Anda di halaman 1dari 29

REORIENTASI SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

(Kritik Nalar Internasionalisasi Pendidikan di Indonesia)

Tesis,
Diajukan kepada Sekolah Pascasarjana sebagai salah satu persyaratan
untuk memperoleh Gelar MA dalam pengkajian Islam

Oleh:
Suwidi
NIM: 11.2.00.1.03.01.0088

Di bawah bimbingan:
Dr. Nurlena Rifa’i, MA

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015

i
PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Suwidi
Jenjang Pendidikan : Strata II/Magister
Program Studi : Pengkajian Islam/Pendidikan Islam
NIM : 11.2.00.1.03.01.0088

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis dengan judul “Reorientasi


Sistem Pendidikan Nasional; Kritik Nalar Internasionalisasi Pendidikan di
Indonesia” merupakan karya asli saya. Jika di kemudian hari terbukti bahwa
tesis ini hasil dari plagiarisme maka saya bersedia ditindak sesuai peraturan
yang berlaku. Demikianlah pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Jakarta, 10 Agustus 2015


Yang membuat pernyataan,

Suwidi
PERSETUJUAN PEMBIMBING

Tesis dengan judul “Nalar Internasionalisasi Pendidikan: Mengungkap Relasi Kuasa


Modernisasi Pendidikan Islam di Indonesia” yang ditulis oleh Suwidi, NIM
11.2.00.1.03.01.0088 disetujui untuk dibawa ke Ujian Promosi Tesis.

Demikan persetujuan ini diberikan kepada yang bersangkutan untuk dipergunakan


sebagaimana mestinya.

Pembimbing,

Dr. Nurlena Rifai~, MA


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, tesis ini bisa diselesaikan meski banyak kekurangan di


sana sini, yang tidak lain adalah karena keterbatasan penulis. Kalaupun di
dalamnya ada nilai lebih, tidak lain karena pertolongan Allah, petunjuk para
kiai dan keterlibatannya banyak pihak yang telah membantu penulis selama
meneliti dan menulis.
Oleh karena itu, penulis sangat berterimakasih kepada Prof. Dr. Dede
Rosyada, MA selaku rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Prof. Dr.
Masykuri Abdillah, MA selaku Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Dr. JM Muslimin MA selaku ketua program Magister
Pengkajian Islam Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dr Nurlena
Rifa’i MA sebagai pembimbing yang banyak memberi masukan kepada
penulis dan Dr Muhammad Zuhdi, MA yang banyak memberi bantuan data,
serta para dosen yang memberikan wawasan dan pengalamannya yang kaya
selama penulis menjalani studi. Tak lupa penulis ucapkan terimaksih juga
kepada para staf dan karyawan serta penjaga Perpustakaan Utama dan
Perpustakaan Pascasarjarna UIN Syarif Hidayatullah, atas kerjasamanya
selama penulisan karya ini.
Selanjutnya, kepada kedua orang tua penulis, ayahanda Martono dan
Subyati, penulis persembahkan karya ini walau tak akan pernah sebanding
dengan jasa yang telah diberikan kepada penulis. Doa dan kasih sayang yang
tulus serta dorongan agar penulis tetap sehat adalah motivasi terbesar
sepanjang hidup penulis. Penulis juga persembahkan karya ini buat istri
tercinta; Naimatus Sa’diyah dan putri kecil penulis; Az Zahra Aisyla
Rahmah, berkat ketabahan mereka menunggu dan jauh dari suami dan
seorang ayah, telah memotivasi penulis untuk segera menyelesaian karya ini.
Selaian itu, penulis juga persembahkan karya ini buat dia, sepenulis ucapkan
banyak terimakasih kepada Ustad Anas S}afwa>n Khalid, yang selama ini
banyak meluangkan waktu untuk berdiskusi dengan penulis dalam
menyelesaikan karya ini. Ibu lisma sebagai Pimpinan Yayasan Rumah
Tahfidh As Sa>kinah, juga banyak memberikan bantuan kepada penulis baik
dalam bentuk motivasi maupun fasilitas yang penulis butuhkan dalam
menyelesaikan karya ini.
Penulis haturkan rasa terimakasih dan ta‘z}im kepada para ulama’,
hususnya KH. Moh Zuhri Zaini yang menguatkan jiwa penulis dalam proses
menyelesaikan karya ini. Begitu pula Kiai Ahmad Baso yang telah banyak
memberikan inspirasi dan mendidik penulis dalam memahami ilmu tentang
dunia pesantren.
Tak lupa penulis ucapkan banyak terimakasih kepada teman-teman
Komunitas Saung dan segenap pengurus Pesantren As- Sakinah yang telah
banyak memberikan inspirasi dan bantuannya kepada penulis dalam
menyelesaikan karya ini.

ii
Akhirnya, penulis menyerahkan karya ini kepada segenap pembaca
dengan besar harapan dapat memberikan saran dan kritik atas karya ini.
Semoga hasil penelitian ini menjadi ilmu yang barokah. Amin.

Pamulang, 10 Agustus 2015

Suwidi

iii
ABSTRAK

Tesis ini membuktikan bahwa melakukan depolitisasi pendidikan pada


waktu yang bersamaan berarti melestarikan sebuah ideologi. Tawaran
internasionalisasi seperti “kemajuan, pendidikan yang berkualitas, penyiapan
sumber daya manusia yang kompetitif dan berdaya saing,” pada kenyataannya
sebatas menjadi alat sosialisasi dan pemeliharaan serta pengukuhan ideologi kelas
menengah borjuis. Dengan demikian, internasionalisasi pendidikan merupakan
model pendidikan yang memihak..
Di antara tesis yang mengakui bahwa pendidikan erat kaitannya dengan
ideologi, adalah H.A.R Tilaar (2005), mengklaim internasionalisasi pendidikan
sebagai neo-liberalisme pendidikan. Dalam penyelenggaraannya, pendidikan ini
didasarkan pada ide Darwinisme Sosial, yakni menyiapkan sumber daya manusia
untuk berkompetisi sesuai kebutuhan pasar. Selain itu, Michael W. Apple (2002),
juga berargumen bahwa internasionalisasi dikendalikan atas dasar kepentingan
ekonomi. Dia menyebutnya “The World Market”; suatu proses yang menjadikan
dimensi ekonomi sebagai satu-satunya acuan dalam setiap dimensi globalisasi.
Kesimpulan ini sekaligus membuktikan ketidakbenaran tesis yang
mendukung pendidikan yang apolitis dengan menganjurkan internasionalisasi.
Misalnya, Ji-Yeung Jang (2009) menyimpulkan internasionalisasi identik dengan
peningkatan kualitas. Penelitian Kaitlin Leigh Oyler (2007) juga menegaskan
bahwa internasionalisasi pendidikan dapat mendorong sumber daya manusia
memiliki daya saing yang tinggi. Bahkan Abdul Syukur (2012) menganggap
internasionalisasi pendidikan perlu dilakukan demi mengangkat sistem pendidikan
di Indonesia ke level global, yakni dengan menguatkan dimensi interkultural dan
soft skill secara seimbang.
Penulis membagi sumber data menjadi dua jenis: sumber data primer
berupa dokumen hasil putusan Mahkamah Konstitusi No 5/PUU-X/2012 tentang
Sistem Pendidikan Nasional; Undang-Undang No 20 Tahun 2003 Pasal 50 ayat (3),
dan tulisan tentang kelas menengah di Indonesia. Sementara sumber sekunder
terdiri dari hasil penelitian, tulisan para pakar tentang internasionalisasi
pendidikan, globalisasi, dan beberapa tulisan yang mengulas tentang pesantren.
Pendekatan yang digunakan adalah Discourse Historical Approaches
(pendekatan wacana sejarah). Pendekatan ini disebut demikian, karena ingin
mengangkat konteks sejarah dalam proses pewacanaan, seperti bagaimana
idealisasi sekolah internasional muncul dalam masyarakat modern. Dengan
demikian, kajian sejarah dalam penelitian ini pada hakikatnya ingin mengkaji
proses terbentuknya idealisasi internasionalisasi pendidikan, dan mengungkap
rezim pengetahuan yang mendasari internasionalisasi menjadi ideal, bukan
dimaksudkan menemukan sejarah internasionalisasi secara kronologis.

