Anda di halaman 1dari 35

Pengertian Metode

Menurut Armai Arief:

secara etimologis, istilah metode berasal dari bahasa Yunani “metodos”. Kata

ini terdiri dari dua suku kata: yaitu “metha” yang berarti melalui atau melewati

dan “hodos” yang berarti jalan atau cara. Metode berarti suatu jalan yang

dilalui untuk mencapai tujuan. Dalam bahasa Arab metode disebut “Thariqat”,

dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “metode” adalah : “Cara yang teratur

dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud.” Sehingga dapat dipahami

bahwa metode berarti suatu cara yang harus dilalui untuk menyajikan bahan

pelajaran agar tercapai tujuan pengajaran.

Menurut Abuddin Nata, “metode dapat berarti cara atau jalan yang harus

dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Selain itu, ada pula yang mengatakan bahwa

metode adalah suatu saran untuk menemukan, menguji, dan menyusun data yang

diperlukan bagi pengembangan disiplin ilmu tersebut”.

Di dalam strategi pembelajaran menurut Wina Sanjaya, “metode termasuk ke

dalam komponen-komponen pendidikan yang juga mempunyai fungsi yang sangat

menentukan dalam pencapaian dari suatu tujuan yang diharapkan dalam kegiatan

pendidikan”.

10

Selanjutnya pengertian metode menurut Jalaluddin dan Usman Said, “metode

dapat diartikan sebagai cara untuk menyampaikan materi pelajaran kepada anak

didik”.

11
8

Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam…, h. 40.

Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Penerbit Gaya Media Pratama, 2005),

h.143.

10

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta:

Kencana 2008), cet. V, h. 60.

11

Jalaluddin dan Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,

1996), cet.II, h. 52

B. Pengertian Pendidikan Islam

Menurut Ramaliyus, “Pendidikan berasal dari kata “didik” dengan awalan

“pe” dan akhiran “kan”, mengandung arti “perbuatan” (hal, cara, dan

sebagainya)”.

12

Menurut Ngalim Purwanto, “istilah Pendidikan ini dalam bahasa Yunani yaitu

Paedagogic. Paedagogic berasal dari kata Paedos (anak) dan Agogic

(membimbing, memimpin). Paedagoog ialah “seseorang yang tugasnya

membimbing anak dalam pertumbuhannya agar dapat berdiri sendiri.”

13

Menurut Soedijarto, “Pendidikan secara umum didefinisikan sebagai sebuah

usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya


untuk memiliki kesatuan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan

masyarakat”.

14

Menurut Muhaimin,"istilah pendidikan dalam konteks pendidikan islam

memiliki dua pengertian. Pertama, merupakan aktifitas pendidikan yang

diselenggarakan atau didirikan dengan hasrat dan niat untuk mengejawantahkan

ajaran dan nilai-nilai islam. Kedua, pendidikan islam adalah sistem pendidikan

yang dikembangkan dari dan disemangati atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai

islam".

15

Abuddin Nata mengutip Zakiyah Darajat mengatakan bahwa, "pendidikan

islam sebagai usaha membentuk manusia yang harus mempun yai landasan

12

Ramaliyus, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2004) cet ke-4, h.1

13

Ngalim Purwanto,Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

2007) cet. Ke-18, h. 3.

14

Soedijarto, Landasan dan Arah Pendidikan Nasional Kita, (Jakarta: PT Kompas Media

Nusantara 2008), h.XVII

15

Muhaimin, Rekonstuksi Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 2009), h. 14

keimanan, dan dengan landasan itu semua kegiatan dan semua perumusan tujuan

pendidikan islam dihubungkan".


16

Menurut Abdurrahman Annahlawi pendidikan dalam konteks islam juga

memiliki beberapa pengertian diantaranya at-tarbiyah, at-at-ta‟lim, dan at-ta‟dib.

ketiga istilah tersebut dapat dijelaskan dengan makna sebagai berikut:

1. Istilah at-tarbiyah

Menurut Abdurrahman Annahlawi lafal at-tarbiyah berasal dari tiga kata

yaitu:

a. Raba yarbu yang berarti bertambah dan tumbuh.

b. Rabiya yarba, berarti menjadi besar.

c. Rabba yarubbu, yang berarti memperbaiki, menguasai urusan, menuntun,

menjaga dan memelihara.

17

Al-raghib Al-Ishfani yang dikutip oleh Abuddin Nata mengatakan bahwa, “attarbiyah berarti
menumbuhkan atau membina sesuatu tahap demi tahap hingga

mencapai batas yang sempurna”.

18

Di dalam al-Qur‟an surat Assaba ayat 15 disebutkan:

            

Negrimu adalah negri yang baik dan Tuhanmu adalah yang maha pengampun

(Q.S. Sabaa [34]:15).

2. Istilah at-ta‟lim

Menurut Abudin Nata, “Lafal at-ta‟lim berasal dari kata „allama yang

mengandung kata mengajar. Abdul Fatah Jalal berpendapat bahwa, “istilah at-16

Abuddin Nata, Pendidikan dalam Persfektif Hadits,(Jakarta: UIN Jakarta Press 2005), h.

57.
17

Abdurrahman an-Nahlawi, Prinsip-prinsip dan Metoda Pendidikan Islam, (Bandung: CV.

Diponegoro 1989), h. 30-32.

18

Abudin Nata, Pendidikan Dalam Persfektif Al-Qur‟an, (Jakarta: UIN Jakarta Press 2005),

h. 90

ta‟lim berhubungan dengan pemberian bekal pengetahuan yang dalam islam

pengetahuan dinilai sesuatu yang memiliki kedudukan yang tinggi”.

19

Ia juga

mengatakan, “Banyak kegiatan yang menggunakan kata at-ta‟lim, di Indonesia

misalnya kita jumpai kata at-ta‟lim pada istilah majlis at-ta‟lim yaitu tempat

untuk melakukan pengajaran. Penggunaan kata at-ta‟lim juga biasanya dijumpai

pada saat membicarakan guru dan murid”.

20

Di dalam al-Qur‟an kata at-ta‟lim dapat kita jumpai pada surat al-Hujurot

ayat16:

                     


                  
 

           

Katakanlah: "Apakah kamu akan memberitahukan kepada Allah tentang

agamamu, Padahal Allah mengetahui apa yang di langit dan apa yang di bumi

dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.”(Q.S. Al-Hujrot [49]:14)

3. Istilah at-ta‟dib

Menurut Abudin Nata, kata at-ta‟dib berasal dari kata addaba, kata ini tidak
dijumpai dalam al-Qur‟an akan tetapi terdapat di dalam hadits yang berbunyi

“addabani rabbi faahsana at-ta‟dibii”, artinya: Tuhanku telah mendidikku, dan

telah membuat pendidikkanku sebaik-baiknya.

21

maka at-ta‟dib dapat juga

diartikan pengenalan dan pengakuan secara berangsur-angsur ditanamkan ke

dalam diri manusia (peserta didik) tentang tempat-tempat yang tepat dari segala

sesuatu di dalam tatanan penciptaan.

Ketiga pengertian di atas, sebagaimana disebutkan oleh Abuddin Nata

terdapat perbedaan antara satu dengan yang lainnya. Istilah at-tarbiyah

memberikan kesan proses pembinaan, dan pengarahan bagi pembentukan

kepribadian dan sikap mental, istilah at-ta‟lim memberikan kesan proses

19

Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam 1, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu 1997 ), h. 5-8.

20

Nata, Pendidikan Dalam Persfektif Al-Qur‟an,…h.92.

21

Nata, Filsafat Pendidikan Islam 1…h.7.

pemberian bekal pengetahuan, dan istilah at-ta‟dib memberikan kesan proses

bembinaan terhadap sikap moral dan etika dalam kehidupan yang lebih mengacu

pada peningkatan martabat manusia.

22

C. Pengertian Metode Pendidikan Islam

Menurut Ahmad Tafsir, “yang dimaksud dengan metode pendidikan ialah

semua cara yang digunakan dalam upaya mendidik.


23

Adapun metode pendidikan

atau metode pembelajaran, dimaksudkan sebagai suatu cara atau strategi yang

digunakan guru untuk melakukan proses pembelajaran di kelas, terutama dalam

konteks transfer of knowledge atau transfer of value. Metode tersebut membantu

guru untuk mengoptimalkan proses pembelajaran sehingga kompetensi yang

direncanakan dapat tercapai dengan maksimal”.

