Anda di halaman 1dari 33

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Tanaman nanas (Ananas comosus (L.)merr.) merupakan tumbuhan tropis
yang usahanya banyak dibudidayakan di Indonesia. Selain mempunyai nilai
ekonomi serta nilai pasar yang tinggi, tanaman nanas merupakan tanaman yang
mempunyai nilai gizi tinggi, yang mengandung vitamin A dan vitamin C.
Berdasarkan catatan statistik produksi dari data yang dikumpulkan dalam Statistik
Pertanian Holtikultura (SPH) tahun 2014, nanas merupakan salah satu dari lima
komoditi yang memberikan kontribusi produksi buah di Indonesia. Lima
komoditas terbesar yang mendukung produksi buah nasional yaitu pisang, mangga,
nanas, jeruk keprok/siam dan salak. Nanas berada diurutan ketiga setelah pisang
dan mangga pada urutan produksi buah nasional dengan total produksi mencapai
hingga 1,83 juta ton atau sekitar 9,27 persen dari total produksi buah di Indonesia.
Sentra produksi nanas di Indonesia berada di Sumatera dengan total
produksi mencapai 1,19 juta ton atau sekitar 64,91 persen dari total produksi
nanas nasional. Provinsi penghasil nanas terbesar adalah Lampung dengan besar
produksi mencapai 560 ribu ton sekitar 30,61 persen dari total produksi nasional,
diikuti oleh Sumatera Utara dan Jambi (Kementerian Pertanian RI, 2015).

Pemanfaatan limbah tanaman nanas di Indonesia masih sangat minim,


khususnya di daerah Sumatera bagian Selatan. Tanaman nanas umumnya
batang/bongkol, daun serta industri buah nanas termasuk kulit, mahkota, hati dan
pucuknya dibuang saja tanpa tahu manfaatnya sedangkan jika dipelajari lebih
lanjut, bahan-bahan buangan tersebut memiliki manfaat yang sangat banyak
seperti bongkol nanas yang dapat diolah menjadi pakan ternak atau diolah
menjadi kompos, kulit memiliki tekstur yang tidak rata dan berduri kecil pada
permukaan luar daunnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan utama pembuatan
briket.

Daun nanas memiliki kandungan selulosa yang tinggi hingga 66, 2%


sehingga mempunyai potensi besar untuk dijadikan sebagai sumber bahan baku

1 Universitas Sriwijaya
2

industri tekstil dan industri kertas yang dapat meningkatkan nilai ekonomi dari
limbah daun nanas (Zawawi et al, 2013). Hasil penelitian dari Pusat penelitian dan
pengembangan Peternakan (2009) menyebutkan bahwa limbah nanas sangat
disukai oleh ternak sapi perah, sapi potong, kambing dan domba dengan
menggunakan tambahan ransum dapat mencapai 75%, sedangkan pada ternak
unggas mencapai 20%. Beberapa penelitian pernah dilakukan untuk melihat
kualitas serat nanas sebagai komposisi utama dalam pembuatan kertas seperti
Yusof et al. (2012) melakukan penelitian untuk melihat pengaruh komposisi serat
daun nanas dan kertas koran daur ulang terhadap karakteristik mekanis kertas
sedangkan Nayan et al. (2013) melakukan penelitian untuk mengamati bagaimana
pengaruh konsentrasi pelarut terhadap karakteristik kertas yang dihasilkan dari
serat daun nanas.
Serat alam merupakan serat yang dihasilkan oleh hewan, tumbuhan dan
proses geologis (Boeman dan Johnson, 2002). Menurut Adhi Kusumawati (2009)
Serat alam merupakan alternatif filler komposit untuk berbagai komposit polimer
karena keunggulannya dibandingkan serat sintetis. Serat alam diambil dari serat
tumbuhan. Selulosa, hemiselulosa dan lignin bersinergi membentuk serat
tumbuhan harus dipisahkan satu sama lainnya yang dijadikan sebagai inti
komposit berasal dari alam.
Salah satu jenis serat alam yang bisa dimanfaatkan namun masih belum
dikembangkan secara optimal adalah serat daun nanas. Letak serat daun yang
berada di antara permukaan daun yang tipis dan jaringan hemiselulosa dan lignin
menjadikan serat nanas sedikit sulit untuk diambil. Penggunaan serat alam
menjadi alternative pemilihan bahan dan semakin diminati. Selain harganya yang
murah, serat alam juga mudah didapat, mudah diproses, ramah lingkungan dan
dapat diuraikan secara biologi.
Natasha (2012) membagi metode pemisahan serat atau selulosa dengan
hemiselulosa dan lignin menjadi beberapa metode yaitu biologi, fisika dan
mekanik serta metode yang mengkombinasikan ketiganya. Pengambilan serat
secara biologi memanfaatkan jamur miselium dalam teknologi bioproses untuk
mereduksi selulosa. Pemisahan serat secara fisika telah dilakukan dengan
menggunakan variabel perbedaan suhu untuk perebuasan daun pinus sekrup

Universitas Sriwijaya
3

(Abral et al, 2011). Sedangkan pemisahan serat secara mekanik dilakukan dengan
proses manual seperti metode penghancuran pada pemisahan serat enceng gondok
yang menggunakan sikat baja pada pengambilan serat sagu, metode tarik searah
pada pengambilan serat sabut kelapa, dan metode pengirisan pada pengambilan
serat sabut kelapa (Elfendri, 2015).
Hidayat Pratikno (2008) menyebutkan bahwa teknologi mekanik yang
dipakai dalam pengambilan serat daun nanas disebut mesin decorticator.
Pemisahan serat secara mekanik ini memanfaatkan tegangan geser. Kinerja serat
bervariasi dengan bagian dari tanaman yang digunakan untuk ekstraksi serat,
seperti batang kulit, daun, biji-bijian dari tanaman dalam bentuk bundel yang juga
disebut dengan bundel serat, serta faktor-faktor lain yang berkaitan dengan proses
ekstraksi serat yang meliputi umur tanaman dan proses ekstraksi serat (Rowell et
al, 2000). Serat strip bundel diekstrak dari batang dan daun dalam hal ini teknik
decorticator dianjurkan. Mesin decorticator memiliki silinder dengan bilah pisau
yang halus dipermukaannya dan diputar menggunakan motor listrik. Daun nanas
dimasukkan diantara dua silinder yang saling berputar, tekanan yang kuat
menyebabkan daun nanas terkelupas (crushing) sehingga kulit daun dan zat
perekat terpisah dari seratnya. Daun yang telah diserut ditarik kembali dan
bergantian dengan daun yang belum diserut.
Kelayakan adalah penelitian yang dilakukan secara mendalam untuk
menentukan apakah usaha yang dijalankan akan memberikan manfaat yang lebih
besar dibandingkan dengan biaya yang akan dikeluarkan (Kasmir dan Jakfar,
2008). Tahun 1999 Kadariah et al menuliskan bahwa analisis kelayakan finansial
merupakan suatu analisis terhadap suatu proyek dimana proyek dilihat dari sudut
bahan-bahan atau orang-orang yang menanamkan modalnya dalam suatu proyek,
seperti rancang bangun mesin penyerut daun nanas ini yang menyangkut
perbandingan antara pengeluaran uang dengan keuntungan pendapatan (revenue
earning) proyek.
Husnan Suswarsono (2000) berpendapat bahwa analisis finansial
merupakan suatu analisis yang membandingkan antara biaya dan manfaat untuk
menentukan suatu usaha dapat menguntungkan atau tidak selama masa bisnis.
Analisis finansial merupakan bagian dari perencanaan usaha. Perencanaan usaha

Universitas Sriwijaya
4

membutuhkan data yang sesuai dengan kondisi terkini karena merupakan


kebutuhan mutlak kelayakan finansial. Kesalahan dalam menentukan asumsi
teknologi produksi, ketersediaan bahan baku dan harga, sensitivitas biaya
operasional, perkiraan tenaga kerja dapat meyebabkan kurang tepatnya analisis
sehingga apabila rencana tersebut direalisasikan akan berpotensi merugi.
Penggunaan mesin pengambil serat mampu menggantikan cara manual
dalam memperoleh serat. Mesin pengambil serat yang dibangun tersebut memiliki
nilai investasi dan dipengaruhi oleh besarnya biaya operasionalnya, oleh karena
itu dibutuhkan pengkajian mengenai kelayakan finansial dari penggunaan mesin
pengambil serat sebagai upaya dalam alih teknologi dari manual menjadi mekanis.

