Anda di halaman 1dari 22

2.

LANDASAN TEORI

2.1 Leadership
2.1.1 Pengertian Leadership
Setiap orang, masyarakat, bahkan suatu negara membutuhkan sosok
seorang pemimpin. Kepemimpinan yang diterapkan oleh seorang pemimpin
hendaknya dapat membuat orang-orang yang dipimpin merasa puas, menghormati
dan menghargai pemimpin dan sifat kepemimpinannya. Konsep kepemimpinan
dapat didefinsikan dengan berbagai cara yang berlainan. Winardi (2000),
merangkum beberapa konsep kepemimpinan dari berbagai pakar manajemen
adalah sebagai berikut :
a. Massie / Douglas, kepemimpinan dapat terjadi ketika satu orang mempunyai
kuasa kepada yang lain untuk bekerja terhadap ketetapan yang ditentukannya.
b. Koontz dan O’Donnel, kepemimpinan dapat diartikan sebagai suatu
kemampuan untuk mempengaruhi antar perseorangan, dengan cara
komunikasi, untuk mencapai prestasi dari cita-cita.
c. Fairchild, suatu proses dimana seseorang sebenarnya mempunyai kemampuan
untuk menyelesaikan masalah di dalam lapangan kerja, sehingga dapat diikuti
oleh yang lain dalam satu kelompok tersebut.
d. Terry, kepemimpinan merupakan hubungan di mana satu orang, atau
pemimpin, untuk mempengaruhi yang lainnya untuk bekerja sama dalam tugas
yang berhubungan untuk mencapai keinginan dari seorang pemimpin.
Beberapa definisi-definisi kepemimpinan diatas dapat disimpulkan
bahwa kepemimpinan itu merupakan suatu kemampuan yang melekat pada diri
seorang yang memimpin. Di sini dapat dikatakan bahwa sifat pemimpin
diperlukan untuk dapat mengembangkan suatu perusahaan khususnya usaha kecil.
Kesediaan bawahan untuk menerima pengarahan dari pemimpin membantu proses
kepemimpinan dapat berlangsung dengan baik. Khususnya usaha kecil yang
sangat berpegang erat terhadap adanya sifat kepemimpinan yang dimiliki oleh
pemilik usaha kecil tersebut.


Universitas Kristen Petra
2.1.2 Faktor Leadership
Dalam rangka memahami makna dari kepemimpinan, terdapat 3 (tiga)
konsep dasar yang meliputi :
1. Faktor “Orang” (The Person Factor)
2. Faktor “Posisi”
3. Faktor “Tempat” atau “Situasi”
Berikut akan dijelaskan konsep-konsep tersebut, sebagai berikut :

A. Faktor “Orang” (The Person Factor)


Konsep kepemimpinan seringkali memusatkan perhatian pada
personalitas sang pemimpin atau ciri-ciri pribadinya. Beberapa abad-abad yang
lalu, orang beranggapan bahwa raja-raja memiliki hak mutlak sebagai penguasa
hingga dengan demikian orang beranggapan bahwa kepimpinan merupakan suatu
sifat yang diwarisi. Tetapi, anggapan dahulu tersebut tidaklah terlampau berguna
bagi masa sekarangyang lebih banyak memiliki bakat-bakat dan sifat-sifat umum
(Winardi, 2000).
Menurut Henry dalam Winardi (2000), yang menemukan suatu pola
personalitas yang definitif sewaktu isa mempelajari lebih dari 100 orang
pemimpin dunia usaha yang mencapai sukses. Ia menemukan sifat-sifat:
a) Motivasi kerja kuat
b) Keinginan untuk berprestasi
c) Perasaan “hangat” dengan para atasan (dengan siapa mereka melakukan
identifikasi)
d) Sifat obyektif terhadap para bawahan
e) Konsep tentang diri sendiri yang stabil dan yang digariskan dengan baik
f) Kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan dan membuat keputusan-
keputusan
g) Aktivitas yang hebat serta sikap agresif
h) Minat terhadap realitas praktis
i) Hubungan-hubungan lancar dengan pihak atasan
j) Ketidakpastian tertentu mengenai kepemimpinan mereka untuk mencapai
prestasi.

10 
Universitas Kristen Petra
B. Faktor “Posisi”
Menurut Winardi (2000), faktor posisi menempatkan struktur atau
kondisi-kondisi pada faktor orang. Faktor posisi menguraikan arti organisasi
(manusia) dan orang (person) kepada sebuah fungsi, tugas, atau pekerjaan. Setiap
individu mempunyai semacam gambar (image) mengenai cara tentang harus
bertindak dalam posisi tertentu dan bayangan tersebut seringkali dinamakan orang
“konsep peranan”. Mereka yang harus berhubungan dengan posisi tersebut juga
mempunyai suatu bayangan mengenai seseorang harus bertindak di dalam posisi
tersebut dan hal tersebut dinamakan “harapan tentang peranan”.
Terdapat 3 (tiga) macam sumber “harapan tentang peranan” yaitu:
1. Harapan-harapan pribadi (Personal Expectations), merupakan cara-cara,
orang mengharapkan seorang pemimpin akan berkelakuan. Dalam setiap
kelompok terdapat adanya suatu pola harapan-harapan pola. Kelompok
mengharapkan pemimpin melakukan hal-hal tertentu dan tidak melakukan
hal-hal tertentu.
2. Harapan-harapan organisatoris (Organizational Expectations), harapan-
harapan yang bersifat spesifik tentang kelakuan para manajer dan pemimpin
mereka, kerapkali ditulis dalam pedoman-pedoman posisi formal atau uraian
tentang pekerjaan (job descriptions).
3. Harapan-harapan kultural (Cultural Expectations), harapan-harapan kultural
dapat mencapai macam-macam bentuk. Salah satu di antaranya adalah apa
yang dinamakan “kultur industri” (Industry culture).

