Anda di halaman 1dari 23

BAB I

LATAR BELAKANG MASALAH

Secara normatif, Investasi Daerah (local investment) dipahami sebagai salah satu kekuatan

penting untuk mengakselerasi pembangunan daerah. Tak terkecuali di kalangan Pemerintah

Daerah, timbul semacam kesadaran terlebih sesudah implementsi desentralisasi dan otonomi

daerah, bahwa akselerasi pembangunan hanya dimungkinkan jika terdapat arus investasi yang

signifikan. Persepsi yang kuat tentang pentingnya investasi telah mendorong Pemerintah Daerah

untuk melakukan berbagai upaya mulai dari promosi investasi yang gencar hingga kunjungan

pejabat daerah keluar negeri. Namun secara umum, antusiame Pemerintah Daerah tersebut belum

sepenuhnya dibarengi dengan agenda-agenda yang jelas dan komprehensif yang secara internal

dikreasikan sendiri oleh Pemerintah Daerah. Perumusan kebijakan investasi, penyempurnaan

peraturan dan regulasi, penyusunan master plan investasi, pengembangan sistem informasi

investasi, pelayanan one roof system atau one stop shop, pengembangan partnership, belum

dikembangkan secara optimal oleh Pemerintah Daerah. Nampak jelas bahwa Pemerintah Daerah

belum sepenuhnya mengalami reorientasi peran, dari peran tradisional menuju peran

kewiraswastaan dan peran teknologi sebagai alat pendukung penyampaian informasi kepada

masyarakat.

Secara umum, iklim investasi di Indonesia dihadapkan tidak saja pada tantangan untuk

menarik investasi baru, tetapi juga tantangan untuk mempertahankan investasi yang sudah ada.

Sebagian lainnya masih tahap rencana, beberapa perusahaan multi nasional menunjukkan bahwa

iklim investasi di Indonesia sudah berada pada tahap yang cukup mengkhawatirkan.

1
Kedepan diperkirakan tantangan tersebut akan kian berat, bukan hanya karena lingkungan eksternal

yang semakin ketat, akan tetapi juga karena daya Tarik domestik yang masih relative rendah.

Secara eksternal, tantangan dimaksud antara lain (Bappenas, 2003):

Pertama, terdapat kecenderungan arus masuk Penanaman Modal Asing (PMA) menurun akibat

meningkatnya ketidakpastian global yang mempengaruhi rasa aman dalam kegiatan penanaman

modal, kemungkinan terjadinya berbagai spekulasidalam proses merger dan akuisisi perusahaan,

serta masalah-masalah kelembagaan seperti kelambatan proses privatisasi di beberapa negara.

Kedua, dari arus masuk Penanaman Modal Asing (PMA) yang cenderung menurun tersebut,

sebagian besar mengalir ke negara-negara tertentu saja. RRC diperkirakan tetap menjadi negara

tujuan terbesar arus masuk Penanaman Modal Asing yang mengalir ke kawasan Asia karena

didukung oleh pertumbuhan pasar dalam negeri yang tinggi, biaya produksi yang murah dan

ketersediaan tenaga kerja yang memadai.

Sedangkan secara internal, sejumlah faktor yang dinilai menghambat investasi di Indonesia

antara lain:

Pertama, masih adanya gangguan keamanan pada beberapa wilayah yang meskipun bersifat lokal

namun dapat memperngaruhi persepsi investor terhadap iklim investasi nasional. Selain itu masih

maraknya aksi terror di berbagai wilayah juga telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan

investor untuk menanamkan modalnya atau paling tidak menunda realisasi dari rencana

investasinya.

Kedua, kurangnya kepastian hukum yang selanjutnya mengakibatkan ketidakpastian hak milik

(property right) dan perjanjian usaha di Indonesia serta lemahnya penegakan hukum yang terkait

dengan kinerja pengadilan niaga.

2
Ketiga, kurang kondusifnya pasar tenaga kerja di Indonesia, dengan produktivitas yang rendah dan

upah yang sulit diperkirakan secara pasti serta ketidakpastian hubungan industrial antara

perusahaan dan tenaga kerja, daya tarik investasi di Indonesia dari sisi ketenagakerjaan menurun

dratis.

Keempat, tumpang tindihnya kebijakan pusat dan daerah, serta kesimpangsiuran pembagian

kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang berkaitan dengan penyusunan kebijakan di

bidang investasi, pemberian insentif dan perizinan.

Kelima, Prosedur yang panjang dan berbelit-belit mulai dari perizinan hingga kepabeanan yang

tidak saja menyebabkan ekonomi biaya tinggi tetapi juga menghilangkan peluang usaha yang

seharusnya dapat dimamfaatkan.

Keenam, kurangnya insentif investasi, khususnya insentif perpajakan. Dibandingkan dengan

negara-negara lain, insentif perpajakan di Indonesia relatif tertinggal. Meskipun dengan tingkat

pajak progresif yang diperkirakan relatif sama dengan negara-negara lain, sistem perpajakan di

Indonesia tidak memberikan pembebasan pajak (tax holiday) untuk jangka waktu tertentu dan

relatif tertinggal dalam memberikan kelonggaran pajak (tax allowances).