vi
‫تجريد البحث‬

‫ىذا حبث مؤكد بأن الغاء التسييس يف الشؤون الرتبوية تسييس‪ .‬كما ان التدويل اليت تقدم نفسها كنموذج‬
‫تقدمي‪ ،‬وكرتبية جمودة‪ ،‬وتزويد األجيال بقوة املنافسة‪ ،‬بالفعل تربير لتيار ايديولوجي معني‪ .‬فصارت التدويل‬
‫اذن منهج متطرف‪.‬‬
‫ومن الدراسات اليت تؤيد ان الرتبية مؤطر بالقوة االيديولوجيا ما كتبو ه‪.‬أ‪.‬ر‪ .‬تيالئر )‪، (H.A.R. Tilaar‬‬
‫وىو يقول ان التدويل تنتمي اىل قوة الرأمسالية اجلديدة (‪ )neo-liberalisme‬يف الرتبية‪ ،‬وانو منطلق من‬
‫الدروينية اإلجتماعية‪ ،‬وىي جتهيز اإلنسان للمنافسة على ما احتاجو الرأمسالية الدولية‪ .‬وكذا ميكائل و‪.‬‬
‫آبيل (‪ )Michael W. Apple‬القائل بان التدويل مؤطر بتيارات اقتصادية واخضاع النواحي املعاصرة‬
‫ألمهية اقتصادية‪ .‬ىذا من جهة‪.‬‬
‫و يقوم الباحث من جهة اخرى على معارضة الدراسات اليت حتث على التدويل انطالقا من احملايدة‬
‫السياسية‪ .‬منها ما قالو جي يونج جان ( ‪ )Ji-Yeung Jang‬ان التدويل ىو التطوير والرتقي‪ .‬وكذالك‬
‫كيتلني ليح اويالر ( ‪ )Kaitlin Leigh Oyler‬ان التدويل جتهيز االجيال بقوة املنافسة‪ .‬فضال‪ ،‬ما‬
‫استنتجو عبد الشكور‪ ،‬ان التدويل حمتاج لرتقية النظام الرتبوي باندونسيا اىل املستوى الدويل‪ ،‬وىي مشروط‬
‫بالتثقيف الدويل واملهارات الناعمة‪.‬‬
‫استفاد الباحث نوعي املراجع‪ ،‬منها ما يصدر من القوانني حنو ما انتجو جملس التحكيم للقانون عن تنفيذ‬
‫املدارس التدويلية ‪(hasil putusan Mahkamah Konstitusi No 5/PUU-X/2012 tentang‬‬
‫‪Sistem Pendidikan Nasional; Undang-Undang No 20 Tahun 2003 Pasal 50 ayat 3),‬‬
‫ومسامهة الربجوازية باندونيسيا‪ .‬واستفاد ايضا املباحث والدراسات عن التدويل‪ ،‬تربويا كان او اقتصادي‪.‬‬
‫وعاجل ىذا حتليال تارخييا‪ .‬وقصد بو تكشيفا ملا اختذه اجملتمع احلديث صورة مثالية من تدويل‪ .‬وكان القصد‪،‬‬
‫فعال‪ ،‬تكشيف لتكوين تلك الفكرة وتدوينها كفعل عقلي‪ ،‬ال كالتأريخ على حدة‪.‬‬

‫‪vii‬‬
ABSTRACT

This thesis has proven that at the same time the depoliticization of
education means the preservation of an ideology. In fact, some offers made by
internationalization such as advancement, qualified education and competitive
human resources preparation are merely a means of socialization and the
preservation and affirmation of the middle class bourgeois ideology.
Consequently, the internationalization of education leads to bias in educational
system.
Among the theses stating that education is closely related to ideology is
the one written by HAR Tilaar (2005). He claims the internationalization of
education as neo-liberalism education. In its implementation, this type of
education is based on the idea of Social Darwinism which aims at targeting
human resources to compete according to market needs. Additionally, Michael
W. Apple (2002) argues that internationalization is controlled on the basis of
economic interests. He then calls it ‚The World Market‛, a process which makes
the economic dimension as the sole reference in each dimension of globalization.
In view of the above arguments, we can conclude that theses which
support apolitical education by applying internationalization are proven wrong.
Jang Ji-Yeung (2009), for instance, argues that internationalization is identical
to quality improvements. In addition, Kaitlin Leigh Oyler (2007) confirms that
the internationalization of education significantly leads to competitive human
resources. In the meantime, Abdul Gratitude (2012) even considers the
internationalization of education as a means to elevate the education system in
Indonesia at the global level by equally strengthening intercultural and soft skills
dimensions.
The writer divides the data sources into two types; 1) primary data
source containing the outcome of the Constitutional Court decisions No. 5/PUU-
X/2012 on National Education System; Act No. 20/2003, Article 50, paragraph
(3) and some writings focusing on the middle class in Indonesia, and 2)
secondary data source consisting of researches and experts’ writing on the
internationalization of education, globalization and pesantren (Islamic boarding).
The research approach used in this study is Discourse Historical
Approach which aims at unveiling the historical context through discourses such
as how the international school idealization appears in modern society. In this
regard, the study of history in this study is essentially intended to investigate
how the idealization of the internationalization of education appears and to
uncover the underlying knowledge regime of the internationalization.

Keywords: depoliticization, ideology, middle class bourgeois, the


internationalization of education, apolitical education,
globalization and Pesantren.

viii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

1. Konsonan

Huruf Arab Huruf Latin Nama

‫ا‬ Tidak dilambangkan Tidak dilambangkan


‫ب‬ B Be
‫ت‬ T Te
‫ث‬ Th Te dan ha
‫ج‬ J Je
‫ح‬ H} Ha (dengan titik di bawah)
‫خ‬ Kh ka dan ha
‫د‬ D De
‫ذ‬ Dh De dan ha
‫ر‬ R Er
‫ز‬ Z Zet
‫س‬ S Es
‫ش‬ Sh es dan ha
‫ص‬ S} Es (dengan titik di bawah)
‫ض‬ D} De (dengan titik di bawah)
‫ط‬ T} Te (dengan titik dibawah)
‫ظ‬ Z} zet (dengan titik di bawah)
‫ع‬ ‘ koma terbalik (di atas)
‫غ‬ Gh Ge dan ha
‫ف‬ F ef
‫ق‬ Q qi
‫ك‬ K ka
‫ل‬ L el

ix
‫م‬ M em
‫ن‬ N en
‫و‬ W we
‫ه‬ H ha
‫ء‬ ‘ apostrof
‫ي‬ Y ya

2. Vokal
a. Vokal tunggal :
Tanda Vokal Nama Huruf Latin Nama
َ Fathah A A
ِ Kasrah I I
ُ Dammah U U

b. Vokal Panjang (maddah)


Tanda Nama Huruf Latin Nama
َ‫ا‬ Fathah dan alif a> A dengan garis di
atas
‫ي‬
‫ٍي‬ Kasrah dan ya i> I dengan garis di
atas
‫ُو‬ Dammah dan u> U dengan garis di
wau atas

x
DAFTAR ISI

Lembar Judul .................................................................................................. i


Kata Pengantar ............................................................................................... ii
Pernyataan Bebas Plagiasi ............................................................................... iv
Persetujuan Pembimbing ................................................................................. v
Abstrak............................................................................................................ vi
Pedoman Transliterasi Arab-Latin ................................................................... ix
Daftar Isi ........................................................................................................ xi

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1
B. Permasalahan ..................................................................................... 8
1. Identifikasi Masalah .......................................................................... 8
2. Pembatasan Masalah ......................................................................... 9
3. Rumusan Masalah .............................................................................. 10
C. Peneltian Terdahulu yang Relevan ...................................................... 10
D. Tujuan Penelitian ................................................................................ 12
E. Metodologi Penelitian ........................................................................ 13
1. Jenis dan pendekatan Penelitian ........................................................ 13
2. Sumber dan Metode Pengumpulan Data .......................................... 14
3. Metode Analisis Data ....................................................................... 15
F. Sistematika Penulisan ........................................................................ 15

II. PENDIDIKAN DAN STRATEGI INTERNASIONALISASI


A. Konsep Internasionalisasi Pendidikan.................................................. 17
1. Nomenklatur Internasionalisasi ........................................................ 16
2. Argumen Keharusan Internasionalisasi ............................................. 25
3. Bentuk-Bentuk Internasionalisasi Pendidikan ................................. 29
B. Pendidikan Dalam Bingkai Praksis ..................................................... 33

III. FORMASI NALAR INTERNASIONALISASI


A. Logika Internasionalisasi Pendidikan Versi Pemerintah ....................... 39
1. Internasionalisasi sebagai Tuntutan Globalisasi ............................ 39
2. Internasionalisasi Sebagai Peningkatan Kualitas Pendidikan ....... 42
B. Legislasi Internasionalisasi Pendidikan dan Urbanisasi Pendidikan ..... 45
1. Penyelenggaraan SBI/RSBI: Kompetisi sebagai Ideologi ............. 47
2. RSBI = SNI + X (X = OECD ......................................................... 51
C. Internasionalisasi Sebagai Insepsi Kesadaran Kelas ............................ 57
1. Kronologisasi Pendidikan di Indonesia; Dari Pesantren Hingga
Sekolah ........................................................................................... 59

xi
2. Model Pembacaan Orientalis: Keharusan Melakukan
Internasionalisasi ............................................................................. 65