C. Faktor “Tempat” atau “Situasi”


Faktor ini merupakan sebuah faktor yang jelas sekali. Situasi-situasi yang
berbeda memerlukan peranan kepemimpinan yang berbeda, dan ciri-ciri pribadi
yang berbeda pula. Misalnya, dalam proses pertumbuhan perusahaan-perusahaan
biasanya mereka menggunakan pemimpin-pemimpin yang berbeda-beda sifatnya.
Dari uraian-uraian yang dikemukakan dapatlah ditarik kesimpulan bahwa suatu
kepemimpinan dapat menjadi penting, maka orang yang melaksanakan tindakan
kepemimpinan harus menghadapi kebutuhan-kebutuhan kelompok maupun
kebutuhan-kebutuhan yang timbul karena situasi (Winardi, 2000).

11 
Universitas Kristen Petra
2.1.3 Teori Leadership
Menurut Terry dalam Winardi (2000) mengemukakan 8 (delapan) buah
teori kepemimpinan, yaitu:

A. Teori Otokratis (The Autocratic Theory)


Teori kepemimpinan menurut teori ini didasarkan atas perintah-perintah,
pemaksaan dalam hubungan antara pemimpin dengan pihak bawahan. Pemimpin
disini cenderung mencurahkan perhatian sepenuhnya pada pekerjaan, ia
melaksanakan pengawasan seketat mungkin dengan maksud agar pekerjaan
dilaksanakan sesuai dengan rencana. Pemimpin otokratis menggunakan perintah-
perintah yang biasanya diperkuat oleh adanya sanksi-sanksi di antara mana,
disiplin adalah faktor yang terpenting.

B. Teori Psikologis (The Psychologic Theory)


Teori ini menganut paham bahwa fungsi seorang pemimpin adalah
mengembangkan sistem motivasi terbaik. Pemimpin merangsang bawahannya
untuk bekerja ke arah pencapaian sasaran-sasaran organisatoris maupun
memenuhi tujuan-tujuan pribadi mereka.
Kepemimpinan yang memotivasi sangat memperhatikan hal-hal seperti
misalnya pengakuan (recognizing), kepastian emosional, dan kesempatan untuk
memperhatikan keinginan dan kebutuhannya.

C. Teori Sosiologis (The Sosiologic Theory)


Pemimpin menetapkan tujuan-tujuan dengan mengikutsertakan para
pengikut dalam pengambilan keputusan terakhir. Usaha-usaha untuk mencapai
tujuan mempengaruhi interaksi-interaksi antara para pengikut, kadang-kadang
hingga tingkat timbulnya konflik yang merusak di dalam atau di antara kelompok-
kelompok. Pemimpin harus mengambil tindakan-tindakan korektif, menjalankan
pengaruh kepemimpinannya dan mengembalikan usaha-usaha kooperatif antara
para pengikutnya.

12 
Universitas Kristen Petra
D. Teori Suportif (The Supportive Theory)
Pihak pemimpin beranggapan bahwa para pengikutnya ingin berusaha
sebaik-baiknya dan bahwa ia dapat memimpin dengan sebaiknya melalui tindakan
membantu usaha-usaha mereka. Maka pihak pemimpin menciptakan suatu
lingkungan kerja yang membantu mempertebal keinginan pada stiap pengikut
untuk melakukan pekerjaan sebaik mungkin. Adakalanya teori suportif dinyatakan
orang sebagai “Teori Partisipatif”, ada juga yang menamakannya “Democratic
Theory Of Leadership”.

E. Teori “Laissez Faire” (The Laissez-Faire Theory)


Berdasarkan teori ini, seorang pemimpin memberikan kebebasan seluas-
luasnya kepada para pengikutnya dalam hal menentukan aktivitas mereka.
Pendekatan ini merupakan kebalikan langsung dari teori orokratis. Kelompok-
kelompok ini cenderung membentuk pemimpin-pemimpin informal.

F. Teori Perilaku Pribadi (The Personal-Behaviour Theory)


Pendekatan ini melakukan apa yang dilakukan oleh pemimpin dalam hal
pemimpin. Salah satu hal penting teori ini menyatakan bahwa seorang pemimpin
tidak berkelakuan sama ataupun melakukan tindakan-tindakan identik dalam
setiap situasi yang dihadapi olehnya. Pemimpin macam ini memberikan banyak
kebebasan kepada pihak bawahannya. Seorang pemimpin otokratis yang
bijaksana. Tipe macam ini memang terdapat dalam kenyataan. Orang ini banyak
menaruh minat terhadap kesejahteraan bawahannya ia dapat bertindak cepat
dalam setiap keadaan.

G. Teori Sosial/Sifat (The Trait Theory)


Di antara sifat-sifat yang dianggap harus memiliki oleh seorang
pemimpin dapat disebut:
1. Intelegensi.
Orang umumnya beranggapan bahwa tingkat intelegensi seorang individu
memberikan petunjuk tentang kemungkinan-kemungkinan baginya untuk
berhasil sebagai seorang pemimpin.

