Anda di halaman 1dari 25

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

Bahan Seminar : Hasil Penelitian


Judul : Analisis Perbandingan Teknik Ekstraksi DNA Pohon
Pinus Rombeng (Pinus sp.) Kabupaten Bantaeng
Berdasarkan Metode CTAB dan KIT
Pembawa seminar : Nurul Andhykasari
No. Pokok : M011171306
Pembimbing : 1. Mukrimin, S.Hut, M.P., Ph.D
2. Gusmiaty, S.P,. M.P
Hari/Tanggal :
Waktu :
Tempat : Via Daring
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Hutan mempunyai manfaat penting bagi kehidupan. Ada dua macam hasil
hutan, yaitu hasil hutan berupa kayu dan non kayu. Hasil Hutan Bukan Kayu
(HHBK) merupakan sumber daya alam yang sangat melimpah di Indonesia dan
memiliki prospek yang sangat baik untuk dikembangkan. Hasil Hutan Bukan
Kayu penting untuk kelestarian sebab proses panen biasanya dapat dilakukan
secara lestari dan tanpa kerusakan hutan. Contoh dari Hasil Hutan Bukan Kayu
adalah getah pinus. Getah pinus merupakan HHBK yang penting dalam bidang
kehutanan serta memberikan manfaat bagi industri (Tarigan, 2012).
Pinus merkusii adalah jenis endemik indonesia karena dia berasal dari
Sumatra. Tumbuhan pinus atau tusam ini adalah tumbuhan populer yang memiliki
peran penting di Indonesia untuk dimanfaatkan kayu atau getahnya. Pinus juga
termasuk kayu kelas kuat V dan kelas awet IV (Cahyono, 2011). Pinus
dimanfaatkan masyarakat maupun diperjual belikan, bahkan biasanya diekspor
untuk bahan furnitur (meubel), terkadang juga digunakan sebagai bahan
bangunan. Namun, ada satu jenis pinus yang belum pernah dilaporkan dan belum
dilakukan penelitiannya sebelumnya di Indonesia, yaitu jenis Pinus Rombeng
(Pinus sp) yang terletak di Kabupaten Bantaeng. Pinus ini tergolong jenis Pinus

1
eksotik di Indonesia. Sehingga, perlu dilakukan pemuliaan pohon pada jenis Pinus
Rombeng ini. Untuk melaksanakan program pemuliaan, diperlukan keragaman
informasi genetik yang tinggi.
Keragaman genetik merupakan langkah untuk dapat menghasilkan genotip
yang baik dengan cara seleksi. Sehingga keragaman genetik adalah salah satu
faktor yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan usaha pemuliaan tanaman.
Dengan adanya keragaman genetik dalam suatu populasi berarti terdapat variasi
nilai genotip antar individu dalam populasi tersebut (Sofiari dan Kirana, 2009).
Setelah mendapatkan analisis DNA, hubungan kekerabatan antar individu atau
populasi yang diteliti sudah dapat ditentukan dan untuk menyusun individu dalam
spesies maupun kekerabatan antar spesies digunakan penanda molekuler.
Ekstraksi DNA merupakan proses pemisahan DNA dari komponen sel
lainnya seperti protein, karbohidrat, lemak dan lain-lain. Ekstraksi DNA terdiri
dari tiga tahap utama yakni perusakan dinding sel (lisis), pemisahan DNA dari
komponen lainnya serta pemurnian DNA (Corkill dan Rapley, 2008).
Hasil penelitian isolasi DNA mengunakan metode Lengkong et al. dalam
Masniawati (2000) yang telah dimodifikasi oleh indah (2011), terhadap tanaman
bitti dari 10 sampel mewakili provenansi Enrekang dan Bone. Hanya ada dua
sampel yang dapat dianalisis hasilnya, dari masing-masing provenansi (Indah et
al, 2012).
Penelitian ini, sama sekali belum dilakukan di Indonesia. Pinus rombeng ini,
sangat menarik untuk diteliti dari segi aspek molekulernya. Oleh karena itu,
penelitian Analisis Perbandingan Teknik Ekstraksi DNA Pohon Pinus Rombeng
(Pinus sp.) Kabupaten Bantaeng Berdasarkan Metode CTAB dan KIT, diperlukan
sebagai langkah awal dalam mengetahui keragaman genetiknya.
1.2. Tujuan dan Kegunaan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan antara hasil uji kualitatif
dan kuantitatif DNA dengan menggunakan metode CTAB dan metode KIT.
Kegunaan penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
metode isolasi DNA yang terbaik untuk keperluan deteksi pohon Pinus Rombeng
(Pinus Sp.).

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jenis - Jenis Konifer

Hutan pinus adalah bagian dari ekosistem taiga (Hutan konifer) yang
vegetasinya didominasi oleh pohon hutan pinus dan dapat ditumbuhi oleh
tumbuhan lain yang jumlahnya tidak banyak. Ada beberapa jenis-jenis konifer,
diantaranya yaitu Cemara balsam (Abies balsamea), Cemara lawson
(Chamaecyparis lawsoniana), Juniver merah (Juniperus virginiana), Tamarack
(Larix laricina), Pinus Jack (Pinus banksiana), Cemara putih (Picea glauca),
Pinus Austria, Pinus hitam Eropa (Pinus nigra), Pacific yew (Taxus brevifolia)
(Burns dan Honkala, 1990).
Hutan pinus, bagian dari hutan homogen atau hutan sejenis. Pinus ini,
merupakan tumbuhan biji terbuka, dengan batang pohon yang tinggi, berkayu
keras, dan memiliki akar tunggang yang kuat. Daunnya berbentuk jarum yang
berwarna hijau, jumlah jenis pohon berdaun jarum (konifer) di Indonesia, lebih
sedikit jika dibandingkn dengan kayu daun lebar.
Hutan pinus memiliki vegetasi bawah yang berkembang baik dengan sinar
matahari yang dapat menembus lumut dan tumbuh-tumbuhan yang lebih kecil
yang menyukai kelembapan sangat banyak (Odum, 1993 dalam Roheti, 2018).
Hutan pinus memiliki banyak peran, seperti penghasil getah untuk dijadikan
pembuatan aspal, sebagai penyedia sumber air, penghasil oksigen, dan sebagai
penyeimbang lingkungan (Wakhidati, 2013).
Pinus juga termasuk tanaman tropis di kawasan Malesiana, di wilayah Asia
Tenggarapun sudah banyak dijumpai. Di indonesia pinus banyak dijumpai di
Aceh, Sumatra Utara, Sumatera Barat, dan seluruh Jawa. Pinus, memiliki
ketinggian 400-1.500 meter dari permukaan laut (dpl), dari daerah rendah (
± 90 mdpl ¿, dari daerah pegunungan (2.000 m dpl) (Martawijaya, 1989 dalam
Asep 2015). Pinus di Indonesia, yang pertama kali ditanam di Sumatera pada
tahun 1931 yaitu Pinus merkusii. Penanaman pinus cukup tepat di areal
terdegradasi, karena pinus merupakan jenis tumbuhan pionir (Hidayat dan
Hansen, 2001 dalam Asep 2015).