IV. IN(TER)VENSI KELAS MENENGAH DALAM MODERNISASI


PENDIDIKAN
A. Dilema Internasionalisasi: Antara Kualitas dan Identitas ................... 70
1. Generasi Berwawasan Global dan Matinya Lokalitas ..................... 72
2. Generasi Berdaya Saing Tinggi di Tengah Sistem Depersonal ........ 77
3. Masyarakat Pasca-Industri dan Masyarakat Pasca-Nasional ............ 84
B. Pesantren: Ikhtiar Kelas Menengah Santri Nasionalis ......................... 89
1. Dari Subkultur Merajut Identitas Kebangsaan ................................. 91
a. Paternalisme; Sami‘na> Wa At}a‘na> Lil ‘Ilm Wa Ahlihi ........... 93
b. Kurikulum Pesantren ............................................................... 99
c. Pola Kehidupan Pesantren ....................................................... 104
2. Internasionalisasi … Glokalisasi ...................................................... 106

V. PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................ 110
B. Saran dan Rekomendasi ...................................................................... 111

BIBLIOGRAFI ....................................................................................... 113

GLOSARI ................................................................................................ 120


INDEKS................................................................................................... 124
Biodata Penulis ........................................................................................

xii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Persoalan pendidikan yang ramai diperbincangkan dalam beberapa
tahun terakhir di Indonesia adalah pendidikan bertaraf internasional. Model
pendidkikan seperti ini sepertinya diposisikan sebagai orientasi akhir dari
Sistem Pendidikan Nasional dalam menghadapai globalisasi. Banyak
kalangan berharap, internasionalisasi pendidikan dapat meningkatkan
kualitas pendidikan Indonesia. Namun, harapan itu pupus setelah pemerintah
melarang RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional) dan SBI (Sekolah
Bertaraf Internasional) pada semua tingkat pendidikan untuk
diselenggarakan di Indonesia.1
Putusan ini masih menjadi persoalan kontroversial. Banyak kalangan
memberikan reaksi positif dan negatif. Beberapa kajian dari pakar pendidikan
menyatakan bahwa keputusan tersebut sudah tepat, karena beberapa alasan.
Pertama, penyelenggaraan RSBI/SBI di Indonesia telah menghianati
landasan dasar pendidikan Indonesia, yakni nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila dan UUD 1945. Kedua, Internasionalisasi pendidikan yang ada
justru berlandaskan pada paham neo-liberalisme, yang memosisikan
pendidikan sebagai komoditas.2
Sementara kelompok yang mendukung, beralasan bahwa RSBI/SBI
merupakan upaya nyata dan hasil positif dalam perbaikan mutu pendidikan

1
Putusan ini dibacakan oleh Mahkamah Konstitusi pada 8 Januari 2013. Isinya
adalah mencabut Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Pasal 50 ayat (3) yang menyebutkan, “ Pemerintah dan/atau pemerintah
daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua
jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf
internasional. Putusan ini dinilai bertentangan dengan Alinea Keempat Pembukaan
UUD 1945, yang intinya adalah negara dibebankan dan berkewajiban “mencerdaskan
kehidupan bangsa”. Putusan ini juga berlaku pada pendidikan Islam di bawah
Departemen Agama. Karena pendidikan Islam merupakan sub sistem Pendidikan
Nasional. Lih Mahkamah Konstitusi, Risalah Sidang No 5/PUU-X/2012 tentang
Undang-Undang No 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional, 19.
http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/Risalah/risalah_sidang_Putusan%20Perkara%
20Nomor%20%2091,80,76,25,5,1%20PUU.X.2012%20TAnggal%2008%20Januari
%202013.pdf (diakses 14 Januari 2013)
2
Mahkamah Konstitusi, Ringkasan Permohonan Perkara Nomor 5/PUU-
X/2012 tentang Pelaksanaan Program Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional
(RSBI) dan Sekolah Bertaraf Internasional dapat Mengesampingkan Sistem
PendidikanNasional, http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/Risalah/risalah_sidang
_Putusan%20Perkara%20Nomor%20%2091,80,76,25,5,1%20PUU.X.2012%20TAng
gal%2008%20Januari%202013.pdf, (Diakses Januari, 14 2013)
yang dapat mengantarkan negeri ini menjadi negeri yang mandiri, terutama
dalam menghadapi globalisasi yang semakin kompetitif.3
Berdasarkan argumen-argumen di atas, disimpulkan bahwa
internasionalisasi pendidikan di Indonesia pada dasarnya adalah upaya
menyiapkan masyarakat dalam menghadapi persaingan global melalui
pendidikan. Pada titik ini, kita sekaligus mengakui bahwa internasionalisasi
erat kaitannya dengan globalisasi.
Berkaitan dengan globalisasi, Francis Abraham menilai hal itu
merupakan gejala yang tidak bisa dihindari oleh sistem sosial mana pun
untuk dapat bertahan hidup, namun juga tidak dapat terlepas dari konflik
yang dibawanya.4 Babun juga mengakui bahwa globalisasi adalah kenyataan
yang tidak bisa ditolak dan tetap akan bergulir sebagai dinamika kehidupan
di seluruh belahan dunia, termasuk dalam dunia pendidikan.5 Karena,
globalisasi bukan persoalan yang timbul atau diakibatkan oleh persoalan-
persoalan dalam negeri, melainkan berkaitan dengan hubungan antar negara.
Pada titik ini, globalisasi diklaim sebagai persoalan ekonomi, dalam
arti, terbukanya kerjasama antar negara secara bebas, pada dasarnya adalah
upaya mengembangkan sektor ekonominya.6 Sementara pendidikan menjadi
kunci dalam meraih tujuan tersebut. Kondisi dan kecenderungan seperti ini

3
Di antara orang-orang yang mendukung adalah Ahmad Fadlil Sumadi, salah
satu dari Hakim Konstitusi. Menurutnya, pembatalan UUD Sisdiknas tentang
penyelenggaraan RSBI/SBI seharusnya tidak dilakukan, karena model pendidikan
tersebut pada dasarnya adalah proses peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia,
yang selalu dapat diperbaiki, bukan dilarang. Lih. Mahkamah Konstitusi, “Risalah
Sidang No 5/PUU-X/2012, 19. http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/ putusan/putus
an_sidang_5%20PUU%202012-sisdiknas%20-%20telah%20baca%208%20
Januari%2020 13.pdf (diakses 14 Januari, 2013).
4
M. Francis Abraham, Modernisasi di Dunia ketiga: Suatu Teori Umum
Pembangunan, Terj. M. Rusli Karim. (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1991), 2.
5
Berkaitan dengan Globalisasi, Babun menyarankan untuk memosisikannya
sebagai tantangan, bukan ancaman. Dia menyarankan bagi pendidikan Islam, untuk
tetap memperkuat eksistensinya sebagai lembaga pendidikan Islam yang concern
pada pengembangan umat Islam Indonesia, tapi juga terbuka dengan perubahan yang
dibawa oleh globalisasi secara kritis, seperti mengubah paradigma pendidikan tidak
semata berfungsi menanamkan nilai-nilai keislaman, tapi juga menawarkan
pengetahuan-pengetahuan terkini. Babun Suharto, Dari Pesantren untuk Umat:
Reinventing Eksistensi Pesantren di Era Globalisasi (Surabaya: IMTIYAZ, 2011),
46.
6
Klaim bahwa globalisasi sebagai persoalan ekonomi, dan keharusan
pendidikan merespon hal tersebut, tampak dalam analisis Linda K W Becker tentang
akses informasi pada universitas yang memanfaatkan kemajuan teknologi-informasi.
Lihat, Linda K W Backer, “Internationalisation; Australian Library and Expanding
Roles in Higher Education”, AARL (2006), 200, http://www.elibraryusa.state.gov
(diakses, 7 Januari 2013)

2
berdampak pada masuknya dunia pendidikan dalam kontestasi dunia, yang
diposisikan sebagai alat untuk menghadapi tantangan global.
Konsekwensinya, pendidikan masuk pada dunia kompetisi. Pendidikan
dituntut merumuskan kembali tujuannya, supaya dapat beradaptasi dengan
tuntutan global, dan memiliki kesiapan dalam kontestasi tersebut.7
Setidaknya, internasionalisasi pendidikan menjadi satu bukti dari upaya
tersebut, meski hal tersebut menjadi sikap yang dilematis, terutama bagi
negara-negara berkembang.8
Persoalan ini banyak menyita perhatian peneliti di seluruh belahan
dunia. Meski terminologi “internasionalisasi” digunakan secara berbeda-
beda, definisi Knight setidaknya dapat memberikan gambaran komprehensif,
yang banyak dijadikan rujukan oleh para peneliti, seperti diakui oleh Ji-
Yeung Jang.9 Knight, seperti dikutip Madeleine F. Green dan Christa Olson,
memahami internasionalisasi sebagai proses mengintegrasikan dimensi
internasional dan interkultural pada tujuan, fungsi dan layanan pendidikan.10

