Anda di halaman 1dari 6

KLASIFIKASI SPESIES TUMBUHAN

MANGROVE BERDASARKAN CITRA DAUN


MENGGUNAKAN DEEP CONVOLUTIONAL
NEURAL NETWORK

Muhammad Iqbal Fajar, Romi Fadillah Rahmat, Onrizal


Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi
Universitas Sumatera Utara
Medan, Indonesia
iqbalibalbal@gmail.com, romi.fadillah@usu.ac.id , onrizal@usu.ac.id

Abstrak—Hutan mangrove merupakan salah satu laut [2], [3]. Terkhusus di Indonesia, hutan mangrove
ekosistem yang paling produktif di dunia, dan menyediakan memiliki peranan terhadap ekosistem perairan di sekitar
peranan ekologis penting bagi manusia dan lingkungan hutan mangrove, karena mangrove merupakan penghasil
seperti: pelindung pesisir pantai dari gelombang besar, bahan organik yang diperlukan oleh berbagai larva ikan,
pencegah erosi pantai, dan habitat berbagai spesies darat, kepiting, udang dan berbagai biota laut lainnya [4].
payau, dan laut. Hutan mangrove merupakan habitat ekologi Mangrove tumbuh di lingkungan yang cukup keras bagi
penting namun terancam keberadaannya oleh berbagai tumbuhan, seperti lingkungan dengan kadar garam yang
aktivitas manusia, terutama konversi menjadi penggunaan tinggi, temperatur yang tinggi, ombak yang ekstrim, kadar
lahan lainnya. Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di
pengendapan yang tinggi, serta tanah anaerob berlumpur [5].
dunia dan juga paling kaya dalam jumlah spesies flora dan
fauna. Pada beberapa spesies tumbuhan mangrove, terdapat Tumbuhan mangrove merupakan salah satu habitat
kemiripan morfologi antara satu spesies dengan spesies ekologi yang dilindungi saat ini, mangrove butuh perhatian
lainnya, khususnya pada bagian daun. Kemiripan tersebut khusus karena tumbuhan ini terlibat dalam mencegah erosi di
menyulitkan masyarakat awam untuk mengenali dan daerah pesisir. Penelitian yang berhubungan dengan
membedakan spesies tumbuhan mangrove tertentu. klasifikasi tumbuhan mangrove lebih banyak dibuat untuk
Pengetahuan para ahli mengenai perbedaan morfologi daun perkembangan penyebaran mangrove melalui citra satelit
tumbuhan daun mangrove sulit untuk diwariskan, karena spektral dibandingkan dengan menggunakan data nilai nyata
pengetahuan tersebut didapat dengan pengalaman bertahun-
seperti data morfologi, sehingga memberikan celah bagi
tahun di lapangan. Penelitian ini bertujuan untuk
memudahkan masyarakat awam dalam mengenali dan
peneliti untuk menggunakan data morfologi mangrove
membedakan morfologi daun spesies tumbuhan mangrove. sebagai acuan klasifikasi [6].
Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini memanfaatkan Morfologi daun mangrove memiliki kemiripan antara
teknik pengolahan citra digital, serta metode Deep satu dengan yang lainnya, sehingga dibutuhkan pengetahuan
Convolutional Neural Network dalam melakukan klasifikasi khusus mengenai morfologi daun mangrove untuk dapat
spesies tumbuhan mangrove. Proses klasifikasi pada penelitian membedakan spesies mangrove berdasarkan morfologi
ini menggunakan parameter parameter tertentu, agar
daunnya semata. Contoh daun mangrove dapat dilihat pada
menghasilkan model dengan kualitas yang tinggi. Setelah
dilakukan pengujian, didapatkan hasil akurasi klasifikasi
Gambar 1.
sebesar 97,5%.

Kata kunci—Mangrove, Klasifikasi, Deep Convolutional


Neural Network, Image Processing, Data Augmentation.