1.2. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelayakan teknis dan finansial


mesin penyerut daun nanas yang menghasilkan serat daun nanas

Universitas Sriwijaya
5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pertumbuhan Tanaman Nanas


Nanas (ananas comosus (L.) merr.) termasuk keluarga bromeliaceae,
kebanyakan keluarga bromelia hidup efifit di pohon, tetapi nanas umumnya hidup
ditanah. Famili bromeliaceae terdiri atas 45 genus 2000 spesies. Genus yang
paling banyak yaitu ananas dan Pseudonanas. Tanaman nanas paling banyak
ditemukan di daerah beriklim tropis seperti Amerika Selatan meliputi Argentina,
Brazil dan Peru.Tanaman nanas meliputi akar, batang, daun, tangkai buah, buah,
mahkota, dan anakan (Collins, 1968). Tahun 2015, Asim et al menganalisa bahwa
tanaman nanas berupa herba tahunan atau dua tahunan memiliki tinggi 50-100 cm,
daun berbentuk pedang, panjang daun sampai 1 m, lebar daun 5-8 cm. Pinggir
daun berduri dan ada pula yang lancip, bagian atas daun berdaging, tersusun spiral,
pangkalnya memeluk poros utama. Saat ini telah banyak ditemukan varietas
tanaman nanas dan juga telah dimanfaatkan baik sebagai makanan, obat-obatan,
maupun produk industri. sebagai contoh, kandungan bromelain yang terdapat
pada daun tanaman nanas merupakan enzim yang dapat diekstrak dan dapat
membantu penderita penyakit pernafasan. Selain itu jus nanas dengan campuran
pasir sangat bagus sebagai pelapis untuk deck perahu. Limbah sisa lainnya dari
tanaman nanas juga dapat dimanfaatkan sebagai dedak untuk pakan ternak ayam,
sapi, babi, dan sebagainya (Asim et al, 2015).
Van Tran (2006) berasumsi bahwa nanas merupakan tanaman herba
dengan tinggi dan lebar 1-2 m dan family Bromeliaceae. Tanaman nanas sering
dibudidayakan terutama di wilayah pesisir dan tropis, juga dimanfaatkan untuk
buah-buahan. Tunas pertama daun terlihat dekoratif, kemudian tumbuh
memanjang hingga sampai 3 ft, 2 sampai 3 inci terbentuk pedang lebar dan
banyak daun berserat spiral menjauhi tepi serta melengkung ke arah penampang
untuk mempertahankan kelakuan daun (Bartholomew et al, 2003).
Buah nanas memiliki jumlah yang sama pada bagian heksagonal pada kulit
luar dan tidak tergantung pada ukuran dan bentuk. Buah nanas mengandung

Universitas Sriwijaya
6

banyak unsur besar dan kecil juga menjadi sumber senyawa bioaktif, khususnya
enzim proteolitik. Nanas sangat kaya sumber bromelain dan sumber lainnya yang
hadir dalam bagian yang berbeda dan terus meningkatkan produksinya (Ketnawa
et al, 2010). Selain itu pemanfaatan bromelain juga telah dikembangkan kebidang
komersial yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari seperti industri
makanan, kosmetik, dan suplemen makanan (Asim et al, 2015).

2.2. Serat Alam


Seiring dengan berkurangnya sumber energi minyak bumi maka produk
yang berbasis pada hal tersebut juga berkurang karena sumber energi minyak
bumi pun semakin terbatas dan tidak pasti. Manusia berfikir dan mencari sumber
alternatif yang murah, selalu tersedia saat diperlukan dan juga berkesinambungan.
Negara-negara mulai mengembangkan tanaman dan buah bukan sebagai bahan
makanan dan pertanian saja tetapi juga sebagai sumber yang menghasilkan bahan
baku untuk industri (Asim et al, 2015). Salah satu bahan industri yang termasuk
hasil pertanian adalah serat alam yang baru-baru ini dikembangkan sebagai bahan
utama pembuatan komposit polimer berbahan serat selulosa.
Serat merupakan benang-benang yang dihasilkan dari tumbuhan ataupun
hewan yang terstruktur dengan berbagai ukuran yang dapat digunakan sebagai tali
atau benang dan juga banyak digunakan sebagai komponen utama dari bahan
biokomposit seperti papan, kertas, seni atau kerajinan dan sebagainya (Asim et al,
2015). Pada tahun 2011, Hendriwan Fahmi dan Harry melakukan penelitian dan

Universitas Sriwijaya
7

didapat bahwa Serat (fiber) adalah suatu jenis bahan berupa potongan-potongan
komponen yang membentuk jaringan memanjang yang utuh. Contoh serat yang
paling sering dijumpai adalah serat pada kain. Manusia menggunakan serat dalam
banyak hal antara lain untuk membuat tali, kain, atau kertas. Serat dapat
digolongkan menjadi dua yaitu serat alami dan serat sintetis (serat buatan
manusia). Serat alami dari tumbuhan sangat mudah ditemukan. Serat alami dari
tumbuhan memiliki kepadatan dan sifat yang ramah lingkungan. Selain serat
tanaman juga terdapat serat hewan sebagai bahan utama yang banyak diproduksi
untuk wol, sutra, bulu, serat burung, dan rambut hewan lainnya. Serat buah
diambil dari buah-buahan seperti seperti serat kelapa (coir). Serat tangkai
dikumpulkan dari sekam dan jerami tanaman seperti gandum, beras, barley, dan
sebagainya. Kayu dari pohon juga dapat dimanfaatkan sebagai serat (fibre). Serat
alam telah digunakan dari sejak dahulu dibanyak negara berkembang sebagai
bahan baku semen (Asim et al, 2015).
Serat alami meliputi hasil produksi dari hewan, tumbuhan dan proses
geologis yang dapat mengalami pelapukan. Serat sintetis adalah serat buatan
manusia pada umumnya berasal dari bahan petrokimia, namun ada juga serat
sintetis yang dibuat dari bahan alami seperti rayon. Namun walaupun demikian,
serat alami memiliki berbagai kelebihan khususnya dalam hal kenyamanan.
Sekitar 30 juta ton serat alami diproduksi setiap tahun dan digunakan sebagai
komponen dari banyak proses manufaktur seperti pakaian, kemasan, pembuatan
kertas, mobil, bahan bangunan, serta peralatan olahraga (Jawaid et al, 2011).
Kekuatan spesifik serat alami mendukung didalam meningkatkan kekuatan fisik
dan mekanik matriks polimer tanpa menggunakan pengolahan tambahan. Sifat
fisik mekanis dari serat alami bergantung pada adhesi serat-matriks, fraksi volume
serat, rasio aspek, orientasi, dan efesiensi transfer tegangan pada tiap permukaan
(Asim et al, 2015).