7
Nkechi J. Okoli, “Effects of Globalization on Education in Africa 1983-
2008” Academic Research International (2012), 656,
http://search.proquest.com/docview/1080969647/ fulltextPDF/13BCB060
D1C5646A098/17?accountid=133190 (diakses pada 23 Januari 2013). Lihat juga
dalam, Emefa Amoako, “Globalisation Plus Comparative and International
Education: Toward A Theory of The Confluence”, Journal of International and
Comparative Education (2012), 62, http://crice.um.edu.my/downloads/amoako.pdf
(diakses 26 Januari 2013)
8
Globalisasi pada dasarnya adalah persoalan relasi antara negara maju dengan
negara berkembang. Hubungan keduanya sangat sensitif terjadinya kolonialisme
(New Colonialism). Wajar, kalau pada akhirnya, perbincangan globalisasi banyak
mengangkat persoalan-persoalan yang berkaitan dengan negara berkembang.
Kenyataan seperti ini dapat ditelusuri dari beberapa alasan, di antaranya, hilangnya
batas antar negara (negara maju dan negara berkembang) menjadi momen
mempromosikan produk-produk antar negara. Tentu dalam konteks ini, negara maju
dengan berbagai kemajuan yang dicapai diuntungkan secara ekonomi, politik dan
kebudayaan, seperti yang terjadi pada Afrika ditengah arus globalisasi. Lihat,
Samuel Asuquo Ekanem, and Ekeng Nyong Ekefre, " Globalization and
Multiculturalism: Implication for African Development", Journal of Law, Policy and
Education (2012), 12, http://www.iiste.org/
Journals/index.php/JLPG/article/view/3747/3796 (Diakses 26 Januari 2013)
9
Ji-Yeung Jang, Analysis of Relationship between Internastionalization and
the Quality of Higher Education, Disertasi di University of Minnesota, 2009, 5.
10
Dimensi internasional dan interkultural dalam artian mempertimbangkan
isu-isu tentang hubungan internansional dalam merumuskan tujuan, kurikulum dan
program pendidikan, dan penyelenggaraan lembaga pendidikan antar negara secara
bebas, Madeleine F. Green dan Christa Olson, Internationalizing the Campus: A
User’s Guide, (Washington: American Council on Education, 2003), 3.

3
Pengintegrasian dimensi internasional dalam pendidikan diyakini
dapat meningkatkan kualitas, dan mampu melahirkan sumber daya manusia
yang kompetitif.11 Wajar, kalau keharusan internasionalisasi banyak diusung
oleh para peneliti. Pembenaran terhadap keharusan internasionalisasi
dilatarbelakangi oleh beberapa alasan, di antaranya, pertama pentingnya
menyiapkan sumber daya manusia menghadapi kompetisi dunia global. Salah
satu strategi yang perlu dilakukan adalah meningkatkan kualitas pendidikan
melalui internasionalisasi.
Ji-Yeung Jang mengakui bahwa terdapat hubungan positif antara
internasionalisasi pendidikan dengan peningkatan kualitas di sejumlah
Universtas Amerika.12 Pengakuan yang sama juga datang dari Schultz,
seperti dikutip oleh Agus Harianto, menyatakan bahwa pembangunan sumber
daya manusia melalui pendidikan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi
sebuah negara, yakni melalui peningkatan kualitas pendidikan dengan
melakukan internasionalisasi.13 Maka sudah seyogyanya, jika pada akhirnya
pendidikan dijadikan tumpuan harapan bagi setiap negara untuk bertahan di
tengah kompetisi global.
Dari ulasan di atas, dapat diketahui bahwa internasionalisasi
pendidikan pada dasarnya bertujuan menyiapkan generasi muda untuk hidup,
bekerja, dan berinteraksi dengan orang-orang dari berbagai latar belakang
yang berbeda secara politik, sosio-kultural, agama, bahasa dan kelas sosial.
Hal ini tidak mungkin dapat dilakukan tanpa dibekali dengan wawasan
internasional, tentang bagaimana seseorang itu harus saling menghargai.
Model ini diharap pula mampu mengantarkan generasi muda agar bisa
bertahan dan bekerja sesuai tuntutan kompetensi global.
Namun kenyatannya, janji-janji yang diusung dalam internasionalisasi
seperti “kemajuan”, “pendidikan yang kompetitif”, “pendidikan berkualitas”,
nyatanya banyak menuai kecaman. Karena, pada tataran sosialisasinya,
pendidikan tidak semata merupakan wadah penyiapan individu yang

11
Kesiapan dunia pendidikan menghadapi tantangan global, banyak
diamanatkan pada upaya melakukan internasionalisasi. Pang Jinwei dalam hal ini
mengidentifikasi karakteristik internasionalisasi di antaranya pengembangan
kebudayaan melalui penciptaan pengetahuan, seleksi pengetahuan, dan menerapkan
pengetahuan. Dampak positifnya adalah terjadiyna pertukaran kebudayaan,
percepatan proses perkembangan, dan penciptaan nilai-nilai kemanusiaan yang
kolektif. Sementara, dampak negatifnya adalah dapat terjadi ketidakseimbangan
kebudayaan dalam proses pertukaran. Lihat, Pang Jinwei, "The Internationalization
of University: From an Ethical Perspective," Canadian Social Science, Vol.1, No, 3
(November 2005), 113, http://www.elibraryusa.state.gov (diakses 27 Januari 2013).
12
Ji-Yeung Jang, Analysis of Relationship between Internastionalization and
the Quality of Higher Education, Disertasi di University of Minnesota, 2009.
13
Agus Harianto, Pendidikan sebagai Investasi dalam Pembangunan Suatu
Bangsa (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), 7.

4
terampil, dan berwawasan luas, melainkan berkaitan dengan persoalan
politik, ekonomi dan kebudayaan, yang bisa jadi kesemuanya berhubungan
dengan proyek “kolonialisasi”.14
H.A.R Tilaar dalam hal ini menilai internasionalisasi pendidikan
merupakan salah satu bentuk neo-liberalisme dalam pendidikan, yang dapat
mengakibatkan terjadinya kolonialisasi budaya. Menurutnya, paham neo-
liberalisme merupakan ideologi dalam globalisasi,15 yang membenarkan
pendidikan sebagai salah satu komoditas perdagangan internasional. Terbukti
dalam pelaksanannya, pendidikan dituntut untuk dapat menyiapkan sumber
daya manusia yang mampu bersaing secara kompetitif.
Pada poin ini, Tilaar mengklaim bahwa proses pengembangan
pendidikan dengan iming-iming dapat berkompetisi dalam dunia
internasional dinilai telah terjebak pada logika Darwinisme Sosial.
Darwinisme Sosial merupakan pandangan yang mendasarkan pendidikan
pada logika persaingan. Pendidikan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan
pasar. Namun kenyataannya, ideologi semacam ini membenarkan pendidikan
berkompetisi dalam menawarkan program-programnya secara kompetitif.
Akhirnya, yang kuat akan tetap laku di pasaran, sedangkan yang kalah akan
gulung tikar.16
Selanjutnya, Nuryatno menjelaskan bahwa logika kompetisi yang
diusung neo-liberalisme dapat mengakibatkan ketidakpedulian terhadap
sesama. Karena, yang dipentingkan adalah kepentingan individu atau
kelompok, baik dalam konteks negara atau perorangan. Lebih lanjut, dia
menyatakan bahwa logika seperti ini pada dasarnya di-setting untuk
kepentingan pemenang, atau kelompok yang kuat.17 Begitu pula dengan

14
Istilah kolonialisasi mengacu pada kategori dalam analisis poskolonial.
Kolonialisme dalam kajian ini dipahami sebagai kolonialisme baru, yakni proses
konstruksi budaya menuju kebudayaan kulit putih “Barat” sebagai acuan
perkembangan bagi semua budaya. Lih Gading Sianipar, “Mendefinisikan
Pascakolonialisme: Pengantar Menuju Wacana Pemikiran Pascakolonial”, dalam
Muji Sutrisno dan Hendar Putranto, ed., Hermeneutika Pascakolonial: Soal Identitas
(Yogyakarta: Kanisius, 2004), 10
15
Michael W. Apple dkk., berargumen bahwa ideologi globalisasi didasarkan
pada ideologi neo-liberalisme, ia dikendalikan semata-mata oleh kepentingan
ekonomi. Dia menyebutnya “The World Market,” suatu proses yang menjadikan
dimensi ekonomi sebagai satu-satunya acuan dalam setiap dimensi globalisasi.lih
Michael W. Apple, dkk., Globalizing Education: Politic, Pedagogies, and Politic
(New York: Peter Lang, 2002), 3. Lihat pula dalam H.A.R Tilaar, Manifesto
Pendidikan Nasional: Tinjauan dari Perspektif Potsmodernisme dan Studi Kultural
(Jakarta: Kompas, 2005), 142.
16
H.AR. Tilaar, Manifesto Pendidikan Nasional, 146.
17
M. Agus Nuryatno, Mazhab Pendidikan Kritis: Menyikapi Relasi
Pengetahuan, Politik, dan Kekuasaan (Yogyakarta: Resist Book, 2008), 71.