I. PENDAHULUAN
Hutan mangrove adalah salah satu ekosistem yang paling
produktif di dunia, di mana hutan mangrove menyediakan (a) (b)
peran ekologis penting bagi manusia dan lingkungan, seperti:
Gambar 1. Contoh daun mangrove
sebagai pelindung pesisir pantai dari gelombang
besar/tsunami [1], sebagai wadah budidaya udang dan (a) Avicennia officinalis, (b) Bruguiera sexangula
penyediaan habitat untuk berbagai spesies darat, payau, dan
Klasifikasi tumbuhan sangat penting untuk digunakan untuk klasifikasi merupakan citra satelit untuk
mengelompokkan tumbuhan ke dalam kelas dan kategori membagi zonasi dari mangrove tersebut.
yang berbeda. Klasifikasi bertujuan untuk memasukkan
tumbuhan ke dalam kelompok yang mempunyai fitur umum Pada penelitian Faza et al. [6] telah dilakukan klasifikasi
ke dalam kelas kelas yang sudah ditentukan. Klasifikasi ini mangrove dengan menggunakan Deep Learning. Data yang
sangat penting untuk membantu para peneliti belajar digunakan adalah data morfologi kecambah tumbuhan
mengenai perilaku tanaman secara umum dan sifat sifat dari mangrove. Metode Deep Learning yang mereka gunakan
tumbuhan tersebut [7]. merupakan Deep Learning yang mereka namai Deep Neural
Network. Dengan menggunakan metode tersebut, mereka
Klasifikasi tumbuhan mangrove secara spesifik penting mendapatkan hasil akurasi sebesar 98% dan tingkat error
untuk keberhasilan penanaman kembali tumbuhan sebsesar 0,1345 pada periode belajar ke-300. Data mangrove
mangrove, hal ini berkaitan dengan kondisi lingkungan yang digunakan bukan merupakan data citra sehingga masih
mikro yang ada sehingga jenis jenis mangrove yang dapat memberikan kesempatan untuk menggunakan data citra daun
beradaptasi juga berbeda. sebagai objek klasifikasi.
Dalam beberapa tahun terakhir, Deep Learning yang Penelitian yang dilakukan oleh Lee et al. [10] adalah
menggunakan berbagai lapis pemrosesan informasi non- penelitian mengenai identifikasi tumbuhan berdasarkan citra
linear untuk mengekstraksi fitur dan transformasi serta untuk 7 organ tumbuhan tersebut menggunakan Convolutional
analisis pola dan klasifikasi telah terbukti dapat mengatasi Neural Network. Data yang digunakan adalah dataset
tantangan-tantangan dalam proses pengklasifikasian [8]. PlantClef2015. Namun karena penelitian ini merupakan
Diantaranya, Convolutional Neural Network (CNN) telah bagian dari LifeClef2016 challenge, peneliti hanya
menjadi arsitektur yang paling terkemuka untuk mengatasi menggunakan dataset yang disediakan, dengan ketentuan
masalah pengidentifikasian dan pengklasifikasian citra [8]. data yang tidak dikondisikan oleh peneliti. Data yang
CNN merupakan salah satu bentuk dari Artificial Neural diaugmentasi oleh peneliti hanya mencapai akurasi sebesar
Network (ANN) yang terutama digunakan untuk 71,2%, sedangkan data yang tidak diaugmentasi
menyelesaikan pengenalan pola yang kompleks dari sebuah membuahkan hasil akurasi sebesar 68,9%.
citra dengan arsitektur yang sederhana namun tepat sasaran
[9]. Hossain & Amin [11], melakukan penelitian mengenai
identifikasi tumbuhan berdasarkan citra daun dengan
Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini menggunakan Probabilistic Neural Network. Hasil akurasi
berfokus pada pembuatan sistem klasifikasi tumbuhan yang didapat sebesar 91,4%. Mereka menyebutkan bahwa
mangrove. Selain itu dalam penelitian ini, penulis membuat kelemahan terbesar pada sistem mereka adalah
suatu sistem klasifikasi tumbuhan mangrove berdasarkan dibutuhkannya peran pengguna untuk melakukan pre-
citra daun yang akan mempermudah proses identifikasi dan processing.
klasifikasi mangrove di lapangan.
Şekeroǧlu & Inan [7], melakukan penelitian mengenai
identifikasi daun menggunakan Neural Network. Neural