3
2.2 Penanda Genetik

Dalam organisasi biologi ada beberapa tingkatan, dan tingkat keragaman


yang paling rendah adalah keragaman tingkat genetik. Dimana, keragaman ini
sangat penting pada tumbuhan agar dapat beradaptasi terhadap perubahan
lingkungan yang terjadi di sekitarnya. Pada saat melakukan pertimbangan dalam
menyusun strategi pemuliaan, konservasi, pengelolaan, dan pemanfaatan
sumberdaya genetik, diperlukan informasi dasar keragaman genetik tanaman pada
tingkat, individu, sepsies maupun populasi. Ada tiga penanda dalam melakukan
penilaian keragaman genetik suatu tanaman, yaitu penanda morfologi, biokimia,
dan molekuler DNA (Zulfahmi, 2013).
Penanda morfologi merupakan penanda yang mudah dilihat oleh mata,
seperti bentuk, warna, dan ukuran. Penanda morfologi dilakukan melalui uji
progeni, provenan, dan pengujian lainnya dengan mengamati penampilan
fenotipik tanaman. Penanda morfologi, dilakukan pada lingkungan yang berbeda.
Ciri kualitatif dan kuantitatif yang bernilai ekonomi, sifat toleran terhadap stres
lingkungan, sifat produksi, dan resistensi terhadap hama dan penyakit merupakan
fokus utama penanda morfologi. Keterbatasan penanda morfologi, dapat
mendorong perkembangan penanda lain yang dapat mengakses langsung ke
bagian material yang mengendalikan karakter suatu individu, hal ini dikenal
dengan penanda molekuler DNA (Zulfahmi, 2013).
Penanda molekuler merupakan segmen DNA tertentu yang mewakili
perbedaan pada tingkat genom. DNA hampir ditemukan dalam semua organisme
sel, baik yang ada pada jaringan hidup maupun yang mati. Keuntungan dari
penanda molekuler yaitu tidak dipengaruhi oleh lingkungan dan dapat dideteksi
dalam semua jaringan tanaman. Kriteria penanda molekuler yaitu memiliki tingkat
polimorfisme yang sedang sampai tinggi, secara teknik sederhana, cepat, dan
murah, butuh sedikit jaringan dan DNA sampel, berkaitan erat dengan fenotipe,
serta tidak memerlukan informasi tentang genom organisme (Zulfahmi, 2013).
2.3 Ekstraksi DNA (Isolasi DNA)

Salah satu tahap yang digunakan dalam melakukan kegiatan yang berbasis
molekuler adalah ekstaksi DNA atau isolasi DNA.. Ekstraksi DNA merupakan

4
tahap awal dalam penelitian molekuler yang berpengaruh terhadap kualitas isolasi
DNA, dimana pada tahap ini terjadi proses pemisahan DNA dari protein,
membran, dan material sel lainnya. Tahap ini merupakan salah satu tahap penting
dalam kegiatan berbasis molekuler. Adapun tahapan – tahapan ekstraksi atau
isolasi DNA, yaitu Isolasi sel, Lisis dinding dan membran sel, Ekstraksi dalam
larutan, Purifikasi, dan Presipitasi (Mukhlissul, 2009).
Permasalahan yang sering muncul dalam proses ekstraksi DNA atau isolasi
DNA yaitu kehadiran senyawa kontaminan pada sampel yang diisolasi seperti
adanya kontaminan senyawa polisakarida, DNA patah-patah selama proses
ekstraksi, DNA mengalami degradasi akibat kehadiran enzim nuklease, dan
terisolasinya senyawa metabolit sekunder. Kehadiran senyawa kontaminan dapat
menghambat berbagai proses kegiatan, mulai dari pemotongan DNA, amplifikasi,
hingga cloning (Nugroho et al, 2016).
Banyak metode yang digunakan dalam melakukan ekstraksi DNA atau
isolasi DNA, tergantung dari spesimen yang akan diteliti. Pada dasarnya, metode
memiliki prinsip yang sama namun ada beberapa hal tertentu yang biasanya
digunakan modifikasi untuk dapat menghancurkan inhibitor yang ada di dalam
masing-masing sumber spesimen. Tahap lanjutan dari isolasi DNA adalah
amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR). Bahan dasar untuk
analisis seperti PCR, RFLP, Cloning sekuensing, memerlukan DNA yang
memiliki tingkat kemurnian yang tinggi atau tidak terkontaminasi, serta memiliki
berat molekul yang tinggi (Fatchiyah et al, 2011).
Teknik yang dapat digunakan dengan memanfaatkan muatan listrik yang
ada pada makromolekul, misalnya DNA yang bermuatan negatif adalah
elektroforesis. Prinsip kerjanya, jika DNA yang memiliki muatan negatif, maka
dilewatkan melalui suatu medium seperti gel agarose. Kemudian, dialiri arus
listrik dari satu kutub ke kutub yang berlawanan. Sehingga molekul tersebut,
bergerak dari kutub negatif ke kutub positif melalui membrane matriks gel
agarose (Yuwono, 2005 dalam Nindi, 2016).
Teknologi metode ekstraksi semakin berkembang, teknologi ini diciptakan
agar pada saat melakukan ekstraksi DNA dapat seefisien mungkin memudahkan
kegiatannya. Metode ekstraksi DNA yaitu Metode CTAB dan metode KIT.