5
internasionalisiasi pendidikan juga tidak bisa lepas dari logika yang dibawa
oleh globalisasi dengan neo-liberalismenya.
W. Apple dalam hal ini mengidentifikasi beberapa kecenderungan
globalisasi, di antaranya adalah internasionalisasi, marketisasi, universalisasi
dan westernisasi.18 Sedangkan dalam pendidikan, tampak suatu
kecenderungan untuk menyiapkan manusia berwawasan internasional dan
penyiapan sumber daya manusia sesuai kebutuhan pasar.19
Semakin terang bahwa internasionalisasi sebagai tuntutan globalisasi,
telah menempatkan pendidikan sebagai komoditas dalam kebijakan
internasional, yang sah untuk “diperdagangkan”.20 Dalam kasus Indonesia,
penandatangan kesepakatan internasional, menjadi bukti bahwa pendidikan
dianggap sebagai komoditas.21
Bukti lain terkait hal ini juga dapat dilihat dari pemberitaan media
massa yang mengklaim pengintegrasian dimensi internasional dalam
pendidikan (RSBI/SBI) dapat melahirkan diskriminasi sosial,22 komersialisasi
pendidikan, dan pendidikan yang dapat melahirkan “manusia serigala” karena
mementingkan persaingan.23 Bahkan, yang lebih memprihatinkan adalah hal
tersebut dapat mengancam kemandirian sebuah bangsa dalam segala
aspeknya.24 Setidaknya, inilah alasan pemerintah menerima permohonan dari

18
Michael W. Apple, dkk., Globalizing Education: Politic, Pedagogies, and
Politic, 1
19
Heather Kelly menyepakati internasionalisasi sebagai strategi yang dapat
memenuhi kebutuhan pasar, dan dapat melahirkan tenaga kerja profesional. Namun,
dia juga menyadari bahwa hal tersebut sebagai bentuk marketisasi pendidikan. Lihat,
Heather Kelly, International Education in Canada: The Construction of a “New”
Professionalism, Disertasi University of Toronto, 234.
20
Beberapa organisasi internasional seperti OECD (Organisation for
Economic Co-Operation and Development), pada mulanya merupakan perkumpulan
komunitas internasional dalam aspek ekonomi. Namun, hal itu pada tahap lanjut,
pendidikan menjadi salah satu faktor penting untuk mencapai kesejahteraan
ekonomi, terutama dalam akselerasi negara-negara berkembang untuk memiliki
kesiapan yang sama dengan negara-negara yang sudah maju. Namun, hal itu pula
yang meleburkan ideologi kompetisi ke dalam dunia pendidikan, yang dinilai sebagai
salah satu kekeliruan orientasi pendidikan era sekarang. Lih. Cecile Hoareau,
“Globalization and Higher Educatio Policy-Making in France: Love it or Hate it?
French Politics (2011), 227, http://search. proquest.com/docview/ 893
959345/13BCB060D1C5646A098/2?accountid=133190 (diakses pada 23 Januari
2013)
21
Ignas G Saksosno, Tantangan Pendidikan: Memecahkan Problem Bangsa
(Yogyakarta: Forkoma PMKRI, 2010), 55.
22
“Internasionalisasi Pendidikan Salah Kaprah,” Kompas, 8 Maret 2012, 12.
23
“Pendidikan tidak Perlu Label Internasional,” Kompas, 21 Maret 2012, 12.
24
Nicholas c. Burbules, and Carlos Alberto Torres, eds., Globalization and
Education Critical Perspectives (New York London: Routledge, 2000), 20.

6
masyarakat untuk membubarkan RSBI/SBI di Indonesia, meski keputusan
tersebut melahirkan pro dan kontra, dan melahirkan pilihan yang dilematis,
baik pada level pemerintah, maupun pada level masyarakat.
Problem dilematisnya adalah di satu pihak, sebuah negara dituntut
meningkatkan kualitas pendidikannya supaya sumber daya manusia mampu
bersaing di tengah dunia global yang kompetitif. Di pihak lain, hal demikian
berdampak pada pengikisan identitas sebuah bangsa, dan pengalihan
orientasi dari lembaga sosial ke lembaga industri. Sementara pada level
masyarakat, di satu sisi, internasionalisasi dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat terhadap pendidikan yang berkualitas. Di sisi yang lain
pendidikan menjadi faktor lahirnya kastanisasi, dan diskriminasi.
Dalam logika untung rugi, internasionalisasi berpotensi, bahkan sudah,
melanggar asas “mencerdaskan kehidupan bangsa” karena watak
diskriminatifnya. Yang bisa mencicipi pendidikan berkualitas hanyalah
sekelompok kaum elit, kelas menengah-keatas, yang karena watak globalnya
bahkan tidak memiliki keprihatinan pada kepentingan nasional, dan justru
mengedepankan kepentingan modal dan kaum pemodal.
Simpulnya, penulis berhipotesis bahwa, jika pada tataran praksis
internasionalisasi mengisyaratkan diskriminasi, maka pada tataran konsep ia
juga mengukuhkan ideologi kelas menengah yang anti ide-nasional.
Di tengah kegalauan masyarakat semacam ini, kajian dan penelitian
tentang internasionalisasi pendidikan yang menekankan pada dimensi
historis dari nalar internasionalisasi menjadi tuntutan yang urgen. Karena,
persoalan internasionalisasi sudah mengendap menjadi mental yang tanpa
disadari membentuk sekaligus mengendalikan opini masyarakat tentang
pengembangan kualitas pendidikan di Indonesia, baik dalam pertimbangan
politik maupun ekonomi. Sedangkan kebijakan internasionalisasi pada
dasarnya sebatas menjadi katalisator dari opini masyarakat.25 Wajar, kalau

25
Kebijakan sebagai katalisator dalam arti bahwa kebijakan dan opini
masyarakat memiliki hubungan timbal balik, seperti yang ditunjukkan oleh
Muhammad Zuhdi dalam disertasinya, meski penelitiannya dibatasi pada persoalan
kurikulum, dan tidak menyinggung persoalan internasionalisasi pendidikan.
Menurutnya, hubungan pendidikan (kurikulum) dengan opini masyarakat saling
mempengaruhi, grand design kurikulum pada dasarnya merupakan bentukan opini
masyarakat. Sementara, hasil dari grand design tersebut pada tahap selanjutnya akan
mempengaruhi opini masyarakat. Hubungan timbal balik seperti ini bersifat paralel.
Begitupula dalam kasus internasionalisasi pendidikan. Adanya kebijakan
internasionalisasi pada dasarnya adalah bentukan opini masyarakat, yang pada tahap
selanjutnya keduanya saling mengisi dalam bentuk opini. Untuk penjelasan lebih
rinci tentang hubungan timbal balik antara kebijakan dengan opini masyarakat dapat
ditelusuri dari penelitian Muhammad Zuhdi. Lihat, Muhammad Zuhdi, Social and
Political Influences on Indonesian Islamic Schools’ Curricula: A Histocial
Perspective, Disertasi di McGill University, 2006, 19.

7
akhirnya masyarakat tetap bersikukuh mempertahankan internasionalisasi
pendidikan, meski harus bertentangan dengan pemerintah pasca pencabutan
undang-undang yang mengatur RSBI.26
Pada tataran ini, beberapa kajian dan penelitian tentang
internasionalisasi yang ada, tidak dapat menjelaskan pilihan sikap yang
diambil masyarakat, karena terjebak pada logika untung-rugi.27 Atas dasar
itu, penelitian ini ingin menemukan sejarah peralihan internasionalisasi, dari
sebuah sistem menjadi mentalitas masyarakat. Artinya, peneliti ingin
menelusuri secara historis, tapi bukan dalam arti kronologis seperti kajian
tentang kemunculan dan perkembangan internasionalisasi pendidikan
melainkan mengungkap rezim pengetahuan yang menjadi aktor keharusan
melakukan internasionalisasi.

B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, Peneliti dapat menemukan
beberapa poin permasalahan yang muncul dalam internasionalisasi
pendidikan, antara lain;
a. Internasionalisasi pendidikan dapat mengakibatkan nasionalisme
sebuah negara terkikis.