2.3. Serat Nanas


Serat daun nanas (peneapple-leaf fibres) adalah salah satu jenis serat yang
berasal dari tumbuhan (vegetable fibre) yang diperoleh dari daun-daun tanaman
nanas (Hendriwan Fahmi dan Harry, 2011). Setiap tahun berton-ton serat daun
nanas yang dproduksi, meski memiliki porsi yang sangat kecil untuk digunakan

Universitas Sriwijaya
8

dibidang bahan baku dan diproduksi energi. Perluasan biokomposit telah


memperkuat penggunaan industri yang akan memperbesar kemungkinan untuk
meminimalkan pemborosan bahan terbarukan. Ini menjadikan pasar berbasis
makanan non-pertanian untuk industri pertanian (Cherian et al, 2011). Serat ini
berwarna putih, halus, dan mengkilap seperti sutera, serat memiliki panjang
sedang dengan kekuatan tarik tinggi. Serat ini memiliki permukaan yang lebih
lembut daripada serat alami lainnya dan menyerap serta mempertahankan warna
yang bagus (Asim et al, 2015).
Serat nanas memiliki kekuatan yang tinggi, serat ini bersifat hidrofilik
karena kandungan selulosa yang tinggi (Bengtsson et al, 2005). Pada Penelitian
Asim di tahun 2015, serat yang digunakan adalah serat lignoselulosa multiseluler
yang mengandung polisakarida, lignin dalam jumlah besar, dan beberapa bahan
kimia penting seperti lemak, lilin, pektin, asam uronat, anhidrida, pentosan,
pigmen warna, zat anorganik, dan sebagainya. Serat adalah kumpulan sel
multiseluler tipis dan kecil yang tampak seperti benang. Sel-sel ini berikatan erat
dengan bantuan pektin (Rahman, 2011). Serat daun nanas memiliki komposisi
kimia yang sangat baik dibandingkan sumber serat alami yang lain karena serat
nanas memiliki sifat yang lebih kompatibel.
Serat alami nanas memiliki kekuatan mekanik yang sangat baik namun
karena kurangnya pengetahuan sehingga masih belum banyak dikembangkan atau
dimanfaatkan dengan baik. Serat ini bisa digunakan dalam berbagai aplikasi
seperti serat buatan, sebagai penyerap suara isolator termal dan sebagainya. Serat
daun nanas cuti memiliki kekuatan mekanik yang lebih baik daripada goni saat
digunakan dalam pembuatan benang halus. Tanaman nanas merupakan jenis
tanaman yang memiliki kandungan selulosa yang tinggi mencapai 80 persen.
Tanaman nanas juga memiliki kepadatan dan modulus young yang tinggi (Asim et
al, 2015). Tanaman yang dipetik adalah yang telah berusia sekitar tiga kali masa
panen. Pemisahan serat dilakukan dengan menggunakan mesin decortication.
Setelah dipisahkan dari daun, kotoran-kotoran yang menempel pada serat
dibersihkan hingga serat tersebut benar-benar bersih. Lalu kemudian serat
dikeringkan dibawah sinar matahari sampai serat tersebut kering dan kaku. Serat
daun nanas dan kaku memiliki kekuatan yang baik dan tahan terhadap air.

Universitas Sriwijaya
9

2.4. Mesin Decorticator


Pemisahan atau pengambilan serat daun nanas dapat dilakukan dengan dua
cara yaitu secara manual yaitu dengan menggunakan tangan dan secara mekanik
yaitu menggunakan peralatan decorticator (Pratikno, 2008). Pratikno juga telah
mengkaji bahwa cara paling umum secara manual adalah proses water ratting dan
scrapping. Cara ini umumnya sering digunakan karena lebih praktis. Water
ratting merupakan proses pemisahan serat yang menggunakan mikroorganisme
atau bakteri agar terjadi pembusukan pada zat-zat perekat yang terdapat pada serat
daun nanas sehingga serat menjadi lebih mudah terpisah satu dengan yang lainnya.
Proses retting yaitu proses pemasukan daun-daun nanas kedalam air dalam waktu
tertentu. Proses water retting sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
pH air, suhu serta temperatur, pencahayaan, perubahan kondisi lingkungan,
aeration, macro-nutrients, -jenis bakteri yang terdapat dalam air, serta lama waktu
proses. Setelah proses water retting selesai, maka dilanjutkan dengan proses
pengerokan (scrapping) dengan menggunakan plat atau pisau yang tidak tajam
yang bertujuan untuk menghilangkan sisa-sisa zat perekat yang masih menempel
sehingga serat daun nanas tersebut lebih mudah terurai satu dengan yang lainnya.
Cara ini juga memiliki kelemahan karena terkadang serat yang didapat berwarna
kecoklat-coklatan yang diakibatkan oleh proses mikro-organisme yang tumbuh
pada serat tersebut, yang lebih dikenal dengan istilah rust atau karat.
Hasil penelitian dari Pratikno (2008) menyebutkan bahwa ekstraksi serat
daun nanas juga bisa dilakukan dengan peralatan yang disebut mesin decorticator
dan prosesnya disebut dekortikasi. Mesin decorticator terdapat silinder yang bisa
berputar pada porosnya. Permukaan silinder tersebut dipasangi jarum-jarum halus
(blades) atau plat yang fungsinya menimbulkan gerakan memukul (beating action)
pada daun nanas pada saat silinder berputar. Silinder dapat berputar secara manual
(tenaga manusia) ataupun dengan menggunakan motor listrik. Daun nanas
dipegang menggunakan tangan dan dimasukkan disela-sela silinder dan pasangan
rol dan plat penyuap yang saling berputar. Karena perputaran silinder yang
permukaannya dilengkapi plat dan jarum-jarum halus (blades) tersebut, daun-
daun nanas yang disuapkan mengalami proses pengelupasan, pemukulan, dan
penarikan (crushing, beating, and pulling action). Selama perputaran kulit daun

Universitas Sriwijaya
10

dan zat-zat perekat (gummy subtance) yang melekat pada serat akan terkelupas
dan terpisah dengan seratnya. Saat proses dekortikasi telah berjalan setengahnya,
dengan pelan daun nanas yang sudah selesai ditarik kembali dan dengan cara yang
sama bagian ujung daun yang belum terdekortikasi disuapkan kembali kesilinder
dan pasangan rol penyuap. Kualitas serat yang dihasilkan dan keberhasilan
dipengaruhi oleh kecepatan perputaran silinder, jarak setting antara rol dan blades,
bentuk jarum atau plat. Daun nanas yang akan didekortikasi sebaiknya dalam
kondisi segar dan basah (wet condition) untuk memudahkan pemisahan zat-zat
yang ada disekitar serat serta menghindari kerusakan serat. Selanjutnya daun-daun
yang telah mengalami proses dekortikasi dikeringkan yaitu dengan menjemurnya
dibawah sinar matahari atau juga bisa menggunakan cara-cara yang lain.

2.5. Analisis Finansial


Sebelum menentukan suatu keputusan untuk melakukan investasi haruslah
terlebih dahulu mengkaji studi kelayakan khususnya aspek finansial dan ekonomi
karena keputusan tersebut menyangkut dan berimbas pada sejumlah besar dana
yang diharapkan dapat mendatangkan keuntungan dimasa depan selama bertahun-
tahun untuk kelangsungan suatu usaha atau perusahaan dalam jangka panjang.
Dengan pengamatan yang bijak dan langkah yang cerdas maka hal selanjutnya
yang kita lakukan adalah menganalisis risiko dengan menggunakan suatu asumsi
tertentu, baik mengenai biaya yang dikeluarkan untuk investasi maupun
pemasukan dari pendaptan yang akan diperoleh atau faktor-faktor lain.
Suatu proyek dalam rangka memperoleh suatu tolak ukur yang mendasar
dalam kelayakan investasi maka dapat ditarik beberapa kesimpulan apakah
manfaat bersih atau kesempatan dalam berinvestasi (Pasaribu, 2012). Ibrahim
(2003) mendefinisikan bahwa studi kelayakan adalah kegiatan untuk menilai
sejauh mana manfaat yang diperoleh untuk melaksanakan suatu kegiatan usaha
atau proyek. Tujuannya adalah untuk merumuskan dan mempelajari keputusan
yang nantinya akan dilaksanakan dilapangan, untuk memperoleh hasil yang sesuai
dengan perencanaan. Fakor-faktor yang dikaji dalam analisis kelayakan adalah : a)
kebutuhan dana, b) sumber dan biaya modal, c) kriteria penilaian investasi, dan d)
analisis sensitivitas.