13 
Universitas Kristen Petra
2. Inisiatif.
Kemampuan untuk bertindak sendiri dan mengatur tindakan-tindakan, dan
kemampuan untuk melihat arah tindakan yang tidak terlihat pihak lain.
3. Energi atau Rangsangan
Orang berpendapat bahwa salah satu di antara ciri pemimpin yang menonjol
adalah bahwa ia adalah lebih enerjik dalam usaha mencapai tujuan
dibandingkan dengan seorang bukan pemimpin.
4. Kedewasaan Emosional
Seorang pemimpin dapat diandalkan janji-janjinya mengenai apa yang akan
dilaksanakannya. Bersedia bekerja lama dan menyebarluaskan sikap
“enthusiasme” di antara para pengikutnya.
5. Persuasif
Tidak adanya kepemimpinan tanpa persetujuan pihak yang akan dipimpin.
Untuk memperoleh persetujuan tersebut, pemimpin biasanya harus
menggunakan persuasi.
6. Skill Komunikatif
Seorang pemimpin dapat pandai berbicara dan dapat menulis dengan jelas
serta tegas. Ia memiliki kemampuan untuk mengemukakan secara singkat
pendapat-pendapat orang lain dan mengambil intisari dari pernyataan pihak
lain.
7. Kepercayaan Pada Diri Sendiri
Seorang pemimpin adalah seorang yang cukup matang dan tidak banyak
memiliki sifat-sifat anti sosial. Mempunyai keyakinan bahwa ia dapat
menghadapi secara berhasil, kebanyakan situasi yang dihadapinya.
8. Perseptif
Berhubungan dengan kemampuan untuk mendalami ciri-ciri dan kelakuan
orang lain, terutama bawahannya. Hal ini juga mencakup kemampuan untuk
memproyeksi diri sendiri secara mental dan emosional ke dalam posisi orang
lain.

14 
Universitas Kristen Petra
9. Kreativitas
Untuk memikirkan cara-cara baru untuk merintis jalan baru sama sekali, guna
memecahkan sebuah problem merupakan sifat yang sangat didambakan pada
seorang pemimpin.
10. Partisipasi Sosial
Seorang pemimpin mengerti manusia dan mengetahui pula kekuatan serta
kelemahan mereka, menyesuaikan diri dengan berbagai kelompok dan
memiliki kemampuan untuk berhadapan dengan orang-orang dari kalangan
manapun juga dan berkemampuan untuk melakukan konversasi tetang
macam-macam subjek.

H. Teori Situasi (The Situasional Theory)


Pendekatan ini menerangkan kepemimpinan menyatakan bahwa harus
terdapat cukup banyak fleksibilitas dalam kepmimpinan untuk menyesuaikan diri
dengan berbagai macam situasi. Kepemimpinan ini bersifat “multidimensi”. Pada
teori ini dianggap bahwa kepemimpinan terdiri dari tiga macam elemen, yaitu :
Pemimpin, Pengikut, dan Situasi.

2.2 Entrepreneur
2.2.1 Definisi Entrepreneur
Winardi (2003) mensarikan beberapa definisi “Entrepreneur” yang
dikemukakan oleh beberapa pakar manajemen sebagai berikut:
1. Cantillon, Entrepreneur diartikan sebagai seorang yang membayar harga
tertentu untuk produk tertentu, untuk kemudian dijualnya dengan harga yang
tidak pasti, sambil membuat keputusan-keputusan tentang upaya mencapai
dan memanfaatkan sumber–sumber daya, dan menerima risiko berusaha.
2. Smith menggambarkan bahwa Entrepreneur sebagai soerang individu yang
menciptakan sebuah organisasi untuk tujuan–tujuan komersial.
3. Say, seorang Entrepreneur sebagai seorang yang memiliki seni serta
ketrampilan untuk menciptakan perusahaan–perusahaan yang baru, dan yang
memiliki pemahaman tentang kebutuhan masyarakat.

15 
Universitas Kristen Petra
4. Drucker, seorang Entrepreneur harus mampu mengalihkan sumber–sumber
daya dari daerah–daerah yang menghasilkan hasil rendah atau hasil – hasil
yang sedang menyusut ke bidang–bidang yang memberikan hasil yang tinggi,
atau yang meningkat.
5. Schermerhorn Jr., Entrepreneur adalah seorang yang melaksanakan tindakan
untuk mengejar peluang dalam situasi–situasi, dimana pihak lain tidak
melihatnya atau bahkan peluang–peluang demikian dianggap sebagai masalah
atau ancaman. Seorang Entrepreneur juga merupakan seorang individu yang
menerima resiko , dan yang melaksanakan tindakan–tindakan untuk mengejar
peluang–peluang dalam situasi dimana pihak lain tidak dapat melihatnya atau
merasakannya, bahkan ada kemungkinan bahwa pihak lain tersebut
menganggap sebagai problem–problem atau bahkan ancaman–ancaman.
6. Zimmerer et al, Entrepreneur adalah seorang yang menciptakan sebuah bisnis
baru, dengan menghadapi resiko dan ketidakpastian, dan yang bertujuan
untuk mencapai laba serta pertumbuhan melalui pengidentifikasian peluang–
peluang melalui kombinasi sumber–sumber daya yang diperlukan untuk
mendapatkan manfaatnya.
7. Stoner et al, Entrepreneur adalah orang yang memulai sesuatu usaha bisnis
yang baru dibuka.
8. Stoner, Entrepreneur adalah seorang pengusaha yang menganggap bahwa
perubahan lingkungan merupakan sebuah peluang dan yang kemudian
memanfaatkan sumber–sumber daya produksi untuk memproduksi barang–
barang dan jasa baru.
Seorang Entrepreneur dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat
melalui penciptaan perusahaan–perusahaan baru dan yang pada saat yang
bersamaan dipengaruhi oleh tutuntan–tuntutan akan produk inovatif yang
dibutuhkan masyarakat melalui manajemen ketat sumber–sumber daya yang
tersedia yaitu mentransformasi sumber-sumber daya menjadi barang–barang dan
jasa–jasa yang bermanfaat. Para Entrepreneur juga mempengaruhi ekonomi,
maka dari itu Entrepreneur menjadi faktor produksi upaya–upaya ekonomi.