II. IDENTIFIKASI MASALAH network yang mereka gunakan adalah Backpropagation
Pengidentifikasian tumbuhan mangrove secara manual Neural Network. Hasil penelitian mereka menghasilkan
membutuhkan pengetahuan khusus dari para ahli, sehingga akurasi tertinggi sebesar 97,2%. dan akurasi terendah sebesar
tidak semua orang dapat mengidentifikasikan tumbuhan 79,6%, menggunakan data yang menurut mereka memiliki
mangrove hanya dengan melihat morfologi daunnya. banyak noise.
Pengetahuan mengenai morfologi daun tumbuhan mangrove Jeon & Rhee [12], membuat suatu sistem identifikasi
yang dimiliki oleh ahli, didapatkan dengan proses belajar daun tumbuhan menggunakan Convolutional Neural
selama bertahun tahun di lapangan, sehingga akan sangat Network. Sistem yang mereka buat berhasil mencapai
sulit untuk mewariskan pengetahuan tersebut. akurasi sebesar 99,8%. dalam pengujiannya mereka juga
Pengidentifikasian dan pengklasifikasian dengan melibatkan menggunakan data daun yang terkena penyakit. Kekurangan
ahli membutuhkan waktu dan tenaga yang lebih besar jika dari penelitian yang mereka lakukan adalah mereka
dibandingkan dengan pengidentifikasian dan menggunakan data daun yang mempunyai morfologi yang
pengklasifikasian secara sistem. Oleh karena itu dibutuhkan memiliki perbedaan yang sangat mencolok, sehingga hasil
sistem untuk mengidentifikasi serta mengklasifikasi spesies yang didapat dari penelitian mereka terbilang maksimal.
tumbuhan mangrove berbasis komputer agar mempermudah
pengidentifikasian dan pengklasifikasian tumbuhan
mangrove. IV. METODOLOGI
Metodologi yang terdiri dari perancangan sistem yang
III. PENELITIAN TERDAHULU akan dibuat, penjelasan mengenai hal tersebut adalah sebagai
berikut:
Sudah ada banyak penelitian mengenai klasifikasi dengan
menggunakan Deep Learning, terkhususnya klasifikasi citra
A. Data yang Digunakan
dengan menggunakan Convolutional Neural Network.
Klasifikasi tumbuhan mangrove dengan menggunakan citra Penelitian ini menggunakan data berupa citra daun,
juga sudah cukup banyak dilakukan, tetapi citra yang dengan daun yang diambil dari 3 lokasi di Sumatera Utara.
Data daun yang diambil kemudian dilakukan pemotretan
sehingga didapatkan data citranya dengan menggunakan 1) Image Acquisition
kamera Nikon dengan resolusi 16MP.
Tahap ini merupakan tahap pengumpulan data daun serta
Data yang diperoleh berjumlah 1000 citra, dengan pengambilan citra daun tersebut menggunakan kamera
pembagian 80% untuk data training, yaitu sebanyak 800 Nikon dengan resolusi 16MP. Citra daun diambil dengan
data, dan 20% untuk data testing, yaitu sebanyak 200 data. menggunakan latar belakang putih untuk mendapatkan citra
Data training yang diperoleh kemudian di augmentasi dengan noise yang sedikit sehingga mempermudah proses
dengan menggunakan beberapa teknik image processing preprocessing. Citra diambil di dalam studio mini dengan
untuk memperbanyak serta memperkaya data yang akan lampu LED berwarna putih sebagai sumber pencahayaan.
digunakan dalam training tanpa menduplikasi citra. Hasil Studio mini tersebut berukuran 40 x 40 cm.
augmentasi citra sebanyak 5 kali data training awal yaitu
sebanyak 4000 data, sehingga total data training yang Data daun yang didapat terdiri dari 4 spesies yaitu
digunakan sebanyak 4800 data. Bruguiera gymnorhiza, Lumnitzera racemosa, Rhizopora
apiculata, dan Rhizopora mucronata. Jumlah data tiap
spesiesnya berjumlah ± 250 data, dengan proses
pengambilan gambar sebanyak satu kali tiap daunnya.
Jumlah keseluruhan data yang diperoleh adalah 1000 citra
daun. Data tersebut kemudian dibagi menjadi 2, yaitu data
training dan data testing. Pembagian tersebut menggunakan
rasio 8 : 2, dengan 80% data digunakan sebagai data training
Gambar 2. Citra Bruguiera gymnorhiza dan 20% data digunakan sebagai data testing.