24

Menurut Armai Arief, “di dalam pendidikan islam, metode pendidikan adalah

cara yang dapat ditempuh dalam memudahkan pencapaian tujuan pendidikan

islam.

25

Abdurrahman Annahlawi mengatakan:

Metode pendidikan islam sangat efektif dalam membina kepribadian anak

didik dan memotivasi mereka sehingga aplikasi metode ini memungkinkan

puluhan ribu kaum mukminin dapat membuka hati manusia untuk menerima

petunjuk Ilahi dan konsep-konsep peradaban Islam. Selain itu, metode

pendidikan Islam akan mampu menempatkan manusia di atas luasnya

permukaan bumi dan dalamnya masa yang tidak diberikan kepada penghuni

bumi lainnya.

26

Selanjutnya, penulis mengutip pendapat Abuddin Nata secara ringkasnya, alQur`an sendiri
secara eksplisit tidak menjelaskan arti dari metode pendidikan.

Namun kata metode dalam bahasa Arab dibahasakan dengan kata al-tariqah ,

22
Nata, Filsafat Pendidikan Islam 1…h.8

23

Ahmad Tafsir, Ilmu Penddidikan dalam Persfektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya

2007), cet. V h. 131.

24

Zurinal Z dan Wahdi Sayuti, Ilmu Pendidikan Pengantar dan Dasar-dasar Pendidikan,

(Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h. 122

25

Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam,…h.41

26

Abdurrahman Annahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat, (Jakarta:

Gema Insani, 1993), cet I, h. 205

banyak dijumpai dalam al-Qur‟an. Abuddin Nata mengutip Muhammad Abd alBaqi,
menurutnya di dalam al-Qur`an kata al-tariqah diulang sebanyak sembilan

kali. Salah satunya kata ini terkadang dihubungkan dengan sifat dari jalan

tersebut, seperti al-tariqah al-mustaqimah, yang diartikan jalan yang lurus.

27

Hal

ini terdapat dalam al-Qur`an surat Al-Ahqaaf ayat 30:

Mereka berkata: Hai kaum kami, Sesungguhnya kami Telah mendengarkan

kitab (al-Quran) yang Telah diturunkan sesudah Musa yang membenarkan

kitab-kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada

jalan yang lurus”.(Al-Ahqaf[46]:30).

Dari ayat di atas dapat dijelaskan bahwa metode atau jalan oleh al-Qur‟an

dilihat dari sudut objeknya, fungsinya, akibatnya, dan sebagainya. Ini dapat
diartikan bahwa perhatian al-Qur‟an terhadap metode demikian tinggi, dengan

demikian al-Qur'an lebih menunjukkan isyarat-isyarat yang memungkinkan

metode ini berkembang lebih lanjut.

Dengan berlandaskan pada beberapa definitif di atas dapat penulis

menegaskan bahwa metode pendidikan merupakan sebuah mediator yang

mengolah dan mengembangkan suatu gagasan sehingga menghasilkan suatu teori

atau temuan untuk menyampaikan sebuah visi pendidikan kepada tujuannya.

D. Macam-macam Metode Pendidikan Islam

Armai Arief menerangkan tentang metodologi pendidikan dalam islam yang

dinyatakan dalam al-Qur‟an menggunakan sistem multi approach yang meliputi

antara lain:

1. Pendidikan religius, bahwa manusia diciptakan memiliki potensi dasar

(fitrah) atau bakat agama.

2. Pendekatan filosofis, bahwa manusia adalah makhluk rasional atau berakal

pikiran untuk mengembangkan diri dan kehidupannya.

3. Pendekatan rasio-kultural, bahwa manusia adalah makhluk bermasyarakat

dan berkebudayaan sehingga latar belakangnya mempengaruhi proses

pendidikan.

27

Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Penerbit Gaya Media Pratama, 2005),

h. 144-145.

endekatan scientific, bahwa manusia memiliki kemampuan kognitif, dan

afektif yang harus ditumbuhkembangkan.

Berdasarkan multi approach tersebut, penggunaan metode harus dipandang

secara komprehensif terhadap anak. Karena anak didik tidak saja dipandang
dari segi perkembangan, tetapi juga harus dilihat dari berbagai aspek yang

mempengaruhinya.

28

Menurut Abdurrahman Annahlawi diantara metode pendidikan islam yang

dianggap paling penting dan paling menonjol adalah:

1. Metode dialog Qur‟ani dan Nabawi.

2. Mendidik melalui kisah-kisah Qur‟ani dan Nabawi.

3. Mendidik melalui perumpamaan Qur‟ani dan Nabawi.

4. Mendidik melalui keteladanan.

5. Mendidik melalui aplikasi dan pengalaman.

6. Mendidik melalui ibrah dan nasihat.

7. Mendidik melalui targhib dan tarhib.

29

Selanjutnya, penulis menyebutkan lima penjelasan dari ketujuh metode

pendidikan yang dianggap paling penting dan paling menonjol oleh Abdurrahman

Annahlawi sebagai berikut:

1. Metode dialog Qur‟ani dan Nabawi.

Menurut Abdurrahman Annahlawi, “dialog dapat diartikan sebagai

pembicaraan antara dua pihak atau lebih yang dilakukan melalui tanya jawab

dan di dalamnya terdapat kesatuan topik atau tujuan pembicaraan”.

30

Abdurrahman Annahlawi juga menjelasakan, “bentuk dialog yang

terdapat dalam al-Qur‟an dan sunnah sangat variatif. Namun, bentuk yang

paling penting adalah dialog khithabi (seruan dengan Allah) dan ta‟abbudi

(penghambaan terhadap Allah), dialog deskriptif, dialog naratif, dialog


argumentatif, serta dialog nabawiah”.

31

Selanjutnya beliau juga menjelaskan, “tentang aspek-aspek dialog

ditujukan agar setiap pendidik dapat memetik manfaat dari setiap bentuk

28

Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam…, h. 41.

29

Annahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat…,h. 204

30

Annahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat…,h. 205

31

Annahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat…,h. 205

dialog tersebut dan dapat mengembangkan afeksi, penalaran, dan perilaku

ketuhanan anak didik. Selain itu, seorang pendidik dapat memanfaatkan dialog

untuk melengkapi metode pengajaran ilmu-ilmu lainnya”.

32

Di bawah ini akan dijelaskan mengenai macam-macam bentuk metode

dialog di dalam al-Qur‟an yang disebutkan oleh Abdurrahman Annahlawi:

a. Dialog Khithabi dan Ta‟abbudi

Mengenai dialog khithabi dan ta‟abbudi ini Abdurrahman Annahlawi

menjelaskan:

Al-Qur‟an diturunkan untuk menjadi petunjuk dan sebagai kabar gembira

bagi orang-orang yang bertakwa. Di dalamnya, pada puluhan tempat,

Allah menyeru hamba-hamba yang beriman melalui seruan ya ayyuhalladzina amanu.


Seorang mukmin yang membaca seruan tersebut, niscaya
akan segera menjawab; ya Rabbi, aku memenuhi seruan-Mu. Hubungan

antara seruan Allah dan tanggapan seorang mukmin itulah yang

melahirkan sebuah dialog. Kondisi tersebut bisa berlangsung sebaliknya.

33

b. Dialog Deskriptif

Mengenai dialog deskriptif ini Abdurrahman Annahlawi menjelaskan:

Dialog deskriptif disajikan dengan deskripsi atau gambaran orang-orang

yang tengah berdialog. Pendeskripsian itu meliputi gambaran kondisi

hidup dan psikologis orang-orang yang berdialog sehingga kita dapat

memahami kebaikan dan keburukannya. Selain itu, pendeskripsian itu

berpengaruh juga pada mentalitas seseorang sehingga perasaan ketuhanan

dan perilaku positif manusia akan berkembang.

34

c. Dialog Naratif

Mengenai dialog naratif ini Abdurrahman Annahlawi menjelaskan:

Dialog naratif tampil dalam episode kisah yang bentuk dan alur ceritanya

jelas sehingga menjadi bagian dari cara atau unsur cerita dalam al-Qur‟an.

Walaupun al-Qur‟an mengandung kisah yang disajikan dalam bentuk

dialog, kita tidak dapat mengidentikkan keberadaannya dengan drama

yang sekarang ini muncul sebagai sebuah jenis karya sastra. Artinya, alQur‟an tidak
menyajikan unsur dramatik walaupun dalam penyajian

kisahnya terdapat unsur dialog, seperti surat Hud yang mengisahkan

Syu‟aib dan kaumnya. Sepuluh ayat pertama dari kisah Syu‟aib disajikan

32

Annahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat…,h. 205-206.