16 
Universitas Kristen Petra
2.2.2 Karateristik Entrepreneur
Terdapat sepuluh karateristik para Entrepreneur yang berhasil menurut
Pearce II, yaitu sebagai berikut: (Winardi, 2003)
1. Komitmen dan determinasi yang tiada batas
Tingkat komitmen para Entrepreneur biasanya dapat terganggu oleh
kesediaan mereka untuk merusak kondisi kemakmuran pribadi mereka,
oleh kesediaan mereka untuk menginvestasi waktu, mentolerir standar
kehidupan lebih rendah, dibandingkan dengan standar hidup yang
sebenarnya dapat dinikmati mereka, bahkan pengorbanan waktu
berkumpul dengan keluarga mereka.
2. Dorongan atau rasangan yang kuat untuk mencapai prestasi
Salah satu diantara motivator-motivator kuat, yang mendorong para
Entrepreneur adalah kebutuhan untuk meraih prestasi. Mereka secara
tipikal dirangsang oleh kebutuhan untuk melampaui hasil-hasil yang diraih
mereka pada masa lampau. Semakin banyak mereka mempunyai uang
digunakan untuk mengukur hingga dimana pencapaian prestasi mereka.
3. Orientasi ke arah peluang serta tujuan-tujuan
Para Entrepreneur yang berhasil, cenderung memusatkan perhatian
mereka kepada peluang-peluang, yang mewakili kebutuhan-kebutuhan
yang belum terpenuhi atau problem-problem yang menuntut adanya
pemecahan-pemecahan.
4. Lokus pengendalian internal
Para Entrepreneur yang berhasil, sangat yakin akan diri mereka sendiri,
dan mereka beranggapan bahwa merekalah yang menentukan nasib
perusahaan mereka, dan bukan kekuatan-kekuatan luar yang
mengendalikan dan menentukan hasil-hasil yang akan diraih mereka.
5. Toleransi terhadap ambiguitas
Para Entrepreneur yang baru memulai usaha baru mereka, menghadapi
kebutuhan untuk mengimbangkan pengeluaran–pengeluaran untuk gaji dan
upah karyawan dengan hasil yang diraih mereka. Pekerjaan–pekerjaan
secara konstan berubah, para pelanggan silih berganti, dan kemunduran
dan kejutan–kejutan merupakan hal yang tidak dapat dihindari.

17 
Universitas Kristen Petra
6. Ketrampilan dalam hal menerima resiko yang diperhitungkan
Para Entrepreneur senantiasa menghadapi resiko yang dihadapi. Mereka
berusaha sekuat tenaga untuk mengurangi resiko. Sehingga mereka sudah
siap pada akan yang terjadi.
7. Kurang dibutuhkan akan status dan kekuasaan
Kekuasaan dan status akan diraih oleh Entrepreneur yang berhasil, tetapi
sang Entrepreneur yang berhasil tetap memusatkan perhatiannya pada
peluang-peluang, pelanggan, pasar, persaingan dibandingkan dengan status
atau kekuasannya atas pihak lain.
8. Kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah
Para Entrepreneur yang berhasil mencari problem-problem yang dapat
mempengaruhi keberhasilan mereka, dan secara metedeologis merka
berusaha untuk memecahkannya. Mereka tidak terintimidasi oleh situasi-
situasi sulit. Mereka berani mengambil keputusan dan mereka dapat
menunjukkan kesabaran apabila perspektif jangka panjang dianggap
sebagai hal yang paling tepat.
9. Kemampuan tinggi untuk mendapatkan “umpan balik” (feed back)
Secara instinktif mereka mebina hubungan dengan orang-orang untuk
mendapatkan pelajaran dari mereka, menimbulkan dampak sekunder
diekspansinya jejaring mereka berupa kontak-kontak dan pengaruh yang
bermanfaat.
10. Kemampuan untuk menghadapi kegagalan secara efektif
Para Entrepreneur tidak takut akan kegagalan, mereka sangat
mendambakan keberhasilan, tetapi apabila harus menerima kegagalan
maka mereka akan menjadikannya sebagai pengalaman dan
memanfaatkannya sebagai suatu cara untuk belajar, bagaimana cara
memanaje pada masa mendatang.

