Note ditutup laki laki berambut coklat yang duduk di meja ruang makannya. Tatapannya tertuju pada
jendela dengan pemandangan butiran salju yang turun dari langit. Berapa lama ia harus menangani
kasus ayahnya ini? Tidak, bukan ayah, tapi Shido. Ia tak peduli dengan hubungan keluarga mereka
berdua.
Note tersebut ia letakkan di atas meja sebelum berjalan menghampiri jendela, menatap pemandangan
jalanan di bawahnya. Bahkan beberapa lampu hias dipasang di sepanjang jalan menghiasi kota.
Para pejalan kaki berlalu lalang kesana kemari dan sebagian besar diantara mereka adalah pasangan.
Ia meraih ponselnya dan menatap tanggal yang tertera di atasnya. Lusa ia harus segera menangani kasus
kembali. Sepertinya tak ada istirahat untuk Pangeran Detektif.
Suara derit pintu mengalihkan perhatiannya, namun ia tak perlu berbalik untuk menatap siapa yang kini
berdiri di ambang pintu.
"bersiaplah untuk acara lusa nanti. Aku tak ingin kau mengecewakanku di depan banyak orang."
Ia meletakkan kembali ponselnya ke dalam sakunya, masih menatap ke arah luar jendela. Dia juga ingin
merasakan kehangatan musim dingin seperti yang lainnya. Hidup sebagai remaja normal yang tak perlu
memikirkan reputasi ketenaran ayah-... Shido. Ya, dia tak mungkin mengatakannya.
"bersiap saja, aku tak ingin kau salah ucap satu kata pun nanti." Shido hendak berjalan keluar namun
Akechi berbalik dan menatapnya.
"aku sudah siap hingga saat ini juga. Kau tak perlu khawatir untuk acara lusa." memberikannya libur
sehari tak akan membuatmu mati kan, Shido?
Pada akhirnya ia hanya mengiyakan kata kata Akechi dan akhirnya pergi dengan menutup pintu. Tentu
Akechi senang karena ada seseorang yang ingin ia ajak sekarang ini. Dengan mengambil ponselnya
kembali, ia mencari kontak bernama "Nave" dan mulai menghubunginya.
"tentu saja aku selalu baik. Apa ada sesuatu yang bisa kubantu?"
"jika kau tak keberatan, kau ingin pergi ke luar bersamaku besok? Di Christmas Eve."
"ya, tentu. Maksudku, kau terus terpikirkan oleh kasus dan mengambil cuti sehari bisa menenangkan
pikiranmu, bukan?"
"kalau begitu temui aku besok di cafe Le Blanc. Aku akan menunggumu disana."
Panggilan ditutup dan akhirnya senyuman lebarnya kembali, persis saat ibunya datang membawakannya
pancake dan coklat panas saat ia masih kecil.
**********
Bunyi lonceng terdengar dari pintu kafe yang terbuka dengan wanita berambut putih memasuki kafe.
"selamat datang!-... Oh! Aku tak mengira kau akan datang kemari, Nave."
"ohoho, maksudmu si Pangeran Detektif?" dengan wajah bersemu, Nave memalingkan wajahnya ke
arah lain.
"haha, sudah kuduga. Kau ingin sesuatu? Kopi atau yang lainnya?"
Sementara temannya berjalan pergi, ia merogoh sakunya dan menatap ponselnya. Pesan dari Akechi
tertera di layar ponselnya bahwa dia akan segera datang. Jendela kafe dihiasi oleh pemandangan salju
yang turun dari langit. Namun pada akhirnya dia dapat menghabiskan waktu bersama kekasihnya
sekarang ini.
Satu cangkir kopi disajikan di atas meja dan mengalihkan perhatiannya. Ia menyesap kopi tersebut dan
merasakan kehangatannya di tengah suhu dingin.
"meh, dia pasti sedang tertidur di kamarnya sekarang ini. Jadi aku datang kesini dan berharap bisa
menenangkan diri tapi berakhir menjaga pos karena Morgana yang sakit."