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan kebutuhan akan teknologi sangatlah dibutuhkan

dalam penyampaian informasi secara tepat dan akurat yang langsung dapat di akses oleh

masyarakat baik masyarakat umum maupun pelaku-pelaku usaha yang berada dimanapun. Melalui

pengembangan Sistem Informasi Potensi Investasi Daerah (SIPID) dapat menjangkau berbagai

lapisan masyarakat dalam mencari informasi Investasi Daerah.

3
A. Identifikasi Masalah

Berdasarkan permasalahan yang telah Penulis uraikan didalam latar belakang permasalahan

diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam penulisan karya tulis ini adalah:

1. Bagaimana pengaruh Sistem Informasi Promosi Investasi Daerah (SIPID) terhadap promosi

Investasi Nasional dan Daerah.

2. Apa hambatan yang dialami dalam pelaksanaan proses penyampaian Sistem Informasi Investasi

Daerah (SIPID) pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP)

Kabupaten Pidie.

B. Maksud dan Tujuan

Penulisan karya tulis ini bertujuan untuk:

1. Memenuhi salah satu tugas peserta yang akan mengikuti Ujian Dinas guna memperoleh

Pangkat/ Gol. Ruang.

2. Mengetahui sejauh mana aktualisasi teori analisis Pengembangan Investasi Daerah melalui

Sistem Informasi Potensi Investasi Daerah (SIPID) pada Dinas Penanaman Modal dan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Pidie.

4
C. Sistematikan Pembahasan

Dalam Penulisan karya tulis ini Penulis menggunakan metode analisis deskriptif dengan

pendekatan teoritis. Dengan karya tulis ini diharapkan akan memperoleh gambaran mengenai

masalah yang terjadi pada isu aktual yang dipilih, Penulis membandingkan antara teori yang ada

dengan fakta yang terjadi pada Bidang Perencanaan, Pengembangan Iklim dan Promosi Penanaman

Modal pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten

Pidie. Proses penyusunan karya tulis ini meliputi pengumpulan data, pengolahan data dan analisis

data, yang disusun dengan uraian sebagai berikut:

BAB I : Latar Belakang Masalah

BAB II : Tinjauan Kepustakaan

BAB III : Pemecahan Masalah

BAB IV : Penutup

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Sistem Informasi Potensi Investasi Daerah (SIPID)

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Republik Indonesia sejak tahun 2004 telah

mengembangkan Sistem Informasi Potensi Investasi Daerah (SIPID) yang merupakan sarana

publikasi berbagai potensi investasi daerah dengan menyajikan informasi mengenai potensi daerah,

peluang usaha serta sarana prasarana pendukung investasi yang ditawarkan daerah kepada calon

investor. Dengan adanya Sistem Informasi Potensi Investasi Daerah (SIPID) merupakan salah satu

upaya pemerintah dalam memberikan layanan kepada calon investor terutama dalam hal pemberian

informasi potensi investasi secara lengkap dan update. Investasi yang meningkat diharapkan dapat

membuka lapangan pekerjaan baru serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Republik Indonesia telah menyediakan

sarana publikasi berupa layanan informasi potensi investasi daerah bagi calon investor berbasis IT

(melalui jaringan internet) yang disediakan untuk seluruh wilayah di Indonesia melalui

regionalinvestment.bkpm.go.id. Komitmen Pemerintah Pusat ini harus disambut baik oleh aparat

pengampu tugas pada Perangkat Daerah Propinsi di Bidang Penanaman Modal. Dengan adanya

sistem ini akan sangat membantu dalam berpromosi dan memberikan informasi terkait potensi

investasi yang dapat membantu calon investor dalam membuat keputusan bisnisnya. Harapan yang

ingin dicapai adalah mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah melalui peningkatan investasi

dengan memberikan informasi yang lengkap, tepat serta uptodate kepada calon investor.

6
2.2. Merumuskan Kebijakan Investasi

Pemerintah daerah perlu merumuskan kebijakan investasi daerah, khususnya yang terkait

dengan peningkatan iklim investasi. Kebijakan tersebut sebaiknya ditetapkan dengan standarisasi

yang baku, dan selanjutnya dipublikasikan agar investor dapat mempelajarinya. Rumusan

kebijakan investasi daerah itu penting agar daya tarik investasi yang bersangkutan bisa dipelajari

oleh investor.

Sedikitnya terdapat 3 (tiga) alasan mengapa suatu daerah perlu merumuskan kebijakan investasi.

Pertama, semangat desentralisasi dan otonomi daerah mengharuskan Pemerintah Daerah untuk

secara cerdas mendorong pembangunan daerahnya dan meningkatkan pendapatan daerahnya

dengan cara menggali potensi daerah dan menarik investasi. Namun hal itu hanya dapat

diwujudkan, sekiranya Pemerintah Daerah memiliki kebijakan dan perencanaan investasi yang

memadai.

