Anda di halaman 1dari 6

4.

1 Masa Khulafaur Rasyidin

Secara bahasa, Khulafaur Rasyidin berasal dari kata Khulafa dan Ar-Rasyidin.Kata Khulafa’
merupakan jamak dari kata Khalifah yang berarti pengganti.Sedangkan Ar-Rasyidin
artinya mendapat petunjuk. Artinya yaitu orang yang ditunjuk sebagai pengganti,
pemimpin atau pemimpin yang selalu mendapat petunjuk dari Allah SWT. Para Khulafaur
Rasyidin merupakan sahabat Nabi Muhammad SAW, yaitu :

1. Abu Bakar Ash-Shiddiq.

2. Umar bin Khattab.

3. Usman bin Affan.

4. Ali bin Abi Thalib.

Rasulullah SAW Wafat tanpa meninggalkan wasiat kepada seseorang untuk meneruskan
kepemimpinananya (kekhalifahan). Sekelompok orang berpendapat bahwa Abu Bakar
lebih berhak atas kekhalifahan karena Rasulullah meridhoinya dalam soalsoal agama,
salah satunya dengan, memintanya, mengimami sholat berjamaah selama beliau
sakit.Oleh karena itu, mereka menghendaki agar Abu Bakar memimpin urusan keduniaan,
yakni kekhalifahan. Kelompok lain berpendapat bahwa orang yang paling berhak atas
kekhalifahan ialan dari Ahlul bait Rasulullah SAW yaitu Abdullah bin Abbas atau Ali bin Abi
Thalib. Selain itu, masih ada sekelompok lain yang berpendapat bahwa yang palin berhak
atas ke khalifahan ialah salah seorang dari kaum Quraisy yang termasuk didalam kaum
Muhajirin gelombang pertama. Kelompok lainnya berpendapat, bahwa yang paling
berhak atas kekhalifahan ialah kaum Anshor. Masalah suksesi mengakibatkan suasana
politik umat islam menjadi sangat tegang.

Padahal semasa hidupnya, nabi bersusah payah dan berhasil membina persaudaraan
sejati yang kokoh diantara sesame pengikutnya yaitu antara kaum Muhajirin dan
Anshor.Dilambatkannya pemakaman jenazah beliau betapa gawatnya krisis suksesi itu.
Ada 3 golongan yang bersaing keras dalam perebutan kepemimpinan ini; Anshor,
Muhajirin, dan keluarga Hasyim.
1. Tsaqifah Bani Sa’idah

Saqifah Bani Saidah merupakan teras milik suku Bani Saidah bin Ka'b bin Khazraj. Saqifah
Bani Sa’idah berada di dekat Masjid Nabawi dan terkenal dalam sejarah.Letaknya berada
di sebelah Barat Masjid Nabawi, di samping sumur Badza'ah. Sa'ad bin Ubadah yang
merupakan calon khalifah dari suku Anshar tinggal di dekat Saqifah itu.

Tidak adanya pesan khusus Nabi Muhammad tentang calon penggantian kepemimpinan
negara mendorong umat islam.Pada waktu itu secepatnya mencari penggantinya. Kaum
Asyar mengadakan pertemuan di Tsaqifah bani Sa’idah yang menghasilkan kesimpulan
sementara, bahwa kaum Asyariyah yang paling besar jasa nya terhadap islam dengan
demikian, maka pengganti kedudukan Nabi sebagai kepala negara pantas di pilih dari
golonggan mereka.

Kemudian berita itu sampai kepada Abu bakar dan Umar. Lalu mereka bersama Abu
Ubaidah bin Sarah datang ke Saqifah. Tiga orang ini lah yang dapat di katakan sebagai
wakil kaum Muhajirin. Sementara dari kaum Ashar di wakili oleh Basyir bin Sa’ad bin
Khudair dan Sadim. Selanjutnya musyawarah di Syaqifah menjadi musyawarah perwakilan
kaum Muhajjirin dan Ashar. Akhirnya, setelah melewati perdebatan panjang.Wakil dari
kaum Ashar menerima pendapat bahwa suku Quraisyiah yang lebih pantas menjadi
pemimpin. Abu Bakar mencalonkan Umar bin Khattab atau Abu Ubaidah bin Sarah,
namun keduanya tidak bersedia dicalonkan,lalu Basyir Ibn Sa’ad menjabat tangan Abu
Bakar dan membuatnya sebagai pengganti Nabi (Khalifah). Bay’at ini kemudian di kenal
dengan Bay’at Saqifah.Pada hari berikutnya, Abu Bakar naik mimbar di Masjid Nabawi
dan berlangsung bay’at umum.