Kekehan kecil terdengar dari Nave mendengar jawaban temannya tepat sebelum suara lonceng lain
terdengar dari arah pintu kafe.
"selamat datang! Oh!-..." yep, sepertinya sekarang saatnya untuk temannya beraksi karena laki laki yang
datang adalah kekasih Nave.
Dengan menuangkan kopi ke dalam cangkir lain, ia menyajikannya di samping Nave tepat saat Akechi
duduk di sampingnya.
"aku akan mengecek kondisi Morgana sebentar. Kau tak keberatan bukan kutinggal disini? Dah!" dengan
tergesa gesa, temannya berjalan menaiki tangga menuju loteng meninggalkan Nave dan Akechi di ruang
kafe.
"tak apa, aku baru saja datang. Akhirnya aku memiliki waktu bersama denganmu."
"ya. Oh! Taman kota terlihat lebih indah saat aku mengunjunginya. Tapi akan lebih baik jika aku
mengajakmu kesana. Kau ikut?
Akechi mengulurkan tangannya, menunggu jabatan tangan dari Nave hingga satu tangan lembut
menerimanya. Haa... Kapan terakhir kali ia mengenggam tangan kekasihnya? Sudah sangat lama karena
banyak hal yang harus ia kerjakan belakangan ini.
"tanganmu terasa hangat seperti biasa. Aku merindukannya. Lebih baik cepat atau mereka akan
menutupnya." keduanya berjalan keluar dari kafe dengan kedua tangan yang saling bertautan. Dari balik
tembok tangga temannya tersenyum lega karena akhirnya ia dapat bertemu kembali dengan orang yang
sangat berharga baginya.
***********
"wow, aku tak pernah menyangka kau bisa mengalahkanku di permainan itu. Ini pertama kalinya
seseorang mengalahkanku. Haha, kau ingin mencoba yang lainnya?"
Drrt!... Drrt!...
Ponsel Akechi bergetar di dalam sakunya. Ia segera mengambilnya dan menatap ke arah layar, pesan
dari Shido, huh? Tapi dia ingin menghabiskan lebih banyak waktu bersama Nave sekarang ini. Haruskah
cutinya dibatalkan secepat ini?
"maaf... Aku akan segera kembali." Akechi berjalan dengan ponsel yang ia genggam erat. Ia segera
menghubungi Shido sementara Nave hanya dapat menatap punggungnya dari kejauhan.
"wow, nona! Aku tak menyangka kau bisa menjatuhkan semua target yang kupasang. Dan sepertinya
hadiah spesial berhak untukmu."
"huh?"
Sebuah kotak dengan mainan senapan laser terdapat di dalamnya mengalihkan perhatiannya dari
Akechi.
'saat kecil aku sangat ingin menjadi pahlawan, dan aku hanya berharap ibuku membelikannya
untukku...'
Secercah ingatan datang padanya, senapan laser yang pernah Akechi tunjukkan di dalam toko...
"aku tahu ini bukan untuk wanita. Tapi kau memiliki kemampuan yang hebat, jadi hadiah yang 'hebat'
juga pantas untukmu."
Nave mengambil box tersebut dan suara langkah kaki mendekat terdengar dengan hembusan nafas
yang tersenggal senggal dari arah belakangnya. Ia menatap Akechi yang memasang wajah sendu.
"ya, kau pernah mengatakan kau menginginkannya saat kecil. Aku tahu ini aneh karena kau sudah
bertumbuh dewasa sekarang-..."
Air mata turun dari sudut mata Akechi. Ia seharusnya berbahagia sekarang ini, bukan? Tapi kenapa
rasanya sakit?
"o-oh, ya. Kau benar. Hanya... Terbawa suasana saat aku kecil. Ahaha! Aku bahkan selalu menatapnya
setiap kembali dari sekolah. Tapi aku harus pergi sekarang."
"tak apa. Aku memiliki waktu yang berharga bagiku. Dan itu semua berkat dirimu. Terima kasih... Aku
tak akan melupakan musim dingin ini."
"hm?" Nave menuruti permintaan Akechi sebelum sebuah kecupan mendarat di pipinya.