2.2.3 Ciri-ciri Kelompok Entrepreneur


Di samping itu pula J. Winardi mengatakan bahwa terdapat tiga ciri yang
melekat pada kelompok Entrepreneur yaitu : (Winardi, 2003)

18 
Universitas Kristen Petra
1. Tingkat Komitmen Tinggi
Mendirikan dan mengusahakan sebuah perusahaan secara berhasil
memerlukan komitmen total dari seorang Entrepreneur. Hampir setiap
Entrepreneur harus mengatasi sejumlah kendala yang seakan–akan tidak
mungkin diatasi guna mendirikan sebuah usaha dan mempertahankannya.
Hal tersebut memerlukan adanya komitmen yang tinggi.
2. Toleransi terhadap Ambiguitas
Para Entrepreneur memiliki toleransi tinggi terhadap ambiguitas, situasi–
situasi yang terus menerus berubah, dan lingkungan dimana mereka harus
beroperasi terus-menerus. Kemampuan untuk menghadapi ketidakpastian
bersifat kritikal, karena para pendiri bisnis tersebut mengambil keputusan
secara konstan sambil menggunakan informasi yang terkadang
berbenturan satu sama lain, yang dicapai dari sejumlah sumber yang
kadang tidak dikenal.
3. Fleksibilitas (Keluwesan)
Salah satu ciri pokok Entrepreneur adalah kemampuan mereka untuk
beradaptasi dengan tuntutan-tuntutan yang terus menerus berubah dari
pihak konsumen maupun dari bisnisnya sendiri. Dalam dunia penuh
perubahan, kekakuan seringkali menyebabkan timbulnya kegagalan–
kegagalan.

2.2.4 Faktor Pembentuk Karakter Entrepreneur


Menurut Shane, dalam pembentukan karakter Entrepreneur dipengaruhi
oleh beberapa faktor baik secara internal maupun secara eksternal yaitu sebagai
berikut (Winardi, 2003):
1. Lingkungan Keluarga dan Masa Kecil
Lingkungan keluarga dan masa kecil sangat berpengaruh terhadap
pembentukan semangat berwirausaha, hal ini disebabkan oleh pengaruh
pekerjaan orang tua yang terus membayangi si anak untuk melanjutkan
usaha orang tuanya ataupun karena naluri bisnis yang sudah terbentuk
selama membantu pekerjaan orang tuanya.

19 
Universitas Kristen Petra
2. Pendidikan
Faktor pendidikan juga tak kalah memainkan peran penting dalam
penumbuhan semangat kewirausahaan. Pendidikan tidak hanya
mempengaruhi seseorang untuk melanjutkan usahanya namun juga
membantu dalam mengatasi masalah dalam menjalankan usahanya.
3. Nilai-nilai Personal
Faktor nilai-nilai personal akan mewarnai usaha yang dikembangkan
seorang wirausaha dimana nilai inilah yang akan membedakan seorang
Entrepreneur dengan Entrepreneur lainnya terutama dalam proses
pengaturan organisasi usahanya serta menjalin hubungan dengan
pelanggan, supplier, dan pihak-pihak lain yang berhubungan dengan
usahanya.
4. Pengalaman Kerja
Faktor pengalaman kerja dapat menjadi sebuah motivasi bagi seseorang
untuk menjadi seorang Entrepreneur, dimana hal ini berhubungan dengan
pengalaman ketidakpuasan seseorang saat menjadi bawahan atau pegawai
yang lebih sering disuruh-suruh. Dari pengalaman ketidakpuasan inilah
yang mendorong seseorang dalam mengembangkan suatu usaha baru
sebagai seorang Entrepreneur.

2.3 Entrepreneurial Leadership


Entrepreneurial Leadership adalah sebuah proses inovasi dan kreasi
spekulasi melalui empat dimensi utama-individu, organisasi, lingkungan dan
proses yang dibantu dengan jaringan kolaboratif pada pemerintah, pendidikan,
dan institusi. Semua posisi pemikiran Entrepreneurial makro dan mikro harus
mempertimbangkan ketika mengenali dan menangkap peluang yang dapat
dipasarkan dan bersaing untuk mengimplementasikan ekonomi saat ini (Kuratko
dan Hodgetts, 2007).
Tugas terpenting dari seorang Entrepreneurial leader bukanlah mencari
peluang baru dan mengidentifikasi competitive insight kritis, tetapi membangun
sebuah organisasi yang dapat melakukan semua hal tersebut tentu saja atas
kesepakatan bersama.

20 
Universitas Kristen Petra
Ada tiga kategori besar praktis yang membuat tiap manajer berbeda:
1. Climate-setting practices
(Praktis yang menetapkan iklim kerja),
2. Orchestrating practices
(Praktis yang merancang proses mencari dan merealisasikan peluang untuk
mengembangkan bisnis),
3. “Hands-on (turun tangan)”
Dan praktis “Hands-on (turun tangan)” dalam berurusan dengan penyelesaian
masalah di lingkungan kerja yang berspekulasi.

2.3.1 Karakteristik Entrepreneurial Leadership


Terdapat 8 (delapan) buah karakteristik Entrepreneurial leadership yang
dibutuhkan, yaitu :
A. Achievement
Prestasi kerja itu dapat dicapai dengan ketekunan, skill yang memadai,
pengalaman kerja sehingga mereka harus benar-benar mempersiapkan diri
dengan baik agar prestasi kerja dapat mereka raih (Arkebauer, 1995).
B. Persistence
Ketekunan sangat diperlukan untuk dapat terus konsisten dalam
mengerjakan suatu pekerjaan dari awal hingga akhir (John, 1996).
C. Problem Solving
Kemampuan untuk mengumpulkan dan meneliti fakta yang ada,
sehingga kita dapat menghindari, mengantisipasi masalah yang akan datang
dan memahami bagaimana menerapkan solusi yang efektif (Arkebauer, 1995).
D. Self Confidence
Kepercayaan diri sangat penting dalam mengambil suatu keputusan,
bila kita tidak percaya diri maka kita tidak akan dipercaya oleh orang lain
(Pierce dan Newstrom, 2006).
E. Expertise
Pemimpin harus memiliki kemampuan menghadapi tantangan,
menginspirasi, memungkinkan, model, keberanian agar pemimpin dapat
menghadapi setiap masalah yang muncul (Kouzes, 1987).