Kedua, terkait dengan point pertama diatas, persaingan di kalangan Pemerintah Daerah untuk

menarik investasi seringkali menjadi sesuatu yang tak terelakkan. Namun tentu saja, hanya daerah-

daerah yang secara cerdas mampu merumuskan kebijakan investasi yang akan memenangkan

persaingan.

Ketiga, dengan adanya kebijakan investasi, memungkinkan Pemerintah Daerah untuk menyusun

kerangka perencanaan dan rencana aksi yang diarahkan untuk mendorong investasi, khususnya

investasi swasta, baik domestik maupun asing. Disadari sepenuhnya bahwa ditengah kian

merosotnya kepercayaan dunia usaha terhadap iklim investasi di Indonesia, hanya kebijakan dan

strategis investasi yang jitu yang sanggup merangsang minat investor.

7
Dari segi muatan, kebijakan investasi dimaksud sedikitnya memuat: (i) arah pengembangan

investasi daerah; (ii) legal aspect dan kepastian investasi; (iii) pengembangan tata ruang dan

kawaasan investasi; (iv) hak dan kewajiban investor; (v) pelayanan investasi; (vi) insentif

perpanjakan dan lain-lain.

2.3. Memperbaiki Peraturan dan Regulasi

Dalam banyak kasus, perkembangan investasi seringkali tidak digerakkan semata-mata oleh

pertimbangan potensi daerah, dukungan infrastruktur, dan prospek ekonomi, akan tetapi juga

ditentukan oleh peraturan dan regulasi serta pelayanan birokrasi pemerintah. Regulasi yang

bersifat distortif dan pelayanan birokrasi pemerintah yang buruk sangat potensial menghambat

investasi.

Jika dicermati, jumlah produk hukum (dalam bentuk peraturan daerah) yang dibuat oleh

Pemerintah Daerah saat ini relatif cukup banyak. Di satu pihak gejala ini dianggap sebagai

konsekuensi logis dari pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah, namun dilain pihak, juga

dianggap sebagai akses atas pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah. Sebab sebagian besar

produk hukum yang dihasilkan tersebut nampak lebih berorientasi pada upaya menarik sebanyak

mungkin pungutan guna meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Timbul kesan,

desentralisasi dan otonomi daerah dianggap sebagai bentuk legitimasi untuk meningkatkan

Pendapatan Asli Daerah (PAD) sehingga ekonomi biaya tinggi (high cost economy) sulit untuk

dihindari.

8
Sejak desentralisasi dan otonomi daerah mulai diimplementasikan secara efektif tahun

2001, pajak daerah (regional taxes) memang telah menjadi ancaman bagi kegiatan bisnis.

Ketiadaan sumber-sumber penerimaan daerah telah mendorong Pemerintah Daerah untuk

memperkenalkan format baru perpajakan dan retribusi. Sejumlah Pemerintah Daerah telah

memberlakukan pajak perdagangan (tax trade), baik dalam maupun antar kabupaten/ kota dan

propinsi, karena jenis pajak ini dianggap mudah untuk diterapkan (hanya menempatkan petugas

pada sejumlah lokasi strategis, seperti batas kota, stasiun penimbangan, pelabuhan, jembatan dll).

Kabupaten Bima misalnya mengenakan pajak terhadap hampir semua komiditas atau produk yang

dikirim keluar melewati perbatasan. Begitu pula Propinsi Lampung memberlakukan “ licence fee

“ terhadap 180 jenis komiditas yang di ekspor keluar.

Kecenderungan Pemerintah Daerah yang hanya sekedar memikirkan bagaimana

memperbesar pundi-pundi penerimaan daerah, tentu saja bukanlah sebuah kecenderungan yang

positif dan sehat. Sebab hal tersebut bukan hanya potensial menghambat laju investasi, tetapi juga

berdampak buruk bagi perekonomian secara keseluruhan.

2.4. Memperbaiki Dukungan dan Pelayanan Birokrasi

Beberapa faktor domestik yang menghambat iklim investasi nampaknya belum mengalami

perbaikan yang berarti. Salah satu diantaranya adalah prosedur yang panjang dan berbelit, yang

tidak hanya mengakibatkan ekonomi biaya tinggi tetapi juga menghilangkan peluang usaha yang

seharusnya dapat dimamfaatkan, baik untuk kepentingan perusahaan maupun kepentingan nasional

seperti dalam penciptaan lapangan kerja.

9
Saat ini misalnya, berdasarkan peraturan dan regulasi yang berlaku, untuk memulai suatu

kegiatan bisnis di Indonesia, para investor memerlukan 11 prosedur yang membutuhkan waktu

selama 168 hari dengan biaya 14,5 persen dari rata-rata pendapatan, serta membutuhkan modal

minimum tiga kali rata-rata pendapatan. Walaupun biaya tersebut tidak lebih tinggi dibandingkan

dengan negara-negara Asia Timur lainnya, namun dari segi waktu hampir tiga kali lipat. Lebih dari

itu, masing-masing produser merupakan point of contact, sehingga membuka kesempatan

terjadinya praktek penyuapan.