Universitas Sriwijaya
11

Menurut Husnul Khotimah dan Sutiono (2014) analisis kelayakan finansial


dilakukan dengan menggunakan perhitungan secara finansial untuk memperoleh
informasi sehingga dapat diketahui apakah suatu usaha atau investasi layak atau
tidak layak dilakukan. Kelayakan finansial secara privat yaitu kelayakan yang
dilihat dari sudut pandang individu ataupun pelaku usaha. Perhitungan secara
finansial ini menggunakan komponen biaya tertentu serta manfaat dari kegiatan
usaha untuk memudahkan pengelompokan kedua hal tersebut menggunakan
kriteria investasi untuk mengetahui tingkat kelayakan usaha secara kuantitatif.
Metode yang digunakan untuk mengetahui kelayakan dari aspek finansial adalah
sebagai berikut :

2.5.1. Net Present Value (NPV)


Net Present Value atau nilai bersih sekarang dari suatu proyek merupakan
nilai sekarang dari selisih benefit dengan cost pada discount rate tertentu
(Pasaribu, 2012). Net Present Value menunjukkan kelebihan benefit dibandingkan
cost.

2.5.2. Net Benefit Cost Rasio (Net B/C)


Net B/C merupakan besarnya tingkat tambahan manfaat dari setiap
tambahan biaya sebesar satu rupiah. Net B/C dapat dirumuskan sebagai
perbandingan antara jumlah NPV positif (sebagai pembilang) dengan jumlah NPV
negatif (sebagai penyebut). Hal ini menunjukkan bahwa besarnya benefit berapa
kali besarnya biaya dan investasi untuk memperoleh suatu manfaat. Untuk
menghitung nilai Net B/C terlebih dahulu dihitung benefit bersih yang telah di-
discount factor untuk setiap tahun t (Sukma et al, 2014).

2.5.3. Gross Benefit Cost Rasio (Gross B/C)


Analisis benefit cost yaitu rasio antara manfaat bersih yang bernilai positif
dengan manfaat bersih yang bersifat negatif. Penerapan analisis B/C rasio
diperlukan untuk melihat sejauh mana perbandingan antara nilai manfaat terhadap
biaya.

Universitas Sriwijaya
12

2.5.4. Internal Rate of Return (IRR)


Internal Rate of Return (IRR) merupakan presentase tingkat pengembalian
investasi yang diperoleh selama umur proyek. IRR juga berupa tingkat suku
bunga yang menjadikan nilai NPV suatu investasi sama dengan nol (Sukma et al,
2014). IRR digunakan untuk mengetahui dan sebagai alat ukur kemampuan
proyek dalam pengembalian bunga pinjaman dari lembaga internal keuangan yang
membiayai proyek tersebut. IRR menyamakan nilai sekarang dari arus kas yang
diharapkan dimasa datang, atau penerimaan kas, dengan mengeluarkan investasi
awal (Umar, 2005).
Internal Rate of Return (IRR) memiliki keunggulan dan kelemahan
tertentu seperti yang disebutkan oleh Kuswadi pada tahun 2007 bahwa
keunggulan dan kelemahan IRR adalah sebagai berikut :

1. Keunggulan
a) Memperhitungkan nilai uang yang terdapat fungsi waktu (time value of
money)
b) Sebagai tolak ukur yang digunakan dalam pengambilan keputusan apabila
tingkat bunga modal atau tingkat bunga yang diisyaratkan (required rate
of return) telah diketahui.

2. Kelemahan
a) Berdasarkan asumsi dalam perhitungan IRR, hasil dari kas bersih pada
setiap tahun diinvestasikan kembali dengan tingkat bunga yang sama
dengan IRR sedangkan pada kenyataannya tidaklah benar karena tingkat
bunga selalu berubah atau tidak tetap setiap tahunnya.
b) Perhitungan IRR cukup rumit karena dilakukan dengan metode trial and
error atau dengan cara coba-coba. Namun jika perhitungan dilakukan
dengan menggunakan computer maka perhitungan tersebut akan lebih
mudah.

2.5.5. Payback period (Pp)


Payback period (Pp) merupakan jangka waktu atau periode yang
diperlukan untuk pengembalian modal investasi yang akan dibayarkan melalui

Universitas Sriwijaya
13

keuntungan yang diperoleh proyek tersebut. Metode Payback period (Pp) ini
merupakan teknik penilaian terhadap suatu usaha (Sukma et al, 2014).

2.5.6. Break Even Point (BEP)


Break Even Point (BEP) merupakan suatu kondisi usaha yang dijalankan
tidak mendapatkan keuntungan tetapi juga tidak mengalami kerugian.

2.5.7. Biaya Mesin


Perhitungan biaya untuk mesin dan alat bidang pertanian serta bidang
industri dikenal tiga jenis biaya, yaitu biaya tetap (fixed cost atau owning cost) dan
biaya tidak tetap (variable cost atau operating cost).

2.5.7.1. Biaya Tetap (fixed cost)


Biaya tetap merupakan banyaknya biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan
produksi yang jumlah totalnya tetap pada volume kegiatan tertentu (Daywin et al,
2008). Biaya tetap tidak dipengaruhi perubahan input ataupun output yang
dihasilkan oleh kegiatan operasional mesin. Biaya tetap adalah jenis biaya selama
satu periode kerja dalam jumlah tetap, sehingga tidak tergantung pada jumlah
produksi yang dihasilkan, meskipun digunakan pada waktu yang berbeda atau
tidak digunakan. Adapun unsur-unsur biaya tetap adalah biaya pembuatan alat,
biaya bunga modal, biaya pajak mesin atau alat pertanian, serta beban gedung.

a. Biaya pembuatan alat


Biaya pembuatan alat adalah anggaran yang dikeluarkan untuk keperluan
pembuatan serta perakitan alat.

b. Biaya penyusutan (Depreciation Cost)


Biaya penyusutan adalah biaya penurunan kapasitas atau kemampuan
mesin dalam setiap kali pengerjaan produk (Bambang dan Kartasapoetra, 1988).
Penyusutan dapat didefinisikan sebagai penurunan dari nilai modal suatu mesin
atau alat akibat bertambahnya umurnya. Biaya penyusutan adalah biaya terbesar
tiap jamnya dan juga dapat menjadi ukuran penurunan nilai suatu mesin atau alat
selama waktu yang terus berjalan tidak peduli apakah mesin dipakai atau tidak
(Agustina, 2017).

Universitas Sriwijaya
14

c. Biaya bunga modal


Biaya bunga modal diperhitungkan untuk mengembalikan nilai modal
yang ditanam sehingga pada akhir umur peralatan diperoleh suatu nilai uang yang
present value nya sama dengan nilai modal yang ditanam (Agustina, 2017).

d. Biaya pajak mesin atau alat pertanian


Biaya pajak sangat bervariasi dari satu negara dengan negara lain. Untuk
Indonesia besar pajak belum dapat ditetapkan secara pasti.

e. Beban gedung
Biaya sewa bangunan dikeluarkan untuk menyewa bangunan yang
digunakan untuk kegiatan suatu usaha. Besarnya biaya tergantung pada luas
bangunan dan letak bangunan tersebut (Kadariah, 2001). Adanya gedung atau
garasi menyebabkan biaya perbaikan menjadi lebih kecil dibandingkan tidak
adanya gedung atau garasi untuk mesin atau alat pertanian.

2.5.7.2. Biaya tidak tetap (variable cost)


Biaya tidak tetap adalah biaya yang dikeluarkan pada saat alat atau mesin
beroperasi yang besarnya tergantung dari jumlah jam kerjanya. Biaya tidak tetap
atau variable cost selalu dipengaruhi oleh perubahan input atau output yang
dihasilkan oleh kegiatan selama operasional mesin decorticator penyerut nanas ini.
Perhitungan biaya tidak tetap meliputi biaya bahan bakar, biaya pelumas, biaya
operator, serta biaya perawatan mesin.

a. Biaya bahan bakar


Biaya ini merupakan pengeluaran solar atau bensin pada kondisi kerja per
jam. satuannya liter per jam, dan harga nya adalah relatif atau tergantung lokasi.

b. Biaya perawatan
Biaya perawatan diperuntukan agar bisa memberikan kondisi kerja yang baik
bagi mesin dan peralatan meliputi biaya minyak pelumas, gilter, gemuk dan lain
sebagainya. Minyak pelumas terdiri dari oli mesin, oli transmisi, oli final drive,
serta oli hidrolik.