21 
Universitas Kristen Petra
F. Influence
Pengaruh menjadi efek tindakan seseorang berakibat pada sikap, nilai-
nilai, kepercayaan, atau tindakan dari yang lain (Daft, 2008).
G. Monitoring
Memonitor lingkungan untuk tetap memiliki informasi aktifitas para
pesaing, pembuatan undang-undang baru, perubahan di dalam pasar,
seluruhnya itu yang bertugas dalam memonitor dalah manajer (Senior, 2002).
H. Integrity
Integritas berarti karakter yang utuh dari seorang pemimpin. Itu semua
menjadi fondasi bagi kepercayaan antara para pemimpin dan pengikutnya
(Daft, 2008).

2.4 Entrepreneurial Attribute Pemimpin Perusahaan


Atribut-atribut dari Entrepreneurial leadership diantaranya adalah
innovativeness, risk taking, proactiveness, competitive aggresiveness, dan
autonomy. Berikut ini akan diuraikan secara detail mengenai atribut-atribut
tersebut :

2.4.1 Innovativeness
Entrepreneurship yang mempunyai sikap inovatif menurut Williamson
dalam Winardi (2003), dicirikan oleh pengumpulan informasi secara agresif serta
analisis tentang hasil-hasil yang dicapai dari kombinasi-kombinasi baru faktor-
faktor produksi. Entrepreneur yang inovatif bereksperimentasi secara agresif, dan
mereka terampil mempraktekkan transformasi-transformasi kemungkinan-
kemungkinan atraktif.
Inovasi menurut Holt dalam Winardi (2003), adalah merupakan sebuah
cara baru untuk memanfaatkan sumber-sumber daya yang ada. Menyebabkan
terbentuknya produk-produk servis, atau proses-proses baru.
Menurut Zimmer dalam Winardi (2003), inovasi adalah kemampuan
untuk menerapkan solusi-solusi kreatif terhadap masalah-masalah dan peluang-
peluang tersebut, guna memajukan atau memperkaya kehidupan manusia. Para
Entrepreneur yang berhasil, muncul dengan ide-ide dan mereka mencapai cara-

22 
Universitas Kristen Petra
cara untuk menerapkannya dalam rangka memecahkan sesuatu masalah atau
memenuhi suatu kebutuhan. Sesungguhnya inovasi merupakan inti kemampuan
bagi perusahaan-perusahaan untuk dapat bersaing dengan pesaing
mereka.Sekalipun mereka tidak dapat melawan saingan mereka yang lebih besar
dalam bidang pembiayaan, perusahaan-perusahaan kecil dapat saja menciptakan
keunggulan-keunggulan kompetitif efektif kuat, dibandingkan dengan perusahaan
besar, melalui tindakan mengalahkan pesaing-pesaing mereka dalam bidang
penciptaan dan berinovasi.
Inovasi adalah proses menemukan sesuatu atau mengimplementasikan
sesuatu yang baru ke dalam situasi yang baru. Untuk menghasilkan perilaku
inovatif, seseorang harus melihat inovasi secara mendasar, sebagai proses yang
dapat dikelola.

2.4.1.1 Perilaku Inovatif


Menurut Adair (1996) terdapat 3 (tiga) hal perilaku yang inovatif, yaitu:
1. Generating ideas
Individu atau kelompok yang menghasilkan gagasan untuk
mengembangkan produk, proses, pelayanan yang ada sebelumnya atau
menciptakan sesuatu yang baru.
2. Harvesting ideas
Individu atau kelompok yang mengumpulkan, menyaring, dan
mengevaluasi gagasan.
3. Developing and implementing these ideas
Suatu individu atau kelompok dalam mengembangkan dan meningkatkan
gagasan sampai pada diberikannya tanggapan yang berasal dari orang lain.

2.4.1.2 Karakter Perilaku Inovatif


Menurut George dan Zhou (2001) karakter individu yang memiliki
perilaku inovatif, seperti berikut:
1. Mencari tahu teknologi baru, proses, teknik ide-ide baru.
2. Menghasilkan ide-ide yang kreatif.
3. Memajukan dan memperjuangkan ide-ide ke orang lain.

23 
Universitas Kristen Petra
4. Meneliti dan menyediakan sumber daya yang diperlukan untuk
mewujudkan ide- ide baru.
5. Mengembangkan rencana dan jadwal yang matang untuk mewujudkan ide
baru tersebut.
6. Kreatif
Untuk manajer dan wirausahawan mempunyai tahap-tahap untuk
berperilaku inovatif

2.4.1.3 Klasifikasi Inovasi


Menurut Scott dan Bruce (1994), inovasi dapat diklasifikasikan
berdasarkan kecepatan perubahan inovasi yang terdiri atas :
a. Inovasi Radikal
Inovasi ini dilakukan dalam skala besar, dilakukan oleh para ahli di
bidangnya,dan biasanya dikelola oleh Departemen Penelitian dan
Pengembangan. Inovasi ini seringkali dilakukan dalam bidang Manufaktur
dan Lembaga Jasa Keuangan.
b. Inovasi Inkremental
Proses menyesuaikan dan mengimplementasikan perbaikan yang berskala
kecil dan diselesaikanoleh pihak yang terkait.