Oleh karena itu, perlu dikembangkan suatu sistem pelayanan investasi yang transparan,

cepat, tanggap dan terkoordinasi. Salah satu bentk pelayanan investasi yang dinilai efektif dan

efisien adalah one stop licencing office. Sistem ini diyakini dapat menenangkan para investor,

karena sistem ini dapat memberi kepastian waktu, biaya, dan prosedur. Tujuan utama sistem ini

disamping dapat mengurangi banyaknya lisensi dan surat izin, juga dapat memangkas banyaknya

prosedur yang diperlukan untuk memperoleh lisensi dan surat izin tersebut.

2.5. Mengembangkan Promosi Daerah

Untuk mendorong investasi, daerah dituntut untuk aktif menggali potensi daerahnya dan

menginformasikannya kepada publik melalui berbagai media. Keberadaan informasi yang cepat

akses, akurat dan mutakhir akan membantu pihak investor dalam menganalisa potensi daerah dan

melakukan keputusan investasi. Dewasa ini, salah satu bentuk informasi potensi daerah yang

diharapkan dapat membantu pihak investor dlam melakkan keputusan investasi adalah Geoprahic

Information System (GIS). Format informasi ini sedikitnya memuat: (i) data bio fisik, termasuk

daerah aliran sungai, hutan, sumber daya air, keanekaragaman hayati, dan lingkungan hidup; (ii)

data sosial ekonomi, seperti demografi, struktur ekonomi, statistic pertanian, konsumsi dan

pengeluaran, kemiskinan, dan indikator pembangunan daerah; (iii) batas administratif wilayah

10
hingga tingkat desa; (iv) tata pemerintahan, informasi kebijakan dan perencanaan; dan (v) peta

infrastruktur, termasuk jalan, pelabuhan, bandara dan rel kereta api.

2.6. Mengembangkan Kemitraan (partnership)

Ketersediaan infrastuktur menjadi salah satu prasyarat bagi tumbuh kembangnya investasi.

Namun Pemerintah Daerah secara umum memiliki keterbatasan untuk menyediakan infrastruktur

yang memadai, akibat anggaran Pemerintah Daerah yang relatif terbatas. Oleh karena itu, konsep

kemitraan (partnership) menjadi sebuah alternatif yang paling mungkin bagi Pemerintah Daerah

untuk mengembangkan infrastruktur daerah. Hampir sulit mengharapkan tersedianya infrastruktur

yang memadai tanpa adanya keterlibatan pihak swasta dan masyarakat.

Namun dalam kenyataannya, konsep kemitraan katakanlah dalam bentuk public private

partnership belum banyak dipraktekkan oleh Pemerintah Daerah. Ketidak mampuan Pemerintah

Daerah untuk menawarkan berbagai bentuk kemitraan, ketidak jelasan konsep kemitraan yang

ditawarkan oleh Pemerintah Daerah, tawaran kemitraan yang tidak menarik bagi kalangan investor,

merupakan beberapa faktor penyebab mengapa konsep kemintraan belum berkembang di daerah.

Nampaknya Pemerintah Daerah perlu lebih mencurahkan perhatian mengenai hal ini di masa-masa

yang akan datang.

2.7. Mengembangkan Regional Management

Untuk menciptakan efektifitas, efisiensi, dan peningkatan daya saing daerah, konsep

manajemen kewilayahan (regional management) nampaknya patut dipertimbangkan. Konsep ini

berbasis pada kebutuhan untuk mewujudkan kerjasama dan sinergi pembangunan antar daerah pada

suatu kawasan (wilayah). Konsep ini bukan hanya akan menciptakan skala ekonomi (economic

scale), memberdayakan potensi ekonomi, memperluas pasar regional, menciptakan efisiensi

pembangunan dan efektifitas pemamfaatan infrastruktur, tetapi juga menciptakan lokalisasi

investasi dan platform kebijakan investasi.

11
Pada sisi lain, konsep regional management juga dapat menurukan tensi persaingan antar

daerah, karena konsep ini lebih mengedepankan pada semangat kerjasama yang saling

menguntungkan antar daerah. Melalui konsep ini, berbagai bentuk kerjasama wilayah akan dapat

diwujudkan, misalnya pengembangan komoditas unggulan, pembangunan infrastruktur

(pembangkit listrik, pelabuhan, jaringan telekomunikasi dll).

2.8. Membangun Business Networking

Salah satu pendekatan yang patut dipertimbangkan untuk mengoptimalkan investasi

daerah adalah pengembangan jaringan bisnis dan investasi (investment and business networking).

Untuk efektifnya suatu jaringan bisnis dan investasi di daerah, maka perlu dilakukan pembinaan

yang lebih intensif terhadap pihak-pihak yang terlibat secara langsung dalam jaringan dimaksud,

yaitu: (i) aparatur pembinaan bisnis (misalnya BKPMD); dan (ii) para pelaku ekonomi dan bisnis.