Universitas Sriwijaya
15

c. Biaya operator
Biaya operator termasuk biaya tak tetap karena biaya operator perjam
tergantung pada keadaan lokal. Besar biaya operator per jam dapat diambil dari
gaji operator bulanan atau jumlah pertahun dibagi dengan total per jam.

2.6. Analisis Sensitivitas


Kadariah (2001) menyatakan bahwa analisis sensitivitas adalah analisis
yang bertujuan untuk melihat apa yang akan terjadi dengan hasil analisis investasi
jika ada perubahan dalam perhitungan biaya penerimaan. Perubahan pada aspek
penerimaan dan aspek pengeluaran biaya akan otomatis mempengaruhi kriteria
pengukuran kelayakan. Berdasarkan hasil penelitian Henning pada tahun 2011,
analisis sensitivitas dilakukan untuk meneliti kembali analisa kelayakan proyek
yang telah dilakukan. Tujuan analisis sensitivitas adalah untuk mengkaji sejauh
mana perubahan unsur-unsur dalam aspek finansial terhadap apa yang dipilih.
Analisis sensitivitas dapat memberikan gambaran tentang sebuah keputusan akan
tetap konsisten atau berubah walaupun terjadi perubahan terhadap faktor-faktor
atau pada parameter yang mempengaruhinya (Agustina, 2017). Analisis
sensitivitas dilakukan dengan melihat pengaruh hasil perubahan nilai suatu
parameter terhadap akseptabilitas alternatif investasi. Perubahan suatu parameter
biasanya dapat mempengaruhi keputusan meliputi keputusan biaya investasi,
aliran kas, nilai sisa, tingkat bunga, tingkat pajak, kondisi ekonomi dan
sebagainya (Umar, 2005).
Gittinger (2008) membagi perubahan kriteria investasi yang dapat terjadi
pada bidang pertanian menjadi beberapa kriteria, yaitu sebagai berikut :
a. Harga output yaitu saat penetapan harga berbeda dengan yang terjadi dengan
kenyataan.
b. Kenaikan Biaya input karena pada umumnya suatu investasi atau proyek
sangat sensitif terhadap perubahan biaya terutama biaya input produksi.
c. Keterlambatan pelaksanaan yang disebabkan oleh keterlambatan inovasi,
pemesanan, dan penerimaan teknologi.
d. Hasil produksi disebabkan akibat gangguan hama dan musim atau terjadi
kesalahan pada penaksiran hasil produksi.

Universitas Sriwijaya
16

Jadi analisis sensitivitas atau analisis kepekaan dilakukan untuk melihat


seberapa besar penurunan atau peningkatan dari faktor-faktor tersebut yang dapat
menyebabkan perubahan kriteria didalam kriteria investasi yaitu dari layak
menjadi tidak layak dilaksanakan.

Universitas Sriwijaya
17

BAB 3
PELAKSANAAN PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian


Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive atau sengaja.
Penentuan lokasi ini dilakukan secara cermat dan teliti sesuai dengan tujuan
penelitian sehingga diperoleh data yang sesuai dan relevan. Penelitian
dilaksanakan pada bulan Desember 2017 sampai dengan selesai di Bengkel
Pertanian Balai Latihan Kerja, Kec. Sako Kota Palembang, Sumatera Selatan.

3.2. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam penelitian analisis finansial dan kelayakan
mesin penyerut daun nanas adalah : 1) Mesin penyerut daun nanas, 2) penggaris
dan meteran, 3) alat tulis, 4) kamera, 5) Stopwatch, 6) Mikrometer, 7) Timbangan
Bahan yang digunakan didalam penelitian ini yaitu daun tanaman nanas
(ananas comocus (L). merr.)

3.3. Metode Penelitian


Penelitian dilakukan menggunakan metode deskriptif dan metode
kuantitatif. Peneliti menganalisis data primer dan data skunder serta melakukan
survei langsung dan wawancara dengan para ahli atau narasumber yang berkaitan
dengan kegiatan penelitian ini. Wawancara merupakan kegiatan tanya jawab
dengan responden atau narasumber ahli untuk tujuan memperoleh data yang
sesuai yang dibutuhkan untuk penelitian.
Data yang dikumpulkan harus diolah agar menjadi data yang baku dan
berguna didalam memecahkan masalah penelitian. Analisis data merupakan
kegiatan mengelompokan, mengurutkan, memanipulasi serta mempersingkat, data
sehingga mudah dipahami. Analisis data yang dilakukan dalam penelitian meliputi:

3.3.1. Analisis Teknis


Aspek teknis merupakan bagian yang berkenaan dengan pembangunan
proyek atau investasi secara teknis dan pengoperasian setelah proyek tersebut
diselesaikan (Husnan dan Muhammmad, 2002). Analisis teknis yang dilakukan

Universitas Sriwijaya
18

pada mesin penyerut daun nanas meliputi beberapa tahapan yaitu kapasitas dan
tahapan pengujian alat penyerut daun nanas.
Adapun rincian analisis teknis yang dilakukan adalah sebagai berikut :

3.3.1.1. Kapasitas
Kapasitas dari alat penyerut daun nanas dibagi menjadi dua yaitu kapasitas
teoritis dan kapasitas efektif.

a) Kapasitas Teoritis
Menurut Lubis et al (1987) kapasitas teoritis adalah daya tampung
maksimum dari suatu alat dengan faktor-faktor maksimum yang berpengaruh
terhadap alat. Kapasitas teoritis alat penyerut serat daun nanas dapat diperoleh
dengan menggunakan persamaan :
KT = ρ x V ..................................................................................................(3.1)
Keterangan :
KT = Kapasitas Teoritis (Kg)
ρ = Massa Jenis (Kg/m3)
V = Volume tempat penampungan (m3).

b) Kapasitas Efektif
Kapasitas efektif adalah daya tampung alat setelah dicoba dilapangan.
Data yang didapat merupakan hasil pengujian alat penyerut daun nanas
dilapangan (Lubis et al, 1987). Kapasitas efektif dapat ditentukan dengan
persamaan berikut :

KE = ……………………………………………………………………(3.2)

Keterangan :
KE = Kapasitas efektif (Kg/jam)
m = berat bahan (Kg)
t = waktu yang digunakan (jam)

Universitas Sriwijaya
19

c) Efesiensi Alat
efesiensi alat dapat ditentukan dengan membandingkan antara kapasitas
efektif alat setelah diuji cobakan dilapangan dengan kapasitas teoritis dan hasilnya
dinyatakan dalam persen. Efesiensi alat dapat ditentukan dengan persamaan 3.

EA = x 100% .....................................................................................(3.3)

Keterangan :
EA = Efesiensi Alat (%)
KE = Kapasitas Efektif (Kg)
KT = Kapasitas Toritis (Kg).

3.3.1.2. Pengujian mesin penyerut daun nanas


Secara deskriptif aspek teknis yang dianalisis meliputi :
a. Ketersediaan bahan baku dan bahan pembantu
Data yang dianalisis adalah ketersediaan bahan baku maupun bahan
pembantu, kualitas dan asal bahan baku serta penanganan bahan baku.

b. Utilitas
Data yang dianalisis yaitu kebutuhan listrik yang dibutuhkan termasuk
biaya-biaya yang berhubungan dengan kebutuhan utilitas serta bahan bakar untuk
keperluan transportasi. Kebutuhan listrik dihitung dari jumlah daya yang
digunakan oleh peralatan dan mesin selama proses.

c. Tenaga Kerja atau Operator


Data yang dianalisis yaitu mengenai jumlah tenaga kerja, upah tenaga
kerja dan jam kerja per hari.

d. Pemilihan Lokasi
Faktor-faktor yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan lokasi adalah
sebagai berikut :
- Jarak antar lokasi dengan bahan baku dan bahan tambahan
- Jarak lokasi dengan pasar mudah dijangkau
- Kemudahan dalam akses dan sarana transportasi
- Gaji dan banyak tersedia tenaga kerja
- Biaya lokasi untuk tanah, perluasan bangunan serta infrastruktur .