2.4.2 Risk Taking


2.4.2.1 Pengertian Resiko
Menurut Hasan (2004), resiko merupakan sesuatu, yang akan diterima
atau ditanggung oleh seseorang sebagai konsekuensi atau akibat dari suatu
tindakan.
Resiko adalah ketidakpastian yang kondisi dimana ada kemungkinan arus
deviasi dari hasil yang diinginkan, yang diharapkan atau dinantikan. Dalam
kaitannya dengan suatu bisnis, resiko adalah kemungkinan kerugian yang
dihubungkan dengan asset dan potensial pendapatan dari perusahaan
(Longenecker, Moore, dan Petty, 2000).
Resiko bisnis menurut Wasis adalah kemungkinan adanya kerugian
dalam menjalankan suatu bisnis tertentu. Dalam penelitian ini resiko bisnis akan

24 
Universitas Kristen Petra
diteliti dari 2 sisi yaitu dari sisi perusahaan yang disebut risiko perusahaan dan
dari sisi industri yang disebut resiko bisnis (Winardi, 2003).

2.4.2.2 Klasifikasi Resiko


Resiko bisnis dapat diklasifikasikan, dalam dua kategori besar, yaitu:
(Longenecker, Moore, dan Petty, 2000)
1. Resiko pasar adalah ketidakpastian yang dihubungkan dengan keputusan
investasi. Seorang wirausaha yang menginvestasikan bisnis baru berharap
mendapat keuntungan, tapi sadar hasil akhirnya menjadi kerugian. Hanya
setelah mengidentifikasi kesempatan investasi, strategi pengembangan,
dan mengakui sumber-sumber barulah para Entrepreneur menemukan
hasil akhirnya untung atau rugi.
2. Resiko murni adalah situasi dimana hanya terjadi kerugian atau tidak ada
kerugian yang dapat terjadi.

2.3.2.3 Jenis-jenis Resiko


a. Resiko Dinamis, yaitu resiko yang berhubungan dengan dinamika atau
perubahan keadaan ekonomi, seperti tingkat harga, selera dan teknologi.
Resiko dinamis dapat berupa sebagai berikut :
• Resiko Manajemen yang terdiri atas :
- Resiko Pasar
- Resiko Keuangan
- Resiko Produksi
• Resiko Politik, yaitu resiko yang berhubungan dengan terjadinya
perubahan politik yang diambil oleh Pemerintah.
• Resiko Inovasi, yaitu resiko yang berhubungan dengan terjadinya
perubahan-perubahan produk, baik berupa bentuk, isi, cara-cara,
metode baru dalam pembuatannya.
b. Resiko Statis, yaitu resiko yang berhubungan dengan keadaan ekonomi
yang statis.
Resiko statis dapat berupa sebagai berikut :
• Resiko Fundamental, yaitu resiko yang menyangkut rakyat banyak

25 
Universitas Kristen Petra
• Resiko Khusus, yaitu resiko yang menyangkut orang perorangan
• Resiko Murni, yaitu resiko yang sifatnya alami (murni)
• Resiko Spekulatif, yaitu resiko yang sifatnya untung-untungan
• Resiko Perorangan, yaitu resiko yang dapat menimpa orang
• Resiko Kebendaan, yaitu resiko yang menyangkut harta benda.

2.4.2.4 Sumber-sumber Resiko


a. Masyarakat (Resiko Sosial), berupa tindakan orang-orang yang
menciptakan kejadian yang menyebabkan terjadinya penyimpangan yang
merugikan dari harapan kita.
b. Fisik (Resiko Fisik), berupa fenomena alam dan kesalahan yang dilakukan
oleh manusia.
c. Ekonomi (Resiko Ekonomi), berupa keadaan ekonomi yang mungkin
mengalami perubahan atau tidak.

2.4.2.5 Kondisi Beresiko


Kondisi Beresiko adalah suatu keadaan yang harus memenuhi beberapa
syarat diantaranya adalah :
a. Ada alternatif tindakan yang dapat dilakukan
b. Ada kemungkinan kejadian yang tidak pasti dengan masing- masing nilai
probabilitas
c. Memiliki nilai “pay off” sebagai hasil kombinasi suatu tindakan dan
kejadian tidak pasti tertentu.
Pay off merupakan nilai yang menunjukkan hasil yang diperoleh dari
kombinasi suatu alternatif tindakan dengan kejadian tidak pasti tertentu, pay off
dapat berupa nilai pembayaran, laba, kenaikan pangsa pasar, kekalahan,
penjualan, kemenangan, dan sebagainya.

2.4.3 Proactiveness
Menurut Covey (1994), proaktif adalah suatu upaya untuk memfokuskan
diri di dalam lingkungan pengaruh. Lingkungan pengaruh mengajarkan seeorang
untuk mengerjakan hal-hal yang terhadapnya mereka dapat berbuat sesuatu. Sifat

26 
Universitas Kristen Petra
dari kekuatan mereka adalah positif, meluaskan, dan memperbesar, yang
menyebabkan Lingkungan pengaruh meningkat. Sikap proaktif berarti adalah
mengembangkan kebiasaan yang pertama dan paling mendasar dari manusia yang
sangat efektif dalam lingkungan apapun.

2.4.4 Competitive Aggresiveness


Competitive Aggresiveness diartikan bagaimana mereaksikan
kecenderungan kompetitif dan permintaan yang telah ada pada pasar (Lumpkin
dan Dess, 1996).

