BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
1
adalah dengan memenuhi kaidah-kaidah yang tercantum dalam Kode Etik
Rumah Sakit di Indonesia (KODERSI).
Kode Etik Rumah Sakit Indonesia memuat rangkaian nilai-nilai dan norma-
norma moral perumahsakitan Indonesia untuk dijadikan pedoman dan pegangan
bagi setiap insan perumahsakitan yang terlibat dalam penyelenggaraan dan
pengelolaan rumah sakit di Indonesia. KODERSI merupakan kewajiban moral
yang harus ditaati oleh setiap rumah sakit di Indonesia agar tercapai pelayanan
rumah sakit yang baik, bermutu, profesional dan sesuai dengan norma dan nilai-
nilai luhur profesi kedokteran. KODERSI pertama kali disahkan dalam Kongres VI
PERSI pada tahun 1993 di Jakarta. Dalam perjalannya telah mengalami
perbaikan dan penyempurnaan.
Pada umumnya pedoman yang termuat dalam KODERSI berupa garis
besar atau nilai-nilai pokok yang masih memerlukan penjabaran yang lebih
rinci dan teknis. Untuk menjabarkan KODERSI dan menerapkannya dalam
kebijakan rumah sakit maka setiap rumah sakit dianjurkan membentuk Komite
Etik Rumah Sakit (KERS). Sedangkan di tingkat pengurus cabang pusat, badan
etik rumah sakit Indonesia dinamakan Majelis Kehormatan Etik Rumah Sakit
(MAKERSI). Dalam rangka melengkapi KODERSI maka perlu buat acuan dasar
prosedural dalam bentuk Pedoman Pengorganisasian Komite Etik Rumah
Sakit dan Majelis Kehormatan Etik Rumah Sakit Indonesia (selanjutnya
disingkat Pedoman). Dengan adanya pedoman ini diharapkan penerapan
KODERSI dalam pelayanan perumahsakitan menjadi kenyataan sehingga rumah
sakit di Indonesia mampu mengemban misi luhur dalam meningkatkan derajat
kesehatan dan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Landasan Hukum
Landasan Hukum penyusunan Pedoman ini ialah Anggaran Dasar &
Anggaran Rumah Tangga PERSI dan pelbagai peraturan perundang-undangan
yang relevan bagi tugas dan fungsi KERS dan MAKERSI.
Landasan peraturan perundang-undangan yang dimaksud ialah:
1. UU RI No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
2. UU RI No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
3. UU RI No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 32 Tahun 1996 tentang
Tenaga Kesehatan.
2
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1045/MenKes/PER/XI/2006 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit di
Lingkungan Departemen Kesehatan
Sedangkan landasan ketentuan dan keputusan Perhimpunan Rumah Sakit
Seluruh Indonesia yang dimaksud ialah :
1. Anggaran Dasar Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia
2. Anggaran Rumah Tangga Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia
3. Surat Keputusan Kongres PERSI VI, tentang pengesahan berlakunya Kode Etik
Rumah Sakit Indonesia, 1993.
4. Surat Keputusan Kongres PERSI VIII, tentang perbaikan dan penyempurnaan
KODERSI, 2000
5. Surat Keputusan Kongres IX , tentang Tata Tertib Organisasi, 2003
6. Surat Keputusan Kongres PERSI X, tentang perubahan Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga PERSI, 2006
7. Hasil Rapat Kerja PERSI di Balikpapan, 2008
8. Surat Keputusan Kongres PERSI XI 2009
Pasal 1
Pengertian
3
4. Komite Etik Rumah Sakit (KERS) adalah suatu perangkat organisasi
non struktural yang dibentuk dalam rumah sakit untuk membantu
pimpinan rumah sakit dalam melaksanakan KODERSI
5. Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) adalah organisasi
yang menghimpun dan mewakili rumah-rumah sakit di Indonesia
6. Majelis Kehormatan Etik Rumah Sakit Indonesia (MAKERSI) adalah
badan otonom PERSI yang dibentuk secara khusus di tingkat Pusat
dan Daerah untuk menjalankan KODERSI
Pasal 2
Tujuan
Pedoman ini menjadi acuan tatalaksana pembentukan dan tatakerja Komite Etik
Rumah Sakit dan Majelis Kehormatan Etik Rumah Sakit di Indonesia.
BAB II
TATALAKSANA ORGANISASI KOMITE ETIK RUMAH SAKIT
Pasal 3
Pembentukan KERS
1. Komite Etik Rumah Sakit (KERS) merupakan perangkat organisasi rumah sakit
di bentuk di Rumah Sakit dalam rangka membantu pimpinan rumah sakit
menerapkan Kode Etik Rumah Sakit di rumah sakit.
2. Pembentukan KERS adalah wajib
3. Ketua dan Anggota KERS dipilih dan diangkat oleh Direktur/Pimpinan Rumah
Sakit, untuk selama masa bakti tertentu. KERS sekurang-kurangnya harus
terdiri dari seorang Ketua, seorang Wakil Ketua, seorang Sekretaris, dan 2
(dua) orang Anggota, dengan jumlah seluruhnya paling banyak 7 (tujuh)
orang.