33

Annahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat…,h. 206.

34

Annahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat…,h. 220

dalam bentuk dialog yang kemudian diakhiri dengan ayat yang

menjelaskan kebinasaan kaum tersebut.

35

d. Dialog Argumentatif

Mengenai, dialog argumentatif ini Abdurrahman Annahlawi menjelaskan:

Di dalam dialog argumentatif, akan ditemukan diskusi perdebatan yang

diarahkan pada pengkokohan hujjah atas kaum musyrikin agar mereka

mengakui pentingnya keimanan dan pengesaan kepada-Nya, mengakui

kerasulan akhir Muhammad saw, mengakui kebatilan tuhan-tuhan mereka,

dan mengakui kebenaran seruan Rasulullah saw.

36

e. Dialog Nabawi

Selanjutnya, mengenai dialog deskriptif ini Abdurrahman Annahlawi

menjelaskan:

Pada dasarnya, Rasulullah saw, telah menjadikan jenis dan bentuk dialog

Qur‟ani sebagai pedoman dalam mempraktikkan metode pendidikan dan

pengajaran beliau. Hal itu tidaklah mengherankan karena bagaimanapun,

akhlak beliau adalah al-Qur‟an. Metode pendidikan dan pengajaran beliau

merupakan aplikasi yang dinamis dan manusiawi dari ayat-ayat Allah.

37

2. Mendidik melalui kisah-kisah Qur‟ani dan Nabawi.


Menurut Abdurrahman Annahlawi:

Dalam pendidikan islam, dampak edukatif kisah sangat sulit digantikan oleh

bentuk-bentuk bahasa lainnya. Pada dasarnya, kisah-kisah al-Qur‟an dan

Nabawi membiaskan dampak psikologis dan edukatif yang baik, konstan, dan

cenderung mendalam sampai kapan pun. Pendidikan melalui kisah-kisah

tersebut dapat menggiring anak didik pada kehangatan perasaan, kehidupan,

dan kedinamisan jiwa yang mendorong manusia untuk mengubah perilaku dan

memperbaharui tekadnya selaras dengan tuntutan, pengarahan, penyimpulan,

dan pelajaran yang dapat diambil dari kisah tersebut.

38

Selanjutnya penulis meringkas pendapat Abdurrahman Annahlawi

mengenai dampak pendidikan melalui metode pengisahan sebagai berikut:

a. Kisah dapat mengaktifkan dan membangkitkan kesadaran pembaca tanpa

cerminan kesantaian dan keterlambatan sehingga dengan kisah, setiap

pembaca akan senantiasa merenungkan makna dan mengikuti berbagai

35

Annahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat...,h. 223.

36

Annahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat…,h.226.

37

Annahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat…,h.231.

38

Annahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat…,h.238.

situasi kisah tersebut sehingga pembaca terpengaruh oleh tokoh dan topik

dalam tersebut.
b. Interaksi kisah Qur‟an dan Nabawi dengan diri manusia dalam keutuhan

realitasnya tercermin dalam pola terpenting yang hendak ditonjolkan oleh

al-Qur‟an kepada manusia di dunia hendak mengarahkan perhatian pada

setiap pola yang selaras dengan kepentingannya.

c. Kisah-kisah Qur‟ani mampu membina perasaan ketuhanan.

39

3. Mendidik melalui keteladanan

Menurut Abdurrahman Annahlawi:

Kurikulum pendidikan yang sempurna telah dibuat dengan rancangan yang

jelas bagi perkembangan manusia melalui sistematisasi bakat, psikologis,

emosi, mental, dan potensi manusia. Namun tidak dapat dipungkiri jika timbul

masalah bahwa kurikulum seperti itu masih tetap memerlukan pola

pendidikan yang dia perlihatkan kepada anak didiknya sambil tetap berpegang

pada landasan, metode, dan tujuan kurikulum pendidikan. Untuk kebutuhan

itu Allah mengutus Nabi Muhammad sebagai hamba dan Rasul-Nya menjadi

teladan bagi manusia dalam mewujudkan tujuan pendidikan Islam, melalui

firman-Nya:

40

                  




Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik

bagimu (Q.S. Al-Ahzab [33]:21)

Menurut Abdurrahman Annahlawi, tinjauan dari sudut ilmiah

menunjukkan bahwa, pada dasarnya keteladanan memiliki sejumlah asas

kependidikan berikut ini:


a. Pendidikan islami merupakan konsep yang senantiasa menyeru pada jalan

Allah.

b. Sesungguhnya islam telah menjadikan kepribadian Rasulullah saw sebagai

teladan abadi dan aktual bagi pendidik dan generasi muda sehingga setiap

kali kita membaca riwayat beliau, semakin bertambahlah hasrat dan

kecintaan beliau untuk meneladani.

41

39

Annahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat…,h.239-240.

40

Annahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat…,h.260.

41

Annahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat…,h.262-263

Selanjutnya Abdurrahman Annahlawi menyebutkan pola pengaruh tingkat

keteladanan berpindah kepada peniru melalui beberapa bentuk, dan bentuk

paling penting adalah:

a. Pemberian pengaruh secara spontan.

b. Pemberian pengaruh secara sengaja.

42

4. Mendidik melalui ibrah dan Mauizhah.

a. Mendidik melalui Ibrah

Menurut Abdurrahman Annahlawi:

Ibrah berasal dari kata „abara ar-ru‟ya yang berarti „menafsirkan mimpi

dan memberitahukan implikasinya bagi kehidupan si pemimpi‟, atau

„keadaan setelah kematiannya‟ dan „Abara al-wadi berarti „melintasi


lembah dari ujung satu ke ujung lain yang berlawanan‟. Ibrah yang

terdapat dalam al-Qur‟an mengandung dampak edukatif yang sangat besar,

yaitu mengantarkan penyimak pada kepuasan berpikir mengenai persoalan

akidah. Kepuasan edukatif tersebut dapat menggerakkan kalbu,

mengembangkan perasaan ketuhanan; serta menanamkan, mengkokohkan,

dan mengembangkan akidah tauhid, ketundukkan kepada syari‟at Allah,

atau ketundukkan pada berbagai perintah-Nya.

43

b. Mendidik melalui mau‟izhah

Abdurrahman Annahlawi mengatakan, “di dalam kamus Al-Muhith

terdapat kata “wa‟azhahu, ya‟izh-hu, wa‟zhan, wa‟izhah, wa mau‟izhah

yang berarti mengingatkannya terhadap sesuatu yang dapat meluluhkan

hatinya dan sesuatu itu dapat berupa pahala maupun siksa, sehingga dia

menjadi ingat”.

44

Abdurrahman Annahlawi mengutip Rasyid Ridha mengatakan bahwa,

“al-wa‟zhu berarti nasihat dan peringatan dengan kebaikan dan dapat

melembutkan hati serta mendorong untuk beramal. Yakni nasihat melalui

penyampaian had (batasan-batasan yang ditentukan Allah) yang disertai

dengan hikmah, targhib dan tarhib”.

45

42

Annahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat…,h.266-267.

43

Annahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat…,h.279.


44

Annahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat…,h.289.

45

Annahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat…,h.289.

Dan menurut Abdurrahman Annahlawi dari sudut psikologi dan

pendidikan, pemberian nasihat itu menimbulkan beberapa perkara,

diantaranya adalah:

1) Membangkitkan perasaan-perasaan ketuhanan yang telah

dikembangkan dalam jiwa setiap anak didik melalui dialog,

pengalaman, ibadah, praktik, dan metode lainnya. Perasaan ketuhanan

yang meliputi ketundukkan kepada Allah dan rasa takut terhadap azabNya atau keinginan
menggapai surga-Nya. Nasihatpun membina dan

mengembangkan perasaan ketuhanan yang baru ditumbuhkan itu.

2) Membangkitkan keteguhan untuk senantiasa berpegang pada

pemikiran ketuhanan yang sehat, yang sebelumnya dikembangkan

dalam diri objek nasihat.

3) Membangkitkan keteguhan untuk berpegang kepada jama‟ah yang

beriman. Masyarakat yang baik dapat menjadi pelancar berpengaruh

dan meresapnya sebuah nasihat ke dalam jiwa. Oleh karena itu,

sebagian besar nasihat Qur‟ani dan nabawi ditampilkan dalam bentuk

jamak.