5
2.3.1 Metode CTAB
Isolasi DNA bertujuan untuk memisahkan DNA dengan komponen lain
seperti lemak, protein, dan karbohidrat. Bufer Cetyl Trimethyl Ammonium
Bromide (CTAB) lebih dikenal sebagai metode manual yang umum digunakan
dalam ekstraksi DNA genom tanaman yang memiliki polisakarida dan senyawa
polifenol (Lumaret et al. 1998; Jose dan Usha 2000 dalam Syafaruddin et al,
2011). Ada tiga langkah utama dalam ekstraksi DNA, yaitu perusakan dinding sel
(lisis), pemisahan DNA dari bahan padat seperti selulosa dan protein, serta
pemurnian DNA. Metode CTAB menggunakan sufaktan kationik untuk melisis
dinding sel. Isolasi DNA dengan metode CTAB, dimana pada dinding sel
ditambahkan buffer lisis yang berfungsi untuk mendenaturasi lemak, protein,
polisakarida, senyawa fenolik, dan senyawa-senyawa lain yang menyusun dinding
sel. Pemanasan suhu 65℃ akan mengakibatkan terpecahnya dinding sel sehingga
seluruh isi sel bercampur dengan buffer lisis (Habibah, 2017).
Teknik dan metode isolasi DNA saat ini sudah banyak dikembangkan,
namun teknik tersebut masih bersifat universal bagi tanaman atau hewan dan
mikroorganisme. Teknologi terbaru telah dikembangkan teknik isolasi DNA
dalam paket miniprep KIT DNA extraction untuk tanaman sudah dilengkapi
dengan bahan dan kolom pembersih polisakarida (Porebski et al. 1997; Schlink
and Reski 2002 dalam Sundari, 2018).
2.3.2 Metode KIT
Menggunakan KIT dalam isolasi DNA dapat meningkatkan efektifitas dan
efisiensi kerja. Metode isolasi DNA tanaman menggunakan KIT maupun manual
memiliki kelebihan dan kekurangan. Untuk metode konvensional harganya lebih
murah dan bisa digunakan dalam lingkup yang luas, sedangkan kekurangannya
waktu yang digunakan relatif lama dan hasil yang didapatkan tergantung dari jenis
sampelnya (Mubarok, 2016). Protokol isolasi DNA telah banyak tersedia, namun
umumnya protokol tersebut cukup rumit dan memakan waktu relatif lama (Nalini
et al, 2003). Satu paket KIT isolasi DNA di dalamnya telah tersedia seperangkat
perlengkapan isolasi DNA yang siap pakai, sehingga meminimalisir waktu kerja.

6
III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2020. Pengambilan sampel


diambil dari koleksi Laboratorium Bioteknologi dan Pemuliaan Pohon. Sampel ini
berasal dari Kab. Bantaeng, Desa Bonto Lojong, Kecamatan Ulu Ere. Kemudian
dilanjutkan dengan analisis molekuler berupa isolasi/ekstraksi DNA dengan
metode CTAB dan KIT, di Laboratorium Bioteknologi dan Pemuliaan Pohon,
Fakultas Kehutanan, Universitas Hasanuddin, Makassar.
3.2. Alat dan Bahan

3.2.1 Metode CTAB :


Alat yang digunakan pada metode CTAB yaitu Vortex mixer, Waterbath,
Timbangan, Centrifuge, Mikropipet, Freezer, Mortal, Masker, dan Sarung tangan.
Bahan yang digunakan pada metode CTAB yaitu 30 sampel daun pinus,
Buffer CTAB 500 µl, Buffer TE 500 µl, Kloroform, Isoamil-alkohol + kloroform
(24:1) 100 µl, Isopropanol 800 µl, Natrium asetat 100 µl, ddH2O 100 µl, RNA-se
4 µl dan Tube .
3.2.2 Metode KIT (Qiagen dsDNA Plant Mini Kit) :
Alat yang digunakan pada metode KIT yaitu Timbangan, Vortex, Spindown,
Waterbath, Freezer, Centrifuge, Mortal, Mikropipet, Masker, dan Sarung tangan.
Bahan yang digunakan pada metode KIT, yaitu Sampel daun pinus, Kit
dneasey, Tube, Buffer AP1 400 µl, RNA-se 4 µl, Buffer P3 130 µl, Larutan AW1
750 µl, Larutan AW2 500 ml, Buffer AE 100 ml.
3.2.3 Uji Kuantitas & Kualitas DNA
Alat dan bahan yang digunakan pada uji kuantitas dan kualitas DNA yaitu
Qubit 3.0 Flourometer (Thermo Fisher Scientific) (Waltham, Massachusetts,
USA), Microwave, Vortex, Geldoc, Tube, Agarose, Buffer TAE 1x, Gelred,
loading day dan cup.
3.2.4 Elektorforesis
Alat dan bahan yang digunakan yaitu Agarose, Buffer TAE 1X, Gelred,
Timbangan, Microwave, Geldoc, Masker, dan Sarung tangan.