B. Analisis dan Perancangan Sistem


Analisis dan perancangan sistem bertujuan untuk
mendapatkan gambaran mengenai kebutuhan sistem serta
menggambarkan proses yang akan berjalan dalam sistem
untuk menghasilkan output yang sesuai dengan kebutuhan
pengguna. Gambar 4. Citra Rhizopora apiculata
Tahap yang dilakukan pada penelitian ini antara lain
adalah proses pengambilan data, proses augmentasi data 2) Preprocessing
dengan menggunakan metode image processing tertentu, lalu
Preprocessing dilakukan untuk menyesuaikan citra
mengimplementasikan metode Deep Convolutional Neural
dengan kebutuhan yang diperlukan dalam sistem. Pada tahap
Network (DCNN) dalam pengklasifikasian spesies tumbuhan
ini dilakukan satu teknik pengolahan citra untuk
mangrove.
menyesuaikan dengan kebutuhan sistem, yaitu teknik image
scaling.
a) Image Scaling
Image scaling merupakan tahap di mana citra akan
diperkecil ukuran pikselnya dengan mempertahankan aspect
ratio dari citra tersebut. Pengecilan ini dilakukan agar citra
masukan yang akan di training memiliki ukuran piksel yang
lebih kecil sehingga fitur-fitur yang ada pada citra dapat di
extract dengan lebih cepat dan menghasilkan waktu training
yang lebih singkat.
Citra-citra tersebut di scale down dengan rasio 1 : 0,15,
dan kualitas 90% dari citra aslinya. Hasil dari tahap image
scaling ini adalah citra dengan ukuran 626 x 417 piksel, dan
dengan ukuran storage ± 15 KB setiap citranya.

Gambar 3. Arsitektur umum Gambar 5. Citra Rhizopora apiculata setelah dilakukan


image scaling
Citra asli memiliki ukuran 4176 x 2784 piksel. jam, dan counterclockwise berarti berlawanan arah jarum
Sedangkan citra hasil proses image scaling di atas memiliki jam.
ukuran 626 x 417 piksel.

3) Data Augmentation
Data yang berhasil dikumpulkan di augmentasi untuk
memperbanyak variasi data yang akan digunakan dalam
proses training. Augmentasi terhadap data-data ini ditujukan
untuk meningkatkan akurasi dan memperkaya model yang
akan di training.
Teknik image processing yang digunakan dalam
melakukan augmentasi data training antara lain teknik resize, Gambar 8. Citra Lumnitzera racemosa setelah dilakukan
flip horizontal, flip vertical, rotate clockwise, dan rotate rotating clockwise
counterclockwise.
4) Deep Convolutional Neural Network (Training)
a) Image Resizing
Setelah data diproses pada tahap sebelumnya, tahap
Resizing dilakukan dengan tujuan memperkecil ukuran berikutnya adalah proses training menggunakan Deep
piksel dari data citra yang diambil sehingga sesuai dengan Convolutional Neural Network. Proses ini adalah proses di
parameter ukuran citra yang terdapat di dalam sistem pada mana model akan dibuat menggunakan data yang telah
proses training. Resizing yang dilakukan dalam penelitian disiapkan sebelumnya untuk selanjutnya digunakan dalam
ini menggunakan teknik bilinear interpolation, di mana tahap testing untuk diuji akurasinya.
teknik ini akan mengatur nilai-nilai tiap piksel yang akan
dituju dengan menghitung rata-rata nilai piksel yang berada Arsitektur Deep Convolutional Neural Network yang
di sekitarnya. akan diterapkan pada penelitian ini merupakan arsitektur
inception v3 yang dipublikasikan oleh Google inception v3
dipilih karena tingkat akurasi yang cukup tinggi dalam
mengklasifikasi ImageNet dengan akurasi Top-1 sebesar
78,0% dan akurasi Top-5 sebesar 93,9%.