4) Dampak terpenting dari sebuah nasihat adalah penyucian dan

pembersihan diri yang merupakan salah satu tujuan utama dalam

pendidikan islam. Dengan terwujudnya dampak tersebut, kedudukan

masyarakat meningkat dan mereka menjauhi berbagai kemunkaran dan


kekejian sehingga seorang tidak berbuat jahat kepada orang lain.

Dengan kata lain, semuanya menjalankan perintah Allah dengan

ma‟ruf, adil, baik, bijaksana, dan ihsan.

46

5. Mendidik melalui targhib dan tarhib.

Menurut Abdurrahman Annahlawi, “targhib dan tarhib dalam pendidikan

islam lebih memiliki makna dari apa yang diistilahkan dalam pendidikan barat

dengan “imbalan dan hukuman”. Kelebihan itu bersumber dari karakteristik

ketuhanan yang tidak membunuh fitrah manusia dan yang menjadi identitas

pendidikan islam”.

47

Abdurrahman Annahlawi menyebutkan kelebihan yang paling penting

ialah:

a. Targhib-tarhib Qur‟ani dan Nabawi bertumpu pada pemberian kepuasan

dan argumentasi.

b. Targhib-tarhib Qur‟ani dan nabawi itu disertai oleh gambaran keindahan

dan kenikmatan surga yang menakjubkan atau pembeberan azab neraka.

46

Annahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat…,h.294.

47

Annahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat…,h.297.

Targhib-tarhib Qur‟ani dan Nabawi bertumpu pada pengobaran emosi dan

pembinaan afeksi ketuhanan. Pendidikan yang mentalistik ini merupakan

salah satu tujuan penetapan syariat islam.

48
Selanjutnya penulis menjelaskan macam-macam metode pendidikan islam

yang dikemukakan oleh Abuddin Nata. Menurut Abuddin Nata, al-Qur‟an

menawarkan berbagai pendekatan dan metode dalam pendidikan, yakni dalam

menyampaikan materi pendidikan, yaitu:

1. Metode Teladan

Menurut Abuddin Nata, “dalam al-Qur‟an kata teladan diproyeksikan

dengan kata uswah yang kemudian diberi sifat hasanah yang berarti baik.

Sehingga terdapat uangkapan uswatun hasanah yang artinya teladan yang

baik.

49

Selanjutnya beliau mengungkapkan, “metode ini dianggap penting karena

aspek agama yang terpenting adalah akhlak yang termasuk dalam kawasan

afektif yang terwujud dalam bentuk tingkah laku (behavioral). Untuk

mempertegas keteladanan Rasulullah itu al-Qur‟an lebih lanjut menjelaskan

akhlak Nabi Muhammad yang disajikan secara tersebar di berbagai ayat dalam

al-Qur‟an”.

50

2. Metode Kisah-kisah

Menurut Abuddin Nata,”kisah atau cerita sebagai suatu metode

pendidikan ternyata mempunyai daya tarik yang menyentuh perasaan. Islam

menyadari sifat alamiah manusia untuk menyenangi cerita itu, dan menyadari

pengaruhnya yang besar terhadap perasaan. Oleh karena itu, islam

mengeksploitasi cerita itu untuk dijadikan salah satu teknik pendidikan”.

51

48
Annahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat…,h.297-298.

49

Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Penerbit Gaya Media Pratama, 2005),

h. 147.

50

Nata, Filsafat Pendidikan Islam,…h.147.

51

Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam,…h.149.

Metode Nasihat

Menurut Abuddin Nata, “al-Qur‟an secara eksplisit menggunakan nasihat

sebagai salah satu cara untuk menyampaikan suatu ajaran. Al-Qur‟an

berbicara tentang penasihat, yang dinasihati, obyek nasihat, situai nasihat, dan

latar belakang nasihat. Karenanya sebagai suatu metode pengajaran nasihat

dapat diakui kebenarannya”.

52

4. Metode pembiasaan

Menurut Abuddin Nata, “cara lain yang digunakan oleh al-Qur‟an dalam

memberikan materi pendidikan adalah melalui kebiasaan yang dilakukan

secara bertahap.”

53

Dalam upaya menciptakan kebiasaan yang baik ini al-Qur‟an

menempuhnya melalui dua cara sebagaimana diungkapkan oleh Abuddin

Nata, yaitu sebagai berikut:

a. Melalui bimbingan dan latihan.

b. Melalui cara mengkaji aturan-aturan Tuhan yang terdapat di alam raya


yang bentuknya amat teratur.

54

5. Metode Hukuman dan Ganjaran

Menurut Abuddin Nata, “keberadaan hukuman dan ganjaran diakui dalam

islam dan digunakan dalam rangka membina ummat manusia melalui kegiatan

pendidikan. Hukuman dan ganjaran ini diberlakukan kepada sasaran

pembinaan yang lebih khusus. Hukuman untuk orang yang melanggar dan

berbuat jahat, sedangkan pahala untuk orang yang patuh dan menujukkan

perbuatan baik”.

55

52

Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam,…h.152.

53

Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam,…h.153.

54

Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam,…h.154.

55

Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam,…h.157-158

etode Ceramah

Menurut Abuddin Nata, “ceramah atau khutbah termasuk cara yang paling

banyak digunakan dalam menyampaikan atau mengajak orang lain mengikuti

ajaran yang lebih ditentukan”.

56

Abuddin Nata juga mengatakan bahwa, “khutbah ini dilakukan dengan

cara yang disesuaikan dengan tingkat kesanggupan peserta didik yang


dijadikan sasaran.

57

7. Metode diskusi

Menurut Abuddin Nata, “metode diskusi juga diperhatikan oleh al-Qur‟an

dalam mendidik dan mengajar manusia dengan tujuan lebih memantapkan

pengertian dan sikap pengetahuan mereka terhadap suatu masalah”.

58

Abuddin Nata juga mengatakan bahwa, “perintah Allah dalam hal ini,

agar kita mengajak ke jalan yang benar dengan hikmah dan mau‟izhah yang

baik dan membantah mereka dengan berdiskusi dengan cara yang baik (Q.S.

An-Nahl [16]:125)”.

59

Selanjutnya Abuddin Nata menjelaskan, “diskusi itu harus didasarkan

kepada cara-cara yang baik. Cara yang baik ini perlu dirumuskan lebih lanjut,

sehingga timbullah etika berdiskusi, misalnya tidak memonopoli pembicaraan,

saling menghargai pendapat orang lain, kedewasan pikiran dan emosi,

berpandangan luas, dan seterusnya.

60

Abuddin Nata mengutip M. Thalib mengemukakan 30 metode pendidikan

islami yang dirangkum dalam istilah metode 30 T. metode itu adalah:

1. Ta‟lim, secara harfiyah artinya memberitahukan sesuatu kepada seseorang

yang belum tahu.Mendidik melalui kisah-kisah Qur‟ani dan Nabawi.

56

Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam,…h.158.

57
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam,…h.158.

58

Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam,…h.159.

59

Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam,…h.159.

60

Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam,…h.159.

22

2. Tabyin, yaitu memberi penjelasan lebih jauh kepada lawan bicara setelah

dia mengajukan permintan penjelasan (pertanyaan).

3. Tafshil, memberi keterangan yang lebih detail mengenai suatu masalah.

4. Tafhiim, memberikan pengertian tentang suatu masalah dengan

merumuskan obyek secara utuh, baik benda, keadaan, persoalan atau

kasus.

5. Tarjib, cara memilih suatu masalah dari beberapa masalah dengan

memperhitungkan kekuatan atau mana yang lebih banyak maslahatnya.

6. Taqrib, melakukan pendekatan bila ada yang menjauhkan hubungan

antara dua atau beberapa orang atau masalah.

7. Tahkiim, menjadi penengah antara seseorang yang bersengketa.

8. Ta‟syir, menggunakan benda atau isyarat dalam menyampaikan sesuatu.

9. Taqrir, memberi pengakuan atau persetujuan tanpa kata, baik dengan

senyuman atau angguk.

10. Talwiih, menggunakan simbol atau kiasan dalam menyampaikan sesuatu.

11. Tarwiih, memberi penyegaran fisik dan mental dengan melakukan hal-hal

yang menyegarkan.
12. Taqshiir, mengurangi atau meringankan beban yang semestinya dipikul

oleh peserta didik sehingga tugas menjadi ringan dan pekerjaan dapat

diselesaikan dengan baik.

13. Tabsyfir, menggembirakan sehingga tugas dapat dilaksanakan dengan

senang tanpa tekanan lahir maupun batin.

14. Tamtii, pemberian tambahan selain apa yang pernah diperoleh, seperti

memberikan pujian setelah mendapatkan nilai yang hak.

15. Takfiz, memberikan tanda kehormatan atau penghargaan atas prestasi yan g

dicapai.

16. Targhib, memotivasi untuk mencintai kebaikan.

17. Ta‟tsfir, menggugah rasa kepedulian sosial.

18. Tahriidl, membangkitkan semangat untuk menghadapi rintangan.

19. Tahdiidl, mengajak melakukan perbuatan baik bagi orang yang tidak

peduli padahal dia mampu malakukannya.

20. Tadarus, mempelajari sesuatu secara bersama-sama.

21. Tazwid, memberikan bekal moril maupun materil untuk menghadapi masa

depan.

22. Tajriib, mengadakan masa percobaan unutk melakukan sesuatu untuk

mengetahui kemampuan yang dimiliki.

23. Tandzir, memperingatkan resiko yang akan datang.

24. Taubikh, mencerca kejahatan agar mengetahui kebenaran yang harus

diikuti.

25. Tahrim, melarang melakukan sesuatu yang diharamkan.

26. Tahjir, menjauhkan diri dari orang yang tidka mempan lagi diperingati.

27. Tabdiil, mengganti yang lebih baik.


28. Tarhiib, mengancam dengan kekerasan.

29. Targhib, mengasingkan dari rumah.

23

30. Ta‟dzib, memberi hukuman fisik.

61

E. Fungsi Metode Pendidikan

Abuddin Nata menjelaskan tentang fungsi metode pendidikan, “tentang fungsi

metode secara umum dapat dikemukakan sebagai pemberi jalan atau cara yang

sebaik mungkin bagi pelaksanan operasional dari ilmu pendidikan tersebut”.

62

Abuddin Nata juga menjelaskan bahwa, “pada intinya metode berfungsi

menghantarkan suatu tujuan kepada obyek sasaran dengan cara yang sesuai

dengan obyek sasaran tersebut”.

63

Selanjutnya beliau mengatakan, “dalam menyampaikan materi pendidikan

kepada peserta didik sebagaimana disebutkan di atas perlu ditetapkan metode

yang didasarkan kepada pandangan dan persepsi dalam menghadapi manusia

sesuai dengan unsur penciptaannya, yaitu jasmani, akal, dan jiwa yang dengan

mengarahkannya agar menjadi orang yang sempurna”.

Ayat-Ayat al-Qur’an Tentang Metode Pembelajaran


  
PENDAHULUAN
Makhluk Allah yang diberi kewajiban dalam mencari ilmu adalah manusia. Yang mana
ilmu tersebut berguna untuk bekal kehidupannya di dunia maupun diakhirat. Sebagaimana sabda
nabi Muhammad SAW:
‫ضةٌ َعلَى ُك ِّل ُم ْسلِ ٍم‬ ِ َ‫طَل‬
َ ْ‫ب الْع ْل ِم فَ ِري‬
ُ
 “Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim.”[1]
Selain itu, dijelaskan dalam al-Qur’an surat al-Mujadalah ayat 11 yang berbunyi:
ِ ‫مِب‬ ٍ ِ ِ َّ ِ ِ َّ
ُ‫ين ُأوتُوا الْع ْل َم َد َر َجات َواهللُ َا َت ْع َملُو َن َخبري‬
َ ‫ين ءَ َامنُوا من ُك ْم َوالذ‬
َ ‫َيْرفَ ِع اهللُ الذ‬
 “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat” (Q.s. al-Mujadalah : 11)[2]
Selanjutnya, setelah manusia memiliki ilmu pengetahuan mereka berkewajiban
untuknya mengamalkan/mengajarkan ilmu yang sudah mereka peroleh.[3] Dalam mengamalkan
atau mengajarkan ilmu tersebut, hendaknya seorang guru memiliki wawasan tentang sistem
pembelajaran. Salah satunya yakni metode pembelajaran. Metode merupakan hal yang sangat
penting dalam proses belajar mengajar. Apabila dalam proses pendidikan tidak menggunakan
metode yang tepat maka harapan tercapainya tujuan pendidikan akan sulit untuk diraih. Dalam
al-Qur’an dan beberapa hadist juga menganjurkan untuk menggunakan metode dalam proses
pembelajaran. Metode pembelajaran yang termuat dalam al-Quran pun memiliki banyak macam.
Oleh karena itu penulis tertarik untuk membahas tentang metode-metode pembelajaran yang
terkandung dalam al-Quran dan Hadist.

PEMBAHASAN

A.  Pengertian dan Pentingnya Metode Pembelajaran


Dalam bahasa Arab metode dikenal dengan istilah at-thariq (jalan-cara).[4] Secara
umum istilah “metode” adalah suatu cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana
yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal.
Menurut J.R. David dalam Teaching Strategies for College Class Room menyebutkan bahwa
method ia a way in achieving something (cara untuk mencapai sesuatu).[5] Artinya, metode
digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah ditetapkan.
Sudjana berpendapat bahwa : "metode pembelajaran adalah cara yang digunakan guru
dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsung pembelajaran".[6]
Dengan kata lain metode ini digunakan dalam konteks pendekatan secara personil antara
guru dengan siswa supaya siswa tertarik dan menyukai materi yang diajarkan. suatu pelajaran
tidak akan pernah berhasil jika tingkat antusias siswanya berkurang. 
Oleh karena itu, metode dalam rangkaian sistem pembelajaran memegang peranan
penting dalam keberhasilan suatu pendidikan. karena metode merupakan pondasi awal untuk
mencapai suatu tujuan pendidikan dan asas keberhasilan sebuah pembelajaran. Sebaik apapun
strategi yang dirancang namun metode yang dipakai kurang tepat maka hasilnya pun akan
kurang maksimal. Tetapi apabila metode yang dipakai itu tepat maka hasilnya akan berdampak
pada mutu pendidikan yang baik.

B.  Ayat dan Hadis tentang Metode Pembelajaran


1.    Metode  Pembelajaran dalam Surah an-Nahl ayat 125

‫ض ! َّل َع ْن َس !بِْيلِ ِه‬ ِ ِ


َ َّ‫ْم! ْ!ه َوالْ َم ْو ِعظَ ! ِ!ة احْلَ َس !نَ ِة َو َج!!ادهْلُ ْم بِ !!الَّىِت ه َي اَ ْح َس ! ُن اَ َّن َرب‬ ِ ِ َ ِّ‫اُْدع اِىَل س !بِي ِل رب‬
َ ‫ك ُه! َ!و اَ ْعلَ ُم مِب َ ْن‬ َ ‫ك ب ْلحك‬ َ َْ ُ
»۱۲۵  : ‫َو ُه َواَ ْعلَ ُم بِْل ُمهتَ ِديْ َن «النحل‬
“(Wahai Nabi Muhmmad SAW) Serulah (semua manusia) kepada jalan (yang ditunjukkan)
Tuhan Pemelihara kamu dengan hikmah (dengan kata-kata bijak sesuai dengan tingkat
kepandaian mereka) dan pengajaran yang baik dan bantalah mereka dengan (cara) yang terbaik.
Sesungguhnya Tuhan pemelihara kamu, Dialah yang lebih mengetahui (tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat
petunjuk).”[7]
Dari surah an-Nahl ini tercantum 3 metode pembelajaran, diantaranya:
a.    Metode Hikmah

Kata hikmah (‫ )حكمة‬dalam tafsir al-Misbah berarti “yang paling utama dari segala sesuatu,
baik pengetahuan maupun berbuatan”.[8] Dalam bahasa Arab al-hikmah bermakna
kebijaksanaan dan uraian yang benar. Dengan kata lain al-hikmah adalah mengajak kepada jalan
Allah dengan cara keadilan dan kebijaksanaan, selalu mempertimbangkan berbagai faktor dalam
proses belajar mengajar, baik faktor subjek, obyek, sarana, media dan lingkungan pengajaran.
Pertimbangan pemilihan metode dengan memperhatikan peserta didik diperlukan kearifan agar
tujuan pembelajaran tercapai dengan maksimal. Selain itu dalam penyampaian materi maupun
bimbingan terhadap peserta didik hendaknya dilakakuan dengan cara yang baik yaitu dengan
lemah lembut, tutur kata yang baik, serta dengan cara yang bijak.[9]

Imam Al-Qurtubi menafsirkan al-hikmah dengan “kalimat yang lemah lembut”. Beliau
menulis dalam tafsirnya :
ٍ ‫اشنَ ٍة وَت ْعنِْي‬ ٍ ٍ ِ ِِ ِ ِ ‫ِإ‬
‫ف‬ َ َ َ‫َو َْأمُرهُ َأ ْن يَ ْدعُ َو ىَل ديْ ِن اهلل َوش َّْرعه بَتلَطُّف َولَنِّي ُد ْو َن خُم‬
“Nabi diperintahkan untuk mengajak umat manusia kepada “dinnullah” dan syariatnya dengan
lemah lembut tidak dengan sikap bermusuhan.”
Hal ini berlaku kepada kaum muslimin seterusnya sebagai pedoman pembelajaran dan
pengajaran. Hal ini diinspirasikan dari ayat Al-Qur’an dengan kalimat “qaulan layinan”. Allah
berfirman :

)۶۶ :‫َف ُقواَل لَهُ َق ْواًل لَِّينًا ل ََعلَّهُ َيتَ َذ َّك ُر َْأو يَ ْخ َشى (طه‬
“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-
mudahan ia ingat atau takut”.  (taha:44)[10]

Proses belajar mengajar dapat berjalan dengan baik dan lancar manakala ada interaksi yang
kondusif antara guru dan peserta didik. Komunikasi yang arif dan bijaksana memberikan kesan
mendalam kepada para siswa sehingga “teacher oriented” akan berubah menjadi “student
oriented”. Guru yang bijaksana akan selalu memberikan peluang dan kesempatan kapada
siswanya untuk berkembang.[11]
b.    Metode Nasihat/Pengajaran Yang Baik (Mauizhah Hasanah)
Mauidzah hasanah terdiri dari dua kata “al-Mauizhah dan Hasanah”. al-Mauizhah (
‫ )الموعظة‬terambil dari kata (‫ )وعظ‬wa’azha yang berarti nasihat sedangkan hasanah (‫ )حسنة‬yang
berarti baik. Maka jika digabungkan Mauizhah hasanah bermakna nasihat yang baik.[12]
Dalam hal ini, Allah SWT berfirman:
»۱۰ : ۵۷« !َ ‫الص ُد ْو ِر َو ُه ًدى َو َرمْح َةٌ لِْل ُمْؤ ِمنِنْي‬
ُّ ‫َّاس قَ ْد َجاءَ تْ ُك ْم َم ْو ِعظَةٌ ِم ْن َربِّ ُك ْم َو ِش َفاءٌ لِ َما ىِف‬
ُ ‫يَااَيُّ َهاالن‬
“Hai segenap manusia, telah datang kepada kalian mauizhah dari pendidikanmu, penyembuh
bagi penyakit yang bersemayam di dalam dada, petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang
beriman.” (QS. 10:57)[13]

c.    Metode Diskusi (jidal)


Kata jadilhum (‫ )جادلهم‬berasal dari kata jidal (‫ )جدال‬yang bermakna diskusi.[14] Metode
diskusi yang dimaksud dalam al-Qur’an ini adalah diskusi yang dilaksanakan dengan tata cara
yang baik dan sopan. Yang mana tujuan dari metode ini ialah untuk lebih memantapkan
pengertian dan sikap pengetahuan mereka terhadap suatu masalah.
Definisi diskusi itu sendiri yaitu cara penyampaian bahan pelajaran dengan memberikan
kesempatan kepada siswa untuk membicarakan, menganalisa guna mengumpulkan pendapat,
membuat kesimpulan atau menyusun berbagai alternative pemecahan masalah. Dalam kajian
metode mengajar disebut metode “hiwar” (dialog). Diskusi memberikan peluang sebesar-
besarnya kepada para siswa untuk mengeksplor pengetahuan yang dimilikinya kemudian
dipadukan dengan pendapat siswa lain. Satu sisi mendewasakan pemikiran, menghormati
pendapat orang lain, sadar bahwa ada pendapat di luar pendapatnya dan di sisi lain siswa merasa
dihargai sebagai individu yang memiliki potensi, kemampuan dan bakat bawaannya.[15]
Dengan demikian para pendidik dapat mengetahui keberhasilan kreativitas peserta
didiknya, atau untuk mengetahui siapa diantara para peserta didiknya yang berhasil atau gagal.
Dalam Allah SWT berfirman:
»۱٦ : ۱۲۵« ‫ض َّل َع ْن َسبِْيلِ ِه َو ُه َواَ ْعلَ ُم بِالْ ُم ْهتَ ِديْ َن‬ ِ
َ ‫ك ُه َواَ ْعلَ ُم مِب َ ْن‬
َ َّ‫ا َّن َرب‬
“Sungguh pendidikmu lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalannya dan
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. 16:125).[16]
2.    Metode Teladan/Meniru
Manusia banyak belajar dengan cara meniru. Dari kecil ia sudah meniru kebiasaan atau
tingkah laku kedua orang tua dan saudara-saudaranya. Misalnya, ia mulai belajar bahasa dengan
berusaha meniru kata-kata yang diucapkan saudaranya berulang-ulang kali dihadapannya.
Begitu juga dalam hal berjalan ia berusaha meniru cara menegakkan tubuh dan
menggerakkan kedua kaki yang dilakukan orang tua dan saudara-saudaranya. Demikianlah
manusia belajar banyak kebiasaan dan tingkah laku lewat peniruan kebiasaan maupun tingkah
laku keluarganya.
Al-Qur’an sendiri telah mengemukakan contoh bagaimana manusia belajar melalui
metode teladan/meniru. Ini dikemukakan dalam kisah pembunuhan yang dilakukan Qabil
terhadap saudaranya Habil. Bagaimana ia tidak tahu cara memperlakukan mayat saudaranya itu.
Maka Allah memerintahkan seekor burung gagak untuk menggali tanah guna menguburkan
bangkai seekor gagak lain. Kemudian Qabil meniru perilaku burung gagak itu untuk mengubur
mayat saudaranya Habil.[17]
Allah berfirman dalam QS. Al-Maidah ayat 31:
ِ ‫ت اَ ْن اَ ْن اَ ُكو َن ِمثْل ه! َذا الْغُ!!ر‬ ‫ِ ِ قلى‬ ِ ِ ‫َفبعث اهلل غُرابايَّبحث ىِف ااْل َر‬
‫اب‬ َ َ ْ ُ ‫ف يُ َوا ِر ْي َس ْوءَ َةاَخْيه قَ َل ي َو ْيلَىت اَ َع َج ْز‬
َ ‫ض لرُيِ يَهُ َكْي‬ ْ ُ َ ْ ً َ ُ َ ََ
ِ ِ ِ َ‫فَاُوا ِري سوء َةاَ ِخيج َفا‬
َ ‫صبَ َح م َن النّدمنْي‬
ْ ْ َ َْ َ َ
“Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi untuk memperlihatkan
kepadanya (Qabil) bagaimana seharusnya menguburkan mayat saudaranya. Berkata Qabil:
“Aduhai celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini. Lalu aku dapat
menguburkan mayat saudaraku ini?”. Karena itu jadilah dia seorang diantara orang-orang yang
menyesal.”[18]

Melihat tabiat manusia yang cenderung untuk meniru dan belajar banyak dari tingkah
lakunya lewat peniruan. Maka, teladan yang baik sangat penting artinya dalam pendidikan dan
pengajaran. Nabi Muhammad SAW. sendiri menjadi suri tauladan bagi para sahabatnya, dari
beliau mereka belajar bagaimana mereka melaksanakan berbagai ibadah.
Ada sebuah Hadist yang menceritakan bahwa para sahabat meniru salat sunnah witir Nabi
SAW:
ِ ِ‫اب عن س!ع‬ ِ ِ ِ ِ ٌ !ِ‫!ال َ!ح َّ!دثَيِن َمال‬ ِ ‫ِإ‬
‫يد‬ َ ْ َ َّ‫!ك َع ْن َأيِب بَ ْ!ك ِر بْ ِن عُ َ!م َ!ر بْ ِن َعْب!!د ال!!رَّمْح َ ِن بْ ِن َعْب!!د اللَّه بْ ِن عُ َ!م َ!ر بْ ِن اخلَط‬ َ !َ‫يل ق‬ُ ‫َ!ح َّ!دثَنَا مْسَاع‬
َّ‫ت مُث‬ ِ ِ َ ‫َأسري مع عب ِ!د اللَّ ِه ب ِن عم!ر بِطَ ِري ِ!ق م َّكةَ َف َق‬ ِ ‫ ُكْن‬:‫ب ِن يسا ٍر َأنَّه قَ َال‬
ُ ‫ت فَ! َْأوَت ْر‬ُ ْ‫ص!ْب َح َن َ!زل‬
ُّ ‫يت ال‬ ُ !‫!ال َس!عي ٌد َفلَ َّما َخش‬ َ ََُ ْ َْ َ َ ُ ‫ت‬ ُ ُ ََ ْ
ِ !‫!ك يِف رس‬ ِ َّ ِ ِ َ !‫حَلِْقتُ!هُ َف َق‬
‫ول‬ ُ َ َ َ‫س ل‬ َ ‫!ال َعْب! ُ!د الله َألَْي‬ َ !‫ت َف َق‬ُ ‫ت فَ! َْأوَت ْر‬
ُ ْ‫ص!ْب َح َفَن َ!زل‬
ُّ ‫يت ال‬ ُ !‫ت َخش‬ ُ ‫ت َف ُق ْل‬ َ ‫!ال َعْب! ُ!د اللَّه بْ ُن عُ َم َ!ر َأيْ َن ُكْن‬
‫ص!لَّى اللَّهُ َعلَْي! ِ!ه َو َس!لَّ َم َ!ك!ا َن يُ!!وتُِر َعلَى‬ ِ َ !‫!ال فَ!ِإ َّن رس‬
َ ‫ول اللَّه‬ َُ َ !َ‫ت َبلَى َواللَّ ِه ق‬ ِ
ُ ‫ص!لَّى اللَّهُ َعلَْي!!ه َو َس!لَّ َم ِإ ْس! َوةٌ َح َس!نَةٌ َف ُق ْل‬
ِ
َ ‫اللَّه‬
‫الْبَعِ ِري‬

“Telah menceritakan kepada kami Isma’il berkata, telah menceritakan kepadaku Malik dari Abu
Bakar bin ‘Umar bin ‘Abdurrahman bin ‘Abdullah bin ‘Umar bin Al Khaththab dari Sa’d bin
Yasar bahwa dia berkata: “Aku bersama ‘Abdullah bin ‘Umar pernah berjalan di jalanan kota
Makkah. Sa’id berkata, “Ketika aku khawatir akan (masuknya waktu) Shubuh, maka aku pun
singgah dan melaksanakan shalat witir. Kemudian aku menyusulnya, maka Abdullah bin Umar
pun bertanya, “Dari mana saja kamu?” Aku menjawab, “Tadi aku khawatir akan (masuknya
waktu) Shubuh, maka aku singgah dan melaksanakan shalat witir.” ‘Abdullah bin ‘Umar berkata,
“Bukankah kamu telah memiliki suri tauladan yang baik pada diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam?” Aku menjawab, “Ya. Demi Allah.” Abdullah bin Umar berkata, “Sesungguhnya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah shalat witir di atas untanya.” (H.R. Bukhari)[19]

   Al-Qur’an memerintahkan kita untuk menjadikan Nabi SAW sebagai suri tauladan dan
panutan. Sebagaimana firman Allah dalam surah al-Ahzab ayat 21:

»۳۳: ۲۱«  ‫اهلل اُ ْس َوةٌ َح َسنَةٌ لِ َم ْن َكا َن َيْر ُج ْوا اهللَ َوالَْي ْو َم اْﻵ ِخَروَ َد َكَراهللُ َكثِْيًرا‬
ِ ‫لََق ْد َكا َن لَ ُكم ىِف رسو ِل‬
ُْ َ ْ
 “Sesungguhnya telah ada pada pribadi Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu)
bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan hari akhir dan dia banyak dzikrullah.” (QS.al-
Ahzab 33:21)[20]

Melalui suri tauladan yang baik, manusia dapat belajar kebiasaan baik dan akhlak yang
mulia. Sebaliknya jika suri tauladannya buruk manusia akan terjerumus pada kebiasaan yang
buruk dan akhlak yang tercela.

3.    Metode Ceramah


Metode ini merupakan metode yang sering digunakan dalam menyampaikan atau
mengajak orang mengikuti ajaran yang telah ditentukan. Metode ceramah sering disandingkan
dengan kata khutbah. Dalam al-Qur’an sendiri kata tersebut diulang sembilan kali. Bahkan ada
yang berpendapat metode ceramah ini dekat dengan kata tablih, yaitu menyampaikan sesuatu
ajaran. Pada hakikatnya kedua arti tersebut memiliki makna yang sama yakni menyampaikan
suatu ajaran.[21]
Pada masa lalu hingga sekarang metode selalu kita jumpai dalam setiap pembelajaran.
Akan tetapi bedanya terkadang metode ini di campur dengan metode lain. Dalam sebuah Hadist
Nabi SAW bersabda :

‫"بلِّغُ ْوا َعيِّن ْ َولَ ْو آیَ!ةً َو َ!ح ِّ!دثُ ْوا‬ ِ ِ ‫ااهلل ب ِن عمر وب ِن الْع‬ ِ ِ
َ ‫اص َرض َي ااهللُ َعْن ُه َما َأ َن النَّيِب َ صلى ااهلل علىه وسلم قال‬ َ ْ َ َ َ ُ ْ ‫َو َع ْن َعْبد‬
!))‫ب َعلَ َّي ُمَت َع ِّم ًدا َف ْلیَتََب َّوْأ َم ْق َع َدهُ ِم َن النَّا ِر (( رواه البخاري‬ ‫ِئ‬
َ ‫ َو َم ْن َك َّذ‬،‫َع ْن بَيِن ْ ِإ ْسَرا ْی َل َواَل َحَر َج‬
"Sampaikanlah apa yang datang dariku walaupun satu ayat, dan ceritakanlah apa yang kamu
dengar dari Bani Isra’il, dan hal itu tidak ada Salahnya, dan barang siapa berdusta atas namaku
maka bersiap-siaplah untuk menempati tempatnya dineraka". (HR. Bukhori.)[22]
Hal ini juga berkenaan dengan firman Allah SWT :
ِ ُّ ‫اِنَّآ اَْنَزلْنهُ ُقْراَٽنًا َعَربِيًّا لَّ َعلَّ ُك ْم َت ْع ِقلُ ْو َن ۞ حَنْ ُن نَ ُق‬
‫ت‬ َ !‫ص مِب َ!!آ اَْو َحْينَ!آ اَلَْي‬
ُ ‫!ك ه! َذاالْ ُق ْراٽ َن َوا ْن ُكْن‬ ِ !‫ص‬
َ ‫ك اَ ْح َس! َن الْ َق‬
َ ‫ض َعلَْي‬
ِِ ِ ِ ِ
َ ‫م ْن َقْبله لَم َن الْغفلنْي‬
“Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu
memahaminya. Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al
Quran ini kepadamu, dan Sesungguhnya kamu sebelum (kami mewahyukan) nya adalah
Termasuk orang-orang yang belum mengetahui”.(Q.S. Yusuf/12:2-3)[23]

Ayat di atas menerangkan, bahwa Tuhan menurunkan Al-Qur’an dengan memakai bahasa
Arab kepada Nabi Muhammad SAW. Dan Nabi menyampaikan kepada para sahabat dengan
jalan cerita dan ceramah. Metode ceramah masih merupakan metode mengajar yang masih
dominan dipakai, khususnya di sekolah-sekolah tradisional.

4.    Metode Pengalaman Praktis/Trial and Eror dan Metode Berpikir


Seseorang yang hidup tidak akan luput dari sesuatu yang bernama problem, bahkan
manusia juga dapat belajar dari problem tersebut, sehingga memiliki pengalaman praktis dari
permasalahannya. Situasi-situasi baru yang belum diketahuinya mengajak manusia berfikir
bagaimana menghadapi dan bagaimana harus bertindak. Dalam situasi demikian, manusia
memberikan respons yang beraneka ragam. Kadang mereka keliru dalam menghadapinya, tetapi
kadang juga tepat.
Dengan demikian manusia belajar lewat “Trial and Error”, (belajar dari mencoba dan
membuat salah) memberikan respons terhadap situasi-situasi baru dan mencari jalan keluar dari
problem yang dihadapinya.[24]
Al-Qur’an dalam beberapa ayatnya memberikan dorongan kepada manusia untuk
mengadakan pengamatan dan memikirkan tanda-tanda kekuasaan Allah di alam semesta. Dalam
Q.S. al-Ankabut : 20 Allah berfirman:

‫ف بَ َدَأ اخْلَْل َق مُثَّ اهللُ يُْن ِشُئ النَّ ْشأ َة اآْل َ ِخَر َة ِإ َّن اهللَ َعلَى ُك ِّل َش ْي ٍءقَ ِد ْيٌر‬
َ ‫ضُروا َكْي‬ ِ ‫اَأْلر‬
ُ ‫ض َفْن‬
ِ
ْ ‫قَل سْيُروا ىِف‬
Katakanlah: “Berjalanlah di (muka) bumi. Maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan
(manusia) dari permulaannya. Kemudian Allah menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya Allah
Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Perhatian al-Qur’an dalam menyeru manusia untuk mengamati dan memikirkan alam
semesta dan makhluk-makhluk yang ada di dalamnya, mengisyaratkan dengan jelas perhatian al-
Qur’an dalam menyeru manusia untuk belajar, baik melalui pengamatan terhadap berbagai hal,
pengalaman praktis dalm kehidupan sehari-hari, ataupun lewat interaksi dengan alam semesta,
berbagai makhluk dan peristiwa yang terjadi di dalamnya. ini bisa dilakukan dengan metode
pengalaman praktis, “trial and error” atau pun dengan metode berfikir.
Nabi SAW sendiri telah mengemukakan tentang pentingnya belajar dari pengalaman
praktis dalam kehidupan yang dinyatakan dalam hadis yang di tahrij oleh Imam Muslim berikut:
ِ ‫!ال َأب!و ب ْ!ك ٍر ح َّ!د َثنَا َأس!ود بن ع‬
‫!ام ٍر َح َّ!د َثنَا‬ ِ ِ ِ ِ
َ ُْ َُْ َ َ ْ ُ َ َ‫َح َّد َثنَا َأبُ ْ!و بَ ْ!ك ِر بْ ُن َأيِب َش!ْيبَةَ َو َع ْم ٌ!رو النَّاق ُ!د كالَمُهَ!ا َع ِن اَْأل ْس! َود بْ ِن َع!ام ٍر ق‬
‫ص!لَّى اهللُ َعلَْي! ِ!ه َو َس!لَّ َم َم َّ!ر بَِق ْ!وٍم‬ َّ :‫س‬
َ َّ ‫َأن النَّيِب‬ ٍ َ‫ت َع ْن َأن‬ ٍ ِ‫عن ثَ!اب‬  َ‫مَحَّاد بن سلَمةَ عن ِه َش ِام ب ِن عرو َة عن َأبِي ِ!ه عن عاِئ َش!ة‬
َْ َ ْ َ ْ ْ َ َ ُْ ْ َْ َ َ ُْ ُ
ِ ِ ِ‫هِب‬ ِ
ْ ‫!ال َأْنتُ ْم‬
‫َأعلَ ُم‬ َ !َ‫ت َ!ك َذا َو َ!ك َذا ق‬ َ ‫صا فَ َمَّر ْم َف َق َال َما لنَ ْخل ُك ْم قَ!الُْوا ُقْل‬
ً ‫صلُ َح قَ َال فَ َخَر َج شْي‬
َ َ‫ِّح ْو َن َف َق َال لَ ْو مَلْ َت ْف َعلُ ْوا ل‬
ُ ‫يُلَق‬
‫بِ َْأم ِر ُد ْنيَا ُك ْم‬
Abu Bakar bin Abi Saybah dan Amr al-Naqidh bercerita kepadaku. Keduanya dari al-Aswad bin
Amir. Abu Bakr berkata, Aswad bin Amir bercerita kepadaku, Hammad bin Salmah bercerita
kepadaku, dari Hisham bin Urwah dari ayahnya dari Aisyah dan
dari Tsabit dari Anas Radhiyallahu’anhu: Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah
melewati suatu kaum yang sedang mengawinkan pohon kurma lalu beliau bersabda:Sekiranya
mereka tidak melakukannya, kurma itu akan (tetap) baik. Tapi setelah itu, ternyata kurma
tersebut tumbuh dalam keadaan rusak. Hingga suatu saat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
melewati mereka lagi dan melihat hal itu beliau bertanya: ‘Adaapa dengan pohon kurma kalian?
Mereka menjawab; Bukankah anda telah mengatakan hal ini dan hal itu? Beliau lalu bersabda:
‘Kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian.[25]

Hadis di atas mengisyaratkan tentang belajarnya manusia membuat respon-respon baru


lewat pengalaman praktis dari berbagai situasi baru yang dihadapinya, dan berbagai jalan
pemecahan dari problem-problem yang dihadapinya.
Mengenai jenis belajar lewat pengalaman praktis atau “trial and error” ini, al-Qur’an
mengisyaratkan dalam ayat berikut:

‫الد ْنيَا َو ُه ْم َعنِا آْلَ ِخَر ِة ُه ْم َغا فِلُ ْو َن‬ ِ َ‫يعلَمو نَظ‬
ُّ ‫اهًرا ِمنَا حْلَيَ ِاة‬ ُْ َْ
Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang
(kehidupan) akhirat adalah lalai.[26]

Al-Qurtubi, dalam menafsirkan ayat ini, “Mereka hanya mengetahui yang lahir saja dari
kehidupan dunia”, berkata: Yakni masalah penghidupan dan duniawi mereka. Kapan mereka
harus menanam dan menuai dan bagaimana harus menanam dan membangun rumah.[27]

KESIMPULAN
Metode merupakan hal yang sangat penting dalam proses belajar mengajar. Apabila dalam
proses pendidikan tidak menggunakan metode yang tepat maka harapan tercapainya tujuan
pendidikan akan sulit untuk diraih. Dalam al-Qur’an dan beberapa hadist juga menganjurkan
untuk menggunakan metode dalam proses pembelajaran. Metode pembelajaran yang termuat
dalam al-Quran pun memiliki banyak macam   diantaranya:
1.    Metode  Pembelajaran dalam Surah an-Nahl ayat 125. Dari surah an-Nahl ini tercantum 3
metode pembelajaran, diantaranya:
a). metode hikmah (bijaksana),
b). metode nasihat/pengajaran yang baik (mauizhah hasanah)
c). metode diskusi (jidal)
2.    metode teladan/meniru
3.    metode ceramah
4.    metode pengalaman praktis/trial and eror dan metode berpikir

DAFTAR PUSTAKA

Ad-Dimasyqi, Al-Imam Abul Isma’il Ibnu Kasir. Tafsir Ibnu Kasir; Juz 4 al-Hijr 2 S.D an-Nahl 128.
Bandung: Sinar BaruAlgensindo. 2003.

Al-Mahalli, Imam Jalaluddin dan As-Suyuti, Imam Jalaluddin. Terjemahan Tafsir Jalalain Berikut
Asbabun Nuzul; jilid 1. Bandung: Sinar Baru Algesindo. 2011.

el-Qurtuby, Usman. Al-Qur’an Cordoba. Bandung: PT Cordoba Internasional Indonesia. 2012.

https://areksumberjati.wordpress.com/2015/01/01/hadits-bukhari-936-956-bab-witir-dan-shalat-
istisqa/, diakses 8 Mei 2016.

Khon, Abdul Majid. Hadis Tarbawi; Hadis-Hadis Pendidikan. Jakarta: Kencana. 2014.

Majid, Abdul. Strategi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2014.

Mannan, Muntaha Abdul. Tafsir Al-Qur’an Tematis. Jember: LP2SM “Gita Bahana”. 1993.

Shihab, M. Quraish. Al-Qur’an dan Maknanya. Jakarta: Lentera Hati. 2010.

_______________ Tafsir Al-Misbah; pesan. Kesan dan keserasian al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati.
2002.
Sudjana, Nana. Cara Belajar Siswa Aktif-Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung:Sinar Baru. 2005.

Taniredja, Tukiran. et al. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Bandung: Alfabeta. 2011.

Thobroni, Ahmad Yusam. et al. Tafsir dan Hadis Tarbawi. Surabaya: IAIN SA Press. 2013.

Anda mungkin juga menyukai