7
3.3. Metode Pelaksanaan Penelitian

3.3.1. Pengambilan Sampel


Sampel diambil dari koleksi Laboratorium Bioteknologi dan Pemuliaan
Pohon. Sampel yang dipilih sebanyak 30 pohon yang masing-masing tegakan
diambil sebanyak 3-4 helai daun jarum pinus muda , sampel daun yang diambil
dimasukkan ke dalam amplop dan diberi kode berdasarkan titik pohon. Sampel
yang diambil dimasukkan ke dalam Coolbox yang berisi Ice gel. Fungsinya agar
kualitas sampel daun tetap terjaga hingga analisis DNA di laboratorium.
3.3.2. Isolasi DNA
Isolasi DNA dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu metode
CTAB (Cetyl Trimethyl Ammonium Bromide) dan metode KIT.
1. Metode CTAB
Ekstraksi DNA dengan metode CTAB terdapat tiga langkah yaitu perusakan
dinding sel (lisis), pemisahan DNA dari bahan padat seperti selulosa dan protein,
serta pemurnian DNA. Melalui proses tersebut DNA dipisahkan dari komponen
seluler lain seperti protein, RNA (Riboksi Nukleat Acid) dan lemak (Sambrook
dan Russel, 2001 dalam Nurhafidah, 2019).
Tahapan dalam isolasi DNA, sebagai berikut:
a. Proses Lisis Dinding Sel
1. Sampel daun pinus yang masih muda di timbang sebanyak 0,3 g tanpa
tulang daun, tambahkan buffer CTAB sebanyak 500 µl.
2. Daun digerus hingga menjadi halus dan divorteks selama 15 detik.
3. Tube yang berisi larutan diinkubasi dalam waterbath pada suhu 650C
selama 90 menit, bolak-balik larutan setiap 10 menit.
4. Sampel yang telah diinkubasi ditambahkan kloroform isoamil-alkohol
(24:1) 100 µl.
5. Tube di centrifuge dengan kecepatan 10.000 rpm selama 5 menit.
6. Supernatan dipindahkan ke tube baru kemudian ditambahkan isopropanol
800 µl.
7. Centrifuge dengan kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit.
8. Supernatan dibuang dari tube lalu dikeringkan selama satu malam.

8
b. Proses Pemisahan DNA dengan Komponen Lainnya
1. Menambahkan buffer TE sebanyak 500µl ke dalam tube yang telah di
keringkan selama semalaman kemudian disentrifugasi dengan kecepatan
10.000 rpm selama 10 menit.
2. Supernatan dipindahkan ke tube baru kemudian ditambahkan kloroform
100 µl lalu disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit.
3. Supernatan dipindahkan ke tube baru kemudian ditambahkan natrium
asetat 100 µl + isopropanol 800 µl lalu disentrifugasi dengan kecepatan
10.000 rpm selama10 menit.
4. Kemudian supernatan dibuang dan endapan diambil lalu dikeringkan
selama satu malam.
5. Menambahkan ddH2O 100 µl ke dalam tube yang sudah dikeringkan
semalaman kemudian, sentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 1
menit.
c. Proses Pemurnian DNA
1. Setiap DNA total yang diperoleh ditambahkan RNA-se 4 µl kedalam tube,
lalu dicentrifugasi selama ± 15 detik.
2. Hasil supernatan (DNA master) disimpan dalam freezer.
2. Metode KIT
Tahapan pelaksanaannya adalah :
a. Sampel daun pinus digerus kemudian ditimbang sebanyak 0,1 gram.
b. Menambahkan buffer GP1 400 µl kesetiap sampel lalu ditambahkan RNA-
se 4 µl.
c. Kemudian divortex dan spindown sampai tercampur baik.
d. Diinkubasi selama 10 menit di freezer, lalu centrifuge dengan kecepatan
10.000 G selama 1 menit.
e. Menambahkan Gp3 ±750 µl dan segera bolak-balik, kemudian vortex 60
detik.
f. Letakkan 6D kolom (kolom hijau) pada tube 2 ml, lalu pipet semua larutan
kedalam 6D kolom, kemudian centrifuge selama 2 menit.
g. Pada 6D kolom ditambahkan 400 µl WD buffer wash, lalu centrifuge pada
kecepatan 10.000 G selama 1 menit, kemudian buang cairan pada tube.

9
h. 6D kolom dicentrifuge pada kecepatan 10.000 G selama 3 menit
i. 6D kolom dipindahkan ke tube 1,5 ml baru, lalu menambahkan elution
buffer/ TE 100 µl yang telah dipanaskan tepat pada tengah kolom, biarkan
di suhu ruang selama 5-10 menit.
j. Lalu dicentrifuge pada 10.000 G selama 1 menit, lalu buang 6D kolom.
Larutan yang diperoleh adalah larutan DNA
k. Tambahkan 3 µl RNA-se pada DNA.
3. Uji Kuantitas DNA
Pengujian Kuantitas DNA menggunakan alat Qubit 3.0 Flourometer
(Thermo fisher Scientific). Untuk pengujian ini digunakan Qubit dsDNA BR
Buffer, Qubit dsDNA standar 1 dan standar 2, dsDNA reagent, dan working
solution.
a. Working solution dibuat dengan mencampurkan dsDNA reagent dan
dsDNA BR Buffer (1:200).
b. dsDNA standar 1 dibuat dengan mencampur 10 µl standar 1 dan 190 µl
working solution.
c. dsDNA standar 2 dibuat dengan mencampur 10 µl standar 2 dan 190 µl
working solution.
d. Untuk persiapan larutan sampel dilakukan dengan mencampurkan 1 µl
DNA dan 199 µl working solution.
e. Masing-masing larutan standar 1, standar 2, dan sampel dimasukkan ke
dalam Qubit TM assay tube.
f. Vortex keseluruhan tube selama 2-3 detik.
g. Menginkubasi tube selama 2 menit pada suhu ruang dalam keadaan gelap.
h. Meletakkan tube kedalam qubit flourometer dan analisis dilakukkan.
Prosedur Qubit 3.0 flourometer sebagai berikut :
a. Sambungkan soket qubit 3.0 ke sumber aliran listrik.
b. Kemudian pilih opsi dsDNA : Broad range
Analisis quantitas sampel :
a. Letakkan tube kedalam qubit 3.0 flourometer.
b. Pilih run sample

10
c. Pilih enter original sampele volume kemudian pilih 1 µl dengan satuan
pengukur (ng/ml).
d. Pilih read tube kemudian akan muncul konsentrasi sampel.
4. Uji Kualitas DNA
Tahap selanjutnya melakukan Uji Kualitas DNA, yakni merupakan tahap
lanjutan dari Isolasi DNA. Pada tahap ini memberikan informasi mengenai DNA
master yang dapat memperlihatkan kualitas DNA dengan konsentrasi agarose
0,8% dengan menggunakan elektroforesis horizontal, tahapannya sebagai berikut :
a. Menimbang agar (agarose) sebanyak 0,7 gram dan tambahkan 180 ml
larutan buffer TAE 1x.
b. Larutan dipanaskan menggunakan Microwave selama 6 menit.
c. Setelah agar larut, ditambahkan gelred sebanyak 0,8 µl kemudian
didiamkan sampai hangat.
d. Larutan dituang ke dalam cetakan dan diberi sisir kemudian didiamkan
hingga mengeras.
e. Sisir dilepas kemudian agar dimasukkan ke dalam tank yang telah berisi
larutan Buffer TAE 1x
f. Sampel DNA sebanyak 2 µl + 1 µl lodding day dimasukkan ke dalam
sumur. Sumur paling ujung berisi marker.
g. Elektroforesis dilakukan selama 60 menit pada tegangan 120 volt.
h. Selanjutnya dokumentasi dilakukan didalam geldoc.
5. Elektroforesis
Tahapan elektroforesis ialah sebagai berikut:
a. Agarose ditimbang seberat 0,7 gram kemudian dimasukkan sebanyak 70
ml buffer TAE 1 x di Erlenmeyer ukuran 500 ml
b. Larutan dipanaskan menggunakan microwave selama 5 menit
c. Setelah agar larut, ditambahkan GelRed (pewarna asam nukleat
interkalasi) sebanyak 0,8 µl kemudian didiamkan sampai hangat.
d. Larutan dituang ke dalam cetakan agar dan diberi sisir kemudian
didiamkan hingga agar padat
e. Sisir dilepas kemudian agar dimasukkan ke dalam tank yang berisi larutan
buffer TAE 1 x
f. Sampel dimasukkan kedalam lubang. Lubang paling ujung berisi ladder.

11
g. Elektroforesis dilakukan selama 60 menit pada tegangan 120 volt
h. Agar dilepas dan cetakan kemudian diletakkan di dalam Geldoc untuk
didokumentasikan.
3.4. Analisis Data

Hasil penelitian yang diperoleh dilakukan secara deskriptif dengan melihat


pita (band) yang muncul pada gel. Jika, pita bandnya terlihat tebal ke arah kutub
positif menandakan bahwa berat molekul dan konsentrasi DNAnya tinggi,
begitupun sebaliknya. Konsentrasi DNA jika perbedaannya sangat jauh, maka
dinyatakan berbeda nyata.

12
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Uji Kualitas DNA


Uji kualitas dilakukan dengan dua metode yaitu CTAB dan KIT, dimana
sampel daun yang digunakan sebanyak 12 sampel dari 30 sampel CTAB dan KIT,
sampel ini mewakili setiap plot. Sampel yang digunakan adalah sampel daun
muda dengan kode sampel P1.1 (yang berarti plot 1, pohon 1), P2.4 untuk metode
KIT, P2.1 untuk metode CTAB, P3.1, P4.1, P5.1, dan P6.1. Daun muda memliki
tekstur yang lebih lunak dan belum terbentuk kandungan zat yang tinggi, sehingga
dapat memudahkan dalam penggerusan.
Sampel kemudian diuji menggunakan teknik elektroforesis gel.
Elektroforesis gel akan memisahkan molekul DNA berdasarkan ukurannya dan
semakin besar berat molekul DNA maka pita DNA yang dihasilkan semakin dekat
dengan sumur gel (Brown, 2007). Hasil elektroforesis gel agarose dilihat dengan
konsentrasi 1%. Dimana agarose tersebut diberi warna dengan gelred, kemudian
pada sumur diberi sampel DNA sebanyak 2 µl + 1 µl lodding day dan sumur
paling ujung berisi marker. Selanjutnnya, elektroforesis dilakukan dengan
tegangan 120 volt, selama 60 menit. Hasil elektroforesis dapat dilihat dibawah
UV Transilluminator. Hasil uji kualitas DNA dapat dilihat pada Gambar 1.

M 1.1 2.4 3.1 4.1 5.1 6.1 M M 1.1 2.1 3.1 4.1 5.1 6.1 M

900

800
700
600
500
400
300
200
100bp

KIT CTAB

Gambar 1. Elektroforegram hasil uji kualitas DNA Pinus rombeng (Pinus sp)

13
Secara umum hasil uji kualitas pada Gambar 1 menghasilkan pita DNA,
namun terdapat hasil pita yang smear. Smear merupakan sisa dari larutan-larutan
yang masih terbawa selama dilakukan proses isolasi atau juga dapat berupa DNA
yang terdegradasi pada proses isolasi (Mulyani et al., 2011). Hal ini disebabkan
karena adanya kontaminan dengan senyawa metabolit lainnya pada saat
melakukan proses ekstraksi. Smear yang muncul pada gel agarose menandakan
adanya kontaminan pada sampel yang diisolasi seprti senyawa polisakarida,
polifenol, protein, RNA, dan senyawa metabolit sekunder (Varma et al, 2007).
Adapun hasil pita DNA pada metode KIT menunjukkan bahwa DNA yang
memiliki pita yang terang dan tebal yaitu pada sampel 2.4, pita yang tipis dan
terang terdapat pada sampel 5.1 dan pada sampel ini juga terjadi smear. Adapun
hasil pita DNA pada metode CTAB menunjukkan pita yang tipis dan kurang
terang, yaitu pada sampel 1.1 dan untuk sampel 1.6 menunjukkan pita DNA yang
tebal tapi kurang terang. Sampel lainnya yang tidak memunculkan pita DNA
berarti memiliki DNA yang kurang murni. Sulandri dan Zein (2003) menyatakan
bahwa kemurnian DNA ditentukan oleh tingkat kontaminasi protein dalam
larutan.
Hal ini menunjukkan, bahwa isolasi DNA berhasil dilakukan karena masih
ada beberapa sampel yang pita DNA nya muncul, walaupun terdapat smear.
Namun, untuk tingkat kemurnian DNA masih kurang baik. Permasalahan ini
dapat disebabkan karena pelarutan DNA dalam RNA-se masih mengandung
kontaminan RNA, sehingga menyebabkan kemunculan smear pada proses
elektrforesis. Permasalahan yang juga sering terjadi dalam melakukan ekstraksi
DNA seringkali proses ekstraksi DNA patah-patah, DNA mengalami degradasi
akibat kehadiran enzim nucleuse, terjadi kontaminasi senyawa polisakarida, serta
ikut terisolasinya senyawa metabolit skunder (Fatchiyah et al, 2011). Hasil
elektroforesis gel agarose yang tidak memunculkan pita dapat disebabkan karena,
pada proses penggerusan sampel tidak sempurna sehingga DNA tidak dapat
terekstrak dengan baik
Penelitian uji kualitas juga pernah dilakukan oleh Syarifuddin (2011)
dengan menggunakan sampel jambu mete, hasil yang diperoleh berada pada
kisaran DNA dapat dikatakan murni. Uji kualitas ini juga, menggunakan gel