26
Salah satu reaksi yang tetap mempertahankan standar yang diusung RSBI
dilontarkan oleh Kepala Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kolaka, Sulawesi
Tenggara. Menurutnya, penerapan standar Mutu RSBI semata-mata demi
kepentingan terjaganya kualitas pendidikan dan prestasi siswa, karena sejak RSBI
diberlakukan terjadi peningkatan pada bidang Sains, Matematika dan Bahasa Inggris
serta Mandarin. Selain itu, dia menuturkan bahwa keinginan seperti ini tidak hanya
datang dari pihak sekolah, melainkan para orang tua murid yang jumlahnya puluhan
dengan dalih kebanggaannya melihat anak-anak mereka pintar Bahasa Inggris. Lihat,
“Sekolah Tetap Bersemangat Terapkan RSBI,” Kompas, Januari 13, 2013, http://edu
kasi.kompas.com/read/2013/01/12/20074334/Sekolah. Bersemangat.Terapkan.
Standar. Mutu.Pendidikan. RSBI. (diakses 13 Januari 2013)
27
Logika untung-rugi merupakan kategori penelitian tentang
internasionalisasi yang didasarkan pada kajian politik-ekonomi, sehingga hasil
penelitiannya cenderung saklek, seperti kubu yang mengharuskan internasionalisasi
selalu memunculkan term “kemajuan,” “penyiapan sumber daya manusia yang
kompetitif,” dan “berwawasan global.” Lihat, Ji-Yeung Jang, Analysis of
Relationship between Internastionalization and the Quality of Higher Education, 96.
Sementara kubu yang menolak selalu memunculkan term “komersialisasi
pendidikan,” “kolonialisasi budaya,” dan “kompetisi yang tidak sehat.” Lihat, John
Antony Tambascia, Internationalization of Higher Education; A Case oStudy of a
Private U.S Research University, Disertasi di University of Southern California,
2005, 5.

8
b. Kebijakan pemberlakuan internasionalisasi pendidikan merupakan
salah satu kontrol budaya dari negara maju dalam melancarkan
kepentingan ekonomi.
c. Internasionalisasi pendidikan sebagai westernisasi dan
kolonialisasi terhadap negara-negara berkembang.
d. Internasionalisasi pendidikan telah menyimpang dari hakikat
tujuan pendidikan, karena telah memandang pendidikan sebagai
komoditas, dan mendorong marketisasi pendidikan.

2. Pembatasan Masalah
Beberapa masalah yang muncul dengan berbagai macam penilain di
atas, pada dasarnya dilatarbelakangi oleh sudut pandang yang berbeda,
sehingga menimbulkan kesimpulan yang berbeda pula. Oleh karenanya,
persoalan internasionalisasi pendidikan bukanlah persoalan yang sempit, tapi
merupakan persoalan yang kompleks, yang dapat dilihat dan dikritisi dari
berbagai sudut pandang. Atas pertimbangan ini, beberapa kata kunci berikut
dapat membantu memperjelas persoalan yang diangkat dalam penelitian ini.
Pertama, internasionalisasi pendidikan dimaksudkan sebagai
pengintegrasian dimensi internasional ke dalam pendidikan baik dalam
bentuk perumusan kurikulum maupun program pendidikan yang tercermin
dalam orientasi lembaga pendidikan.
Kedua, Internasionalisasi pendidikan di Indonesia diposisikan
sebagai modernisasi pendidikan karena modernisasi sendiri merupakan proses
menuju masyarakat modern atau masyarakat yang maju. Sedangkan
internasionalisasi merupakan strategi di sektor pendidikan dalam
menyiapkan masyarakat yang modern, masyarakat yang berkualitas.
Ketiga, kajian nalar atas persoalan ini erat kaitannya dengan konsep
kekuasaan dalam teori poskolonial. Kekuasaan dalam konteks ini dimaknai
sebagai mekanisme dan strategi memproduksi sesuatu yang benar. Kebenaran
di sini diproduksi melalui kesepakatan bersama secara tidak sadar atas
pengetahuan yang diyakini kebenarannya dan atas keyakinan itu, khalayak
digiring untuk mengikuti kebenaran yang terproduksi melalui pewacanaan
tentang kebenaran dalam bentuk pernyataan-pernyataan yang dibicarakan,
ditulis dan dikomunikasikan.
Atas dasar itu, yang dimaksud Kritik Nalar Internasionalisasi
Pendidikan dalam penelitian ini adalah upaya menulis ulang pembentukan
mental internasionalisasi pendidikan dengan mengungkap ideologi kelas
menengah perkotaan sebagai basis ideologis yang mendasarinya melalui
pembacaan atas sejumlah kebijakan pendidikan (termasuk di dalamnya
adalah pendidikan Islam, karena pendidikan Islam sebagai sub sitem
Pendidikan Nasional) dan tulisan-tulisan tentang kelas menengah di
Indonesia\.

9
3. Rumusan Masalah
Dalam melakukan penelitian, Penulis mengacu pada pertanyaan
sebagai rumusan masalahnya, yakni bagaimana proses terbentuknya nalar
internasionalisasi sehingga dijadikan pilihan tunggal peningkatan kualitas
dan orientasi pendidikan di Indonesia serta siapa aktor ideologis yang
mendasarinya?

C. Penelitian Terdahulu Yang Relevan

Internasionalisasi pendidikan menjadi salah satu isu menarik dalam


dunia global, atau dunia modern untuk diperbincangkan. Diskursus tentang
persoalan ini telah menghadirkan berbagai akademisi untuk meneliti dengan
berbagai penilaian yang berbeda. Peneliti dalam hal ini dibagi menjadi dua
kategori. Pertama, penelitian yang menjadikan internasionalisasi pendidikan
sebagai objek penelitiannya, baik yang merekomendasikan internasionalisasi,
maupun penelitian yang antipati terhadap internasionalisasi. Kedua,
penelitian yang dianggap berkaitan dengan lahirnya internasionalisasi
pendidikan.
Penelitian Kaitlin Leigh Oyler, Higher Education Goes Global: A
Comparative Study of Internationalization at an American and Australian
University, mengulas tentang proses internasionalisasi perguruan tinggi di
Australia dan Amerika dengan analisis perbandingan. Penelitian ini
membenarkan bahwa integrasi dimensi internasional dalam proses
pembelajaran, penelitian dan pelayanan, telah dipraktikkan oleh universitas
di Amerika dan Australia, meski dalam pelaksanaannya, keduanya berbeda.
Salah satu rekomendasinya adalah internasionalisasi pendidikan harus
memperhatikan prosedur internasionalisasi, sehingga pendidikan sebagai
elemen penting dalam menghadapi globalisasi dapat mendorong penguatan
suatu negara dalam menghadapi globalisasi.28
Sementara, keraguan terhadap internasionalisasi pendidikan dapat
meningkatkan kualitas, terjawab dalam disertasi doktoralnya Ji-Yeung Jang,
Analysis of Relationship between Internastionalization and the Quality of
Higher Education. Dia membuktikan bahwa terdapat hubungan yang positif
antara internasionalisasi dengan peningkatan kualitas, seperti dalam
meningkatkan penelitian yang lebih kompetitif, daya saing fakultas, daya
saing lulusannya, stabilitas ekonomi, dan reputasi institusi.29
Penelitian lain yang mengangkat internasionalisasi pendidikan
dilakukan oleh Abdul Syukur. Penelitian ini ditulis hanya untuk menguji

28
Kaitlin Leigh Oyler, Higher Education Goes Global: A Comparative Study
of Internationalization at an American and Australian University, Disertasi
University of Nort Carolina Wilmington, 2007.
29
Ji-Yeung Jang, Analysis of Relationship between Internastionalization and
the Quality of Higher Education, Disertasi The University of Minnesota, 2009.

10
ketepatan penyelenggaran RSBI/SBI. Alhasil, internasionalisasi pendidikan
dengan bentuk RSBI/SBI di Indonesia terbukti hanya bersifat Academic
Oriented, karena tidak diorientasikan pada pengembangan kompetensi
interkultural dan softskill secara seimbang, dalam menghadapi tantangan
global.30
Selain tiga penelitian di atas, penelitian Eun Yong Kim, dalam
Internationalization of Korean Higher Education juga membenarkan sisi
positif dari internasionalisasi pendidikan. Dalam penelitiannya di Korea,
ditemukan satu kecenderungan bahwa internasionalisasi pendidikan
dimanfaatkan untuk memperluas mobilisasi peminat terhadap program-
program yang ditawarkan, sekaligus dalam rangka menguatkan identitas
institusinya. Namun, dia juga menyadari bahwa internasionalisasi
pendidikan, nyatanya tidak dapat dilepaskan dari ideologi neo-liberalisme.
Salah satu buktinya adalah adanya tuntutan meletakkan pertimbangan pasar
dalam mengembangkan pendidikan, dia menyebutnya sebagai market-
oriented.31
Sejalan dengan penelitian yang menyatakan bahwa pendidikan tidak
mungkin terpisahkan dengan kepentingan politik-idelogi, seperti neo-
liberalisme yang dinilai sebagai ideologi internasionalisasi pendidikan,
ditemukan dalam analisis H.A.R Tilaar, Manifesto Pendidikan Nasional;
Tinjauan dari Perspektif Postmodernisme dan Studi Kultural. Dalam tulisan
ini, Tilaar mengklaim bahwa internasionalisasi pendidikan merupakan
peraktek neo-liberalisme pendidikan. Kajian Tilaar merekomendasi untuk
kritis terhadap tuntutan globalisasi dengan tetap berpegang pada nilai-nilai
yang tercantum dalam pancasila. Selain itu, dalam tulisan tersebut juga
disinggung tentang arah perkembangan pendidikan saat ini, termasuk trend
internasionalisasi pendidikan. Ide Darwinisme sosial diklaim telah merasuki
pendidikan di Indonesia, dalam bentuk internasionalisasi pendidikan. Dia
membuktikan adanya budaya kompetisi yang dijadikan satu prinsip dalam
meningkatkan kualitas, seperti mengarahkan tujuan pendidikan untuk dapat
melahirkan sumber daya manusia dengan daya saing tinggi dan kompetitif.
Temuan tersebut, sekaligus mengklaim bahwa peraktek pendidikan tidak
dapat dilepaskan dari ideologi tertentu.32
Berkaitan dengan hal ini, hubungan pendidikan dengan ideologi juga
ditemukan dalam penelitian doktoral Mastuki. Penelitiannya merupakan
kajian historis tentang mobilitas kelas menengah santri di Indonesia.