Universitas Sriwijaya
20

e. Kapasitas Produksi
Kapasitas produksi ditentukan berdasarkan perhitungan permintaan
potensial serat daun nanas di pasaran. Metode yang digunakan untuk menghitung
permintaan adalah metode konsumsi perkapita dan metode indeks bulanan.

3.3.2. Analisis Finansial


Analisis finansial dilakukan dengan mengetahui biaya investasi, biaya
tetap dan biaya tidak tetap. Pada penelitian ini analisis finansial meliputi BEP
(Break Even Point). NPV (Net Present Valuei), Net B/C (Net Benefit Cos), IRR
(Internal Rate of Return), Pp (Payback Periode), dan analisis sensitivitas.

3.3.2.1. Biaya Tetap


Biaya tetap adalah jenis biaya yang bersifat statis (tidak berubah) dalam
ukuran tertentu, meskipun sarana produksi yang bekerja pada waktu berbeda atau
tidak digunakan, biaya ini tetap ada dan dihitung (Ibrahim, 2003).

3.3.2.1.1. Biaya penyusutan (Depreciation cost)


Menurut Daywin et al (2008) biaya penyusutan dapat di hitung dengan
menggunakan metode berikut :
Metode Garis Lurus (MGL)
Metode yang beranggapan bahwa nilai suatu mesin atau alat pertanian
berlangsung dengan tingkat penurunan yang tetap selama umur pemakaian.
Persamaan MGL yaitu :

Biaya Penyusutan (D) = .............(3.4)

Keterangan :
D = Biaya penyusutan tiap tahun (Rp)
P = Harga mula-mula (Rp)
S = Harga akhir (Rp) adalah 10% dari harga awal alat
N = Umur ekonomis atau perkiraan ekonomi alat (tahun)

Universitas Sriwijaya
21

3.3.2.1.2. Biaya bunga modal


Biaya bunga modal diperhitungkan untuk mengembalikan nilai modal
yang ditanam sehingga pada akhir umur peralatan diperoleh suatu nilai uang yang
present value nya sama dengan nilai modal yang ditanam (Agustina, 2017).
Persamaan biaya bunga modal menurut Ciptohadijoyo (1996) yaitu :

I = r* ................................................................................................(3.5)

Keterangan :
r = tingkat suku bunga
P = Nilai pembelian investasi
S = Nilai sisa investasi.

3.3.2.1.3. Biaya pajak mesin atau alat pertanian


Biaya pajak sangat bervariasi dari satu negara dengan negara lain. Untuk
Indonesia besar pajak belum dapat ditetapkan secara pasti.

3.3.2.1.4. Beban gedung atau sewa bangunan


Menurut RNAM (1983), persamaan yang dapat digunakan untuk
menghitung nilai gedung atau garasi yaitu :
Nilai Gedung = h x P .......................................................................................(3.6)
Keterangan :
h = Nilai gedung (*nilai gedung 0,5 %)
P = Nilai investasi mesin

3.3.2.2. Biaya tidak tetap (variabel cost)


3.3.2.2.1. Biaya bahan bakar atau energi
Secara sistematis biaya bahan bakar dapat dihitung dengan menggunakan
pendekatan sebagai berikut (Daywin, 2008) :

F = . Pm * Fp ............................................................................(3.7)
Keterangan :
F = Biaya bahan bakar (Rp)
Pm = Daya mesin (horse power)
Fp = Harga bahan bakar (Rp).

Universitas Sriwijaya
22

3.3.2.2.2. Biaya perawatan

Untuk menjaga agar mesin dapat terus berkerja secara efektif maka
diperlukan perwatan secara berkala. .Biaya perawatan menurut Rika (2017) dapat
dihitung dengan pendekatan berikut :

M = .P .............................................................................................(3.8)
Keterangan :
M = Biaya perawatan (Rp)
m = Nilai perawatan dan perbaikan yang besarnya 5%
Menurut Rika (2017) Biaya pelumas secara sistematis dapat dihitung
dengan pendekatan berikut :

O = Pm . Op ....................................................................(3.9)

Keterangan :
O = Biaya pelumas
Op = Harga oli atau pelumas
Pm = Daya mesin (horse power)

3.3.2.2.3. Biaya operator


Biaya operator termasuk biaya tak tetap karena biaya operator perjam
tergantung pada keadaan lokal. Besar biaya operator per jam dapat diambil dari
gaji operator bulanan atau jumlah pertahun dibagi dengan total per jam.

3.3.2.2.4. Biaya Transportasi


Daun nanas yang diambil dari perkebunan harus dibawa ketempat mesin
penyerutan berada. Proses ini memerlukamn biaya transportasi dari tempat
perontokan sampai tempat penyerutan serat daun nanas.

3.3.2.2.5. Biaya bahan baku


Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun nanas. Harga
bahan baku ditentukan berdasarkan harga ditingkat agen daun nanas.

Universitas Sriwijaya
23

3.3.2.3. Biaya Pokok


Persamaan biaya pokok adalah :

BP = + ......................................................................................(3.10)

Keterangan :
BP = Biaya pokok (Rp/unit produk)
BT = Biaya tetap (Rp/tahun)
BTT = Biaya tidak tetap (Rp/jam atau Rp/unit produk)
x = Perkiraan jam kerja (jam/tahun atau unit produk/jam)s
k = Kapasitas mesin (unit produk/jam)

3.3.2.4. Biaya investasi


Ginting (2012) berpendapat bahwa biaya investasi merupakan biaya yang
masa kegunaannya berlangsung untuk waktu yang cukup lama dan umumnya
waktu biaya investasi ditetapkan lebih dari satu tahun. Masa satu tahun
disesuaikan atas dasar kebiasaan perencanaan dan realisasi anggaran yang
mempunyai jangka waktu satu tahun.. Biaya inverstasi berhubungan dengan
pembangunan serta pengembangan infrastruktur fisik dan kapasitas produksi (alat
produksi). Biaya pengeluaran meliputi dari awal dimulainya proyek sampai
proyek mulai berlangsung atau beroperasi, misalnya bangunan untuk usaha atau
pembelian mesin dan peralatan.
Perencanaan dan pelaksanaan suatu proyek seharusnya mampu
memberikan manfaat melalui penerimaan. Perkalian dari harga dan jumlah produk
merupakan penerimaan yang diperoleh. dan keuntungan didapat dari penerimaan
dikurangi dengan total biaya pengeluaran. Didalam analisis biaya hal yang perlu
diperhitungkan dari nilai barang investasi meliputi (1) harga satuan (nilai awal
barang) masing-masing jenis barang investasi, (2) lama pemakaian, (3) laju inflasi
(tingkat bunga bank) dan (4) umur ekonomis barang tersebut (Pujawan, 2003).

3.3.2.5. Biaya Tak Terduga


Biaya tidak terduga yaitu biaya yang dikeluarkan saat terdapat biaya selain
biaya-biaya yang telah ditetapkan. Asumsinya biaya tidak terduga sebesar 10%
dari biaya tetap dan biaya tidak tetap.