4. Keanggotaan KERS harus mewakili berbagai profesi di dalam rumah sakit.
5. Dalam struktur organisasi rumah sakit, posisi KERS setingkat direktur rumah
sakit dan komite medik rumah sakit. Selain itu KERS juga bisa berada di
bawah direktur rumah sakit dan setingkat komite medik rumah sakit.
4
6. Komite etik rumah sakit bertanggung jawab langsung kepada pimpinan
rumah sakit atau yang mengangkatnya.
7. Bila dipandang perlu anggota KERS dapat berasal dari individu di luar rumah
sakit
8. Syarat untuk dapat dipilih menjadi anggota KERS: berjiwa Pancasila, memiliki
integritas, kredibilitas sosial, dan profesional. Ia juga memiliki kepedulian dan
kepekaan terhadap masalah sosial, lingkungan, dan kemanusiaan.
9. Keanggotaan KERS diupayakan tidak dirangkap dengan jabatan-jabatan
struktural di rumah sakit.
Pasal 4
Tugas, Wewenang, dan Tanggung Jawab KERS
5
e. Memberi nasehat, saran, dan pertimbangan etik kepada pihak-pihak
yang membutuhkan
f. Membantu menyelesaikan perselisihan/sengketa medik yang terjadi
di lingkungan rumah sakit
g. Menyelenggarakan pelbagai kegiatan lain yang dipandang dapat
membantu terwujudnya kode etik rumah sakit.
3. Dalam melaksanakan tugasnya KERS wajib menerapkan prinsip
kerjasama, koordinasi, dan sinkronisasi dengan Komite Medik serta
struktur lain di rumah sakit sesuai dengan tugas masing-masing.
4. Pimpinan dan anggota KERS wajib mematuhi peraturan rumah sakit dan
bertanggung jawab kepada pimpinan rumah sakit serta menyampaikan
laporan berkala pada waktunya.
5. KERS dapat meminta saran, pendapat atau nasehat dari MAKERSI Daerah
bila menghadapi kesulitan.
6. KERS wajib memberikan laporan kepada MAKERSI Daerah mengenai
pelaksanaan KODERSI di rumah sakit , minimal sekali setahun.
7. KERS wajib melaporkan masalah etik yang serius atau tidak mampu
ditangani sendiri ke MAKERSI Daerah.
BAB III
TATA LAKSANA ORGANISASI MAKERSI
Pasal 5
Pembentukan MAKERSI
6
Pasal 6
Pemilihan Pengurus MAKERSI
7
12. Keanggotaan MAKERSI Pusat dan MAKERSI Daerah, tidak dibenarkan
merangkap jabatan dalam dalam kepengurusan PERSI yang setingkat;
ialah jabatan Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, Bendahara, dan jabatan
struktural lainnya dalam kepengurusan PERSI yang setingkat. Tidak
termasuk jabatan sebagai penasehat atau kelompok kerja.
13. Apabila salah seorang pengurus MAKERSI berhalangan tetap,
mengundurkan diri, atau karena sesuatu hal diberhentikan sebagai
pengurus, maka penggantiannya dilakukan oleh Ketua MAKERSI.
14. Batasan masa jabatan Ketua MAKERSI dalam tingkatan manapun
maksimal dua kali berturut-turut dan setelah satu periode masa jabatan
tidak menduduki jabatan Ketua MAKERSI dapat dipilih kembali untuk masa
jabatan berikutnya.
Pasal 7
Tugas, Wewenang, dan Tanggung Jawab MAKERSI
8
2. Memberikan saran, pendapat, dan pertimbangan secara lisan dan atau
tertulis, diminta atau tidak diminta mengenai segala sesuatu yang
menyangkut KODERSI kepada Pengurus PERSI Daerah.
3. Mengadakan koordinasi dan kerjasama dengan organisasi-organisasi
profesi kesehatan lainnya, khususnya badan-badan etik organisasi profesi
di tingkat cabang
4. Menampung dan menyelesaikan berbagai permasalahan yang diajukan
oleh KERS setempat.
5. Jika masalah tersebut tidak dapat diselesaikan di tingkat daerah maka
dapat meminta saran, pendapat, atau nasehat dari MAKERSI Pusat.
Pasal 8
Rapat-rapat
Pasal 9
Sumber Keuangan
BAB IV
Pasal 10
Penutup
9
1. Hal-hal yang belum tercantum dalam tatalaksana ini dapat diputuskan
sendiri oleh MAKERSI Pusat atau MAKERSI Cabang
2. Keputusan yang dimaksud harus tidak bertentangan dengan tatalaksana
ini dan atau pelbagai ketentuan organisasi lainnya dari PERSI serta harus
dikomunikasikan kepada MAKERSI pusat.
3. Dengan demikian diharapkan KODERSI dapat dilaksanakan dengan baik
di rumah sakit Indonesia.
==/\==
10