30
Abdul Syukur, Internasionalisasi Pendidikan di Indonesia, Tesis Universitas
UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2010.
31
Eun Yong Kim, Internationalization of Korean Higher Education , Disertasi
The University of Illinois at Urban-Champaign, 2010.
32
H.A.R Tilaar, Manifesto Pendidikan Nasional: Tinjauan dari Perspektif
Potsmodernisme dan Studi Kultural, (Jakarta: Kompas, 2005)

11
Menurutnya, pendidikan di Indonesia terbukti menjadi alat untuk
mempertahankan kepentingan dan ideologi kelompok.33 Temuan tersebut,
membuat relevan dengan penelitian ini, dan membantu Peneliti dalam
memperoleh gambaran kelas menengah di Indonesia, yang diasumsikan
sebagai salah satu poin penting yang mendasari pembentukan nalar
internasionalisasi pendidikan di Indonesia.
Sementara dari aspek kelembagaan di Indonesia, penelitian Arief
Subhan membantu Peneliti dalam memperoleh gambaran tentang
pergumulan lembaga pendidikan di Indonesia dengan modernisasi.
Sayangnya, hasil penelitiannya, tidak jauh berbeda dengan penelitian
Mastuki. Terbukti, temuan dari penelitiannya menyatakan modernisasi
pendidikan di Indonesia tidak dapat dilepaskan dengan kepentingan
kelompok.34 Kesamaan tesis tersebut pada dasarnya dilatarbelakangi oleh
kesamaan pendekatan yang digunakan, yakni penedekatan sosiologis;
mendasarkan faktor keterpengaruhan dalam membuktikan hubungan
pendidikan dengan ideologi kelompok. Akhirnya, temuannya bersifat
tunggal, atau bersifat kausal. Padahal, untuk membuktikan ideologi dalam
pendidikan banyak faktor yang membentuknya, dan ini hanya dapat diungkap
melalui analisis wacana, yang menyatakan bahwa terdapat jejaring kuasa
dalam proses produksi sebuah wacana, misalnya dalam kasus modernisasi
pendidikan. Pada poin ini, semakin mempertegas bahwa penelitian ini
berbeda dengan penelitian Mastuki dan Arief Subhan.
Dari beberapa penelitian di atas, terdapat satu kecenderungan bahwa
perbincangan tentang internasionalisasi diposisikan sebagai strategi dalam
menghadapi globalisasi, sehingga fokus penelitiannya diarahkan kepada
dampak dari penyelenggaraan internasionalisasi pendidikan terhadap daya
saing masyarakat, terutama pada aspek pengembangan ekonomi. Sementara,
dalam penelitian ini, internansionalisasi pendidikan diposisikan sebagai
wacana, yang harus ditulis ulang secara historis dengan menggunakan
analisis wacana.

D. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini memiliki
beberapa tujuan, antara lain,
1. Mengungkap relasi kuasa terbentuknya nalar internasionalisasi
pendidikan di Indonesia.
2. Mengungkap ideologisasi internasionalisasi pendidikan di Indonesia

33
Mastuki HS, Kebangkitan Kelas Menengah Santri: Dari Tradisionalisme,
Liberalisme, Post-Tradisionalisme, Hingga Fundamentalisme, (Tanggerang: Pustaka
Dunia, 2010).
34
Arief Subhan, Lembaga Pendidikan Islam Indonesia Abad ke-20, (Jakarta:
UIN Jakarta Press, 2009)

12
3. Menyadarkan masyarakat Indonesia dari krisis ketidaksadaran dalam
mengembangkan pendidikan kerakyatan
Dari tujuan di atas, hasil penelitian ini juga memiliki beberapa
manfaat, di antaranya secara teoretik, penelitian ini dapat menambah
khazanah ilmiah, karena alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini,
tidak banyak digunakan oleh banyak peneliti di Indonesia, hususnya dalam
mengkaji isu-isu pendidikan. Oleh sebab itu, hasil penelitian ini juga dapat
memudahkan penelitian selanjutnya untuk dikembangkan.
Selain itu, hasil penelitian ini juga dapat dimanfaatkan oleh
pemangku kebijakan sebagai salah satu rujukan teoretik dalam mengevaluasi
model-model pendidikan terkini.

E. Metodologi Penelitian
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, penelitian ini bertujuan
mengungkap relasi kuasa internasionalisasi pendidikan di Indonesia, yakni
melalui beberapa wacana yang telah diproduksi, baik berupa hasil penelitian,
maupun tulisan dalam bentuk buku. Oleh sebab itu, jenis penelitian ini dapat
dikategorikan sebagai penelitian kualitatif yakni dengan menggunakan
metode kepustakaan (library research), sebuah studi pustaka dengan cara
mengumpulkan informasi yang relevan dengan permasalahan yang diteliti.35
Sementara pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Discourse Historical Approaches (pendekatan wacana sejarah) dan Teori
Poskolonial. Pendekatan ini menyertakan konteks sejarah bagaimana wacana
diproduksi. Langkah pertama, penulis mengkaji hasil putusan Mahkamah
Konstitusi tentang pencabutan UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Pasal 50 ayat (3). Langkah pertama, bertujuan
menemukan Fundamental Code36 dari keharusan melakukan

35
Consuelo G. Sevilla, Pengantar Metode Penelitian, Terj. Alimudin Tuwu,
(Jakarta: UI Press, 1999), 31
36
Iistilah ini digunakan Michel Foucault untuk menunjukkan bahwa ada satu
komponen kunci dari setiap kumpulan teks atau pemikiran seseorang yang menjadi
pondasi dasar. Baca, Michel Foucault, The Order of Things: an Archaelogy of the
Human Science (New York: Routledge Classics, 2002) xxii. Kalau penulis maknai
dengan bahasa lain, setiap pemikiran baik dalam bentuk ide atau peraturan
meniscayakan ideologi sebagai pondasi dasar dari keseluruhan pemikiran, misalnya
ide tentang internasionalisasi pendidikan di Indonesia yang marak didengungkan
oleh pemerintah dalam banyak dokumen, seperti dalam bentuk Undang-Undang,
Peraturan Pemerintah, Hasil Putusan Mahkamah Konsitusi tentang RSBI/SBI, dan
beberapa pemikiran serta temuan dalam bentuk buku dan penelitian dapat ditemukan
komponen kunci yang mendorong hal tersebut dilaksanakan di Indonesia, baik di
level pemerintah maupun masyarakat. Hal ini yang penulis lakukan dalam

13
internasionalisasi yang tercermin dalam kebijakan dan opini masyarakat
dalam Hasil Putusan Mahkamah Konstitusi. Berpijak dari temuan ini, pada
tahap lanjut akan dikaji teks-teks sejarah modernisasi pendidikan di
Indonesia dalam rangka menemukan titik temu antara Fundamental Code
yang muncul dalam teks-teks internasionalisasi pendidikan dengan kelas
menengah perkotaan. Karena secara historis, kelas menengah perkotaan
berperan penting dalam modernisasi pendidikan. Sementara, teori
poskolonial digunakan untuk memperkaya analisis terhadap peluang dan
tawaran keharusan melakukan internasionalisasi pendidikan di Indonesia.
Dari sini pula, nilai-nilai pesantren dimunculkan sebagai solusi atas
kelemahan dalam melakukan internasionalisasi sebagai modernisasi
pendidikan di Indonesia. Kesamaan Fundamental Code antara
internasionalisasi pendidikan dengan ideologi kelas menegah nantinya yang
disebut sebagai relasi kuasa.
Degan demikian, kajian ini berbeda dengan penelitian sejarah pada
umumnya, yang sifatnya kronologis, karena penelitian ini mengangkat
konteks sejarah dalam proses pewacanaan, atau proses terbentuknya sebuah
wacana. Penulis menyebutnya sebagai kritik sejarah, misalnya kapankah
“idealisasi” internasionalisasi sebagai model ideal pendidikan. “Kapan”
bukan dalam arti masa atau awal mula internasionalisasi diidealkan,
melainkan bagaimana proses idealisasinya, atau unsur apa saja yang
menjadikan internasionalisasi pendidikan menjadi ideal. Dengan demikian,
kajian sejarah dalam penelitian ini pada hakikatnya ingin mengkaji proses
terbentuknya idealisasi internasionalisasi pendidikan, dan mengungkap rezim
pengetahuan yang mendasarinya menjadi ideal.

