju Energi Baru Terbarukan (EBT) ialah melalui peningkatan efisiensi produksi
perusahaan (36% dari total responden), sehingga nantinya kapasitas produksi energi dari Energi
Baru Terbarukan (EBT) mampu mencukupi kebutuhan energi perusahaan tersebut.

5% Menerapkan ekonomi sirkuler dan 4R (reduce, reuse,


23% recycle, dan recovery)
18%
Meningkatkan investasi/pembiayaan hijau
Meningkatkan efisiensi produksi perusahaan

18% Peningkatan kapasitas SDM (Workshop, Sharing Session,


etc)
36%
Memperbaiki pengelolaan limbah

Alokasi dana (dari struktur biaya total) yang disiapkan oleh pelaku usaha untuk transisi
menuju penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT) masih relatif rendah, yaitu pada kisaran 5-
10% per tahun (31% dari total responden). Alokasi dana yang tersedia itu sebagian besar
dialokasikan untuk investasi terhadap alat-alat pendukung untuk implementasi EBT

23% 23% 27%


<5% Fixed Operating Cost
39%
5 –10% Variable Cost
10 –20%
>20% Investment Capital Cost
23%
31%
34%

B. Peluang dan Tantangan dalam Transisi Menuju Ekonomi Hijau


Hasil survei transisi menuju ekonomi hijau di wilayah Balinusra menunjukkan bahwa
terdapat beberapa tantangan yang dihadapi pelaku usaha dalam upaya mengimplementasikan
penggunaan Energi Baru Terbarukan ekonomi hijau, diantaranya sebagai berikut;
1. Untuk implementasi transisi penggunaan Energi Baru Terbarukan bagi pelaku usaha
memiliki kendala dari sisi biaya karena dalam proses implementasinya membutuhkan
investasi biaya yang besar sehingga pelaku usaha yang menerapkan penggunaan Energi
Baru Terbarukan dalam proses bisnisnya saat ini masih rendah.
2.

4.7.1 Implementasi Ekonomi Hijau

Anda mungkin juga menyukai