Dalam banyak kasus, hubungan antara kedua pihak tersebut seringkali tidak sejalan

terutama karena perbedaan persepsi yang berkaitan dengan wawasan bisnis, sistem pengendalian

manajemen, dan penerapan teknologi. Hal ini perlu diupayakan peningkatan kemampuan SDM

aparat sehingga lebih professional, mandiri dan memiliki wawasan bisnis. Disamping itu harus

diciptakan pula hubungan yang lebih harmonis antara aparatur pembinan bisnis dan para pelaku

ekonomi di daerah sebagai upaya mewujudkan jaringan bisnis didaerah.

12
2.9. Mempertajam Strategis Belanja Publik

Pemerintah Daerah sudah saatnya memikirkan strategis pembelanjaan (finacing strategy),

yang di satu pihak efektif mencapai tujuan dan sasaran pembangunan, namun dilain pihak mampu

memberi efek balik bagi penerimaan daerah. Pemerintah daerah sudah saatnya mengkalkulasi

secara cermat multiplier effect dan return of investment atas setiap jenis belanja modal yang

dialokasikan. Pengembangan revenue program dan pemilihan secara cermat pembangunan social

overhead capital yang potensial merangsang investasi, merupakan bagian dari upaya ini. Cara

seperti ini setidaknya dapat membantu Pemerintah Daerah untuk tidak selalu berpikir tentang

bagaimana memperbanyak jenis pungutan (pajak dan retribusi).

13
BAB III

PEMECAHAN MASALAH

Pemerintah Daerah merupakan actor kunci bagi penciptaan iklim investasi yang kondusif

dan pengembangan investasi daerah. Kebijakan yang tepat, peraturan dan regulasi yang jelas,

pelayanan yang responsive, merupakan sejumlah aspek yang perlu mendapat perhatian serius oleh

Pemerintah Daerah di masa yang akan datang. Sangat sulit mengharapkan adanya arus investasi ke

daerah sekiranya sejumlah aspek tersebut tidak ditangani atau dibenahi secara sungguh-sungguh

oleh Pemerintah Daerah, dalam hal ini peran Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu

Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Pidie sangat dibutuhkan terutama pada Bidang Perencanaan,

Pengembangan Iklim dan Promosi Penanaman Modal. Dengan adanya aplikasi Sistem Informasi

Promosi Investasi Daerah dapat membantu menyampaikan informasi-informasi promosi investasi

yang ada didaerah Kabupaten Pidie dengan agenda –agenda yang telah direncanakan akan

terlaksana dengan baik.

Bidang Perencanaan, Pengembangan Iklim dan Promosi Penanaman Modal merupakan

unsur pelaksana teknis di bidang perencanaan penanaman modal, deregulasi penanaman modal dan

pembudayaan usaha serta unsur pelaksanaan teknis dibidang pengembangan promosi sesuai dengan

perencanaan penanaman modal. Bidang Perencanaan, Pengembangan Iklim dan Promosi

Penanaman Modal (DPMPTSP) Kabupaten Pidie melaksanakan tugas melakukan kegiatan,

penyusunan dan pengembangan perencanaan penanaman modal, deregulasi penanaman modal dan

pembudayaan usaha serta melakukan pengembangan promosi, pelaksanaan promosi dan sarana

prasarana penanaman modal.

14
Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Bidang Perencanaan, Pengembangan

Iklim dan Promosi Penanaman Modal menyelenggarakan fungsi:

a. Pengkajian, penyusunan dan pengusulan rencana umum, rencana strategis dan rencana

pengembangan penanaman modal berdasarkan sektor usaha, serta penyusunan

pengembangan kebijakan/ strategi promosi penanaman modal;

b. Pengkajian, penyusunan dan pengusulan deregulasi/ kebijakan penanaman modal serta

perencanaan kegiatan promosi penanaman modal didalam dan luar negeri;

c. Pengembangan potensi dan peluang penananam modal dengan memberdayakan badan

usaha melalui penanaman modal, antara lain meningkatkan kemitraan dan daya saing

penanaman modal serta penyusunan bahan, sarana dan prasarana promosi penanaman

modal.

Berdasarkan uraian tersebut diatas adapun agenda-agenda dimaksud, antara lain: (i)

merumuskan kebijakan investasi; (ii) memperbaiki peraturan dan regulasi; (iii) memperbaiki

dukungan dan pelayanan birokrasi; (iv) mengembangkan promosi daerah; (v) mengembangkan

kemitraan; (vi) mengembangkan regional management; (vii) mengembangkan business

networking; dan (viii) mempertajam strategi belanja publik.