Universitas Sriwijaya
24

3.3.2.6. Biaya Total


Biaya total merupakan biaya keseluruhan yang merupakan hasil
penjumlahan dari biaya tetap, biaya tidak tetap dan biaya tidak terduga. Biaya
total ditentukan dengan menggunakan persamaan :
B = BT + BTT1 + BTT2 .................................................................................(3.11)
Keterangan :
B = biaya total (Rp/tahun)
BT = biaya tetap (Rp/tahun)
BTT1 = biaya tidak tetap (Rp/tahun)
BTT2 = biaya tidak terduga (Rp/tahun)

3.3.2.7. Break Even Point (BEP)


Merupakan titik balik modal yaitu kondisi usaha tidak mengalami
keuntungan maupun kerugian. BEP untuk menghitung volume produksi dapat
menggunakan persamaan :

..................................................................(3.12)

sedangkan BEP untuk menghitung harga produksi dapat digunakan persamaan

..................................................................(3.13)

3.3.2.8. Net Present Value (NPV)


Menurut Pasaribu (2012) perhitungan NPV adalah :

NPV = ∑ atau NPV = PVb – PVc ..............................................(3.14)

Keterangan :
Bt = Manfaat (benefit) pada tahun ke-i
Ct = Biaya (cost) pada tahun ke-i
n = Umur proyek (8 tahun)
t = tahun 1,2,3 dst
i = Discount rate (10,75%)
PVb = Nilai pendapatan sekarang (Rp)
PVc = Nilai biaya sekarang (Rp)

Universitas Sriwijaya
25

Indikator kelayakan NPV antara lain yaitu jika NPV lebih dari 0 maka
investasi layak dilaksanakan dan jika NPV kurang dari 0 maka investasi tidak
layak untuk dilaksanakan.

3.3.2.9. Net Benefit Cost Rasio (Net B/C)


Perhitungan Net B/C rasio menurut kadariah (2001) :

Net B / C = ∑ Atau ..........................................(3.15)

Keterangan :
Bt = Manfaat (benefit) pada tahun ke-i
Ct = Biaya (cost) pada tahun ke-i
n = Umur proyek (8 tahun)
t = tahun 1,2,3 dst
i = Discount rate (10,75%)
PVb = Nilai benefit yang telah di-discount
PVc = Nilai cost yang telah di-discount
Indikator kelayakan Net Benefit Cost Rasio (Net B/C) yaitu jika (Net B/C)
lebih dari 1 maka proyek layak dilaksanakan jika (Net B/C) kurang dari 1 maka
proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan.

3.3.2.10. Gross Benefit Cost Rasio (Gross B/C)


Persamaan Gross B/C Rasio yaitu :

∑ ( )
Gross B/C = ........................................................................(3.16)
∑ ( )

Keterangan :
Bt = Manfaat (benefit) pada tahun ke-i
Ct = Biaya (cost) pada tahun ke-i
t = tahun 1,2,3, dst
i = Discount rate (10,75%)
Indikator kelayakan Gross Benefit Cost Rasio (Gross B/C) yaitu,
jikaGross B/C) lebih dari 1 maka proyek layak dilaksanakan. Jika (Gross B/C)
kurang dari 1 maka proyek tersebut tidak layak dilaksanakan.

Universitas Sriwijaya
26

3.3.2.11. Internal Rate of Return (IRR)


Secara matematis Internal Rate of Return (IRR) dapat dirumuskan sebagai :

IRR = i’ + (i2 – i1) ..................................................................(3.17)


Keterangan :
NPV1 = Net Present Value percobaan pertama
NPV2 = Net Present Value percobaan kedua
i1 = Discount Factor percobaan pertama
i2 = Discount Faktor percobaan kedua
Indikator kelayakan Internal Rate of Return (IRR) yaitu jika IRR lebih
dari tingkat suku bunga yang berlaku maka proyek akan menguntungkan jika
dilaksanakan. Jika IRR kurang dari tingkat suku bunga yang berlaku maka proyek
tersebut tidak memberikan keuntungan tapi menyebabkan kerugian.

3.3.2.12. Payback Periode (Pp)


Secara matematis Payback periode (Pp) dapat dirumuskan sebagai :

Pp = .....................................................................(3.18)

Indikator kelayakan Payback periode (Pp) yaitu :jika Pp lebih pendek dari
umur ekonomis usaha, maka proyek tersebut layak untuk dijalankan. Jika Pp lebih
lama dari umur ekonomis usaha maka proyek tersebut tidak layak untuk
dilaksanakan

3.3.2.13. Analisis Sensitivitas


Analisis Sensitivitas merupakan analisis yang bertujuan untuk melihat apa
yang akan terjadi dengan hasil analisis investasi jika ada perubahan dalam
perhitungan biaya penerimaan.

Laju kepekaan = x ...................................................(3.19)

Universitas Sriwijaya
27

Keterangan :
Xi = Gross B/C/ Net B/C/ NPV IRR/PP setelah perubahan
Xo = Gross B/C/ Net B/C/ NPV IRR/PP sebelum perubahan
X = rata-rata perubahan Gross B/C/ Net B/C/ NPV IRR/PP
Yi = biaya produksi /harga jual setelah perubahan
Yo = biaya produksi/harga jual sebelum perubahan
Y = rata-rata perubahan biaya produksi/harga jual

Kriteria atau indikator laju kepekaan jika laju kepekaan lebih dari satu,
maka usaha sensitif terhadap perubahan. Jika laju kepekaan kurang dari satu,
maka usaha tidak sensitif terhadap perubahan.

3.4. Cara Kerja


Cara kerja yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut :
 Survey pendahuluan lokasi penelitian dan mesin yang akan digunakan
 Kondisi mesin yang akan dioperasikan harus dipastikan terlebih dahulu
dengan menghidupkan mesin selama 5 - 10 menit.
 Daun tanaman nanas dibersihkan dan durinya disingkirkan atau dipotong
terlebih dahulu.
 Ukur dimensi tanaman (panjang, lebar, dan tebal)
 Daun nanas diserut dengan menggunakan mesin lalu ukur waktu
penyerutan, kemudian hasil pengukuran tersebut dicatat
 Berat serat yang berhasil diambil dijemur dibawah sinar matahari
kemudian ditimbang.
 Melakukan wawancara dengan pihak-pihak terkait dengan tema penelitian
mengenai bahan bakar, kondisi alat, serta biaya yang dikeluarkan untuk
pembelian komponen-komponen alat dan mesin yang digunakan dalam
penelitian.
 Seluruh data yang telah diambil termasuk data primer hasil survey dan
wawancara yang telah kita lakukan kemudian dikumpulkan untuk
dianalisis.

Universitas Sriwijaya
28

3.5. Asumsi
Asumsi-asumsi yang disajikan didapat dari survei atau wawancara
langsung dilapangan dengan para teknisi dan pemodifikasi mesin penyerut daun
nanas. Berdasarkan survey serta wawancara tersebut diperoleh asumsi sebagai
berikut :

 Umur ekonomis mesin penyerut daun nanas yang menghasilkan serat


daun nanas adalah sekitar 5 tahun.
 Harga bahan bakar solar adalah Rp. 9.800 per liter. Berikut ini adalah tabel
harga BBM terbaru periode November 2018:
Jenis Harga Terbaru (per liter) Harga Sebelumnya (Per liter)
Pertamax Rp 10.400 Rp 9.500
Pertamax Turbo Rp 12.250 Rp 10.700
Pertamina Dex Rp 11.850 Rp 10.500
Premium Rp 7.000 Rp 6.550
Pertalite Rp 7.800 Rp 7.800
Dexlite Rp 10.500 Rp 9.000
Bio Solar Rp 9.800 Rp 9.800

Tabel 1 : Harga bahan bakar minyak per November 2018

 Tingkat suku bunga yang digunakan merupakan tingkat suku bunga deposito
dalam jangka waktu satu tahun pada bank pemerintahan.
 Biaya penyusutan alat yang digunakan yaitu metode garis lurus (MGL).
 Mesin yang digunakan adalah mesin penyerut daun nanas.
 Tarif listrik untuk periode November 2018 yaitu 900 VA non subsidi adalah
Rp1.352 per kWh
 Biaya operasional untuk 1 operator Rp. 50.000,00 per hari

Universitas Sriwijaya
29

BAB 4

SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan Skripsi yang berjudul ”Analisis Finansial Mesin


Penyerut Daun Nanas secara Mekanik”, sebagai berikut:

SUMMARY
RINGKASAN
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
PERNYATAAN
RIWAYAT HIDUP
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