14
elektroforesis 1%, dan hasil DNA yang didapatkan cukup memuaskan, karena pita
DNA terlihat utuh dan tidak terjadi smear.
Uji kualitatif juga dilakukan oleh Harahap (2017) pada 30 sampel pohon
Kapur Sumatera, dengan elektroforesis gel agarose 1%. Hasil yang diperoleh
menunjukkan isolasi DNA yang berhasil, dimana semua pita DNAnya muncul
dengan dua variasi yaitu pita DNA yang terang dan tebal, serta pita yang agak
tipis dan kurang tebal. Kualitas pita DNA yang baik dibuktikan kembali dengan
amplifikasi yang menghasilkan pola pita yang sangat jelas.
4.2 Uji Kuantitatif
Uji kuantitatif merupakan metode analisis untuk mengukur konsentrasi
suatu senyawa. Uji kuantitatif DNA analisis untuk menentukan kandungan atau
jumlah DNA yang terdapat dalam suatu sampel (Teare et al, 1997). Pengujian ini
dilakukan dengan menggunakan alat Qubit 3.0 Flourometer. Absorbansi alat ini
adalah teknik yang cepat dan akurat untuk menentukan konsentrasi sampel DNA
murni, namun ini akan kurang akurat jika terjadi kontaminan pada sampel DNA.
Ada sebanyak 12 sampel yang diuji, sampel ini merupakan perwakilan dari
tiap plot. Adapun hasil rata-rata konsentrasi DNA yang didapatkan dari 3 kali
pengulangan yaitu berkisar antara 0,19 - 90,13 ng/µl, hasilnya dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 1. Hasil Pengujian Kualitas & Kuantitas DNA Pinus Rombeng (Pinus
sp) dengan Metode KIT
No Kode Hasil Kuantitas Hasil Kualitas Kondisi Pita DNA
Sampel KIT DNA (ng/µl) DNA

1 P1.1 1,33 Tebal + Terang

2 P2.4 2,81 Tipis + Terang

3 P3.1 1,01 - Tidak Muncul Pita

4 P4.1 0,5 - Tidak Muncul Pita

5 P5.1 90,13 - Tidak Muncul Pita

6 P6.1 0,54 - Tidak Muncul Pita

15
Tabel 2. Hasil Pengujian Kualitas & Kuantitas DNA Pinus Rombeng (Pinus
sp) dengan Metode CTAB
No Kode Hasil Kuantitas Hasil Kualitas Kondisi Pita DNA
Sampel DNA (ng/µl) DNA
CTAB

1 P1.1 13,8 Tipis + Kurang Terang

2 P2.4 5,70 - Tidak Muncul Pita

3 P3.1 0,19 - Tidak Muncul Pita

4 P4.1 4,07 - Tidak Muncul Pita

5 P5.1 1,26 - Tidak Muncul Pita

6 P6.1 19,63 Tebal + Kurang Terang

Berdasarkan hasil uji kuantitatif, konsentrasi DNA tertinggi yang dihasilkan


pada metode KIT yaitu dengan kode sampel P5.1 sebesar 90,13 ng/µl dengan pita
DNA yang tipis dan terang, konsentrasi terendah pada metode KIT dengan kode
sampel P6.1 yaitu 0,54 tidak menghasilkan pita DNA. Konsentrasi tertinggi dari
metode CTAB yaitu pada sampel dengan kode P6.1 sebesar 19,63 ng/µl,
menghasilkan pita DNA yang tebal dan kurang terang, sedangkan konsentrasi
terendah terdapat pada sampel dengan kode P3.1 yaitu 0,19 dan pada sampel ini
juga tidak menghasilkan pita DNA.
Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Haris et al (2003), bahwa konsentrasi
DNA akan berdampak pada kualitas fragmen hasil amplifikasi. Konsentrasi DNA
yang terlalu rendah akan menghasilkan fragmen yang sangat tipis pada gel atau
bahkan tidak terlihat secara visual, sebaliknya konsentrasi DNA yang terlalu
tinggi akan menyebabkan fragmen terlihat tebal sehingga sulit dibedakan antara
fragmen yang satu dengan fragmen lainnya.
Menurut Komalasari (2009), ada dua faktor yang mempengaruhi konsentrasi
hasil ekstraksi DNA yaitu komposisi penambahan lisis buffer dan kecepatan
ekstraksi pada waktu ekstraksi. Faktor kecepatan ekstraksi sangat berpengaruh
karena pada tahap lisis sel dan presipitasi pengambilan supernatant harus
dilakukan per sampel, sehingga pada beberapa sampel terjadi pengendapan.