2. Sistem Politik Pemerintahan dan Bentuk Negara

Pada waktu itu timbul tiga golonggan politik. Golongan Ali yang kemudian dikenal dengan
nama Syi’ah, golongan yang keluar dari barisan Ali yaitu kaum khawarij dan golongan
mu’awiah, yang kemudian membentuk Dinasti Bani Umayyah dan membawa sistem
kerajaan dalam islam. Khalifah (pemerintahan), yang timbul sesudah wafatnya Nabi
Muhammad SAW, tidak mempunyai bentuk kerajaan, tetapi lebih dekat merupakan
republik,dalam arti kepala negara dipilih dan tidak mempunyai sifat turun menurun.
Karena dalam pemerintahan harus ada persetujuan dari masyarakat. Dan tidak bisa kita
pilih sendiri tanpa adanya musyawarah dari masyarakat. Kita ketahui khalifah pertama
adalah Abu Bakar dan beliau tidak mempunyai hubungan darah dengan Nabi Muhammad
SAW. Khalifah yang kedua Umar bin al-Khatab, demikian pula khalifah ketiga Usman bin
Affan dan khalifah ke empat Ali bin Abu Thalib,satu sama lain tidak mempunyai
hubunggan darah, mereka adalah sahabat Nabi dan dengan demikian hubunggan sesama
mereka merupakan hubungan persahabatan.Jadi sudah jelas di atas kita ketahui bahwa di
dalam pemerintahan dan bentuk negara tidak ada mempunyai hubungan darah, tetapi
ada hubungan persahabatan dan juga atas pengetahuan masyarakat atau masyarakat
yang memilihnya.

3. Sistem Penggantian Kepala Negara

Sistem pergantian dan pengangkatan khalifah sebagai kepala negara merupakan pola
pemerintahan Khulafaur Rasyidin yang paling penting. Ke empat Khulafah alRasyidin
dipilih melalui cara yang hampir sama. Pola pemilihan tersebut dapat di katagorikan
sebagai pemilihan langsung yang terdiri atas dua tahap.Tahap pertama pemilihan figur
khalifah, sedangkan tahap kedua, pengukuhan keabsahan khalifah terpilih melalui bai’at
(janji kesetiaan).

Abu bakar diangkat menjadi khalifah atas dasar pemufakatan pemuka-pemuka ashar dan
muhajirin dalam rapat saqifah di madina.Umar menjadi khaifah kedua atas pencalonan
Abu Bakar yang segera juga mendapat persetujuan umat. Penentuan Usman bin Affan
sebagai khalifah ketiga di rundingkam dalam rapat, setelah Ustman terbunuh, Ali lah yang
merupakan calon terkuat untuk menjadi khalifah keempat. Mulai dari masa Abu Bakar
sampai kepada Ali radiallahu ta’ala anhum ajma”in dinamakan periode Khulafaur
rasyidah.Para khalifahnya disebut al khulafah al-rasyidun (khalifah-khalifah yang
mendapat petunjuk). Ciri masa ini adalah para khalifah betul-betul menurut teladan
Nabi.mereka di pilih melalui proses musyawarah yang dalam istilah sekarang di sebut
demokratis. Setelah periode ini,pemerintahan islam berbentuk kerajaan kekuasan
diwariskan secara turun menurun. Pada tanggal 20 ramadhan 40 H (660 M) Ali radhallahu
anhu terbunuh oleh salah seorang anggota khawarij yaitu Abdullah bin Muljam.

4. Khalifah,Amirul mukminin dan Imam

Secara bahasa Khalifah,Amirul mukminin dan Imam memiliki arti yang sama yaitu
pemimpin, sedangkan menurut istilah telah dijelaskan oleh Asy-Syaikh Al-Muhaddits
Muhammad ‘Abdul Hayyi al-Kattani (w. 1382 H)

‫ ﻷﻧﻪ‬،‫ ﻭاﻟﻘﺎﺋﻢ ﺑﻬﺎ ﻳﺴﻤﻰ اﻟﺨﻠﻴﻔﺔ‬،‫ اﻟﻘﺎﺋﻤﺔ ﺑﺤﺮاﺳﺔ اﻟﺪﻳﻦ ﻭاﻟﺪﻧﻴﺎ‬،‫ ﻭاﻟﻮﻻﻳﺔ اﻟﻌﺎﻣﺔ اﻟﺠﺎﻣﻌﺔ‬،‫اﻟﺨﻼﻓﺔ ﻫﻲ اﻟﺮﻳﺎﺳﺔ اﻟﻌﻈﻤﻰ‬
‫ ﻭاﻹﻣﺎﻡ ﻷﻥ( اﻹﻣﺎﻣﺔ( ﻭاﻟﺨﻄﺒﺔ( ﻓﻲ ﻋﻬﺪ( اﻟﺮﺳﻮﻝ( ﺻﻠﻰ ﻪﻠﻟا ﻋﻠﻴﻪ( ﻭﺳﻠﻢ ﻭاﻟﺨﻠﻔﺎء‬،‫ﺧﻠﻴﻔﺔ ﻋﻦ( ﺭﺳﻮﻝ ﻪﻠﻟا ﺻﻠﻰ ﻪﻠﻟا ﻋﻠﻴﻪ( ﻭﺳﻠﻢ‬
‫ ﻭﻫﻮ‬.‫ ﻭﻳﺴﻤﻰ ﺃﻳﻀﺎ ﺃﻣﻴﺮ اﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ‬،‫ ﻻ ﻳﻘﻮﻡ ﺑﻬﺎ ﻏﻴﺮﻩ ﺇﻻ ﺑﻄﺮﻳﻖ اﻟﻨﻴﺎﺑﺔ ﻋﻨﻪ؛ ﻛﺎﻟﻘﻀﺎء ﻭاﻟﺤﻜﻮﻣﺔ‬،‫اﻟﺮاﺷﺪﻳﻦ ﻻﺯﻣﺔ ﻟﻪ‬
‫اﻟﻮاﻟﻲ اﻷﻋﻈﻢ ﻻ ﻭاﻟﻲ ﻓﻮﻗﻪ ﻭﻻ ﻳﺸﺎﺭﻛﻪ ﻓﻲ ﻣﻘﺎﻣﻪ ﻏﻴﺮﻩ‬.