2.4.5 Autonomy
Autonomy merupakan sikap mandiri sebagai bagian dari karakteristik
seorang Entrepreneur. Refleksi dari autonomy ini adalah sikap yang tidak ingin
mengandalkan orang lain dalam setiap usahanya karena adanya keyakinan bahwa
ia mampu untuk melakukan pekerjaan tersebut dan mampu mengarahkan dirinya
sendiri (Winardi, 2003).

2.5 Orientasi Individu


Menurut Schermerhorn Jr. (1999) dalam Winardi (2003) ada sejumlah
karakteristik Entrepreneur, antara lain yaitu :
a. Lokus pengendalian internal
Para Entrepreneur beranggapan bahwa mereka berkemampuan untuk
mengendalikan nasib mereka sendiri, mereka mampu mengarahkan diri
mereka, dan mereka menyukai otonomi.
b. Tingkat energi tinggi
Para Entrepreneur merupakan manusia yang persisten, yang bersedia
bekerja keras, dan mereka bersedia untuk berupaya ekstra untuk meraih
keberhasilan.
c. Kebutuhan tinggi akan prestasi
Para Entrepreneur termovitasi untuk bertindak secara individual untuk
melaksanakan pencapaian tujuan-tujuan yang menentang.

27 
Universitas Kristen Petra
d. Toleransi terhadap ambiguitas
Para Entrepreneur merupakan manusia yang bersedia menerima risiko,
mereka mentoleransi situasi-situasi yang menunjukkan tingkat
ketidakpastian tinggi.
e. Kepercayaan diri
Para Entrepreneur merasa diri kompeten, dan mereka yakin akan diri
mereka sendiri, dan mereka bersedia mengambil keputusan-keputusan.
f. Berorientasi pada action
Para Entrepreneur berupaya agar mereka bertindak mendahului
munculnya masalah-masalah, mereka ingin menyelesaikan tugas-tugas
mereka secepat mungkin dan mereka tidak bersedia menghamburkan
waktu yang berharga.

2.6 Perkembangan Perusahaan


Penilaian terhadap sebuah perusahaan yang sedang berkembang dapat
dilihat dari kinerja perusahaan tersebut. Menurut Umar (2005) dalam penilaian
tersebut memiliki beberapa aspek yang penting yaitu :
1. Aspek Finance atau keuangan perusahaan
Perlunya mengevaluasi bisnis dari aspek keuangan adalah untuk
mengetahui apakah realisasi investasi telah sesuai dengan yang
diharapkan. Analisisnya dapat ditinjau dari laba dengan membandingkan
antara pengeluaran dan pendapatan, ketersediaan biaya modal kerja dan
aset tetap, jumlah omzet yang didapat tiap tahap, periode kembali modal
dalam beberapa bulan, serta kemampuan untuk membayar jumlah
pinjaman.
2. Aspek Marketing atau pemasaran
Evaluasi untuk aspek pemasaran akan diarahkan untuk mendapatkan
informasi mengenai fakta tertentu dibandingkan dengan target atau
rencana yang telah ditetapkan sebelumnya, misalnya strategi bersaing
untuk mendapatkan banyak pelanggan atau pembeli per hari, nilai
penjualan dan market share yang dikuasai perusahaan, serta jumlah
pemasok yang didapat oleh perusahaan. Sedangkan dalam aspek pasar

28 
Universitas Kristen Petra
perlu mengetahui tentang consumer behavior untuk mengetahui
keinginan pasar potensial terhadap produk serta sikap, perilaku dan
kepuasan konsumen terhadap produk.
3. Aspek Sumber Daya Manusia (SDM)
Beberapa hal penting dalam Sumber Daya Manusia yang perlu di
evaluasi antara lain mengenai kepemimpinan level manager, juga
kepemimpinan level supervisor, juga diperlukan jumlah tenaga kerja
yang membantu mengelola,  Program pelatihan ditujukan untuk
memperbaiki penguasaan berbagai keterampilan dan teknik pelaksanaan
kerja tertentu untuk kebutuhan sekarang, sedangkan pengembangan
bertujuan untuk menyiapkan pegawainya siap memangku jabatan tertentu
di masa yang akan dating. Pengembangan bersifat lebih luas karena
menyangkut banyak aspek, seperti peningkatan dalam keilmuan,
pengetahuan, kemampuan, sikap dan kepribadian. Program pelatihan dan
pengembangan bertujuan antara lain untuk menutupi gap antara
kecakapan karyawan dan permintaan jabatan, selain untuk meningkatkan
efisiensi dan efektivitas kerja karyawan dalam mencapai sasaran kerja. 

29 
Universitas Kristen Petra
2.7 Kerangka pemikiran
 

  Entrepreneurial Leadership Usaha Kecil


  Makanan dan Minuman di Jawa Timur

 
Sikap dan Penilaian Pemilik Usaha Perkembangan Perusahaan
 
Kecil berdasarkan Attribute Makanan dan Minuman dari
 
Entrepreneur Leadership Aspek Perusahaan
 

 
   
  Innovativeness Aspek Finance
  Risk Taking Aspek Marketing

 
Proactiveness Aspek SDM
Competitive Agresiveness
 
Autonomy
 

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Entrepreneurial Leadership Usaha Kecil


Makanan dan Minuman di Jawa Timur dan Hubungannya dengan Perkembangan
Perusahaan (Winardi, 2003), (Umar, 2005), (Winardi, 2000)

30 
Universitas Kristen Petra

Anda mungkin juga menyukai