3.1. Dukungan Kebijakan Nasioanal

Dengan mencermati beragam masalah dan tantangan investasi diatas, maka perkembangan

investasi di tahun-tahun mendatang akan sangat tergantung pada sejauh mana keseriusan

pemerintah untuk mengatasi berbagai masalah tersebut melalui serangkaian kebijakan yang bersifat

holistik dan lintas sektoral. Berkaitan dengan hal tersebut, maka makro telah diterbitkan White

Paper yang menguraikan mengenai peran pemerintah dalam meningkatkan iklim investasi. Peran

pemeritnah dimaksud adalah menciptakan suatu lingkungan yang kondusif bagi sektor swasta

15
melalui kebijakan dan kelembagaan yang baik, yang didalamnya mencakup pemberian kepastian

hukum, penyederhanaan proses pemberian lisensi, dan penghapusan hambatan untuk berinvestasi.

Selain itu oleh pemerintah juga telah dikembangkan dua kebijakan dasar yaitu: (i)

mempertahankan penanaman modal yang sudah ada melalui peningkatan check and balanced

system yang mampu menampung keluhan dari kegiatan investasi yang ada serta menindaklanjuti

secara cepat dan efektif; dan (ii) meningkatkan daya tarik perekonomian yang mampu menarik

minat investor melalui penanganan aksi terror dan konflik, peningkatan kepastian hukum,

penyederhanaan proses perizinan, peningkatan produktivitas tenaga kerja, dan penyempurnaan

sistem perpajakan termasuk prosedur kepabeanan.

Oleh departemen, kebijakan dasar ini kemudian ditindak lanjuti dalam berbagai bentuk

agenda, program, dan rencana aksi. Departemen Perindustrian misalnya, telah mengembangkan

agenda-agenda yang diarahkan untuk mendorong investasi, antara lain: (i) agenda peningkatan

iklim usaha yang mencakup harmonisasi tarif bea masuk produk industry, peningkatan dukungan

perpajakan, dan peningkatan ketersediaan bahan baku lokal; dan (ii) agenda peningkatan investasi

yang meliputi percepatan proses perizinan di pusat dan daerah, peningkatan pemanfaatan kawasan

industry, dan penyediaan insentif perpajakan bagi investasi daerah tertentu.

Dalam satu tahun terakhir berbagai upaya pemerintahan baru untuk mereformasi iklim

investasi nampak menunjukkan hasil. Dalam laporan Doing Business in 2006 sebuah laporan

mengenai perbandingan internasional atas iklim usaha di seluruh dunia yang diterbitkan oleh Bank

Dunia pada bulan September 2005 beberapa tahun lalu, Indonesia dianggap telah menunjukkan

kemajuan dalam tiga bidang; (i) perkenalan peraturan perundang-undangan kepailitan yang baru

yang telah memperjelas peraturan-peraturan bagi penutupan usaha-usaha yang pailit serta penataan

kembali usaha-usaha yang menjanjikan; (ii) perbaikan peraturan-peraturan yang melindungi para

penanam modal; dan (iii) beberapa peraturan bagi pengembangan usaha seperti penurunan biaya

untuk memulai suatu usaha. Indonesia saat ini menempati peringkat 115 dan berada dalam

perempat yang ketiga, naik dari perempat paling bawah tahun lalu.

16
3.2. Agenda Pemerintah Daerah ke Depan

Meskipun investasi sangat penting bagi daerah, namun mendatangkan investor kedaerah

bukanlah pekerjaan sederhana. Bagaimanapun, investasi memiliki logikanya sendiri. Secara

umum investasi baik dalam bentuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) atau Penanaman

Modal Asing (PMA) akan masuk kesuatu daerah tergantung dari daya tarik setiap daerah tersebut

terhadap investasi serta adanya iklim investasi yang kondusif.

Oleh karena itu, guna meningkatkan iklim investasi dan mendorong investasi daerah,

terdapat sejumlah agenda yang seyogyanya dipertimbangkan oleh Pemerintah Daerah untuk

dikembangkan dimasa depan, antara lain merumuskan kebijakan investasi, memperbaiki regulasi,

penyederhanaan prosedur perizinan, mengembangkan infrastruktur, melakukan promosi daerah,

mengembangkan regional management, dan lain-lain yang mempermudah investasi. Meski

agenda-agenda tersebut bukanlah sesuatu yang baru, namun tetap menarik untuk didiskusikan

mengingat bahwa selama ini agenda-agenda tersebut belum diimplementasikan secara optimal.

3.3. Hambatan Dalam Pelaksanaan Sistem Proses Penyampaian Infromasi Promosi Investasi

Daerah (SIPID)

Hambatan dan tantangan ini perlu segera di carikan jalan keluarnya melalui berbagai

fasilitas kegiatan. Salah satunya adalah penjelasan dan pemahaman secara teknis terhadap pasal 13

butir b dan c, Peraturan BKPM RI Nomor 9 Tahun 2017 yang menetapkan 5 (lima) tahapan bagi

daerah membuat kegiatan Pemetaan Penanaman Modal yaitu:

a. Pengumpulan Data Informasi Potensi Penanaman Modal

b. Verifikasi Hasil Pengumpulan Data Informasi Potensi Penanaman Modal

c. Analisis Hasil Verifikasi Potensi Penanaman Modal

d. Penyusunan Peta Peluang Penanaman Modal

17
e. Hasil Pemetaan Peluang Penanaman Modal di dokumentasikan ke dalam Sistem Informasi

Potensi Investasi Daerah (SIPID).

Untuk pelaksanaan kegiatan tersebut diperlukan dukungan dari berbagai pihak terutama

pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Pidie

diperlukan tahapan-tahapan agenda, antara lain: (i) merumuskan kebijakan investasi; (ii)

memperbaiki peraturan dan regulasi; (iii) memperbaiki dukungan dan pelayanan birokrasi; (iv)

mengembangkan promosi daerah; (v) mengembangkan kemitraan; (vi) mengembangkan regional

management; (vii) mengembangkan business networking; dan (viii) mempertajam stategi belanja

publik. Dengan terlaksananya agenda tersebut akan tercipta peluang Penanaman Modal di daerah

umumnya dan di Kabupaten Pidie pada khususnya.

Penyediaan data informasi bagi calon investor pada pelaksanaannya akan menghadapi

berbagai hambatan dan tantangan tersendiri bagi personil perangkat daerah baik propinsi maupun

kabupaten/ kota dimulai dari sulitnya koornidasi denga OPD pemilik data, ketidaksesuaian data

yang tersedia dengan data yang dibutuhkan, minimnya sarana dan prasarana, atau belum

digunakannya tehnologi informasi secara optimal, serta minimnya kualitas Sumber Daya Manusia

(SDM) yang merupakan permasalahan dalam proses penyediaan data Sistem Informasi Potensi

Investasi Daerah (SIPID). Adanya Sistem Informasi Potensi Investasi Daerah (SIPID) merupakan

sebuah kebutuhan yang dapat ditawar bagi calon investor/ stakeholder untuk melihat potensi

seluruh daerah di Indonesia. Terlebih melalui media internet dimana sistem informasi tersebut

dapat diakses secara online dan mampu menampilkan data dan informasi yang lengkap guna

mendukung terwujudnya penanaman modal di daerah.

Melihat kebutuhan tersebut, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) RI telah

menerapkan Sistem Informasi Potensi Investasi Daerah (SIPID) yang merupakan suatu sistem

informasi berbasis web yang berfungsi utnuk menyediakan informasi mengenai potensi investasi

daerah. Sistem Informasi Potensi Investasi Daerah (SIPID) merupakan sarana promosi yang

18
komprehensif dengan database terpusat sehingga memudahkan hanya dengan mengunjungi satu

situs.

Tetapi pada tahun 2020 Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) RI memperbaharui

konten informasi potensi investasi pada Sistem Informasi Potensi Investasi Daerah (SIPID)

menjadi Potensi Investasi Regional (PIR). Langkah ini guna mendorong peningkatan dan

pemerataan pembangunan ekonomi dan investasi ke seluruh daerah.

Konten informasi tersebut dapat diakses melalui www.regonalinvestment.bkpm.go.id. Hal

ini dikarenakan pada situs Sistem Infomasi Potensi Investasi Daerah (SIPID) sebelumnya,

informasi terbatas dan sebagian besar daerah belum melakukan update data, sehingga informasi

yang ada tidak bisa dijadikan referensi oleh investor.

Informasi yang diperlukan investor dalam memutuskan investasi di daerah harus mudah

diakses dan komprehensif dalam satu situs. Kemudian akan dijawab oleh Potensi Investasi

Regional (PIR) yang berbasiskan geospasial dengan update date host to host dengan Kementerian/

Lembaga dan Asosiasi Usaha seperti Himpunan Kawasan Industri atau HKI.

Beberapa usaha pemerintah selama ini untuk meningkatkan pemerataan pembangunan

ekonomi dan invesasi, antara lain penyederhanaan perizinan berusaha, pemberian berbagai insentif

investasi yaitu fasilitas inportasi mesin peralatan dan bahan baku penolong, fasilitas pengurangan

pajak (tax allowance, tax holiday dan super deduction) serta kemudahan lainnya.

Direktur Pengembangan Potensi Daerah BKPM Iwan Suryana menyatakan selama ini

informasi potensi investasi sudah ditayangkan dalam laman www.regionalinvestment.bkpm.go.id

dengan naman situs SIPID. Update date dilakukan oleh masing-masing daerah, ternyata sebagian

besar daerah belum melakukan update. Karena itulah kemudian dirombak menjadi Potensi

Investas Regional (PIR). Informasi yang dimuat antar lain Why Indonesia, peluang investasi,

insentif, perizinan OSS, infrastruktur, dan potensi perusahaan yang siap bermitra dengan update

data kerja sama/ link antar Kementerian/ Lembaga dan Asosiasi Usaha.

19
Berdasarkan data sebaran investasi, 60 persen masih terkonsentrasi di Pulau Jawa dan 40

persen di luar Pulau Jawa diantara 514 Kabupaten/ Kota. Kegiatan investasi terkonsentrasi hanya

disekitar 30 Kabupaten/ Kota, sehingga menimbulkan kesenjangan pembangunan ekonomi semakin

lebar antar daerah. Salah satu masalah yang dihadapi investor untuk melakukan penjajakan

investasi adalah minimnya informasi mengenai potensi investasi dan dukungan infrastruktur di

daerah.

Untuk mendorong persaingan antar daerah dalam mengangkat potensi investasi dan

melakukan update data pada situr Potensi Investasi Regional (PIR) makan ditampilkan focusing 5

(lima) propinsi yang sangat menjanjikan dan ramah investasi, yang setiap tiga bulan akan

disirkulasi untuk didorong menjadi champion investasi regional. Tahap pertama focusing investasi

adalah Regional Jawa yaitu Jawa Barat, Banten, DKI Jakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Potensi Investasi Regional (PIR) adalah sistem informasi potensi dan peluang investasi di

34 propinsi dan 514 Kabupaten/ Kota di Indonesia yang berbasis geospasial dan merupakan bagian

dari website Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Potensi Investasi Regional (PIR)

berisi informasi mengenai profil daerah antara lain data demografi, komoditas, pendapatan dan

Upah Minimun Regional (UMR) serta sarana prasarana penunjang.

20
BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dalam penulisan karya tulis ini adalah sebagai

berikut:

1. Untuk pelaksanaan kegiatan pengembangan investasi daerah melalui Sistem Informasi

Potensi Investasi Daerah (SIPID) dapat diakses melalui konten terbaru Potensi Investasi

Regional (PIR) melalui www.regionalinvestment.bkpm.go.id ;

2. Potensi Investasi Regional (PIR) adalah sistem informasi potensi dan peluang investasi di

34 propinsi dan 514 Kabupaten/ Kota di Indonesia yang berbasis geospasial dan merupakan

bagian dari website Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM);

3. Untuk perbaharuan data dapat di Update oleh masing-masing daerah melalui konten situs

dimaksud antara lain perbaharuan data peluang investasi, perizinan OSS, infrastruktur,

potensi perusahaan yang siap bermitra dll yang menunjang informasi kepada investor;

4. Penyediaan data informasi bagi calon investor pada pelaksanaannya akan menghadapi

berbagai hambatan dan tantangan tersendiri bagi perangkat daerah baik propinsi maupun

kabupaten/ kota dimulai dari sulitnya koordinasi dengan pemilik data, ketidaksesuaian data

yang tersedia dengan data yang dibutuhkan, minimnya sarana dan prasarana, dan belum

digunakannya tehnologi informasi secara optimal.

21
4.2. Saran – saran

1. Membuat kegiatan Pemetaan Peluang Penanaman Modal secara baik dan benar dengan

data yang didapati dilapangan;

2. Memberikan informasi yang selalu update pada konten situs

www.regionalinvestment.bkpm.go.id , tentang peluang data investasi;

3. Melakukan kerjasama dan bermitra dengan baik dengan perusahaan BUMN di daerah;

4. Memberikan keyakinan dan kenyaman kepada calon investor untuk dapat berinvestasi

didaerah.

22
DAFTAR PUSTAKA

Agussalim, 2005, The Quality of Growth dan Implikasinya Terhadap Perencanaan Pembangunan,
Majalah Simpul Perencana, Pusbindiklatren BAPPENAS, ISSN 1656-4229, volume 5, tahun 3, juni
2005, Hal.28-32.

Agussalim, 2003 a, Otonomi Daerah dan Pengembangan Investasi, modul pada diklat subtantif
Peerencanaan Investasi Daerah, kerjasama BAPPENAS dengan Pusat Studi Kebijakan dan
Manajemen Pembangunan (PSKMP) Universitas Hasanuddin, Makassar.

Agussalim, 2003 b, Rencana Investasi Sulsel: Perkiraan Kebutuhan Investasi Tahun 2004-2008,
disusun atas permintaan Badan Promosi Penanaman Modal (BPPMD) Propinsi Sulawesi Selatan.

Agussalim, 2003 c, KTI, Konsepsi Pembangunan dan Upaya Pencerahan. Makalah yang
disampaikan pada One Day Seminar “ Marketing Places “, A New Approach for Sustainable
Development in Era of Regional Autonomy “, dilaksanakan oleh Indonesia Marketing Association
(IMA) Chapter Sulsel.

Agussalim (Team Leader), 2002, Master Plant Investasi Sulawesi Selatan, kerjasama Badan
Promosi Penanaman Modal Daerah (BPPMD) Propinsi Sulawesi Selatan dengan Bina Mitra
Konsultan Makassar.

Bappenas, 2003, Perekonomian Indonesia Tahun 2003: Prospek dan kebijakan Jakarta.Ko
Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), 2003, Daya Tarik Investasi
Kabupaten/ Kota di Indonesia: Persepsi Dunia Usaha, USAID dan The Asia Foundation.

23

Anda mungkin juga menyukai