1.2. Tujuan
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pertumbuhan Tanaman Nanas

2.2. Serat Alam

2.3. Serat Nanas

2.4. Mesin Decorticator

2.5 Analisis Finansial

2.6 Analisis Sensitivitas

BAB 3. PELAKSANAAN PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu


3.2. Alat dan Bahan
3.3. Metode Penelitian
3.4. Cara Kerja
3.5. Asumsi

Universitas Sriwijaya
30

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

4.2. Pembahasan

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.Kesimpulan

5.2.Saran

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Universitas Sriwijaya
31

DAFTAR PUSTAKA

A. Rahman. 2011. Study on Modified Pineapple Leaf Fiber, Journal of Textile and
Apparel, Technology and Management. Vol. 2, No. 2, pp. 1-16.
A. Schiber, F. C. Stintzing, and R. Carle. 2001. By Products of Plant Food
Processing as a Source of Functional Compounds-recent Development,
Trends in Food Science and Technology, Vol. 12, No. 11, pp. 401-413.
A. van Tran. 2006. Chemical Analysis and Pulping Study of Pineapple Crown
Leaves, Industrial Crops and Products, Vol. 24, No. 1, pp. 66-74.
Agustina. Rika. 2017. Analisis Kelayakan Finansial Mesin Pemanen Tebu Cane
Harvester. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Asanti, Henning Pury. 2011. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pengolahan
Buah. Skripsi. Jurusan Agribisnis Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah. Jakarta.
Asim, M. Abdan, K. Jawaid, M. Nasir, M. Dashtizadeh, Z. Ishak, MR. dan
Enamul, M. 2015. Tinjauan Pada Serat Daun Nanas dan Kompositnya.
Universitas Putra Malaysia. Malaysia
B. Cherian, A. L. Leao, S. F. de Souza. 2011. Cellulose Nanocomposites with
Nanofibres Isolated from Pineapple Leaf Fibers for Medical
Applications,Carbohydrate Polymers, Vol. 86, No. 4, pp. 1790-1798.
Badan Pusat Statistik dan Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal Holtikultura.
2015. Statistik Produksi Holtikultura Tahun 2014. Kementerian Pertanian
Direktorat Jenderal Holtikultura. Jakarta.
Boeman, R. G., and Johnson, N. L. 2002. Development of a Cost Competetive,
Composites Intensive, Body in White. Journal SAE. No. 2002-01-1905.
Ciptohadidjoyo, S. 1996. Perencanaan Pengembangan Alat dan Mesin Pertanian,
makalah pada Kursus Tim Pengawas Pengelolaan Peralatan SKR [2
Februari 1994]. Palangka Raya.
D. P. Bartholomew, R. E. Paull, and K. G. Rohrbarch. 2003. The Pineapple :
Botany, Production, and Uses.

Universitas Sriwijaya
32

Daywin, Frans Jusuf. 2008. Mesin-mesin Budidaya Pertanian Dilahan Kering.


IPB. Bogor.
Fahmi, H. dan Hermansyah, H. 2011. Pengaruh Orientasi Serat Pada Komposit
Resin Polyester atau Serat Daun Nanas Terhadap Kekuatan Tarik.
Volume 1, No. 1, Hal : 46 - 52. Jurusan Teknik Mesin. Padang
Gittinger. J. Price dan Adler. A Hans. 2008. Analisis Ekonomi Proyek-Proyek
Pertanian. Edisi Ketiga. PT Rineka Cipta. Jakarta
H. Uhlig . 1998. Industrial Enzymes and Their Applications, John Wiley & Sons,
New York, NY, USA.
Hidayat, Pratikno. 2008. Teknologi Pemanfaatan Serat Daun Nanas sebagai
Alternatif Bahan Baku Tekstil. Teknoin. Vol. 13, No. 2, Hal : 31 - 35.
Husnan,S. dan Muhammad. 2002. Studi Kelayakan Proyek. Lembaga Penelitian
Ekonomi. Universitas Indonesia. Jakarta
Ibrahim, Y. 2003. Studi Kelayakan Bisnis, Edisi Revisi. Rineka Cipta. Jakarta.
Kadariah. 2001. Evaluasi Proyek Analisis Ekonomi. Universitas Indonesia Press.
Jakarta.
Kartasapoetra, A. G. 1988. Pengantar Ilmu Ekonomi Produksi Pertanian. Bina
Aksara. Jakarta.
Kasmir dan Jakfar. 2008. Studi Kelayakan Bisnis, Edisi Kedua. Kencana Prenada
Media Group. Jakarta.
Khotimah, Husnul dan Sutiono. 2014. Analisis Kelayakan Finansial Usaha
Budidaya Bambu. Jurnal Ilmu Kehutanan. Vol. 8, No.1. Bogor
Kusumawati, Adhi. 2009. Aplikasi Serat Sisal Sebagai Komposit Polimmer.
Jurnal Kompetensi Teknik. Vol. 1, No. 1.
Lubis, R., H.A. Wibowo., Z. Akhirudin,. Hersyamsi,. dan E.A. Kuncoro. 1987.
Pengantar Mekanisasi Pertanian. UNSRI. PPalembang
M. Bengtsson, P. Gatenholm, and K. Oksman. 2005. The Effect of Crosslinking
on The Properties of Polyethylene/wood Flour Composites, "Composites
Science and Technology. Vol. 65, No. 10, pp. 1468 - 1479.
M. Jawaid and H. P. S. Abdul Khalil. 2011. Cellulosic/Synthetic Fibre Reinforced
Polymer Hybrid Composites : a Review, Carbohydrate Polymers, Vol. 86,
No. 1, pp. 1-18.

Universitas Sriwijaya
33

Nayan, NHM. Razak, SIAbd. Rahman, WA. and Majid, RAbd. 2013. Effect of
Maserization On The Properties of Paper Produced from Malaysian
Pineapple Leaf Fibre. IJET-IJENS. 13 : 1 - 6.
Pasaribu, Ali Musa. 2012. Perencanaan dan Evaluasi Proyek. Lily Publicsher.
Jakarta.
Py C, Lacoeuilhe JJ and Teisson, C. 1987. The Pineapple, Cultivation and Uses.
Edition G. -P. Maisonneuve. Paris.
Rowell, R. M. Han J. S., and Rowell, J. S. 2014. Characterization and Factors
Effecting Fiber Properties, in Natural Polymers and Agrofibers Based
Composites. (Editor : E. Fronlini, L. H. C. Matasso, A. L., Leao). Brazil.
RNAM. 1983. Test Codes and Procedures for Farm Machinery. UNDP. Pasay
City. Philippines.
S. Ketnawa, S. Rawdkuen, and P. Chaiwut. 2010. Two Phase Partitioning and
Collagen Hydrolysis of Bromelain from Peneapple peelNang Lae Cultivar,
Biochemical Engineering Journal, Vol. 52, No. 23, pp. 205-211.
Sistem Informasi Pertanian Kementerian Pertanian Republik Indonesia. 2015.
Outlook Komoditas Pertanian Subsektor Holtikultura Nenas.
http://epublikasi.setjen.pertanian.go.id/. [Desember 2015].
Suad, Husnan dan Suswarsono. 2000. Manajemen Keuangan Teori dan
Penerapan, Edisi Ketiga. Yogyakarta : UPP AMP YKPN.
Umar, Husein. 2005. Studi Kelayakan Bisnis, Edisi 3 Revisi. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Yusof, Y. Ahmad, MR. Wahab, MdS. Mustafa, MS. and Tahar, MS. 2012.
Producing Paper Using Pineapple Leaf Fibres. Advanced Material
Research. 383 - 390/www.scientific.net/ AMR.383-390.3382.
Zawawi, D. Zainuri, M. Hatta, M. Sari, A. Kassim, M. Awang, H. and Arifin, AM.
2014. Agro Waste as Alternative Fiber. Bioresources. Vol. 9, No. 1, spp.
872 -880.

Universitas Sriwijaya

Anda mungkin juga menyukai