Gambar 6. Citra Lumnitzera racemosa setelah resizing


b) Flipping Gambar 9. Arsitektur DCNN yang digunakan
Flipping dilakukan dengan tujuan mendapatkan sudut Arsitektur tersebut memiliki 21 layer di mana beberapa
pandang baru terhadap bentuk daun yang akan diproses layer memiliki lebih dari satu layer di dalamnya. Conv
dalam tahap training, dengan memberikan susunan nilai nilai adalah representasi dari convolution layer, di mana pada
piksel baru pada model yang akan di training. Flipping layer ini data masukan akan diambil fiturnya, dan diperkecil
diterapkan dengan megganti susunan nilai piksel pada ukurannya. Pool adalah layer di mana data akan dikecilkan
sebuah citra dengan orientasi yang baru, baik horizontal ukurannya, dengan memperkecil dimensi dari data yang
maupun vertikal. masuk. Sedangkan mixed layer adalah gabungan antara
kedua layer tersebut.
Citra yang sudah diproses sebelumnya dimuat ke dalam
perangkat untuk selanjutnya dilakukan training. Perangkat
tersebut sebelumnya telah diinstall dengan beberapa library
yang diperlukan untuk melakukan training. Training
dilakukan pada model yang sudah dilakukan pre-train
sebelumnya terhadap dataset ImageNet yang memiliki 1000
Gambar 7. Citra Lumnitzera racemosa setelah dilakukan kelas dan dilakukan fine tuning terhadap model tersebut agar
flipping horizontal dapat melakukan klasifikasi terhadap data yang digunakan
c) Rotating pada penelitian ini. Training dimulai dengan memberikan
beberapa parameter yang akan diterapkan pada proses
Citra yang digunakan akan di-rotate dengan tujuan training. Parameter tersebut antara lain:
mendapatkan variasi data yang lebih banyak tanpa
melakukan pengambilan gambar secara berulang. Rotating a) Learning Rate
diterapkan pada citra dengan mengganti posisi nilai suatu Learning rate adalah salah satu parameter utama yang
piksel ke arah yang dituju, clockwise berarti searah jarum diberikan kepada model yang akan di training. Penentuan
learning rate yang digunakan dalam pembuatan model pada
penelitian ini dilakukan dengan proses trial and error, serta Pada tabel confusion matrix di atas, dapat diambil
dengan mempertimbangkan kemampuan perangkat dalam statistik berupa confusion elements yaitu true positive, false
melakukan proses training. Setelah melalui beberapa positive, false negative, dan true negative. Perhitungan
percobaan, maka diputuskan bahwa learning rate yang mengenai confusion elements adalah sebagai berikut:
digunakan pada proses training pada penelitian kali ini
adalah 0,01. Asumsikan bahwa confusion matrix di atas mempunyai
struktur sebagai berikut:
b) Training Steps
Training steps adalah parameter yang menentukan
jumlah step yang akan dilakukan pada training. Penentuan
banyaknya training step dilakukan dengan trial and error,
dan berdasarkan pertimbangan kemampuan perangkat dalam
melakukan training. Setelah melalui beberapa pertimbangan,
maka training steps yang akan diterapkan pada penilitan ini
adalah sebanyak 50000 steps. Di mana Actual adalah kelas yang benar dan Classified
adalah kelas yang diprediksi oleh sistem. Untuk menghitung
c) Dataset Directory confusion elements dari tiap kelas, diterapkan rumus sebagai
Penelitian ini menggunakan library Tensorflow dalam berikut:
pembuatan sistem klasifikasi, dan tensorflow memiliki
kaidah dalam menentukan kelas dan citra yang akan menjadi
input dalam proses training. Citra yang akan menjadi input
dalam proses training harus berada dalam satu folder, lalu di
dalam folder tersebut dibuat folder yang berisi data citra
yang akan menjadi input dalam proses training pada
penelitian ini. Selanjutnya nama folder akan dijadikan
sebagai nama kelas dari data citra yang berada di dalamnya.
d) Batch Size
Batch size adalah parameter yang dibuat untuk
menentukan banyak data yang akan diproses dalam satu
iterasi training. Batch size biasanya mempunyai nilai yang
tpi = jumlah elemen true positive dari kelas i
tetap selama proses training. Penentuan batch size dilakukan
dengan mempertimbangkan kemampuan perangkat, serta fpi = jumlah elemen false positive dari kelas i
fakta bahwa dalam penelitian ini, model dibuat dengan cara
melakukan fine tuning terhadap model yang sudah ada, fni = jumlah elemen false negative dari kelas i
sehingga daya yang digunakan tidak terlalu besar. Dengan tni = jumlah elemen true negative dari kelas i
pertimbangan tersebut, maka batch size yang digunakan
dalam pembuatan model pada penelitian ini adalah sebesar cij = elemen tabel confusion matrix pada koordinat (i, j)
100.
Setelah menerapkan rumus tersebut, maka didapat
V. HASIL DAN PENGUJIAN jumlah confusion elements dari confusion matrix di atas.
Model yang telah dibuat pada proses training diuji Jumlah confusion elements dari klasifikasi yang telah
menggunakan data uji yang sudah dipersiapkan sebelumnya. dilakukan adalah sebagai berikut:
Data uji berjumlah 200 data terbagi ke dalam 4 spesies yaitu
Bruguiera gymnorhiza, Lumnitzera racemosa, Rhizopora Tabel 2. Confusion elements
apiculata, dan Rhizopora mucronata, yang masing masing True False False True
kelas memiliki data uji berjumlah 50 data. Positive Positive Negative Negative
Bruguiera
Tabel 1. Confusion matrix 49 3 1 147
gymnorhiza
Lumnitzera
Bruguiera Lumnitzera Rhizopora Rhizopora 50 0 0 150
racemosa
gymnorhiza racemosa apiculata mucronata
Rhizopora
Bruguiera 49 2 1 148
49 0 1 0 apiculata
gymnorhiza
Rhizopora
Lumnitzera 47 0 3 150
0 50 0 0 mucronata
racemosa
Rhizopora
1 0 49 0
apiculata Berdasarkan hasil perhitungan confusion elements dan
Rhizopora
mucronata
2 0 1 47 confusion matrix di atas, dapat diambil beberapa poin:
1. Kelas Rhizopora mucronata adalah kelas yang 3. Jumlah citra yang dijadikan sebagai data training
memiliki paling sedikit elemen true positive, dan berpengaruh pada model yang akan dihasilkan.
paling banyak elemen false negative. Alasan dibalik Variasi citra menghasilkan model dengan
hasil tersebut kemungkinan adalah kemiripan antara generalisasi yang baik dan mengurangi resiko
beberapa morfologi daun Rhizopora mucronata overfitting.
dengan Bruguiera gymnorhiza dan Rhizopora
apiculata, di mana perbedaan yang paling DAFTAR PUSTAKA
mencolok diantara daun-daun tersebut adalah dari
[1] Onrizal, N. L. Auliah, and M. Mansor, “Mitigation and adaptation
segi ukuran. on tsunami catastrophes in Indonesia through education and geodetic
2. Kelas Lumnitzera racemosa adalah kelas yang networks,” AIP Conf. Proc., vol. 2221, no. March, 2020.
mempunyai akurasi paling tinggi yaitu 100%, tanpa [2] L. Wan, H. Zhang, G. Lin, and H. Lin, “A small-patched
ada false positive dan false negative. Akurasi yang convolutional neural network for mangrove mapping at species level
tinggi tersebut kemungkinan disebabkan oleh using high-resolution remote-sensing image,” Ann. GIS, vol. 25, no.
1, pp. 45–55, 2019.
perbedaan yang mencolok dari daun Lumnitzera
racemosa dengan daun spesies lainnya. [3] O. Onrizal et al., “The role of forest restoration in conserving
mangrove plant at the eastern coast of North Sumatra,” IOP Conf.
3. Kelas Bruguiera gymnorhiza dan Rhizopora Ser. Earth Environ. Sci., vol. 260, no. 1, 2019.
apiculata sama sama memiliki statistik akurasi yang
[4] Pramudji, “Hutan Mangrove Di Indonesia: Peranan Permasalahan
bagus, namun tidak sempurna. Hal ini kemungkinan Dan Pengelolaannya,” Oseana, vol. XXV, no. 1, pp. 13–20, 2000.
disebabkan oleh pencahayaan pengambilan gambar
yang tidak konsisten, serta variasi data yang kurang [5] C. Giri et al., “Status and distribution of mangrove forests of the
world using earth observation satellite data,” Glob. Ecol. Biogeogr.,
sehingga terjadi kemiripan antara satu daun dengan vol. 20, no. 1, pp. 154–159, 2011.
daun lainnya.
[6] S. Faza, E. B. Nababan, S. Efendi, M. Basyuni, and R. F. Rahmat,
Dari hasil confusion matrix di atas, dapat pula dilakukan “An initial study of deep learning for mangrove classification,” IOP
perhitungan untuk menghitung tingkat akurasi dari pengujian Conf. Ser. Mater. Sci. Eng., vol. 420, no. 1, 2018.
sistem menggunakan data testing sebanyak 200 buah: [7] B. Şekeroǧlu and Y. Inan, “Leaves Recognition System Using a
Neural Network,” Procedia Comput. Sci., vol. 102, no. August, pp.
578–582, 2016.
[8] W. Rawat and Z. Wang, “Deep convolutional neural networks for
image classification: A comprehensive review,” Neural
Computation. 2017.
[9] K. O’Shea and R. Nash, “An Introduction to Convolutional Neural
Networks,” no. November, 2015.
[10] S. H. Lee, Y. L. Chang, C. S. Chan, and P. Remagnino, “Plant
identification system based on a convolutional neural network for
the lifeclef 2016 plant classification task,” CEUR Workshop Proc.,
Dari perhitungan di atas, diketahui bahwa tingkat akurasi vol. 1609, pp. 502–510, 2016.
yang diperoleh dari algoritma hasil penelitian ini mencapai [11] J. Hossain and M. A. Amin, “Leaf shape identification based plant
97.5% di mana hasil ini merupakan hasil yang cukup tinggi biometrics,” Proc. 2010 13th Int. Conf. Comput. Inf. Technol. ICCIT
namun masih belum sempurna. Faktor yang mungkin 2010, no. Iccit, pp. 458–463, 2010.
mempengaruhi hasil pengujian sistem ini antara lain adalah [12] W.-S. Jeon and S.-Y. Rhee, “Plant Leaf Recognition Using a
kurangnya variasi data, ditambah dengan perbedaan Convolution Neural Network,” Int. J. Fuzzy Log. Intell. Syst., vol.
pencahayaan pada tiap data yang menyebabkan model tidak 17, no. 1, pp. 26–34, 2017.
dapat mengklasifikasikan citra dengan sempurna.

VI. KESIMPULAN
Kesimpulan yang didapat dari penelitian kali ini
berdasarkan hasil pengujian sistem klasifikasi spesies
tumbuhan mangrove berdasarkan citra daun adalah:
1. Metode Deep Convolutional Neural Network
mampu melakukan klasifikasi spesies tumbuhan
mangrove berdasarkan citra daun dengan akurasi
sebesar 97.5%.
2. Parameter parameter yang dibutuhkan pada proses
training berpengaruh pada kualitas model yang
dihasilkan. Penentuan parameter-parameter tersebut
harus dilakukan dengan tepat untuk menghasilkan
model dengan tingkat akurasi yang tinggi.

Anda mungkin juga menyukai