“Khilafah adalah kepemimpinan tertinggi, kekuasaan umum yang menyeluruh (atas umat
Islam,), yang berperan menjaga agama (Islam) dan urusan dunia sekaligus. Pelaksananya
disebut Khalifah, karena dia merupakan pengganti daripada Rasulullah; disebut juga
Imam karena menjadi Imam dan Khathib di masa Rasulullah dan Khulafa` Rasyidin adalah
kelaziman baginya. Tidak ada yang boleh menggantikannya kecuali ditunjuk untuk
mewakilinya, begitu juga dalam peradilan dan pemerintahan; dan juga disebut Amirul
Mukminin. Dialah pimpinan tertinggi (al-waliy al-a’zham), yang tidak ada pemimpin lagi di
atasnya dan tidak pula ada yang setingkat dengan kedudukannya.”

Namun sebenarnya Khalifah, Amirul mukminin dan Imam itu memiliki definisi detail
masing-masing,Khalifah ialah gelar yang diberikan untuk penerus Nabi Muhammad dalam
kepemimpinan umat Islam. Khalifah adalah sistem pemerintahan yang populer
diterapkan pada masa awal kejayaan Islam setelah wafatnya nabi Muhammad SAW.
Kata khalifah berasal dari Bahasa Arab yaitu khalf yang memiliki artin menggantikan, dan
kata khalaf yang bermakna orang yang datang kemudian, sebagai lawan dari kata salaf
atau orang yang terdahulu.

Sementara Amirul mukminin ialah julukan bagi pemimpin komunitas muslimin yang
pertama kali digunakan pada masa Umar bin Khattab. Arti secara kebahasaan adalah
‘pemimpin bagi kaum mukmin’. Panggilan Amirul Mukminin menggantikan panggilan
Khalifah (pengganti rasul) yang digunakan oleh Abu Bakar Siddiq. Sebutan ini
mengimplikasikan pengaruh Umar yang lebih ekspansif ketimbang julukan Khalifah yang
lebih daripada mempertahankan komunitas muslimin yang ada di Madinah. Julukan Amir
memiliki makna yang lebih militeristik ketimbang Khalifah.

Meskipun makna Amir memiliki makna kepemimpinan yang developmentalistik. Ini


tampak dari kepemimpinan Umar yang memulai penaklukan beberapa daerah Persia yang
merupakan kekuasaan Sasanid. Kepemimpinan Umar yang terkenal dengan pola
pengawasan yang ketat terhadap pemberlakuan ketertiban, keteraturan, dan
kesejahteraan. Kepemimpinan yang dijalankan oleh Umar merupakan kepemimpinan
yang tegas dan menata ulang kembali tatanan masyarakat Islam yang hampir kehilangan
arah. Ia menetapkan peraturan-peraturan yang ketat demi mencegah demoralisasi yang
sudah mulai kelihatan setelah kematian Nabi.

Sedangkan Imam ialah Istilah ini dipakai untuk pemimpin kaum Syiah, pengikut Ali bin Abi
Thalib. Julukan ini diberikan kepada Ali, sepupu sekaligus menantu Nabi. Kaum Syiah
meyakini bahwa kepemimpinan Ali merupakan kepemimpinan yang paling sah ketimbang
tiga pemimpin yang mendahuluinya. Hal ini karena Ali merupakan pewaris Nabi secara
spiritual maupun secara duniawi.

Julukan ini pun kemudian digunakan kepada keturunan Ali yang diklaim kaum Syiah
sebagai pewaris yang sah kepemimpinan kaum muslimin. Namun, ironisnya ternyata
Syiah tidak tunggal, ada begitu banyak pecahan Syiah sehingga banyak sekali orang-orang
yang merasa dirinya keturunan Ali menjadi Imam. Beberapa di antaranya adalah
kelompok Imam Dua Belas (Ja’fari), Imam Tujuh (Ismailiy), Zaidiyah, dan Hanafiyah.

Anda mungkin juga menyukai