Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kehamilan merupakan istilah yang merujuk pada keadaan sekaligus masa ketika fetus
berkembang di dalam rahim atau uterus perempuan. Menurut Federasi Obstetri Ginekologi
Internasional (dalam Fatimah dan Nuryaningsih, 2017: 3), kehamilan didefinisikan sebagai
fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau
implantasi.

Bila dihitung dari saat fertilisasi hingga lahirnya bayi, kehamilan normal akan berlangsung
dalam waktu 40 minggu atau 10 bulan atau 9 bulan menurut kalender internasional. Jadi,
dapat disimpulkan bahwa kehamilan adalah bertemunya sel telur dan sperma di dalam atau di
luar rahim dan berakhir dengan keluarnya bayi dan plasenta melalui jalan lahir.

Selama kehamilan umumnya terjadi perubahan-perubahan fisik dan hormonal pada ibu hamil.
Bersamaan dengan itu, dapat pula terjadi beragam masalah yang disebabkan oleh perubahan
tersebut, di antaranya sakit punggung, konstipasi, gatal, serta mual (Byrom, Cooper,
Edington, Elliman, Gutteridge, dan Henry, 2018). Rongga di bagian bawah punggung
menjadi terisi sehingga memicu sakit punggung. Gatal dapat disebabkan oleh pasokan darah
berlebih di kulit dan peregangan kulit bagian abdomen saat perut telah membesar. Sementara
konstipasi, mual dan morning sickness disebabkan oleh perubahan hormonal selama
kehamilan.

Masalah-masalah selama kehamilan umumnya bersifat mengganggu bagi ibu hamil, tidak
terkecuali inkontinensia urin (UI). Inkontinensia urin merupakan salah satu masalah selama
kehamilan dan setelah melahirkan. Menurut International Continence Society (Horst-Dieter
Becker, 2005: 4), inkontinensia urin adalah keluarnya urin tanpa sadar yang menimbulkan
masalah sosial dan hygiene, serta secara objektif tampak nyata. inkontinensia urin kiranya
suatu masalah kesehatan yang umum di kalangan wanita, sekalipun di usia muda.
Inkontinensia urin juga jarang dikeluhkan oleh pasien atau keluarga karena dianggap sesuatu
yang biasa, malu atau tabu untuk diceritakan pada orang lain maupun pada dokter, dianggap
sesuatu yang wajar tidak perlu diobati. Inkontinensia urin sendiri bukanlah suatu penyakit,
tetapi merupakan gejala yang menimbulkan gangguan kesehatan, sosial, psikologi serta dapat
menurunkan kualitas hidup.

Prevalensi inkontinensia urin pada wanita di dunia berkisar 10-58%, sedangkan di Eropa dan
Amerika 29,4%. Asia Pasifik Continence Advisor Board (APCAB) tahun 1998 menetapkan
prevalensi inkontinensia urin wanita Asia adalah 14,6% dan wanita Indonesia 5,8% (Kadek,
2013). Menurut Pauck (dalam jurnal 1), inkontinensia urin merupakan kondisi multifaktorial
dengan prevalensi berkisar antara 26% hingga 55% (Sangsawang, 2013) dan insidensi 18%
hingga 39% selama kehamilan (Martínez, 2014).

Faktor risiko terjadinya inkontinensia urin terdiri atas dua, yaitu faktor resiko yang telah
ditetapkan seperti usia, kehamilan, persalinan, obesitas, gejala saluran kemih bawah,
gangguan fungsional, dan faktor resiko yang diajukan yaitu menopause, histerektomi, asupan
kafein, gangguan kognitif, riwayat keluarga/genetik, latihan, merokok, gangguan pernapasan,
dan konstipasi. (Horst-Dieter Becker, 2005: 8). Multiparitas, usia, dan indeks massa tubuh
(IMT) yang tinggi adalah faktor-faktor yang paling banyak diteliti terkait dengan
inkontinensia urin selama kehamilan. IMT yang tinggi meningkatkan tekanan perut,
menyebabkan peningkatan tekanan intravesika dan beban berlebih pada pelvic floor
(Barbosa, 2018).

Menurut Subak et al ( dalam jurnal 6), meningkatnya jumlah wanita yang kelebihan berat
badan pada awal kehamilan, dan ada beberapa bukti bahwa kelebihan berat badan
meningkatkan risiko terjadinya inkontinensia urin selama kehamilan dan setelah melahirkan.
Menurut Waetjen et al ( dalam jurnal 6), meskipun mekanisme yang mendasari tidak jelas
diyakini bahwa kelebihan berat badan bekerja lebih besar pada jaringan panggul,
menyebabkan ketegangan, peregangan dan melemahnya otot, saraf dan fasia dasar panggul.
Menurut Subak et al (dalam jurnal 6), kelebihan berat badan atau obesitas juga dikaitkan
dengan inkontinensia urgensi, dianggap bahwa selain menyebabkan tekanan intra-abdominal
yang lebih tinggi, kelebihan berat badan dapat menyebabkan disfungsi persarafan kandung
kemih dengan mempengaruhi saraf pudendal.

Indeks massa tubuh yang tinggi (IMT) pada wanita dan kenaikan berat badan telah terbukti
sangat terkait dengan inkontinensia urin, sementara penurunan berat badan telah terbukti
mengurangi risiko inkontinensia urin (Townsend et al., 2007).

Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa kelebihan berat badan pada ibu hamil yang
diukur dengan IMT memiliki hubungan yang signifikan terhadap inkontinensia urin. Namun
menurut penelitian yang dilakukan oleh (jurnal 6), tidak ada hubungan signifikan yang
ditemukan antara inkontinensia urin pada kehamilan dan post partum dan IMT pra-kehamilan
dan penambahan berat badan. Namun demikian, hubungan yang signifikan ditemukan antara
inkontinensia pada enam bulan post partum dan IMT pada enam bulan post partum,
penurunan berat badan postpartum dan retensi berat pada enam bulan post partum.

Dapat disimpulkan bahwa terdapat variasi dalam temuan terkait korelasi antara IMT dan
inkontinensia urin pada perempuan hamil. Maka dari itu, penulis mengkaji lebih lanjut
korelasi antara IMT dan inkontinensia dengan membandingkan beberapa literatur yang
mengaitkan dua hal tersebut. Dengan demikian, diharapkan dapat memberikan gambaran
yang lebih baik dan tegas mengenai korelasi keduanya.

(pilih paragraf atas atau bawah) maksudnya gimana? Buat penutup, mnding paragraf di atas
apa di bawah ini? Btw nilai ideal tubuh masuk salah satu pertanyaan penelitian lu? nah masih
bingung yg imt ideal ini, keknya ga usah aja ya
Berdasarkan teori-teori diatas maka diasumsikan bahwa Indek Masa Tubuh (Body Mass
Index) memiliki pengaruh terhadap Inkontinesia Urin selama kehamilan. Maka dari itu
penulis mencari literatur yang penelitiannya menggunakan pengukuran Indeks Masa Tubuh
(Body Mass Index) untuk mengetahui nilai ideal tubuh dan literatur inkontinensia urin selama
kehamilan. berrti ilangin nilai ideal tubuh

1.2. Rumusan Masalah

1.2.1 Rumusan Masalah

Kelebihan berat badan atau obesitas merupakan salah satu faktor resiko terjadinya
inkontinensia Urin selama kehamilan. Leila Barbosa.et al (2018) (jurnal1) telah
melaporkan bahwa kelebihan berat badan dan obesitas merupakan faktor resiko
inkontinensia urin selama kehamilan.

Menurut (jurnal 2) IMT, dan kelebihan berat badan selama kehamilan berisiko lebih
tinggi terhadap inkontinensia. Ini serupa dengan hasil studi lain yang menunjukkan
faktor intrinsik mendorong terjadinya inkontinensia sepanjang kehamilan dan
meningkatkan risiko pasca melahirkan.

penelitian lain yang dilakukan oleh (jurnal 3) menunjukan terdapat hubungan yang
signifikan untuk IMT terhadap Inkontinensia Urin. Kenaikan IMT ibu pada triwulan
pertama (OR 1,2) berkaitan dengan UUI.(jurnal 4). Hal yang sama juga ditemukan oleh
B. Alnaif.et al (dalam jurnal 5) menyatakan bahwa IMT (> 30) diidentifikasi
berhubungan positif dengan inkontinensia urin.

Tetapi ditemukan hal berbeda dalam literatur lain, (jurnal 6) menyatakan bahwa tidak ada
hubungan signifikan yang ditemukan antara inkontinensia urin pada kehamilan dan post
partum dan IMT pra-kehamilan dan penambahan berat badan. Namun demikian,
hubungan yang signifikan ditemukan antara inkontinensia urin pada enam bulan post
partum dan IMT pada enam bulan post partum, penurunan berat badan pospartum dan
retensi berat pada enam bulan post partum.

Masih belum memadainya pembahasan mengenai pengaruh IMT (Body Mass Indeks)
terhadap inkontinensia urin pada ibu hamil menjadikan alasan dilakukanya studi literatur
ini. (Kalo menurut gue bukan krn belum memadai, tapi krn temuan yang berbeda2 antara
literatur, yagasi?)

1.2.2 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka munculah pertanyaan penelitian berikut.

“Bagaimana Hubungan IMT Terhadap Inkontinensia Urin pada Ibu Hamil?“


Apakah ada “Hubungan IMT Terhadap Inkontinensia Urin pada Ibu Hamil?”

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan dilakukannya penelitian ini untuk mengkaji literatur-literatur mengenai


keterkaitan IMT dengan inkontinensia urin pada ibu hamil.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengkaji signifikansi literatur terkait hubungan IMT dan Inkontinensia pada


Ibu Hamil

b. Mendeskripsikan Indeks Massa Tubuh (IMT) pada ibu hamil

c. Mendeskripsikan gambaran Inkontinensia Urin pada Ibu Hamil.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1 Akademik / Fisioterapi

Hasil penelitian studi literatur ini diharapkan dapat memberikan masukan yang berguna
dan referensi dalam mengembangkan ilmu fisioterapi kesehatan wanita (women health
physiotherapy) di Indonesia. Selain itu hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi
dalam rangka pengembangan konsep-konsep, teori-teori, dan model-model pemecahan
masalah ataupun pembuatan program pelayanan.

1.4.2 Masyarakat dan Pemerintah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang berguna sebagai
promosi kesehatan atau pun sebagai bahan penyuluhan dalam rangka peningkatan
pengetahuan mengenai IMT dan Inkontinensia Urin pada masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai