6 Implementasi Transisi Ekonomi Hijau pada Sektor Terkait Pariwisata Khususnya Horeka
Aktivitas Horeka telah menerapkan Green Economy secara berkelanjutan, efisien dalam
penggunaan tanah, air dan udara, antara lain melalui penerapan aturan larangan penggunaan plastik
pada setiap layanan hotel, pengelolaan limbah air hotel secara terintegrasi, serta pengelolaan sampah
plastik dengan konsep daur ulang, monitoring kualitas udara, serta sertifikasi.
Penerapan Green Economy dengan mendorong pencapaian low emission carbon pada aktivitas
Horeka mendapat dukungan penuh dari pemerintah. Hal tersebut, sejalan dengan program
pemerintah “NANGUN SAT KERTHI LOKA BALI” yang mengandung makna: “Menjaga
Kesucian dan Keharmonisan Alam Bali Beserta Isinya, Untuk Mewujudkan Kehidupan Krama Bali
Yang Sejahtera dan Bahagia, Sakala-Niskala Menuju Kehidupan Krama dan Gumi Bali” melalui
perwujudan program Bali Era Baru: Hijau, Tangguh, dan Sejahtera.
Penerapan GE pada aktivitas Horeka dapat mewujudkan konsep pariwisata yang berkelanjutan
(sustainable tourism). Industri pariwisata Balinusra saat ini bergerak menuju pariwisata yang
berbasis sustainable – green tourism yang mendorong peningkatan implementasi EBT khususnya
pada sektor Horeka serta mendorong sejumlah sustainability program untuk guna mendukung
pariwisata yang berkualitas serta dapat menarik kembali minat wisatawan mancanegara pasca situasi
pandemi Covid-19 mereda.
Adapun upaya yang dilakukan untuk mewujudkan sustainable – green tourism sebagai berikut:
Sebagian besar responden yang telah menggunakan Energi Baru Terbarukan (EBT)
dalam proses bisnisnya di wilayah Balinusra menggunakan energi matahari melalui
implementasi penggunaan PLTS ATAP atau panel surya untuk menangkap energi matahari
(62% dari total responden).
8%
15%
Solar/Matahari Air
Angin Biofuel
Dalam 3-5 tahun ke depan, 62% responden di wilayah Balinusra menunjukkan optimisme
bahwa penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT) dalam pelaku usaha akan mengalami
peningkatan.
1%
36%
Lebih tinggi Relatif sama
62%
Lebih rendah
Komponen biaya menjadi variabel utama bagi pelaku usaha untuk memilih transisi
penggunaan energi ke Energi Baru Terbarukan (EBT) untuk menurunkan emisi Gas Rumah
Kaca (GRK), yaitu informasi terhadap meningkatnya efisiensi biaya dalam menurunkan Gas
Rumah Kaca (GRK).
Pelaku usaha yang telah menggunakan sumber energi berbasis Energi Baru Terbarukan
(EBT) mayoritas adalah perusahaan yang bergerak pada bidang produksi EBT untuk
industry/usaha sebesar 46% dari seluruh responden dan pada bidang pengembangan produk
ramah lingkungan sebesar 39%.
15%
Ecowisata
46%
Salah satu upaya yang dilakukan pelaku usaha untuk mempercepat transisi penggunaan
energi menuju Energi Baru Terbarukan (EBT) ialah melalui peningkatan efisiensi produksi
perusahaan (36% dari total responden), sehingga nantinya kapasitas produksi energi dari Energi
Baru Terbarukan (EBT) mampu mencukupi kebutuhan energi perusahaan tersebut.
Alokasi dana (dari struktur biaya total) yang disiapkan oleh pelaku usaha untuk transisi
menuju penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT) masih relatif rendah, yaitu pada kisaran 5-
10% per tahun (31% dari total responden). Alokasi dana yang tersedia itu sebagian besar
dialokasikan untuk investasi terhadap alat-alat pendukung untuk implementasi EBT