16
Hasil uji kualitas dan kuantitas sampel DNA, kemudian diuji korelasi untuk
mengetahui hubungan antara kedua variabel. Adapun, hasil analisisnya dapat
dilihat pada tabel 1 :
Tabel 3. Hasil Uji Korelasi Pearson’s, Prob> |r|
kit_kn ctab_kn kit_ku ctab_ku

coef 1.0000 -0.4004 0.6490 -0.3226

kit_kn p-value 0.0996 0.0036 0.1917

n 18 18 18 18

0.9346
coef -0.4004 1.0000 -0.3965

ctab_kn
p-value 0.0996 0.1033 0.0000

n 18 18 18 18

coef 0.6490 -0.3965 1.0000 -0.5000

kit_ku p-value 0.0036 0.1033 0.0346

n 18 18 18 18

coef -0.3226 0.9346 -0.5000 1.0000

ctab_ku p-value 0.1917 0.0000 0.0346

n 18 18 18 18

Berdasarkan hasil uji korelasi dari kuantitas dan kualitas DNA, pada
pengamatan didapatkan hasil bahwa kuantitas berpengaruh nyata terhadap
kualitas. Dapat dilihat hasil pada tabel 1 dimana, hasil uji korelasi antara KIT
kuantitas dan KIT Kualitas, serta CTAB kualitas dan CTAB kuantitas
menunjukkan hasil korelasi positif. Nilai koefisien korelasi yang bertanda positif
menunjukkan arah korelasi yang positif, dimana semakin tinggi nilai kuantitasnya
maka semakin tebal pita DNA yang dihasilkan, begitupun sebaliknya. Pita DNA
yang dihasilkan akan terlihat tipis ataupun sama sekali tidak muncul jika
konsentrasi DNA yang didapatkan rendah. Semakin tinggi konsentrasi yang
didapatkan, maka pita yang terbentuk semakin tebal dan terang (Sambrook dan
Rusel, 2011).

17
Uji Kuantitas DNA juga pernah dilakukan oleh Syarifuddin (2011) dengan
menggunakan sampel jambu mete, dimana hasil yang diperoleh mempunyai
kisaran antara 1090,7 – 2452,5 ng/µl. Jumlah DNA yang dihasilkan cukup
banyak, sehingga lebih dari cukup untuk digunakan dalam analisis PCR.
Pengujian kuantitas juga dilakukan oleh Harahap (2017) pada sampel
pohon kapur. Konsentrasi DNA yang dihasilkan berkisar antara 85.3 - 2852
μg/ml. Konsentrasi paling rendah sebesar 85.3 μg/ml sedangkan konsentrasi
paling tinggi sebesar 2852 μg/ml. terdapat 11 pohon kapur yang memiliki nilai
kemurnian 1,8 – 2,0 yang menjunjukkan DNA yang diisolasi telah murni (Wilson
dan Walker, 2010).

18
V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji kualitas dan kuantitas DNA Pinus rombeng (Pinus
sp). menunjukkan bahwa sampel yang diekstraksi menggunakan metode KIT
hasilnya lebih bagus dibandingkan metode CTAB. Dimana hasil uji kualitas dan
kuantitas dengan menggunkan metode KIT menghasilkan pita DNA yang lebih
baik daripada hasil uji kualitas dan kuantitas dengan menggunakan metode
CTAB. Hasil konsentrasi yang didapatkan menunjukkan bahwa konsentrasi DNA
dari sampel daun jarum terutama Pinus Rombeng (Pinus sp). relatif sedikit.
5.2 Saran
Sebaiknya pada kegiatan proses ekstraksi DNA dengan metode CTAB
diperlukan beberapa modifikasi agar hasil kualitas dan kuantitas yang dihasilkan
lebih baik, sehingga bisa digunakan untuk tahap selanjutnya.

19
DAFTAR PUSTAKA

Brown TA. 2007. Gene Cloning and DNA Analysis : An Introduction. Sixth
edition. New York (US): John Wiley and Sons.
Burns, M.R., dan Honkala, B.H. 1990. Silvics of North America. Agriculture
Handbook. United States Department of Agriculture.
Cahyono SA. 2011. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Petani Menyadap Pinus
di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Gembong. Badan
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Kementrian Kehutanan. Bogor.
Tekno Hutan Tanaman. 44(2).
Corkill.G., Rapley.R. 2008. The Manipulation of Nucleic Acid: Basic Tools &
Techniques in Molecular Biomethods Handbook. New York (US: Humana
Press).

Faatih, M. 2009. Isolasi Dan Digesti DNA Kromosom. Jurusan Pendidikan


Biologi FKIP. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Jurnal Penelitian
Sains dan Teknologi. 10(1).
Fatchiyah., Arumingtyas EL., S. Widyarti., dan S. Rahayu. 2011. Biologi
Molekular Prinsip Dasar Analisis. Jakarta: Erlangga (2011): 34-55.
Habibah Askur Liana. 2017. Isolasi DNA Chlorella Sp. Dengan Metode CTAB
dan Identifikasi Sikuen 185 rDNA. Skripsi. Fakultas Sains Dan Teknologi.
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
Haris, N., Hajrial. A, Nurita. T.M, dan Agus. P. 2003. Kemiripan genetik klon
karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) berdasarkan metode amplified
fragment length polymorphisms (AFLP). Menara Perkebunan 71(1): 1-15.
Harahap S. A. 2017. Uji Kualitas dan Kuantitas DNA Beberapa Populasi Pohon
Kapur Sumatera. Fakultas Pertanian. Universitas Pembangunan Panca
Budi. Medan. Jurnal of Animal Science Agronomy Panca Budi. 2(2), 2017:
2-4.
Hidayat J dan CP Hansen. 2001. Informasi Singkat Benih. Direktorat Perbenihan
Tanaman Hutan. Bandung.