2. Sumber dan Metode Pengumpulan Data


Mengingat penelitian ini adalah kajian pustaka, maka penulis
membagi rujukan dalam dua kategori, yakni primer dan sekunder. Pertama,
dokumen hasil putusan Mahkamah Konstitusi No 5/PUU-X/2012 dan
beberapa tulisan tentang peran dan ideologi kelas menengah di Indonesia,
diantaraya HS, Mastuki. Kebangkitan Kelas Menengah Santri: Dari
Tradisionalisme, Liberalisme, Post-Tradisionalisme, Hingga
Fundamentalisme. Tanggerang: Pustaka Dunia, 2010. Kuntowijoyo,
Paradigma Islam, Interpretasi Untuk Aksi, cet. VIII, Bandung: Mizan, 1998.
Sementara, sumber sekunder merupakan data-data penelitian yang
dapat memperkaya penelitian ini seperti Ji-Yeung Jang, Analysis of
Relationship between Internastionalization and the Quality of Higher
Education, The University of Minnesota, 2009. Madeleine F. Green dan
Christa Olson, Internationalizing the Campus: A User’s Guide, Wshington:

menemukan titik temu antara Internasionalisasi Pendidikan dengan ideologi kelas


menengah perkotaan di Indonesia.

14
American Council on Education, 2003. Kaitlin Leigh Oyler, Higher
Education Goes Global: A Comparative Study of Internationalization at an
American and Australian University, University of North Carolina
Wilmington, 2007. Mary Hyden, Introduction to International Education,
(London: SAGE Publications, 2006), Heather Kelly, International Education
in Canada: The Construction of a “New” Professionalism, University of
Toronto, Ilghis M. Sinagatullin, The Impact Of Globalization on Education,
(New York: Nova Science Publisher, 2006), dan tulisan lainnya yang
berkaitan dengan tema dalam penelitian ini, seperti persoalan globalisasi,
pesantren di Indonesai.

F. Metode Analisis Data


Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan metode
deskriptif-analitis. Karena yang dikaji adalah wacana tentang
internasionalisasi pendidikan dalam bentuk tulisan, baik dalam bentuk
Undang-Undang, peraturan dan dokumen perintah serta buku, maupun hasil
penelitian, maka seluruh sumber data tersebut, baik primer, maupun sekunder
dibaca dan dianalisa dengan analisis wacana dan teori poskolonial. Analisis
wacana membantu penulis mengungkap relasi kuasa dalam internasionalisasi
pendidikan, sementara teori poskolonial membantu penulis mengungkap
ideologi terselubung dibalik pewacanaan dalam teks.
Pada dasarnya, analisis wacana merupakan kajian linguistik yang
mengkaji terbentuknya sebuah teks. Teks dalam hal ini tidak sekedar
menempati posisi sebagai suatu penjelasan makna yang ingin dijelaskan,
melainkan teks diasumsikan sebagai suatu ekspresi yang dipenuhi dengan
suatu kecenderungan tertentu. Kecenderungan dalam hal ini berupa suatu
nilai yang dibawa melalui bahasa, adakalanya mendiamkan suatu wacana
tertentu dan mengangkat wacana yang lain dalam sebuah teks.37 Jadi, praktik
berwacana dalam sebuah teks secara bersamaan menampilkan efek ideologi,
yang sarat dengan kekuasaan.
Begitupula dengan internasionalisasi pendidikan. Ketika penulis
menempatkannya sebagai wacana, maka hal tersebut diasumsikan memiliki
kecenderungan tertentu. Oleh sebab tu, untuk membaca kecenderungan ini,
penulis menggunakan analisis wacana sebagai alat analisis.

G. Sistematika Penelitian
Tesis ini akan disajikan dalam beberapa bab. Bagian utama dalam
penelitian ini adalah pemaparan tentang relasi kuasa internasionalisasi
pendidikan dan masa depan pendidikan Indonesia. Namun, sebelum bab inti
tersebut dibahas, untuk memudahkan pembaca memahami gambaran umum

37
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, Cet VIII
(Yogyakarta: LkiS, 2011),18-19.

15
dalam penelitian ini, yang pertama disajikan adalah pendahuluan sebagai Bab
pertama.
Bab pertama merupakan gambaran inti dan peta penelitian. Ulasan
bab ini berkisar seputar beragam sudut pandang dalam memahami
internasionalisasi pendidikan di dunia dan beberapa pemberitaan media
terhadap peraktik internasionalisasi pendidikan di Indonesia, beberapa respon
dan hasil penelitian, baik yang menerima dan menolak praktik
internasionalisasi pendidikan. Hal ini dijelaskan pada latar belakang masalah.
Kemudian dilanjutkan pada permasalahan penelitian, kajian terdahulu yang
relevan dengan penelitian ini, tujuan dan signifikansi penelitian, metodologi
penelitian yang memuat penjelasan tentang jenis, sumber primer dan
sekunder, alat analisis dan pendekatan yang digunakan dalam meneliti, serta
sistematika penelitian.
Bab kedua memuat penjelasan tentang konteks perdebatan
internasionalisasi pendidikan. Ulasan pada bab ini dalam rangka menemukan
konsepsi internasionalisasi dan mempertegas hubungan pendidikan dengan
ideologi. Hal ini sekaligus menjadi landasan teori dalam penelitian ini, yang
bertujuan mengungkap relasi kuasa internasionalisai pendidikan di Indonesia.
Untuk itu, pada bagian pertama penulis akan mengulas tentang detail konsep
internasionalisasi pedidikan, meliputi prosedur, prasyarat, orientasi serta
karakter internasionalisasi. Ada dua tujuan yang diinginkan oleh penulis.
Pertama sebagai tolok ukur penilaian atas idealitas internasionalisasi sebagai
konsep pengembangan kualitas pendidikan. Kedua, penulis ingin
menunjukkan bahwa pendidikan erat kaitannya dengan politik kepentingan.
Dari situ pula, penulis akan mengungkap hubungan antara pendidikan dan
ideologi.
Bab ketiga akan mengulas relasi tentang internasionalisasi dan peran
kelas menengah. Sebagai sebuah kerja nalar, proses formasinya berjalan
tanpa sadar dalam beberapa pemikiran dan peraturan yang ditetapkan.
Pijakan analisis pada bab ini adalah kebijakan pemerintah tentang keharusan
melakukan internasionalisasi meniscayakan prakondisi, sehingga pada bagian
pertama akan diungkap fundamental code dalam kebijakan penyelenggaran
sekolah berbasis internasional. Bahasan ini diakhiri dengan ulasan tentang
prakondisi orientasi menunggal pendidikan di Indonesia dalam bentuk
penyelenggaraan sekolah berbasis internasional melalui penelusurusan
terhadap kronologisasi pendidikan di Indonensia.
Bab keempat berupa analisis kritis atas kecenderungan
internasionalisasi melalui analisis wacana dan teori poskolonial dalam
menyikapi peluang dalam dunia global. Kajian ini menemukan titik dilema
antara kualitas dan identitas, antara peluang dan dehumanisasi, serta dua
kemungkinan pengembangan ilmu pengetahuan. Untuk mengatasi dilema
logika kelas menengah borjuis ini, penulis mengajukan sebuah alternatif dari
kelas menengah pesantren, yaitu sebuah epistemologi pendidikan yang

16
berbasis pada pola kehidupan pesantren sebagai subkultur. Jika
internasionalisasi versi kelas menengah borjuis berarti globalisasi, maka
kelas menengah pesantren mengarahkan intrenasionalisasi sebagai
glokalisasi, yaitu pengembangan pendidikan berwawasan nusantara, yang
berpijak pada 1) pengembangan khazanah kultural; 2) reorientasi pendidikan
untuk mengentaskan kebutuhan kultural rakyat Indonesia.
Penelitian ini diakhiri dengan kesimpulan dan saran. Kesimpulan
akan mengulas penegasan Peneliti terhadap temuan penelitian berdasarkan
hasil analisa dalam penelitian ini. Sedangkan saran berisi rekomendasi
terhadap pemerintah dan masyarakat untuk mengembangkan pendidikan di
Indonesia sesuai dengan tradisi dan karakter kebangsaan. Selain itu, saran
juga memuat rekomendasi terhadap peneliti selanjutnya yang memiliki
gairah untuk menelaah dan mengembangkan pendidikan Indonesia.

17

Anda mungkin juga menyukai