20
Komalasari, K. 2009. Pengaruh perbandingan volume darah dan lisis buffer serta
kecepatan sentrifugasi terhadap kualitas produk DNA pada sapi Frensian
Holstein (FH). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Langga.I.F., Restu.M., Kuswinanti.T. 2012. Optimalisasi Suhu dan Lama Inkubasi
dalam Ekstraksi DNA Tanaman Bitti (Vitex cofassus Reinw) Serta Analisis
Keragaman Genetik dengan Teknik RAPD-PCR. Jurnal Sains &
Teknologi. 12(3) : 265-276 ISSN 1411-4674 265.
Martawijaya A., I Kartasujana., YI Mandang., SA Prawira,K., Kadir. 1989. Atlas
Kayu Indonesia. Jilid II, 96. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kehutanan. Bogor.
Mubarok, A.A. 2016. Perbandingan Penggunaan Metode CTAB dan KIT Pada
Isolasi DNA Padi Varietas Lokal di Sumatera Selatan. Skripsi. Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sriwijaya.
Mulyani, Y., A. Purwanto, dan I. Nurruhwati. 2011. Perbandingan Beberapa
Metode Isolasi DNA untuk Deteksi Dini Koi Herpes Virus (KHV)mPada
Ikan Mas (Cyprinus carpio L.). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Universitas Padjajaran. Jurnal Akuatika. 2(1).
Nalini, E., Jawali, N., dan Bhagwat, S.G. 2003. A Simple Method for Isolation of
DNA from Plants Suitable for Long Therm Storage and DNA Marker
Analysis. Issue. No. 249.
Nugroho, K., Adika, R., Ani, H.R., dan Lestari. P. 2016. Metode Ekstraksi DNA
pada Jatropha sp. Tanpa Menggunakan Nitrogen Cair. Jurnal Littri. 22(4).
Odum, E. 1993. Dasar-dasar Ekologi (Edisi Tiga). Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
Pharmawati, M. 2009. Optimalisasi Ekstraksi DNA dan PCR-RAPD pada
Grevillea spp. (Proteacecae). Journal Biologi. XIII (1): hlm. 12-16.
Roheti. 2018. Keanekaragaman Fauna Tanah Di Lantai Hutan Pinus Jayagiri
Lembang Kabupaten Bandung Barat. Skripsi. Fakultas Keguruan Dan Ilmu
Pendidikan. Universitas Pasundan Bandung.
Sadili. A. 2015. Autekologi Pertumbuhan Pinus (Pinus Merkusii Junghuhn Et De
Vriese) Paska Erupsi Di Gunung Galunggung, Kabupaten Tasikmalaya
Jawa Barat. Jurnal ilmu-ilmu hayati. 14(3).

21
Sulandri, S. dan M. S. A. Zein. 2003. Panduan Praktis Laboratorium DNA.
Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi. Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia.
Sundari. 2018. Teknik Isolasi DNA Genom Tanaman Cengkeh dengan
Menggunakan Modifikasi Bufer CTAB DNA Isolation Technique of Clove
Plant Genomes Using Buffer CTAB Modification. Jurnal Biologi Edukasi
Edisi 21. 10(2).
Sofiari, E., dan R. Kirana. 2009. Analisis Pola Segregasi dan Distribusi Beberapa
Karakter Cabai. J. Hort. 19 (3): 255- 263.
Syafaruddin., Randriani. E., dan Santoso T.J. 2011. Efektivitas dan
Efisiensi Teknik Isolasi dan Purifikasi DNA Pada Jambu Mete. Buletin
Ristri. 2(2).
Tarigan E. 2012. Penggunaan Stimulansia Etrat Pada Penyadapan Getah Pinus
merkusii, Pinus oocarpa, dan Pinus Insularis Di Hutan Pendidikan Gunung
Walat. Skripsi. Departemen Manajemen Hutan Fakultas kehutanan, Institut
Pertanian Bogor.
Teare, J. M., R. Islam., R. Flanagan., S. Gallagher., M. G. Davies., dan C. Grabau.
1997. Measurement of nucleic acid concentrations using the DyNA
Quant(TM) and the GeneQuant(TM). BioTechniques. 22:1170-1174.
Varma A., H. PADH., dan N. Shrivastava. 2007. Plant Genomic DNA Isolation:
an Art or A Science. Biotechnol. J. 2: 386-392.
Wakhidati, A. 2013. Mesofauna Tanah di Lantai Hutan Pinus Wilayah Kubang
Kecamatan Wanayasa Kabupaten Banjaran. Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan. Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
Yuwono. 2005. Biologi Molekuler. Jakarta : Erlangga.
Zulfahmi. 2013. Penanda Dna Untuk Analisis Genetik Tanaman (Dna Markers
For Plants Genetic Analysis). Fakultas Pertanian dan Peternakan.
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. Jurnal Agroteknologi.
3(2).

22
LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumentasi Alat dan Bahan Penelitian

Mortal Vortex Timbangan Analitik

Waterbath Microwave Elektroforesis

Centrifuge KIT

23
Lampiran 2. Dokumentasi Penelitian Molekuler di Laboratorium
Bioteknologi dan Pemuliaan Pohon

Penggerusan Sampel Pemipetan Larutan ke Pencampuran DNA


Dalam Sampel Dengan Bantuan Vortex

Spindown Sampel Pembuatan Agarose Proses Elektroforesis

Uji Kuantitas Sampel

24
Lampiran 3. Data Uji Korelasi
kode
Ulanga KIT CTAB KIT CTAB
Sampe
n (Kuantitas) (Kuantitas) (Kualitas) (Kualitas)
l
1 1 1,35 14,6 0 1
2 1 1,32 13,6 0 1
3 1 1,32 13,2 0 1
1 2 2,86 5,88 1 0
2 2 2,8 5,88 1 0
3 2 2,76 5,66 1 0
1 3 1,03 0,18 0 0
2 3 1,01 0,186 0 0
3 3 0,996 0,214 0 0
1 4 0,604 4,16 0 0
2 4 0,44 4,04 0 0
3 4 0,456 4 0 0
1 5 90,8 1,27 1 0
2 5 90,4 1,27 1 0
3 5 89,2 1,23 1 0
1 6 0,562 20 0 1
2 6 0,564 19,5 0 1
3 6 0,502 19,4 0 1

25

Anda mungkin juga menyukai